Anda di halaman 1dari 21

PERTUMBUHAN POPULASI Drosophila melanogaster

(LALAT BUAH)

Intan Widya Pangestika


Program Studi S-1 Pendidikan Biologi FKIP UNS
intanwidya@student.uns.ac.id

ABSTRAK
Percobaan bertujuan untuk: (1) Mengenal lalat buah (Drosophila melanogaster), (2) Membedakan seks lalat buah
dewasa secara morfologi, dan (3) Mempelajari pertumbuhan populasi lalat buah. Percobaan dilaksanakan di
Laboratorium KKC (Keanekaragaman dan Klasifikasi Cryptogamae) dan KKI (Keanekaragaman dan Klasifikasi
Cryptogamae) Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNS. Metode dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu pembuatan
media pertumbuan lalat, eterisasi dan pengamatan, serta analisis data. Pembuatan media pertumbuhan lalat
Drosophila melanogaster dilakukan dengan mencampurkan pisang : tape ketela = 2 : 1, natrium benxzoat sebagai
pengawet dan air, kemudian memasaknya hingga matang dan dimasukkan dalam botol kultur. Eterisasi dilakukan
menggunakan kapas yang dibasahi dengan eter untuk menjadikan lalat lemas sehingga mudah saat pengidentifikasian.
Pengidentifikasian sex Drosophila melanogaster dilakukan berdasarkan pengamatan morfologi yang menggunakan
kuas sebagai alat pembantu pengidentifikasian dan lup untuk memperbesar pengamatan morfologi Drosophila
melanogaster. Proses pengamatan Drosophila melanogaster yang telah diidentifikasi dilakukan setiap hari selama 15
hari berturut-turut. Objek yang diamati berupa rasio hidup mati dan rasio jenis kelamin Drosophila melanogaster.
Data hasil pengamatan kemudian dianalisis secara kuantitatif dan secara kualitatif. Analisis kuantitaif berupa kurva
pertumbuhan populasi berdasarkan rasio hidup mati dan jenis kelamin, serta analisis laju pertumbuhan populasi
intirnsik (rN) melalui data laju natalitas (b) dan laju mortalitas (d). Selama percobaan, lalat Drosophila melanogaster
jantan memiliki ketahanan hidup yang lebih tinggi dibandingkan lalat betina karena mampu bertahan hingga hari
terakhir pengamatan. Pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster dipengaruhi oleh berbagai faktor, dimana
dalam percobaan pertumbuhan populasi yang dilakukan dipengaruhi oleh faktor lingkungan berupa suhu.

Kata Kunci: Drosophila melanogaster, pertumbuhan populasi, natalitas, mortalitas

PENDAHULUAN
Lalat buah atau yang dikenal sebagai Drosophila melanogaster dalam nama ilmiahnya,
merupakan bangsa serangga yang tidak berbahaya dan sering dijumpai pada buah-buahan yang
sudah membusuk karena memakan jamur yang tumbuh pada buah busuk tersebut. Drosophila
melanogaster sangat mudah bereproduksi, dari satu perkawinan saja dapat dihasilkan ratusan
keturunan, sehingga dapat dibudi dayakan dan dikembangkan setiap dua minggu. Karasteristik
yang demikian menunjukkan Drosophila melanogaster merupakan organisme yang sangat cocok
untuk dijadikan objek dalam kajian-kajian genetika dan pertumbuhan populasi (Campbell, 2002).
Drosophilla melanogaster memiliki karakteristik antara lain: ukuran tubuhnya yang kecil,
memiliki siklus reproduksi yang terbilang cepat dengan sejumlah besar keturunan, hal inilah yang
menjadikan Drosophilla melanogaster bagus untuk dijadikan subyek untuk penelitian-penelitian
dalam biologi. Drosophilla melanogaster juga mudah dibudi dayakan, satu betina memiliki
potensi memproduksi lima ratus telur dalam sepuluh hari, membuatnya mudah sekali mengalami
pertambahan populasi. Selain itu, juga variasi fenotipik yang mudah diamati pada Drosophilla
melanogaster. Fenotip mutan Drosophilla melanogaster berasal oleh mutasi spontan dan paparan
yang diperoleh dari radiasi atau bahan kimia (Suryo, 1986).

