Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keadaan genetik merupakan faktor yang tidak diragukan lagi berperan dalam
menentukan ekspresi sifat makhluk hidup. Interaksi gen yang terjadi melalui
pengendalian terhadap reaksi-reaksi biokimia yang menyusun suatu lintasan
metabolisme adalah gambaran bagaimana faktor genetik menentukan ekspresi sifat
makhluk hidup. Ekspresi sifat makhluk hidup tidak hanya ditentukan oleh faktor
genetik berupa gen. Gottlieb (1998:2000) menjelaskan bahwa ekspresi sifat
makhluk hidup juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan internal, misalnya
sinyal yang berasal dari sitoplasma sel itu sendiri dan hormon, maupun lingkungan
eksternal, yakni sinyal yang berasal dari lingkungan di luar tubuh makhluk hidup.
Hal ini dapat dikatan suatu gen dapat diekspresikan secara tepat sebagai respon
terhadap sinyal lingkungan yang diterima, seperti fekunditas pada D. melanogaster.
Fekunditas merupakan salah satu mekanisme dalam D. melanogaster betina
yang prosesnya bergantung pada kondisi lingkungan khususnya cahaya. Perubahan
kondisi cahaya pada lingkungan dapat mengakibatkan perubahan tingkat
fekunditas spesies tersebut yang akan berpengaruh pada jumlah keturunan yang
dihasilkan. Jika hal ini dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan perubahan
fekunditas pada keturunan D. melanogaster generasi selanjutnya. Hal ini karena
mempengaruhi jam biologis harian D. melanogaster (ritme sirkadian) (Tataroglu &
Emery, 2015).
Ritme sirkadian digerakkan oleh internal jam biologis yang mengantisipasi
siklus siang / malam mengoptimalkan fisiologi dan perilaku organisme. Observasi
bahwa organisme menyesuaikan fisiologi mereka dan perilaku sampai pada waktu
di sirkadian mode telah didokumentasikan untuk waktu yang lama, tapi adanya jam
sirkadian endogen hanya akan akhirnya menjadi mapan baik ke dalam abad ke-20.
Pada tahun 1971, Seymour Benzer dan Ronald Konopka mengidentifikasi mutan
lalat buah Drosophila yang menunjukkan perubahan yang normal siklus eklositas
pupil dan aktivitas lokomotor 24 jam (Tataroglu & Emery, 2015). Dari dasar
tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh Kondisi Cahaya dan

1
2

Macam Strain Terhadap Fekunditas D. melanogaster Persilangan N ♂ x N ♀ dan


e ♂ x e ♀”.

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana pengaruh kondisi cahaya terhadap fekunditas D. melanogaster
persilangan N ♂ x N ♀ dan e ♂ x e♀?
2) Bagaimana pengaruh macam strain terhadap fekunditas D. melanogaster
persilangan N ♂ x N ♀ dan e ♂ x e♀?

C. Tujuan Penelitian
1) Mengetahui pengaruh kondisi cahaya terhadap fekunditas D. melanogaster
persilangan N ♂ x N ♀ dan e ♂ x e♀.
2) Mengetahui pengaruh macam strain terhadap fekunditas D. melanogaster
persilangan N ♂ x N ♀ dan e ♂ x e♀.

D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan, yaitu:
1. Peneliti
 Sebagai sarana untuk menambah wawasan pengetahuan dalam bentuk
eksperimen
 Mendorong minat untuk melakukan penelitian lebih lanjut di bidang
genetika
2. Pembaca
 Memberi wawasan dan memberikan informasi mengenai Pengaruh Strain
Dan Faktor Lingkungan (Cahaya Gelap dan Terang) terhadap jumlah
anakan D.melanogaster.
 Mendorong minat pembaca untuk melakukan suatu eksperimen atau
penelitian di bidang genetikasebagai dasar untuk melakukan penelitian
lebih lanjut tentang bidang terkait
3

E. Asumsi Penelitian
Penelitian ini diasumsikan sebagai berikut.
1) kondisi fisik medium yang digunakan dan nutrisi yang diberikan kepada D.
melanogaster dianggap sama
2) faktor lingkungan yang mempengaruhi yaitu suhu dan kelembaban dianggap
sama
3) faktor fisiologis dan umur D. melanogaster yang disilangkan dianggap sama

