Anda di halaman 1dari 33

FENOMENA HUKUM PEMILIHAN BEBAS (HUKUM MENDEL II) TERHADAP

PERSILANGAN STRAIN ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀evg BESERTA RESIPROKNYA


PADA Drosophila melanogaster

LAPORAN PROYEK
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Genetika I
yang dibina oleh Prof. Dr. Arg. Mohammad Amin, S. Pd, M. Si

Oleh
Kelompok 12/ Offering H 2014
Laily Rahmawati 140342600476

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Mei 2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Genetika merupakan cabang ilmu Biologi yang mengkaji materi genetik tentang
strukturnya, reproduksinya, kerjanya (ekspresinya), perubahan dan rekombinasinya, keberadaan
dalam populasi serta perekayasaannya (Corebima, 2003). Dalam mempelajari ilmu genetika
perlu penelitian yang berupa proyek sederhana untuk mengetahui secara langsung bagaimana
ilmu genetika berperan dalam kehidupan tentang pewarisan sifat makhluk hidup. Salah satu
makhluk hidup yang sering digunakan dalam suatu penelitian genetika pewarisan sifat adalah
Drosophila melanogaster.

Drosophila melanogaster (lalat buah) merupakan salah satu jenis serangga family
Drosophilidae. Drosophila melanogaster berperan penting dalam perkembangan Ilmu Biologi
dan dalam mempelajari dasar-dasar genetika. Drosophila melanogaster sangat sesuai untuk
penelitian dalam ilmu genetika karena beberapa alasan. Alasan penggunaan Drosophila
melanogaster sebagai bahan penelitian adalah karena lalat ini memiliki beberapa keuntungan,
antara lain mudah dipelihara pada media makanan yang sederhana, pada suhu kamar dan di
dalam botol selai berukuran sedang, mudah untuk diperoleh sehingga tidak menghambat
penelitian, mempunyai ukuran kecil dan mudah dikembangbiakkan di laboratorium, siklus hidup
yang pendek (hanya kira-kira 2 minggu) sehingga dalam waktu satu tahun diperoleh 25 generasi,
mempunyai tanda-tanda kelamin sekunder yang mudah dibedakan, hanya mempunyai delapan
kromosom saja, tiga pasang kromosom autosom dan satu pasang kromosom seks. (Campbell,
dkk, 2002).

Dengan adanya kelebihan-kelebihan yang dimiliki Drosophilla melanogaster maka


peneliti ingin membuktikan salah satu penerapan ilmu genetika, yaitu Hukum Mendel II. J.G.
Mendel melakukan percobaan persilangan yang dikenal sebagai persilangan dihibrida. Percobaan
ini dilakukan untuk mengetahui apa yang terjadi pada rangkai percobaan persilangan, dua ciri
diperhatikan sekaligus (Corebima, 2003). Dalam percobaan ini berlaku hukum pemilihan bebas
Mendel yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan karakter-karakter berbeda
diwariskan bebas satu sama lain. Pada persilangan yang dilakukan J.G. Mendel apabila

1
keturunan yang pertama (F1) dari individu masing-masing disilangkan, maka rasio fenotif F2
adalah 9:3:3:1. (Henuhili, dkk., 2003)

Untuk mengetahui fenomena hukum Mendel II yang terjadi pada tingkat kromosom,
peneliti menggunakan Drosophila melanogaster strain N, bcl, dan evg. Dalam penelitian ini
pratikan melakukan persilangan antara ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya.
Berhubung dengan adanya strain tersebut, peneliti menggunakan strain bcl yang dikarenakan
mutasi b dan cl ada di kromosom yang sama dan strain evg dengan letak mutasi e dan vg di
lokasi kromosom yang berbeda. Selain itu juga peneliti tertarik ingin melakukan penelitian yang
didasari oleh Mendel II yang memprakarsai tentang hukum pemilihan bebas dengan
menggunakan Drosophilla melanogaster.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Adakah perbedaan rasio anakan F2 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang
diharapkan pada persilangan ♂N >< ♀bcl sesuai dengan Hukum Mendel II pada Drosophila
melanogaster?
2. Adakah perbedaan rasio anakan F2 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang
diharapkan pada persilangan ♀N >< ♂bcl sesuai dengan Hukum Mendel II pada Drosophila
melanogaster?
3. Adakah perbedaan rasio anakan F2 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang
diharapkan pada persilangan ♂N >< ♀ evg sesuai dengan Hukum Mendel II pada
Drosophila melanogaster?
4. Adakah perbedaan rasio anakan F2 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang
diharapkan pada persilangan ♀N ><♂evg sesuai dengan Hukum Mendel II pada Drosophila
melanogaster?