1
Terdapat beberapa alasan Drosophila melanogaster sering digunakan sebagai model
organisme dalam percobaan biologi, yaitu karena Drosophila melanogaster memiliki ukuran
tubuh yang kecil, mudah ditangani dan mudah diketahui perilakunya, praktis, memiliki siklus
hidup yang singkat yaitu hanya dua minggu, murah dan mudah dipelihara dalam jumlah besar
(Iskandar, 1987), mudah berkembangbiak dengan jumlah anak banyak, beberapa mutan mudah
diuraikan (King, 1962), memiliki empat pasang kromosom raksasa yang terdapat pada kelenjar
saliva pada fase larva (Strickberger, 1962).
Dalam kondisi yang dibiakkan di laboratorium, Drosophila melanogaster dewasa rata-rata
mampu bertahan hidup selama 6 atau 7 hari (Shorrocks, 1972). Namun, saat berada di alam,
keberadaan organisme ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar yang termasuk
lingkungan. Faktor luar meliputi faktor fisik, kimia dan biologis. Bagi hewan yang hidup di alam
bebas, faktor fisik contohnya adalah makanan yang mempunyai peranan penting dalam
menentukan kelangsungan hidup hewan tertentu di suatu tempat dibandingkan dengan faktor
kimia. Suhu lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan Drosophila melanogaster.
Ciri-ciri yang bersifat kuantitatif pada Drosophila melanogaster yaitu, panjang tubuhnya sangat
sensitif terhadap perubahan faktor lingkungan seperti fluktuasi suhu dan perubahan baik secara
kuantitas maupun kualitas jenis makanan (Junitha, 1991).
Drosophila melanogaster ini memiliki sifat dimorfisme atau memiliki dua bentuk tubuh
antara jantan dan betinanya. Tubuh Drosophila melanogaster jantan berukuran lebih kecil
dibandingkan yang betina dengan tanda-tanda secara makroskopis adanya warna gelap pada ujung
abdomen. Pada bagian depan kaki Drosophila melanogaster jantan dilengkapi dengan sisir
kelamin yang atau sex comb yang terdiri dari gigi hitam mengkilap (Shorrocks, 1972). Banyak
mutan-mutan Drosophila melanogaster yang dapat diamati dengan mata tekanjang tanpa
menggunakan kaca pembesar. Drosophila melanogaster tipe liar yang hidup di alam bebas aslinya
memiliki mata merah, tipe sepia mempunyai mata coklat tua dan tipe ebony mempunyai tubuh
berwarna hitam mengkilap (Iskandar, 1987).
Dalam pengidentifikasian sex Drosophila melanogaster, terdapat beberapa tanda yang
dapat digunakan untuk membedakan lalat jantan dan betina, yaitu bentuk abdomen pada lalat
betina berukuran kecil namun runcing, sedangkan pada lalat jantan agak membulat. Ujung
abdomen lalat jantan berwarna gelap, sedang pada betina berwarna lebih terang. Jumlah segmen
pada lalat jantan hanya 5, sedang pada betina berjumlah lebih banyak yaitu 7. Lalat jantan
memiliki sex comb atau sisir kelamin yang berjumlah 10 dan terdapat pada sisi paling atas pada
kaki depan, berupa bulu rambut kaku dan pendek (Demerec & Kaufmann, 1961), sedangkan lalat
betina tidak memiliki sex comb. Lalat betina memiliki 5 garis hitam pada permukaan atas
abdomen, sedangkan pada lalat jantan hanya 3 garis hitam (Wiyono, 1986).
2
Drosophila melanogaster termasuk hewan Holometabola, yaitu memiliki periode istirahat
yaitu dalam fase pupa. Dalam perkembangannya Drosophila melanogaster mengalami
metamorfosis sempurna yaitu melalui fase telur, larva, pupa, dan lalat dewasa atau imago (Frost,
1959). Siklus hidup Drosophila melanogaster dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Telur
Telur Drosophila melanogaster memiliki panjang kira-kira setengah millimeter.
Bagian struktur punggung telur ini lebih datar dibandingkan dengan bagian perut. Telur lalat
akan nampak di permukaan media makanan setelah 24 jam dari perkawinan. Setelah fertilisasi
acak telur berkembang kurang lebih satu hari, kemudian menetas menjadi larva (Wiyono,
1986).
2. Larva
Satu hari setelah fertilisasi, embrio akan berkembang dan menetas menjadi larva
(Manning, 2006). Larva yang baru menetas disebut sebagai larva fase (instar) pertama dan
hanya nampak jelas bila diamati dengan menggunakan lup. Larva makan dan tumbuh dengan
cepat (Demerec & Kaufmann, 1961), kemudian berganti kulit mejadi larva fase kedua dan
ketiga. Larva fase ketiga, dua sampai tiga hari kemudian berubah menjadi pupa (Wiyono,
1986). Setelah penetasan dari telur, larva mengalami dua kali molting (ganti kulit) (Demerec
& Kaufmann, 1961), memakan waktu kurang lebih empat hari untuk selanjutnya menjadi
pupa (Wiyono, 1986). Fase terakhir dapat mencapai panjang sekitar 4,5 milimeter. Larva
sangat aktif dan termasuk rakus dalam makan, sehingga larva tersebut bergerak pelan pada
media biakan (Demerec & Kaufmann, 1961).
3. Pupa
Bentuk awal pupa yaitu bertekstur lembut dengan warna putih seperti kulit larva tahap
akhir, tetapi secara perlahan akan mengeras dan warnanya berubah gelap (Demerec &
Kaufmann, 1961). Setelah hari keempat, tubuh pupa tersebut siap berubah bentuk dan diberi
sayap dewasa, serta akan tumbuh menjadi individu baru setelah 12 jam (waktu perubahan fase
diatas berlaku untuk suhu 25 C) (Manning, 2006).Akhir fase pupa ditandai dengan mulai
terlihatnya bentuk tubuh dan organ dewasa (imago). Ketika perkembangan tubuh sudah
mencapai sempurna maka Drosophila melanogaster dewasa akan muncul melalui anterior
end dari pembungkus pupa. Lalat dewasa yang baru muncul ini berukuran sangat panjang
dengan sayap yang belum berkembang. Hari kelima pupa terbentuk, dan pada hari kesembilan
keluarlah imago dari selubung pupa (puparium) (Wiyono, 1986).
4. Lalat Dewasa (Imago)
Lalat buah Drosophila yang hidup pada suhu 25C, dalam waktu dua hari setelah
keluar dari pupa mulai dapat bertelur kurang lebih 50 sampai 75 butir per hari sampai jumlah
3
maksimum kurang lebih 400-500 dalam 10 hari, tetapi pada suhu 20C mencapai kira-kira 15
hari (Iskandar, 1987). Siklus hidup total dihitung dari telur sampai telur kembali yang berkisar
antara 10-14 hari. Siklus hidup Lalat dewasa dapat hidup sampai 10 minggu (Wiyono, 1986).
Sedangkan, dalam kondisi menguntungkan lalat buah Drosophila dewasa dapat hidup lebih
dari 40 hari. Sedangkan pada kondisi laboratorium banyak dilaporkan bahwa lalat buah
dewasa rata-rata mati dalam 6 atau 7 hari (Shorrocks, 1972).
Siklus hidup lalat Drosophila melanogaster dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Siklus hidup Drosophila melanogaster


(sumber: http://biology.kenyon.edu/courses/biol114/Chap13/fcycle2.gif ).

Shorrock (1972) menjelaskan bahwa lalat Drosophila melanogaster tertarik kepada variasi
makanan dari campuran senyawa-senyawa organik, seperti dijumpai di alam dalam fermentasi
buah. Termasuk diantaranya etil alkohol, asam laktat, asetic, amilum dan etil asetat. Penggunaan
makanan buatan memberikan hasil pertumbuhan lalat yang baik sekali (Wiyono, 1986). Dalam
kondisi pemeliharaaan di laboratorium, dapat digunakan makanan campuran seperti yeast dan
buah-buahan masak (Wiyono, 1986). Bahan makanan yang dapat digunakan sebagai media
Drosophila melanogaster diantaranya adalah media pisang, tepung jagung, tepung jagung-
molases-media gandum, tepung terigu (Demerec & Kaufmann, 1961), campuran pisang dan tape
singkong dengan perbandingan 6:1 (Wiyono, 1986), dan pisang-tape, tepung gula-pisang-ragi
(Iskandar, 1987).
Kelangsungan hidup Drosophila melanogaster di alam bebas maupun dalam pemeliharaan
di laboratorium tidak selamanya dapat berkembang biak dengan cepat dan mengalami
pertambahan populasi yang cepat. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kelangsungan
hidup Drosophila melanogaster, antara lain:

4
1. Suhu lingkungan: Drosophila melanogaster akan mengalami perkembang biakkan secara
optimal dalam suhu yang idel, yaitu pada suhu 25-28C. Pada suhu di atas 30C, lalat jantan
akan mengalami sterilisasi sehingga tidak dapat menghasilkan keturunan.
2. Ketersediaan media makanan: semakin banyak jumlah makanan yang tersedia, maka
kelangsungan hidup Drosophila melanogaster akan semakin terjamin. Selain itu, telur yang
dihasilkan oleh lalat betina yang kekurangan makanan akan berkualitas rendah hingga abortif.
3. Tingkat kepadatan populasi: Drosophila melanogaster yang dibudi dayakan dalam suatu
media kultur akan sedikit mengalami pertambahan populasi apabila habitatnya terlalu padat.
Kondisi yang tidak terlalu padat dibutuhkan untuk berkembang biak secara optimal dengan
ruang gerak yang cukup. Kondisi botol kultur yang terlalu padat akan menyebabkan
menurunnya produksi telur dan meningkatnya jumlah kematian pada individu dewasa.
4. Intensitas cahaya: Drosophila melanogaster menyukai cahaya yang remang-remang dan akan
mengalami pertumbuhan yang lambat selama berada di tempat yang gelap (Shorrocks, 1972).

Populasi adalah kumpulan tumbuhan, hewan, ataupun organisme lain dari spesies yang
sama yang hidup secara bersama dan melakukan proses berkembang biak. Proses berkembang
biak yang dilakukan oleh suatu individu atau organisme merupakan cara yang digunakan untuk
mempertahankan generasinya. Suatu populasi dapat mengalami perkembangan dengan baik jika
memiliki persediaan pangan yang cukup dan luasan wilayah yang memadai. Populasi dapat
mengalami suatu perubahan, baik perubahan dalam hal bertambah jumlah populasinya ataupun
sebaliknya mengalami penurunan jumlah populasinya (Gotelli, 1995).
Pertumbuhan populasi adalah proses yang sangat penting di dalam ekologi. Dengan tidak
adanya populasi yang terus tumbuh, maka dapat diketahui terjadinya pengaturan populasi.
Interaksi spesies seperti predator, kompetisi, herbivori dan penyakit memberikan dampak terhadap
pertumbuhan populasi yang menghasilkan perubahan dalam struktur komunitas, oleh karena itu
sangat penting untuk mengetahui bagaimana suatu populasi dapat tumbuh. Suatu populasi yang
dilepaskan pada lingkungan yang sesuai, akan terus bertambah jumlahnya, demikian pula
sebaliknya.
Dalam lingkaran hidup dari organisme terdapat fase lahir (birth), pertumbuhan (growth),
dewasa (young), tua (old), dan kemudian mati (death). Menurut Strickberger (1962), dalam
ekologi umur hewan dibagi dalam tiga periode, yaitu fase preduktif dimana hewan mengalami
pertumbuhan yang cepat tetapi belum mampu berproduksi, fase reproduksi dimana hewan mampu
bereproduksi, dan fase post reproduksi dimana hewan tidak mampu lagi bereproduksi yaitu pada
umur tua.

5
Populasi memiliki karakteristik yang dapat diukur secara statistik dan bukan merupakan
sifat dari individu-individu penyusunnya, di antara sifat-sifat tersebut adalah laju perkembangan
populasi, natalitas dan mortalitas.
1. Laju Perkembangan Populasi
Laju perkembangan populasi ditandai dengan adanya perubahan jumlah populasi
disetiap waktu. Perubahan ini biasanya dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, kematian dan
migrasi. Model eksponensial merupakan model pertumbuhan yang sangat sederhana. Pada
model ini individu berkembang tidak dibatasi oleh lingkungan seperti kompetisi dan
keterbatasan akan suplai makanan. Laju perubahan populasi dapat dihitung jika banyaknya
kelahiran, kematian dan migrasi diketahui. Dalam demografi dan ekologi, tingkat
pertumbuhan populasi (PGR= Percentage Growth) adalah tingkat di mana jumlah individu
dalam suatu populasi meningkat dalam jangka waktu tertentu sebagai fraksi dari populasi
awal. Secara khusus, PGR biasanya mengacu pada perubahan dalam populasi selama periode
waktu unit, sering dinyatakan sebagai persentase dari jumlah individu dalam populasi pada
awal periode itu, dengan rumus sebagai berikut:

Percentage Growth = Growth rate x 100%

2. Natalitas
Natalitas merupakan kemampuan suatu populasi untuk menambah jumlah anggotanya
secara besar. Natalitas biasanya dinyatakan sebagai laju yang diperoleh dengan membagi
jumlah individu baru yang dihasilkan dengan satuan waktu (dNt/dt, laju natalitas absolute)
yang dapat juga dinyatakan dalam jumlah individu baru per-satuan waktu per-satuan populasi
(dNt/Ndt) yang disebut natalitas spesifik).
3. Mortalitas
Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian (umumnya, atau karena akibat yang
spesifik) pada suatu populasi, skala besar suatu populasi, per dikali satuan. Laju mortalitas
adalah sama dengan laju kematian dalam demografi manusia/ternak.

Permasalahan yang akan dikaji pada percobaan antara lain:


1. Bagaimanakah cara mengenal atau mengidentifikasi lalat buah (Drosophila melanogaster)?
2. Bagaimanakah membedakan seks lalat buah dewasa secara morfologi?
3. Bagaimanakah cara mempelajari pertumbuhan populasi pada lalat buah?
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat diajukan hipotesis percobaan yaitu:
(1) lalat buah (Drosophila melanogaster) dapat dikenali dengan mudah, (2) Seks atau jenis
kelamin lalat buah dewasa dapat dibedakan melalui pengamatan morfologi, dan (3) Cara

6
mempelajari pertumbuhan populasi lalat buah dapat dilakukan melalui perhitungan natalitas dan
mortalitas lalat buah.
Percobaan ini bertujuan untuk: (1) Mengenal lalat buah (Drosophila melanogaster), (2)
Membedakan seks lalat buah dewasa secara morfologi, dan (3) Mempelajari pertumbuhan
populasi lalat buah.