F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian


Ruang lingkup dan keterbatasan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1) pengambilan data hanya dibatasi pada penghitungan jumlah telur D.
melanogaster hasil persilangan N ♂ x N ♀ dan e ♂ x e ♀ masing-masing
sebanyak sepasang.
2) penelitian ini dibatasi pada penghitungan jumlah anakan selama 7 hari.
3) jumlah anakan diketahui dengan menghitung persentase anakan setelah diberi
perlakuan dengan cahaya gelap dan terang pada waktu tertentu.
4) perlakuan cahaya gelap dan terang yang diberikan selama7 hari pada botol A, B,
C, dan D, F1 sampai dengan F6, dengan empat kali ulangan.
5) dalam penelitian ini fase yang digunakan untuk perlakuan cahaya gelap dan
terang adalah fase persilangan dan anakan berupa larva dari D. melanogaster
hasil persilangan N ♂ x N ♀ dan e ♂ x e ♀.

G. Definisi Operasional
1. Strain adalah kelompok intra spesifik yang hanya memiliki satu atau sejumlah
kecil ciri yang berbeda, biasanya dalam keadaan homozigot untuk ciri-ciri
tersebut atau galur murni. Pada penelitian ini strain yang dimaksud adalah
strain N dan e.
2. Persilangan
3. Kondisi cahaya
4. Homogami
4
5. Populasi
6. Sampel
7. Variabel
8. Medium
9. Fenotipe
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Drosophila melanogaster


Salah satu spesies dari genus Drosophila yang banyak di kembangbiakkan
adalah Drosophila melanogaster. Klasifikasi ilmiah Drosophila melanogaster
menurut (Borror,1992) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Spesies : Drosophila melanogaster

B. Karakteristik Drosophila melanogaster


D. melanogaster merupakan subjek penelitian yang sangat ekstensif digunakan
dalam bidang genetika. Karakteristik serangga ini yang memiliki siklus hidup yang
cepat, hanya memiliki sedikit kromosom, ukuran genom yang kecil, dan memiliki
kromosom raksasa di kelenjar ludahnya menjadikan D. melanogaster dipilih
peneliti genetika dalam penelitiannya (Hartwell, dkk., 2011).
Drosophila melanogaster mempunyai poros anterior dan posterior
(kepala-ekor) dan poros dorsoventral (punggung-perut) dan mempunyai segmen ini
menyusun tiga bagian tubuh utama, yaitu kepala, thoraks, dan abdomen. seperti
hewan simetris bilateral lainnya. D. melanogaster jantan memiliki beberapa ciri,
diantaranya yaitu adanya pigmentasi pada abdomen posterior serta jenis dan bulu
kasar pada ruas dorsal pertama. Umumnya ukuran tubuh individu jantan lebih kecil
daripada ukuran tubuh betina. Sedangkan D. melanogaster betina memiliki ciri
yaitu tidak adanya pigmentasi pada abdomen posterior serta tubuhnya lebih besar
daripada jantan. D. melanogaster merupakan lalat buah yang telah digunakan
sebagai subjek penelitian genetika sejak awal abad 20 (Banarjee, 2014). D.
melanogaster merupakan subjek penelitian yang sangat ekstensif digunakan dalam

5
6

bidang genetika. Karakteristik serangga ini yang memiliki siklus hidup yang cepat,
hanya memiliki sedikit kromosom, ukuran genom yang kecil, dan memiliki
kromosom raksasa di kelenjar ludahnya menjadikan D. melanogaster dipilih
peneliti genetika dalam penelitiannya (Hartwell, dkk., 2011).
Strain yang digunakan pada penelitian pengaruh kondisi cahaya dan macam
strain terhadap fekunditas D. melanogaster adalah strain normal dan ebony. Strain
Normal merupakan D. melanogaster wild-type dengan karakter warna mata merah,
memiliki warna tubuh kuning kecoklatan dan sayap panjang menutupi tubuh. Strain
ebony merupakan D. melanogaster dengan penanda berupa mutasi resesif pada
pigmentasi tubuh, yakni berwarna hitam. Gen pengendali warna tubuh tersebut
terletak pada kromosom III, lokus 70,7 (Shefa, dkk., 2016).