2
C. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini antara lain

1. Untuk Peneliti
a. Memperluas wawasan mengenai fenomena hukum Mendel II yang terjadi pada
persilangan Drosophila melanogaster strain strain ♂N >< ♀bcl, ♂N >< ♀ evg, ♀N
>< ♂bcl, dan ♀N ><♂evg

2. Untuk Mahasiswa
a. Memberikan informasi mengenai keturunan F1 dan F2 pada persilangan Drosophila
melanogaster strain strain ♂N >< ♀bcl, ♂N >< ♀ evg, ♀N >< ♂bcl, dan ♀N
><♂evg
b. Menambah keterampilan, kecakapan dan pengalaman dalam melakukan penelitian.

D. Asumsi Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti berasumsi bahwa:

a. Umur Drosophila melanogaster pada setiap strain yang digunakan adalah sama.
b. Faktor atau kondisi lingkungan eksternal, seperti suhu, dan kelembaban tempat biakan
selama penelitian adalah sama.
c. Kondisi medium yang digunakan selama penelitian adalah sama.
d. Pengamatan fenotip benar

e. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Masalah


1. Ruang lingkup dalam praktikkum ini adalah di dalam Laboratorium Genetika gedung O5
FMIPA Universitas Negeri Malang
2. Strain Drosophila melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain N,
bcl, dan evg dari persilangan strain ♂N >< ♀bcl, ♂N >< ♀ evg, ♀N >< ♂bcl, dan ♀N
><♂evg yang diperoleh dari laboratorium Genetika jurusan Biologi FMIPA UM.
3. Pengamatan fenotip hanya terbatas pada warna mata, warna tubuh dan bentuk sayap.

3
4. Penelitian hanya mengamati fenotip F1 dan F2 pada persilangan strain strain ♂N ><
♀bcl, ♂N >< ♀ evg, ♀N >< ♂bcl, dan ♀N ><♂evg
5. Penelitian ini hanya membahas tentang persilangan dihibrid (Hukum Mendel II) antara
mata, warna tubuh dan sayap Drosophila melanogaster.

E. Definisi Variabel dan Alat Ukur


1. Strain merupakan suatu kelompok intra spesifik yang memiliki hanya satu atau jumlah
kecil ciri berbeda, biasanya secara genetik dalam keadaan homozigot untuk ciri-ciri
tersebut atau gamet murni.
2. Hukum Mendel II yaitu perkawinan dihibrid, merupakan perkawinan antar galur murni
dengan dua sifat beda.
3. Fenotip menurut Ayala dalam Corebima (2003) merupakan karakter-karakter yang dapat
diamati pada suatu individu (yang merupakan interaksi antara genotip dan lingkungan
tempat hidup dan berkembang).
4. Genotip menurut Ayala dalam Corebima (2003)nmerupakan keseluruhan jumlah
informasi genetik yangt terkandung pada suatu makhluk dalam hubungannya dengan satu
atau berbeda lokus gen yang sedang menjadi perhatian.
5. Dominan adalah suatu sifat yang dapat mengalahkan sifat yang lain (Corebima, 2003).
6. Resesif adalah suatu sifat yang dikalahkan oleh sifat yang lain (Corebima, 2003).
7. Homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) identik (berlainan)
(Corebima, 2003).
8. Heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) tidak identik
(berlainan) (Corebima, 2003).
9. Penulisan sifat dominan digunakan simbol (+) sedangkan penulis sifat resesif yaitu tanpa
symbol/symbol minus
10. Persilangan resiprok adalah persilangan antara dua induk, dimana kedua induk berperan
sebagai pejantan dalam satu persilangan, dan sebagai betina dalam persilangan yang lain.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Lalat Buah (Drosophilla melanogaster)