METODE
Percobaan dilaksanakan di Laboratorium KKC (Keanekaragaman dan Klasifikasi
Cryptogamae) dan KKI (Keanekaragaman dan Klasifikasi Invertebrata) Program Studi Pendidikan
Biologi FKIP UNS. Percobaan dilaksanakan selama 15 hari secara berturut-turut mulai dari
pembuatan media pertumbuhan hingga pengamatan pertumbuhan populasi lalat selama 2 minggu,
yaitu dimulai pada hari Selasa tanggal 22 Maret 2016 hingga 5 April 2016.
1. Alat dan Bahan
a. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster
antara lain botol jam, panci, sendok, kompor, dan gas elpiji. Botol jam digunakan sebagai wadah
penyimpanan Drosophila melanogaster saat dibudidayakan selama 15 hari. Sementara, panci,
sendok, kompor, dan gas elpiji merupakan alat yang digunakan untuk memasak media
pertumbuhan.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster
antara lain lalat buah (Drosophila melanogaster) normal dengan seks jantan dan betina, eter,
kapas, kuas, lup, plastik bening, kertas bentuk kipas, dan bahan media pertumbuhan yang terdiri
dari pisang, tape ketela, natrium benzoat, dan air. Eter dan kapas digunakan saat pembiusan
Drosophila melanogaster untuk melakukan identifikasi seks, sedangkan kuas dan lup digunakan
untuk mempermudah proses pengidentifikasian. Kertas yang dilipat membentuk kipas dimasukkan
ke dalam wadah botol jam sebagai tempat untuk meletakkan Drosophila melanogaster agar tidak
tenggelam dalam media pertumbuhan yang lembek. Pisang, tape ketela, natrium benzoat, dan air
dicampurkan dan dimasak hingga matang menjadi media pertumbuhan Drosophila melanogaster.
2. Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan dalam percobaan terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap
pembuatan media pertumbuhan lalat Drosophila melanogaster, eterisasi dan pengamatan, dan
tahap analisis data.
a. Tahap pembuatan media pertumbuhan lalat Drosophila melanogaster

7
Pembuatan media pertumbuhan yang berupa makanan Drosophila melanogaster
dilakukan dengan menghaluskan 50 gram buah pisang dan 25 gram tape ketela, atau dengan
ketentuan buah pisang : tape adalah 1:2. Setelah dihaluskan, kedua bahan ini kemudian
dimasukkan ke dalam panci yang berisi sedikit air, lalu ditambahkan 0,5 sendok teh natrium
benzoat yang berperan sebagai pengawet media pertumbuhan agar mampu bertahan lama hingga
15 hari. Masak media dalam panci hingga matang, usahakan media makanan agak padat dan
jangan terlalu lembek. Media yang lembek menyulitkan pengamatan dan perhitungan Drosophila
melanogaster. Setelah media pertumbuhan matang, dinginkan sesaat dengan cara mengangin-
anginkan. Memasukkan media pertumbuhan yang sudah dingin ke dalam botol jam. Botol jam
yang digunakan sudah dalam keadaan steril, dimana sebelumnya sudah disterilkan. Kemudian,
memasukkan kertas yang dilipat seperti kipas untuk meletakkan lalat supaya tidak jatuh langsung
ke media pertumbuhan.
b. Eterisasi dan pengamatan
Tahapan yang kedua yaitu melakukan esterisasi pada Drosophila melanogaster agar mudah
mudah saat pengidentifikasian. Esterisasi dilakukan dengan cara membasahi kapas dengan eter
kemudian memasukkan dalam wadah yang berisi Drosophila melanogaster, kemudian wadah
ditutup hingga Drosophila melanogaster lemas namun tidak mati. Pengidentifikasian dilakukan
menggunakan kuas dan lup, cara membedakan seks jantan dan betina didasarkan pada pengamatan
morfologinya. Drosophila melanogaster identik dengan ukuran tubuh yang lebih kecil dengan
ujung abdomen membulat, sementara Drosophila melanogaster betina memiliki ukuran tubuh
yang lebih besar dengan ujung abdomen yang runcing. Setelah proses pengidentifikasian seleai,
selanjutnya memasukkan Drosophila melanogaster ke dalam botol jam sesuai ketentuan yang ada.
Saat memasukkan ke dalam botol jam, Drosophila melanogaster diletakkan pada kertas kipas agar
tidak jatuh ke dalam media makanan yang dapat membuatnya mati. Setelah peletakkan
Drosophila melanogaster selesai, dilanjutkan dengan pengamatan. Hari pemasukkan Drosophila
melanogaster ke dalam botol jam dihitung sebagai hari pertama. Pengamatan dilakukan selama 15
hari untuk mengamati pertumbuhan populasi berdasarkan natalitas dan mortalitas.
c. Analisis data
Analisis data dilakukan berdasarkan analisis kuantitatif dan kualitatif. Setiap data hasil
pengamatan, dianalisi baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Analisis kuantitatif berupa analisis
pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster botol kultur I dan botol kultur II, analisis rasio
jenis kelamin lalat buah pada botol kultur I dan botol kultur II. Sedangkan, analisis kualitatif
berupa pembahasan deskriptif kualitatif terkait pertumbuhan populasi dan jenis kelamin
Drosophila melanogaster yang dibandingkan dengan kajian teori.

8
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Data Pengamatan Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh data-data yang merupakan pertumbuhan populasi
Drosophila melanogaster. Data tersebut kemudian ditabulasikan ke dalam tabel 1. dan tabel 2.
sebagai berikut:
Har Jumlah Drosophila melanogaster
Tanggal Botol I Botol II Keterangan
i ke- Hidup Mati Hidup Mati
1 22 Maret 2016 4 0 5 0
2 23 Maret 2016 2 2 1 4
3 24 Maret 2016 2 2 1 4
4 25 Maret 2016 2 2 1 4
5 26 Maret 2016 2 2 1 4
6 27 Maret 2016 1 3 1 4
7 28 Maret 2016 1 3 1 4
8 29 Maret 2016 1 3 1 4
9 30 Maret 2016 1 3 1 4
10 31 Maret 2016 1 3 1 4
11 1 April 2016 1 3 1 4
12 2 April 2016 1 3 1 4
13 3 April 2016 1 3 1 4
14 4 April 2016 1 3 1 4
15 5 April 2016 1 3 1 4
Tabel 1. Rasio hidup mati pada pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster.