C. Ritma Sirkadian Drosophila melanogaster


Ritme sirkadian adalah peristiwa biologis yang terjadi dengan jangka waktu
sekitar 24 jam. Nama itu berasal dari kata Latin "circa" dan "diem", yang berarti
"sekitar satu hari". Ritma sirkadian dijelaskan melalui pencerapan terhadap siklus
hidup dan tabiat lalat buah D. melanogaster. Michael Rosbash dan kumpulan
saintisnya membuat penemuan bahawa Drosophila menunjukkan salinan mRNA
gen per (period) yang menjadi templat bagi protein PER mempunyai siklus tetap
menaik dan menurun dalam 24 jam. Drosophila yang mengalami mutasi pada
gen per mula menunjukkan ritma sirkadian yang tidak menentu dan tidak
menunjukkan siklus pengekspresan gen per yang tetap. Michael Young juga
menunjukkan pemerhatian yang sama pada gen tim (timeless) Drosophila. Jeffrey
Hall dan Rosbash kemudiannya menemukan fungsi protein CYCLE (CYC) dan
CLOCK (CLK) (yang ditemui oleh Joseph Takahashi) dalam regulasi kitaran
PER/TIM. Kita boleh kelaskan gen-gen yang diaktifkan
apabila Drosophila mengesan cahaya (siang) kepada dua kelompok:
 Gen efektor – protein yang terhasil dari gen-gen ini menjalankan pelbagai
aktiviti biologi yang berlaku pada siang hari seperti makan, persenyawaan,
penetasan telur
 Gen penentu masa – protein yang terhasil dari gen-gen ini mengawal ritma
sirkadian: per dan tim
7

Pengaktifan promoter kesemua gen-gen ini untuk menghasilkan protein


dikawal oleh protein faktor transkripsi (transcription factors): CLK dan CYC
Drosophila menghasilkan protein-protein CLK dan CYC dalam bentuk dimer
(CLK/CYC) akan menambat pada promoter gen-gen efektor dan gen bagi PER dan
TIM untuk menghasilkan protein-protein yang tersebut. Gen clk dan cyc ini disebut
sebagai efektor positif yang menyebabkan suis pentranskripsian gen-gen
(penghasilan protein) berada dalam mod ‘ON’.
Protein-protein yang dihasilkan oleh ‘suis’ CLK/CYC ini termasuklah PER dan
TIM. Protein-protein PER dan TIM dihasilkan di sitoplasma sel dan bersama
membentuk protein dimer PER/TIM. Apabila kepekatan PER/TIM menjadi sangat
tinggi di penghujung siang, protein dimer ini akan terurai dan PER akan diangkut
kedalam nukleus sel.
Di nukleus, PER akan menambat pada protein dimer CLK/CYC dan
menyebabkan dimer ini meninggalkan promoter gen-gen efektor dan gen-gen bagi
PER dan TIM. Apabila tiada lagi CLK/CYC pada promoter, penghasilan protein
yang dikodkan oleh gen-gen tersebut akan terhenti. PER dan TIM sebenarnya
berfungsi sebagai suis bagi mod ‘OFF’ yang menghentikan trankripsi gen-gen
(termasuk gen per dan tim sendiri dalam proses suap balik negatif) (Tataroglu &
Emery, 2015).
Penghasilan PER dan TIM yang dihentikan menyebabkan kepekatan PER dan
TIM menurun masa demi masa. Apabila penurunan ini mencapai kepekatan
terendah, penghasilannya akan diaktifkan semula dan bermulalah kitar PER/TIM,
CYC/CLK yang baru. Kitar ini mengambil masa sekitar 24 jam. Kitar ini juga
(seperti disebutkan di atas) boleh diaktifkan oleh cahaya. Ritma sirkadian yang
dikawal oleh PER/TIM ini juga berlaku pada mamalia termasuk manusia. Namun,
terdapat lebih banyak protein dan pegubahsuaian yag lebih kompleks berlaku
sepanjang kitaran yang mengawal ritma sirkadian.
Pada tahun-tahun setelah kloning periode, beberapa model diusulkan untuk
menjelaskan bagaimana produk protein PER mungkin berfungsi untuk
menghasilkan osilasi sirkadian. Model “membran gradient” diusulkan di mana
PER dibayangkan berfungsi seperti pompa untuk membangun gradien melintasi
membran yang, setelah mencapai ambang batas, akan hilang melalui saluran yang
8