Klasifikasi Drosophilla melanogaster menurut Storer dan Usinger (1975) adalah sebagai
berikut:

Kingdom : Animal
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Subclass : Pterygota
Ordo : Diptera
Subordo : Cyclorihapha
Family : Drosophilidae
Subfamily : Drosophilinae
Marga : Drosophila
Spesies : Drosophila melanogaster

Drosophila melanogaster merupakan jenis lalat buah yang memiliki ciri-ciri warna tubuh
kuning kecoklatan dengan lingkaran berwarna hitam di tubuh bagian belakang. Pada lalat betina
memiliki ukuran panjang sekitar 2,5 mm. Sedangkan lalat jantan memiliki ukuran yang lebih
kecil apabila dibandingkan dengan lalat betina. Di samping itu, lalat jantan juga ditandai dengan
adanya tanada hitam yang berada di ujung tubuh bagian belakang. Deskripsi mengenai keadaan
tubuh yang lain bergantung pada strain. (Borror, 1992: 335)

Menurut Kimball (1991), pada genom Drosophila melanogaster terdiri atas 4 pasang
kromosom, pasangan X/Y dan tiga autosom yang berlabel 2,3,4. Kromosom yang keempat
berukuran sangat kecil. Genom terdiri atas 165 juta basa dan kira-kira 14.000 gen. Drosophila
melanogaster betina memiliki 4 pasang kromosom homolog dan dua kromosom lainnya
homolog, sedangkan yang jantan hanya memiliki 3 kromosom homolog.

5
Menurut Ashburmer (1989: 247), telur pada Drosophila melanogaster tahap blastula
kemudian akan berkembang menjadi larva setelah 12 jam kemudian. Larva akan berubah menjdi
pupa yang menetas setelah 8-11 hari kemudian yang dalam kondisi ini keadaan internal dan
eksternal sangat berpengaruh. Warna mata pada Drosophila melanogaster dipengaruhi oleh
komposisi pigmen-pigmen tertentu dan merupakan sifat yang ditentukan secara genetika. Fungsi
dari gen pada suatu individu adalah untuk mengaturdan mempengaruhi fenotip.

Pembagian strain Drosophila satu dengan lainnya menunjukkan adanya perbedaan baik
dari bentuk sayap, warna mata, warna tubuh, dan ukuran tubuh. Drosophila melanogaster wild
type bermata merah karena memiliki pigmen pteridin dan ommochrome, warna tubuh kecoklat-
coklatan dank eabu-abuan (Suryo, 2005: 253). Macam-macam mutasi pada Drosophila
melanogaster dapat dibedakan pada tiga bagian, yaitu pada mata, sayap, dan warna tubuh.

Daftar mutan Drosophila melanogaster menurut Gardner, 1991: 168 adalah sebagai
berikut:

1. Mutasi pada Mata


a. Mutan/ whitw apricot/ (wa). Mata merah muda akibat kerusakan pada gen (pink)
yang terletak pada kromosom ketiga
b. Mutan white (w); (I. 1.5). mata berwarna putih yang diakibatkan oleh tidak adanya
gen/ white/ yang terletak pada kromosom pertama lokus 1.5
c. Mutan Sepia (se). Warna mata coklat tua akibat kerusakan gen pada kromosom
ketiga, lokus 26,0
d. Mutan Bar3. Mutan bar tidak memeliki mata yang bulat tetapi memiliki mata yang
sipit. Bar3 juga memiliki bentuk mata bonggol atau batang (sipit) yang diakibatkan
kerusakan gen yang terletak pada kromosom ke tiga.
e. Mutan scarlet (st). mata berwarna merah tua yang disebabkan oleh dihasilkannya
enzim yang tidak berfungsi.
f. Mutan Brown (bw). Mata berwarna coklat karena mata hanya memiliki pigmen
ommochrome dan tidak memiliki pigmen pteridin.
g. Mutan Cinnabar (cn); (II. 57, 5). Warna mata merah aagak oranye, ocelli putih akibat
kerusakan gen pada kromosom kedua, lokus 57,5.
2. Mutasi pada Sayap
6
a. Mutan/ vestigial/ (vg): (II. 67,0). Sayap tereduksi sehingga tampak sangat kecil akibat
kerusakan kromosom kedua, lokus 67,0.
b. Mutan/ curly/ (cy): (III. 50,0). Sayap yang dimiliki melengkung keatas saat terbang
ataupun saat hinggap, akibat kerusakan pada kromosom ketiga, lokus 50,0.
c. Mutasi/ miniature/ (m); (I. 36,1). Sayap yang dimiliki sepanjang tubuh akibat
kerusakan pada kromosom kesatu, lokus 36,1.
d. Mutan/ taxi/ (tx); (III. 91,0). Sayap selalu terentang akibat kerusakan pada kromosom
ketiga, lokus 91,0.
e. Mutan/ dumpy/ (dp); (II. 13,1). Sayap yang dimiliki 2/3 panjang sayap normal akibat
kerusakan kromosom kedua, lokus 13,1.
3. Mutasi pada warna tubuh
a. Mutan/ black/ (b); (II. 48,5). Seluruh tubuh berwarna hitam gelap akibat terjadinya
kerusakan gen yang terletak pada kromosom kedua, lokus 48,5.
b. Mutan/ ebony/ (e); (III. 70,7). Memiliki warna tubuh coklat karena kerusakan gen
pada kromosom ketiga, lokus 70,7.
c. Mutan/ yellow/ (y); (I. 00). Seluruh tubuh berwarna kuning akibat kerusakan pada
gen/ yellow/ yang terletak pada kromosom pertama.

B. Hukum Mendel I

Setiap makhluk hidup yang bervariasi memiliki ciri unik masing-masing. Sejak 1865,
Mendel mulai berupaya mempelajari bagaimana suatu cirri (tunggal) diwariskan. Tumbuhan
coba yang dipilih J.G, Mendel adalah kacang ercis (Pisum sativum). Berbagai varietas kacang
ercis dikumpulkan dari para petani dan selama 2 tahun dibiakan untuk kepentingan seleksi
strain-strain. Dimana strain-strain tersebut akan disilangkan sampai keturunn F2, dalam
keturunan F2 tersebut direkam frekuensinya untuk mengungkap proporsi ciri-ciri yang didapat.
Menurut Corebima (2013), analisis data yang telah direkam secara kuantitatif tersebut (F2),
dihubungkan dengan gambaran data ciri turunan pertama (F1) maupun cirri induk (strain-strain
yag disilangkan).

Setelah melakukan beberapa percobaan, Mendel menyimpulkan bahwa pada individu-


individu heterozigot, satu alela dominan sedangkan yang lainnya resesif. Dari kenyataan bahwa

7
kedua faktor untuk tiap ciri tidak bergabung dalam cara apa pun kedua faktor itu tetap berdiri
sendiri selama hidupnya individu dan memisah pada waktu pembentukan gamet. Dalam
hubungan ini separuh gamet membawahi satu faktor, sedangkan separuhnya yang lain
membawahi faktor lainnya. Kesimpulan terakhir inilah yang dikenal sebagai Hukum pemisahan
Mendel.

Untuk setiap ciri yang diteliti oleh Mendel dalam kacang polong, ada satu ciri yang
dominan sedangkan lainnya resesif. Induk “Galur murni” dengan ciri dominan mempunyai
sepasang gen dominan (AA) dan dapat memberi hanya satu gen dominan (A) kepada
keturunannya. Induk “Jenis murni” dengan ciri yang resesif mempunyai sepasang gen resesif
(aa) dan dapat memberi hanya satu gen resesif (a) kepada keturunannya. Maka keturunan
generasi pertama menerima satu gen dominan dan satu gen resesif (Aa) dan menunjukkan ciri-
ciri gen dominan. Bila keturunan ini berkembang biak sendiri menghasilkan keturunan generasi
kedua, sel-sel jantan dan betina masing-masing dapat mengandung satu gen dominan (A) atau
gen resesif (a). Oleh karena itu, ada empat kombinasi yang mungkin: AA, Aa, aA dan aa.