Har Jumlah Drosophila melanogaster


Tanggal Botol I Botol II Keterangan
i ke-
1 22 Maret 2016 2 2 3 2
2 23 Maret 2016 2 0 1 0
3 24 Maret 2016 2 0 1 0
4 25 Maret 2016 2 0 1 0
5 26 Maret 2016 2 0 1 0
6 27 Maret 2016 1 0 1 0
7 28 Maret 2016 1 0 1 0
8 29 Maret 2016 1 0 1 0
9 30 Maret 2016 1 0 1 0
10 31 Maret 2016 1 0 1 0
11 1 April 2016 1 0 1 0
12 2 April 2016 1 0 1 0
13 3 April 2016 1 0 1 0
14 4 April 2016 1 0 1 0
15 5 April 2016 1 0 1 0
Tabel 2. Rasio jenis kelamin pada pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster.

2. Analisis Kuantitatif Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster


A. Rasio Hidup Mati pada Pertumbuhan Populasi Drosophila Melanogaster

9
Berdasarkan data hasil pengamatan, pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster
rasio hidup mati dapat direpresentasikan ke dalam bentuk kurva seperti yang tertera pada gambar
2. dan gambar 3. sebagai berikut:

Populasi Drosophila melanogaster Botol Kultur I


6 6
55 5
4 4 4 4
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Jumlah Drosophila melanogaster
2 2 2 2 2 2 2
11 1 1 1 1 1 1
00

11

13

15
Hari ke-

Hidup Mati

Gambar 2. Kurva pertumbuhan populasi rasio hidup mati Drosophila melanogaster botol kultur I.

Populasi Drosophila melanogaster Botol Kultur II


6 6
55 5
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

3 3
Jumlah Drosophila melanogaster
2 2
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

00
1

11

13

15

Hari ke-

Hidup Mati

Gambar 3. Kurva pertumbuhan populasi rasio hidup mati Drosophila melanogaster botol kultur II.

B. Rasio Jenis Kelamin pada Pertumbuhan Populasi Drosophila Melanogaster


Berdasarkan data hasil pengamatan, pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster rasio
jenis kelamin dapat direpresentasikan ke dalam bentuk kurva seperti yang tertera pada gambar 4.
dan gambar 5. sebagai berikut:

10
Populasi Drosophila melanogaster Botol Kultur I
3.5 3
3
3
2.5
2 2
2
Jumlah Drosophila melanogaster 1.51
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
0.5
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0

9
11

13

15
Hari ke-

Gambar 4. Kurva pertumbuhan populasi rasio jenis kelamin Drosophila melanogaster botol kultur I.

Populasi Drosophila melanogaster Botol Kultur II


3.5 3
3
3
2.5
2 2
2
Jumlah Drosophila melanogaster 1.51
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
0.5
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
1

9
11

13

15

Hari ke-

Gambar 5. Kurva pertumbuhan populasi rasio jenis kelamin Drosophila melanogaster botol kultur II.

C. Rasio Jenis Kelamin Jantan pada Pertumbuhan Populasi Drosophila


Melanogaster

11
Berdasarkan data hasil pengamatan, perbandingan pertumbuhan populasi Drosophila
melanogaster jantan pada botol I dan botol II dapat direpresentasikan ke dalam bentuk kurva
seperti yang tertera pada gambar 6. sebagai berikut:

Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster Jantan pada Botol I dan


Botol I Botol II

3.5
33 3
2.5
22 2 2 2 2
Jumlah Drosophila melanogaster 1.5
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.5
0

9
11

13

15
Hari ke-

Gambar 6. Kurva perbandingan pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster jantan pada botol I dan
botol II.

Berdasarkan data hasil pengamatan, perbandingan pertumbuhan populasi Drosophila


melanogaster betina pada botol I dan botol II dapat direpresentasikan ke dalam bentuk kurva
seperti yang tertera pada gambar 7. sebagai berikut:

Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster Betina pada Botol I dan


Botol I Botol II

2.5
22
2

1.5
1
Jumlah Drosophila melanogaster 1

0.5
00000000000000
0
1

9
11

13

15

Hari ke-

Gambar 7. Kurva perbandingan pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster betina pada botol I dan
botol II.

3. Analisis Laju Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster


12
A. Analisis Laju Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster pada Botol I
1) Perhitungan laju natalitas (b)
jumlah kelahiran
Laju natalitas (b) = jumlah populasi x 1 00 %

0
b= x 100
4
b = 0% = 0
2) Perhitungan laju mortalitas (d)
jumlah kematian
Laju mortalitas (d) = jumlah populasi x 1 00 %

3
d= x 100
4
d = 75% = 0,75
3) Perhitungan laju pertumbuhan (r)
r=bd
r = 0 0,75 = - 0,75 r < 0, maka termasuk laju pertumbuhan logistik.
4) Carrying capacity (K) yaitu jumlah populasi maksimal yang dapat hidup. Pada botol I
carrying capacity sebesar 4.
5) Rumus model pertumbuhan logistik/ kurva survivorship (N = 4)
dN (KN )
=r max N
dt K
dN ( 44)
=(0,75)(4 )
dt 4
dN
=0
dt
Berdasarkan rumus di atas, nilai dN/dt = rN, yang mana rN merupakan laju
pertumbuhan intrinsik pada suatu populasi. Hasil perhitungan laju pertumbuhan populasi
pada botol kultur I menunjukkan nilai rN sebesar 0, yang berarti bahwa tidak terjadi
adanya pertambahan populasi, bahkan terjadi penurunan jumlah populasi seiring
berjalannya waktu.

13
Laju Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster pada Botol I
12

10

6
Jumlah Drosophilla melanogaster
4

0
0 2 4 6 8 10 12

Gambar 8. Kurva laju pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster pada Botol I.