peka cahaya. Dalam model lain, protein PER diusulkan menjadi proteoglikan yang
membawa sel bersama, sehingga memudahkan pembentukan koneksi antar sel
melalui persimpangan celah. Serangkaian terobosan akhirnya dimungkinkan
dengan tersedianya antibodi PER yang andal. Pertama adalah penemuan dari
laboratorium Hall dan Rosbash dari siklus 24 jam dengan kelimpahan protein PER
pada neuron otak terbang, dengan puncak pada malam hari (Tataroglu & Emery,
2015). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1. Sebuah ilustrasi yang disederhanakan dari regulasi umpan balik dari gen
periode. Kedua periode mRNA dan protein PER berosilasi, dengan protein PER
mengumpulkan beberapa jam setelah puncak pada periode mRNA. PER protein terlokalisasi
di dalam nukleus, dan aktivitas gen periode berosilasi sebagai akibat dari inhibisi umpan
balik protein PI dari gennya sendiri. Protein tambahan sangat penting untuk osilasi gen
periode. Protein TIM, yang dikodekan oleh gen abadi juga berosilasi dan berinteraksi dengan
protein PER. Interaksi sangat penting untuk akumulasi protein PER dan penindakan gen
periode. Protein DBT dikodekan oleh gen doubletime. DBT adalah protein kinase yang
memfosforilasi PER, yang menyebabkan degradasi protein PER. Degradasi protein PER
yang diperantarai DBT berkontribusi terhadap penundaan antara periode mRNA dan
akumulasi protein PER. CLK dan CYK, yang dikodekan oleh gen jam dan siklus, adalah dua
faktor transkripsi yang mengaktifkan gen periode. (Sumber: Tataroglu & Emery, 2015)
mRNA yang dikodekan oleh gen periode juga menunjukkan kelimpahan siklus
sirkadian pada fly brain, menunjukkan bahwa siklus protein PER dihasilkan dari
9

siklus mRNA periode. Menariknya, puncak tingkat mRNA periode terjadi di awal
malam, beberapa jam sebelum puncak kelimpahan protein PER.Yang penting,
mutan omong kosong tidak mampu menghasilkan tingkat mRNA periode, namun
protein PER tipe liar dapat menyelamatkan ekspresi mRNA siklik. Berdasarkan
pengamatan ini, model umpan balik autoregulator negatif lahir, di mana akumulasi
protein PER menghasilkan redaman ekspresi mRNA periode. Selanjutnya, protein
PER ditemukan sebagai protein nuklir dan penghubung antara inti sel dan
sitoplasma dengan cara yang diatur secara temporer, memberikan dukungan untuk
gagasan bahwa protein PER adalah pengatur transkripsi dari beberapa
jenis. Dengan pemahaman yang baru, Young menemukan timeless, gen tambahan
yang mempengaruhi jam sirkadian. Dalam serangkaian penemuan berikutnya,
laboratorium Young menemukan bahwa tingkat mRNA timeless juga diawetkan
dengan periode 24 jam, dan bahwa TIM dapat mengikat secara langsung ke PER,
yang mempengaruhi lokalisasi dan kelimpahan nuklirnya dengan menghalangi
degradasi PER. Yang penting, siklus ekspresi periode dihapuskan pada lalat
mutan timeless dan, sebaliknya, siklus sirkadian dalam ekspresi timeless hilang
pada lalat mutan periode. Kemajuan ini mengkonsolidasikan kerangka konseptual
dasar TTFL sebagai mekanisme untuk mempromosikan siklus sirkadian dalam
autoregulasi gen jam. Pada saat itu, mekanisme transkripsi tidak jelas dan, seperti
disebutkan di atas, berbagai alternatif dipertimbangkan. Dengan demikian,
penemuan TTFL sirkadian mandiri merupakan paradigma baru (Tataroglu &
Emery, 2015).
Mekanisme di mana transkripsi periodik dan waktu tidak aktif tidak diketahui.
Pertanyaan ini diselesaikan dengan penemuan gen jam dan siklus. (Gen jam
pertama kali diidentifikasi pada tikus, oleh Joseph Takahashi produk gen, CLOCK
(CLK) dan CYCLE (CYC) berinteraksi satu sama lain, mengandung motif
heliks-loop-helix (bHLH) dasar, dan mengikat elemen tertentu dalam periode dan
gen timeless, sehingga secara positif mengatur transkripsi mereka. Studi
selanjutnya akan menunjukkan bahwa TIM dan PER bertindak sebagai regulator
negatif aktivitas CLK, dan dengan ini, loop umpan sirkadian ditutup.
Penelitian terbaru memodelkan jam kerja sirkadian sangat kompleks dan
mencakup banyak komponen tambahan yang secara kolektif berkontribusi terhadap
10