B. Analisis Laju Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster pada Botol II


1) Perhitungan laju natalitas (b)
jumlah kelahiran
Laju natalitas (b) = jumlah populasi x 1 00 %

0
b= x 100
5
b = 0% = 0
2) Perhitungan laju mortalitas (d)
jumlah kematian
Laju mortalitas (d) = jumlah populasi x 1 00 %

4
d= x 100
5
d = 80% = 0,8
3) Perhitungan laju pertumbuhan (r)
r=bd
r = 0 0,8 = - 0,8 r < 0, maka termasuk laju pertumbuhan logistik.
4) Carrying capacity (K) yaitu jumlah populasi maksimal yang dapat hidup. Pada botol II
carrying capacity sebesar 5
5) Rumus model pertumbuhan logistik/ kurva survivorship (N = 5)
dN (KN )
=r max N
dt K
dN (55)
=(0,8)(5)
dt 5
dN
=0
dt
Berdasarkan rumus di atas, nilai dN/dt = rN, yang mana rN merupakan laju
pertumbuhan intrinsik pada suatu populasi. Hasil perhitungan laju pertumbuhan populasi

14
pada botol kultur II menunjukkan nilai rN sebesar 0, yang berarti bahwa tidak terjadi
adanya pertambahan populasi, bahkan terjadi penurunan jumlah populasi seiring
berjalannya waktu.

Laju Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster pada Botol II


12
10
8

Jumlah Drosophila melanogaster 6


4
2
0
0 2 4 6 8 10 12

Hari ke-

Gambar 8. Kurva laju pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster pada Botol II.

4. Analisis Kualitatif Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster


A. Analisis Kualitatif Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster pada Botol I
Berdasarkan data hasil pengamatan, diketahui bahwa populasi Drosophila melanogaster
pada botol I tidak mengalami pertambahan jumlah, yang artinya tidak terjadi pertumbuhan
populasi pada botol I. Jumlah populasi terbesar yang dapat hidup dalam botol I hanya sebesar 4
ekor Drosophila melanogaster saja, yang mana jumlah ini hanya terjadi pada hari pertama
pengamatan. Mulai hari kedua hingga hari kelima pengamatan, jumlah Drosophila melanogaster
menurun menjadi 2 ekor saja. Sedangkan, mulai hari keenam hingga hari terakhir pengamatan
hanya tersisa 1 ekor Drosophila melanogaster saja yang masih hidup.
Apabila dianalisis berdasarkan kurva survivorship, maka garis kurva yang dimiliki
Drosophila melanogaster pada laju pertumbuhan populasinya termasuk ke dalam tipe I. Hewan
yang memiliki kurva eksponensial tipe I memiliki strategi r, dimana hewan dapat hidup di
lingkungan yang kondisinya kurang stabil, hewan memiliki tipe reproduksi precochition yaitu
sesegera mungkin melakukan reproduksi saat kondisi kurang menguntungkan. Hewan dengan r
strategi dapat bereproduksi secara cepat, menghasilkan banyak anak yang umumnya berukuran
kecil, yang mana anak-anak ini tidak diasuh oleh induknya. Drosophila melanogaster termasuk
hewan dengan r stretegi karena memenuhi syarat-syarat di atas. Pada kurva survivorship, terlihat
bahwa dot (titik) pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster tersebar dalam jarak yang relatif
jauh dari garis kurva survivorship tipe I. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan populasi
Drosophila melanogaster yang digunakan dalam percobaan terpaut secara signifikan dengan teori
yang sebenarnya.

15
Hasil perhitungan laju pertumbuhan intrinsik (rN) yang diperoleh melalui pembagian laju
natalitas (b) terhadap laju mortalitas (d), menunjukkan bahwa Drosophila melanogaster pada botol
I hanya sebesar 0 atau tidak mengalami laju pertumbuhan intrinsik. Hal ini dapat terlihat melalui
tidak adanya angka kelahiran yang muncul pada populasi Drosophila melanogaster di botol I.
Pertumbuhann populasi hanya dapat muncul apabila terdapat laju natalitas pada suatu populasi.
Sedangkan, laju mortalitas atau kematian pada Drosophila melanogaster dalam botol I sebesar
0,75 atau 75% yang artinya dari jumlah keseluruhan individu dalam populasi mengalami
kematian.
Rasio jenis kelamin yang dapat teramati dari pertumbuhan populasi Drosophila
melanogaster yaitu hanya lalat jantan saja yang mampu bertahan hidup hingga hari terakhir
pengamatan. Hari pertama hingga hari kelima pengamatan, jumlah lalat jantan dalam botol I
adalah 2 ekor, yang mana jumlah ini berkurang menjadi 1 ekor pada hari ke-6 hingga pengamatan
yang bertahan hingga hari terakhir pengamatan. Tidak adanya pertumbuhan populasi yang terjadi
pada botol I dapat disebabkan oleh komponen dalam populasi tersebut yang hanya tersisa lalat
jantan. Lalat jantan yang hanya tersisa seekor di dalam botol I tidak mungkin dapat menghasilkan
generasi yang baru. Berbeda jika lalat betina yang masih tersisa walaupun hanya satu ekor, ada
kemungkinan terjadi pertumbuhan populasi apabila lalat betina tersebut sudah meletakkan
telurnya yang pada suatu saat telur tersebut akan menetas dan menghasilkan laju natalitas dalam
populasi Drosophila melanogaster pada botol I.

B. Analisis Kualitatif Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster pada Botol I


Data hasil pengamatan, diketahui bahwa populasi Drosophila melanogaster pada botol II
tidak mengalami pertambahan jumlah sama halnya dengan populasi botol I. Hal ini ditanda
dengan tidak adanya pertumbuhan populasi pada botol II. Jumlah populasi terbesar yang dapat
hidup dalam botol II hanya sebesar 5 ekor Drosophila melanogaster saja, yang mana jumlah ini
hanya terjadi pada hari pertama pengamatan. Setelah itu, pada hari kedua hingga hari terakhir
pengamatan, jumlah Drosophila melanogaster menurun hingga tersisa 1 ekor Drosophila
melanogaster saja yang masih hidup.
Hasil analisis berdasarkan kurva survivorship, menunjukkan bahwa garis kurva yang
dimiliki Drosophila melanogaster pada laju pertumbuhan populasinya termasuk ke dalam tipe I.
Hewan yang memiliki kurva eksponensial tipe I memiliki strategi r. Drosophila melanogaster
termasuk ke dalam hewan yang memiliki r stategi dikarenakan memenuhi karakteristik tersebut.
Hewan dengan r strategi memiliki beberapa karakteristik, antara lain: hewan dapat hidup di
lingkungan yang kondisinya kurang stabil; hewan memiliki tipe reproduksi precochition yaitu
sesegera mungkin melakukan reproduksi saat kondisi kurang menguntungkan; hewan dengan r