ketahanan dan periodisitas sirkadiannya. Yang penting, karena reaksi transkripsi


dan translasi biasanya cepat, penundaan yang substansial harus diterapkan pada
mekanisme TTFL inti untuk menghasilkan osilasi 24 jam. Hal ini dicapai dengan
jaringan reaksi yang kompleks yang melibatkan protein fosforilasi dan degradasi
komponen TTFL, asembli kompleks protein, translokasi nuklir dan modifikasi
pasca translasi lainnya. Pengamatan kunci yang menunjukkan mekanisme yang
mendasari penundaan tersebut berasal dari penemuan Young dari gen doubletime,
yang mengkodekan sebuah kinase. DOUBLETIME (DBT) yang memfosforilasi
PER dan meningkatkan degradasinya. Protein tambahan mengintegrasikan
masukan lingkungan yang bisa mempengaruhi jam. Misalnya, cahaya dapat
mengaktifkan produk protein dari gen cryptochrome (CRY) dan mempromosikan
ikatannya ke TIM, menyebabkan degradasi pada proteasom. Saat pagi tiba, TIM
terdegradasi, meninggalkan PER rentan terhadap fosforilasi oleh DBT dan
degradasi berikutnya (Tataroglu & Emery, 2015).

D. Fekunditas Drosophila melanogaster


Fekunditas adalah kemampuan individu betina untuk menghasilkan keturunan.
Fekunditas diukur dengan menghitung jumlah keturunan yang dihasilkan oleh
individu betina sepanjang hidupnya (life time fecundity) (Shefa, dkk., 2016).
Fekunditas merupakan salah satu sifat yang terekspresi pada D. melanogaster, dan
merupakan penentu utama fitness individu betina. Fekunditas D. melanogaster
ditunjukkan dari banyaknya telur yang dihasilkan individu betina yang dapat
bertahan hidup hingga fase dewasa. Fekunditas juga merupakan jumlah turunan
dewasa yang menetas (eclosing adults) yang dihasilkan oleh seekor betina.
Fekunditas bersama-sama dengan viabilitas dan longevitas merupakan aspek
penting dalam karakter life history yang menentukan fitness makhluk hidup
(Sukmawati, dkk., 2016).

E. Hubungan Cahaya Terhadap Fekunditas Drosophila melanogaster


Fekunditas pada Drosophila sangat peka oleh kondisi eksternal/
lingkungannya. Factor-faktor eksternal tersebut yaitu suhu, kondisi cahaya, sinar
UV, sinar X, dan zat-zat kimia. Menurut Tataroglu (2015), kondisi cahaya
11

berpengaruh pada regulasi gen Drosophila. Cahaya akan menjadi sinyal dari luar
tubuh yang mengakibatkan suatu gen dapat diekspresikan secara tepat sebagai
respon terhadap sinyal dari lingkungan yang diterima.
Cahaya mempengaruhi fekunditas D. melanogaster karena dalam mekanisme
ritme sirkadian D. melanogaster melalui aktivasi cryptochrome (CRY). Setelah
penyerapan foton, fotoreseptor cahaya biru ini mengalami perubahan konformasi
yang memungkinkannya mengikat TIM. Ini mendorong kemunculan TIM dan
degradasi proteasomal, sehingga mengatur ulang jam. Neuron yang mengendalikan
perilaku lokomotor sirkadian juga dapat menerima informasi ringan melalui jalur
neuron yang belum diketahui dengan baik yang berasal dari fotoreseptor
visual.Faktor transkripsi transkrip CLOCK (CLK) dan CYCLE (CYC) membentuk
kompleks heterodimerik dan periode promosi (PER) dan transkripsi tim (TIM).
PER dan TIM menumpuk di malam hari dan membentuk heterodimer juga.
Kompleks PER / TIM memasuki nukleus dan mempromosikan fosforilasi CLK /
CYC, yang menghambat aktivitasnya, dan mengurangi afinitasnya terhadap DNA.
Namun, PER dan TIM juga dimodifikasi secara bertahap oleh fosforilasi di siang
hari. Hal ini akhirnya mengakibatkan degradasi mereka dan melepaskan CLK /
CYC dari represi untuk memulai siklus baru (Tataroglu & Emery, 2015).

F. Kerangka Konseptual

D. melanogaster memiliki kemampuan fekunditas atau


♂ dan ♀
kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan.

Gen Hsp83 dan


Hsp90
Fekunditas dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal

Faktor Eksternal Faktor Internal

 Suhu Kondisi cahaya Jenis strain


 Pemanis
 MSG
 Pengawet N e
 Pewarna
12

Kerja gen-gen Mekanisme ritme sirkadian (peristiwa biologis)


yang terjadi dengan jangka waktu sekitar 24 jam

 Gen Periode  Protein PER


 Gen Timeless  Protein TIM
 Gen Clock  Protein CLK
 Gen Cycle  Protein CYC
 Gen Cryptochrome  Protein CRY
 Gen Doubletime  Protein DBT

Jumlah anakan dari generasi ke generasi

G. Hipotesis Penelitian
1) Kondisi cahaya berpengaruh terhadap fekunditas Drosophila melanogaster
persilangan N ♂ x N ♀ dan e ♂ x e♀.
2) Macam strain berpengaruh terhadap fekunditas Drosophila melanogaster
persilangan N ♂ x N ♀ dan e ♂ x e♀.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dalam rancangan acak
kelompok. Perlakuan dalam penelitian ini adalah cahaya gelap dan terang pada
persilangan dan anakan Drosophila melanogaster strain N ♂><N ♀ dan e♂>< e ♀
dengan lama waktu perhitungan anakan selama 7 hari dan dilakukan sebanyak 4
kali ulangan. Perhitungan larva dilakukan setiap hari selama 7 hari berturut-turut
saat hari pertama muncul anakan. Data yang diperoleh dibuat persentase kemudian
ditransformasi. Lalu dilakukan analisis data dengan menggunakan anava ganda.
Digunakan anava ganda karena ada lebih dari satu variabel bebas yang diteliti,
sedangkan rancangan percobaan yang dilakukan berupa Rancangan Acak
Kelompok (RAK) karena penelitian tidak dilakukan serempak.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dimulai bulan Agustus - November 2017 di ruang 310
Laboratorium Genetika Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang.

C. Populasi dan Sampel


Populasi yang digunakan adalah lalat buah D. melanogaster strain N dan e
sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah D. melanogaster
strain N dan e yang didapatkan dari laboratorium dan digunakan dalam penelitian
ini.

D. Variabel Penelitian
Beberapa variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Variabel bebas: strain D. melanogaster yaitu strain N dan e, serta variasi cahaya
yaitu gelap, terang dan kontrol.
2) Variabel terikat: jumlah anakan D. melanogaster dari F1-F6.
3) Variabel kontrol: kondisi medium, suhu, kondisi tempat penelitian, jumlah lalat
yang disilangkan, umur lalat yang disilangkan.

13
14

E. Alat dan Bahan

Alat Bahan

1. Botol selai 1. D. melanogaster strain N dan e.


2. Blender 2. Pisang rajamala
3. Panci 3. Tape singkong
4. Pisau 4. Gula merah
5. Timbangan 5. Yeast (fermipan)
6. Pengaduk 6. Air
7. Selang 7. Alkohol 70%
8. Kardus 8. Tisu
9. Kain kasa 9. Kapas
10. Kuas 10. Penutup gabus
11. Gunting 11. Kertas Label
12. Spidol 12. Kertas pupasi
13. Botol penyemprot 13. Plastik
14. Alat tulis
15. Mikroskop stereo
16. Gelas arloji
17. Pinset
18. Set kardus untuk gelap
dan terang
19. Kresek hitam
20. Lampu LED 5 watt

F. Prosedur Kerja
a) Pembuatan Medium
 Bahan untuk pembuatan medium ditimbang; yaitu pisang Rajamala, tape, dan
gula merah dengan perbandingan 7:2:1.
 Bahan-bahan yang sudah ditimbang dipotong kecil-kecil menggunakan pisau.
 Bahan-bahan tersebut dihaluskan menggunakan blender.
15