16
strategi dapat bereproduksi secara cepat, menghasilkan banyak anak yang umumnya berukuran
kecil, yang mana anak-anak ini tidak diasuh oleh induknya. Pada kurva survivorship, terlihat
bahwa dot (titik) pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster tersebar dalam jarak yang relatif
jauh dari garis kurva survivorship tipe I, dan hasilnya lebih jauh dibandingkan dengan botol I. Hal
ini menandakan bahwa pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster yang digunakan dalam
percobaan botol II memiliki signifikansi yang tinggi dengan teori.
Hasil perhitungan laju pertumbuhan intrinsik (rN) yang diperoleh melalui pembagian laju
natalitas (b) terhadap laju mortalitas (d), menunjukkan bahwa Drosophila melanogaster pada botol
II juga hanya sebesar 0, sama dengan pertumbuhan populasi botol I, yang berarti populasi tidak
mengalami laju pertumbuhan intrinsik. Hal ini dapat terlihat melalui tidak adanya angka kelahiran
yang muncul pada populasi Drosophila melanogaster di botol II. Pertumbuhann populasi hanya
dapat muncul apabila terdapat laju natalitas dalam suatu populasi. Sedangkan, laju mortalitas atau
kematian pada Drosophila melanogaster dalam botol II sebesar 0,8 atau 80% yang artinya lebih
dari jumlah keseluruhan individu dalam populasi mengalami kematian saat percobaan.
Pada botol II, rasio jenis kelamin yang dapat teramati dari pertumbuhan populasi
Drosophila melanogaster adalah hanya lalat jantan saja yang masih mampu bertahan hidup hingga
hari terakhir pengamatan, sama halnya dengan yang terjadi pada botol I. Pada hari pertama
pengamatan, jumlah lalat jantan dalam botol II adalah 3 ekor, yang mana jumlah ini langsung
menurun drastis menjadi 1 yang bertahan hingga hari terakhir pengamatan. Tidak adanya
pertumbuhan populasi yang terjadi pada botol II juga dianggap memiliki permasalah yang sama
dengan botol I, yaitu dikarenakan komponen dalam populasi tersebut yang hanya menyisakan lalat
jantan. Lalat jantan yang hanya tersisa 1 ekor di dalam botol II tidak memungkinkan untuk dapat
menghasilkan generasi yang baru. Berbeda jika lalat betina yang masih tersisa walaupun hanya 1
ekor, ada kemungkinan terjadi pertumbuhan populasi apabila lalat betina tersebut sudah
meletakkan telurnya, yang pada suatu saat telur tersebut akan menetas dan menghasilkan laju
natalitas dalam populasi Drosophila melanogaster pada botol II.

Jumlah populasi yang menurun serta tidak adanya pertumbuhan populasi pada kedua botol
percobaan tersebut, dapat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor lingkungan yang dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan populasi adalah suhu. Lamanya siklus hidup Drosophila
melanogaster adalah bervariasi sesuai suhu. Rata-rata lama periode telur-larva pada suhu 20C
adalah 8 hari; pada suhu 25C lama siklus menurun menjadi5 hari. Siklus hidup pupa pada suhu
20C adalah sekitar 6,3 hari, sedangkan pada suhu 25C sekitar 4,2 hari. Sehingga pada suhu 25C
siklus hidup Drosophila melanogaster dapat sempurna sekitar 10 hari, tetapi pada suhu 20C
dibutuhkan sekitar 15 hari.

17
Pembudidayaan Drosophila melanogaster untuk keperluan percobaan sebaiknya berada
dalam suhu ruang dimana temperatur tidak dibawah 20C namun tidak juga diatas 25C. Suhu
yang tinggi misalnya diaatas 30C dapat mengakibatkan sterilisasi atau kematian pada lalat, dan
pada temperatur yang rendah keberlangsungan hidup lalat dapat terganggu yang berupa
pemanjangan siklus hidup (contoh, pada suhu 10C untuk mencapai tingkat larva dibutuhkan
sekitar 57 hari dan pada suhu 15C sekitar 18 hari). Suhu di dalam botol saat masa pembudi
dayaan bisa jadi lebih tinggi dibandingkan suhu lingkungan sekitar di luar botol, hal ini
dikarenakan adanya peningkatan panas akibat fermentasi ragi yang berasal dari tape ketela sebagai
media makanan lalat (Demerec & Kaufmann, 1961).
Kebanyakan individu Drosophila melanogaster disebabkan oleh jatunya individu tersebut
ke dalam media makanan yang teksturnya relatif lembek. Drosophila melanogaster yang jatuh ke
media makanan akan menempel pada media terutama bagian sayapnya, dalam waktu yang cukup
lama. Sayap yang melekat pada media sulit untuk dilepaskan, menyebabkan Drosophila
melanogaster tidak bisa bergerak hingga akhirnya mati. Dengan banyaknya jumlah individu yang
mati, serta hanya menyisakan individu jantannya saja, maka menyebabkan tidak mungkinnya
terjadi pertumbuhan populasi dalam botol percobaan.
Ketersediaan makanan dan kepadatan populasi dianggap tidak menjadi masalah serius
yang menyebabkan Drosophila melanogaster mengalami laju mortalitas yang tinggi. Makanan
yang tersedia sudah memenuhi syarat untuk kehidupan individu dalam populasi yang hanya
berjumlah 4 ekor pada botol I dan 5 ekor pada botol II. Kepadatan populasi dalam botol I dan
botol II juga dianggap masih dalam batas normal dan tidak melewati batas kepadatan. Dengan
ukuran tubuh yang sangat kecil dan jumlah populasi hanya 4 ekor pada botol I dan 5 ekor pada
botol II, serta botol kultur yang dianggap memiliki luas yang memadai untuk pertumbuhan
populasi Drosophila melanogaster, maka faktor kepadatan populasi tidak dapat dijadikan alasan
tidak bertambahnya populasi pada percobaan yang dilakukan.
Berdasarkan teori, pertumbuhan populasi yang terjadi pada Drosophila melanogaster
mengikuti model pertumbuhan logistik dengan kurva berbentuk S. Perubahan populasi pada
organisme yang hidup pada media jenis ragi yang dibiakkan dalam kondisi laboratoris dapat
digambarkan melalui kurva bentuk S yang merupakan kurva khas perkembangan sebagian besar
organisme. Kurva ini dimulai dari titik awal, dimana populasi berkembang cukup pesat, kemudian
menjadi lambat, lalu menjadi stabil ketika besar populasi mendekati daya dukung. Saat koloni ragi
berkembang, maka individu yang tinggal di dalamnya menurunkan tingkat reproduksi yang
merupakan sarana persiapan untuk menghadapi faktor-faktor seperti menipisnya persediaan
makanan dan menumpuknya kotoran. Efek-efek seperti ini mengalami peningkatan bersamaan
dengan meningkatnya populasi (Seregeg, 1986).
18
Dari hasil percobaan, terdapat fakta yang tidak sesuai dengan teori, dimana seharusnya
lalat yang lebih mampu bertahan hidup adalah lalat betina, sedangkan hasil percobaan
menunjukkan bahwa lalat jantanlah yang lebih mampu hidup dalam waktu yang lam. Lalat betina
Drosophila melanogaster lebih mampu bertahan hidup dalam waktu yang lama dibandingkan
lalat jantan. Hal ini berhubungan dengan kemampuan lalat buah betina dalam kemampua
reproduksinya, sehingga lalat betina memiliki ketahanan hidup (survival) yang lebih tinggi
dibandingkan dibandingkan lalat jantan (Aini, 2008). Namun terlepas dari faktor jenis kelamin,
pertumbuhan populasi juga masih dipengaruhi oleh banyak faktor lain yang salah satunya adalah
faktor suhu lingkungan yang telah dijelaskan di atas.