 Hasil bahan yang telah diblender ditambahkan air dan dimasak selama ± 45
menit.
 Botol selai dan penutup gabus yang akan digunakan harus disterilkan dengan
cara duapi dengan uap air yang sedang dimasak.
 Medium yang sudah dimasak langsung dimasukkan ke dalam botol selai yang
sudah disterilkan dan ditutup dengan penutup gabus.
 Ketika medium sudah dingin, yeast ditambahkan ke dalam medium kurang lebih
7 butir.
 Kertas pupasi dimasukkan ke dalam medium dalam posisi berdiri.
b) Peremajaan Stok
 Peneliti membuat medium sebanyak 3 botol untuk masing-masing strain,
seperti prosedur diatas.
 Pada tiap-tiap botol dimasukkan ± 3 pasang D. melanogaster strain N dan wdan
diberi label sesuai jenis strain dan tanggal peremajaan.
c) Pengampulan
 Pisang rajamala diiris setebal 1 cm.
 Kemudian pisang tersebut dimasukkan ke tengah selang yang panjangnya ± 8
cm.
 Pupa yang hitam dimasukkan ke selang di kanan dan kiri pisang.
 Selang ditutup dengan busa.
 Pupa dalam selang ditunggu maksimal 2 hari agar keluar menjadi imago.
 Jika lebih dari 2 hari, selang harus dibersihkan dari pupa dan pisang di
dalamnya.
d) Penyilangan lalat
 Strain ♂N><♀N sebanyak sepasang dalam 1 botol. Strain ♂e><♀e dalam 1
botol sebanyak sepasang
 Penyilangan tersebut dilakukan di dalam botol selai yang berisi irisan pisang
rajamala
 Setelah 2 hari penyilangan, lalat ♂dalam botol persilangan tersebut dilepas
 Ditunggu hingga muncul larva, lalu saat sudah muncul larva, lalat betina
dipindah ke botol B, saat botol B sudah terdapat larva selanjutnya dipindah ke
botol C, seterusnya sama sampai botol D.
16

e) Perlakuan Gelap Terang


 Kotak / kardus yang telah dirancang diberi botol-botol lalat persilangan.
 Pada gelap ditutup dan dilapisi dengan plastik kresek hitam dibagian dalam
kardus lalu setelah botol persilangan dimasukkan, maka selanjutnya kardus
ditutup
 Pada kondisi terang, kardus diisi dengan botol persilangan dan diberi cahaya
dari lampu LED 5 watt selama 24 jam.
 Pada kontrol, diperlakukan seperti biasa saja.

G. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
menghitung jumlah larva F1-F6 pada botol A, B, C, dan D selama 7 hari
berturut-turut.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Larva D. melanogaster selama 7 hari

Kondisi Ulangan (Jumlah Anakan)


Persilangan Generasi Jumlah Rerata
Cahaya
1 2 3 4
1
2
3
♂N><♀N
4
5
Terang 6
(LL) 1
2
3
♂e><♀e
4
5
6
1
2
3
♂N><♀N
4
Gelap
5
(DD)
6
1
♂e><♀e 2
3
17

4
5
6
1
2
3
♂N><♀N
4
5
Kontrol 6
(LD) 1
2
3
♂e><♀e
4
5
6

H. Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh terlebih dahulu diubah dalam bentuk prosentase
selanjutnya data prosentase ditransfornasikan, apabila data prosentase nilainya
sebesar 0% - 30% atau 70% - 100% maka menggunakan transformasi akar kuadrat,
apabila data prosentase nilainya sebesar 30% - 70% maka tidak perlu
ditransformasi, dan apabila data prosentase nilainya sebesar 0% - 100% maka
menggunakan transformasi arc sin. Karena data kami nilai prosentasenya nilainya
sebesar 0% - 100% maka kami menggunakan transformasi arc sin. Setelah itu
dilakukan uji statistik dengan uji Anava 2 Faktorial, apabila hasilnya signifikan
maka akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf 5%.
Jika data tidak lengkap maka dianalisis secara deskriptif dengan membuat
grafik hubungan antara kondisi cahaya dan macam strain terhadap jumlah anakan
dari generasi pertama hingga generasi terakhir pada data. Analisis data tidak
menggunakan teknik rekonstruksi kromosom, karena pada penelitian ini hanya
diamati jumlah anakan, sedangkan fenotipe anakan tidak dipertimbangkan.

Anda mungkin juga menyukai