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan analisa yang dilakukan maka dapat diambil beberapa
kesimpulan mengenai pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster sebagai berikut:
1. Lalat buah atau yang dikenal sebagai Drosophila melanogaster, merupakan bangsa serangga
yang tidak berbahaya dan sering dijumpai pada buah-buahan yang sudah membusuk.
2. Drosophilla melanogaster memiliki karakteristik antara lain: ukuran tubuhnya yang kecil,
memiliki siklus reproduksi yang terbilang cepat dengan sejumlah besar keturunan, hal inilah
yang menjadikan Drosophilla melanogaster bagus untuk dijadikan subyek untuk penelitian-
penelitian dalam biologi.
3. Dalam pengidentifikasian sex Drosophila melanogaster, terdapat beberapa tanda yang dapat
digunakan untuk membedakan lalat jantan dan betina, antara lain:
a. Bentuk abdomen pada lalat betina berukuran kecil namun runcing, sedangkan pada lalat
jantan agak membulat.
b. Ujung abdomen lalat jantan berwarna gelap, sedang pada betina berwarna lebih terang.
Jumlah segmen pada lalat jantan hanya 5, sedang pada betina berjumlah lebih banyak
yaitu 7.
c. Lalat jantan memiliki sex comb atau sisir kelamin yang berjumlah 10 dan terdapat pada
sisi paling atas pada kaki depan, berupa bulu rambut kaku dan pendek, sedangkan lalat
betina tidak memiliki sex comb.
d. Lalat betina memiliki 5 garis hitam pada permukaan atas abdomen, sedangkan pada lalat
jantan hanya 3 garis hitam.
4. Berdasarkan data pengamatan dan hasil analisis, dapat diketahui lau pertumbuhan populasi
Drosophila melanogaster selama 15 hari pengamatan sebagai berikut:
A. Pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster pada botol I:
a. Laju natalitas (b) = 0.
19
b. Laju mortalitas (d) = 75%= 0,75.
c. Laju pertumbuhan intrinsik (rN) = 0, tidak terjadi pertumbuhan populasi.
d. Kurva survivorship: tipe I hewan dengan r strategi.
e. Lalat jantan lebih mampu bertahan hidup, tersisa 1 ekor lalat jantan hingga akhir
pengamatan.
f. Suhu lingkungan mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan populasi
Drosophila melanogaster pada botol I.
B. Pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster pada botol I:
a. Laju natalitas (b) = 0.
b. Laju mortalitas (d) = 80%= 0,8.
c. Laju pertumbuhan intrinsik (rN) = 0, tidak terjadi pertumbuhan populasi.
d. Kurva survivorship: tipe I hewan dengan r strategi.
e. Lalat jantan lebih mampu bertahan hidup, tersisa 1 ekor lalat jantan hingga akhir
pengamatan.
f. Suhu lingkungan mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan populasi
Drosophila melanogaster pada botol I.

DAFTAR PUSTAKA
Aini, N. (2008). Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Campbell, N. (2002). Biologi Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Demerec, & Kaufmann. (1961). Drosophila Guide. Introduction to the Genetics and Cytology of
Drosophila melanogaster. Washington D.C: Carnegie Institution of Washington.
Frost, S. 1. (1959). Insect Life and Insect Natural History. Second Revised Edition. New York:
Dover Publication, INC.
Gotelli, N. (1995). A Primer of Ecology. New York: Elsevi er Academic Press.
Iskandar, D. (1987). Petunjuk Praktikum Genetika. Bandung: Pusat Antar Unversitas Bidang Ilmu
Hayati, ITB Bandung.
Junitha, K. (1991). Kemampuan reproduksi Drosophila bipectinata dalam kondisi laboratorium.
Karya Ilmiah. Surabaya: Fakultas Pasca Sarjana Universitas Airlangga.
King, R. (1962). Genetics. 2nd Edition. New York: Oxford University Press.
Manning, G. (2006, Oktober 1). Diambil kembali dari A quick and simple introduction to
Drosophila melanogaster: http://www.ceolas.org/fly/intro.html
Seregeg, G. (1986). Effect of The Environment on Sex Determination in. Surabaya: FP MIPA.
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surabaya.
Shorrocks, B. (1972). Drosophila. London: Ginn and Company Limited.
Strickberger, M. (1962). Experiments in Genetic with Drosophila. New York: John Wiley and Sons
Inc.
Suryo. (1986). Genetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wiyono, H. (1986). Studi mengenai pentingnya lalat buah Drosophila Melanogaster sebagai
bahan praktikum genetika di SMA. Malang: Fakultas Pasca sarjana Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan.

20
Sumber gambar:
1. http://biology.kenyon.edu/courses/biol114/Chap13/fcycle2.gif

LAMPIRAN
1. Satu lembar laporan sementara.
2. Satu lembar print out foto dokumentasi praktikum.

21

Anda mungkin juga menyukai