Hukum Mendel I terjadi jika mempunyai syarat-syarat mutasi tidak terpaut kromsom
kelamin, mempunyai 1 sifat beda dan mutasi terletak pada kromosom yang sama. Hal ini sesuai
dengan Stansfield (1983), bahwa ketetapan hukum Mendel juga telah diterapkan untuk
mengetahui besarnya peluang memperoleh benih jagung resesif dari hasil persilangan antara
jagung biasa x jagung QPM. Dari hasil terapan tersebut dihasilkan bahwa terjadi fenomena
Hukum Mendel I yang terjadi karena terdapat 1 sifat beda dan sifat dominan menutupi sifat
rsesesif.

Hukum Mendel I dikenal juga sebagai hukum segregasi. Selama proses meiosis
berlagsung, pasangan-pasangan kromosom homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi.
Setiap set kromosom itu terkandung didalam satu sel gamet. Proses pemisahan gen secara bebas
itu dikenal sebagai segregasi gen. Dengan demikian setiap sel gamet hanya mengandung satu
gen dari alelnya. Pada waktu fertilisasi, sperma yang jumlahnya banyak bersatu secara acak
dengan ovum untuk membentuk individu baru.

Peristiwa yang kejadiaannya mengikuti hukum pemisahan Mendel (Hukum Mendel 1)


dan hukum pilihan bebas Mendel (Hukum Mendel II) berlangsung dikalangan makhluk hidup

8
yang berbiak secara seksual. Akan tetapi, tidak semua makhluk hidup yang berbiak secara
seksual mengalami peristiwa yang mengikuti hukum-hukum itu. Dalam hubungan ini dapat
dinyatakan bahwa hanya makhluk hidup diploid yang berbiak secara seksual yang mengalami
peristiwa itu. Secara umum, bagian dari tubuh makhluk hidup diploid yang berbiak secara
seksual yang menjadi tempat berlangsungnya peristiwa yang mengikuti hukum tersebut adalah
organ reproduksi jantan atau betina (Corebima, 2003).

C. Hukum Mendel II

Selain persilangan monohybrid, mendel juga melakukan persilangan dihibrid, yaitu


persilangan yang melibatkan pola pewarisan dua macam sifat beda pada induk yang merupakan
ciri khas atau prinsip dari hukum Mendel II. Hasil F1 menunjukkan hasil dominan heterozigot,
sedangkan hasil F2 muncul strain dominan, strain induk dan juga beberapa strain resesif yang
menampakan ciri dari kedua induk yang disilangkan. Adapun untuk perbandingan antar strain
mendekati rasio 9:3:3:1. Fenomena tersebut dikenal dengan the law of independent assortmen
atau hukum Mendel II (Ardiawan, 2009).

Hukum Pemilihan Bebas yang berbunyi:

“Segregasi suatu pasangan gen tidak bergantung kepada segregasi pasangan gen lainnya,
sehingga di dalam gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi pemilihan kombinasi gen-gen
secara bebas.”

Berkenaan dengan faktor dominan dan resesif, munculnya dua faktor tersebut dikontrol
oleh dua gen sepasang. Faktor dominan bisa muncul dalam keadaan homozigot atau heterozigot.
Sedangkan faktor resesif selalu muncul dalam keadaan homozigot (Ardiawan, 2009).

Peristiwa yang kejadiannya mengikuti hukum pemisahan Mendel dan hukum pemilihan
bebas Mendel berlangsung dikalangan makhluk hidup yang berkembangbiak secara seksual.
Akan tetapi tidak semua makhluk hidup yang mengikuti hukum-hukum tersebut. Dalam
hubungan ini dapat dikatakan bahwa hanya makhluk hidup diploid yang berkembang secara
aseksual yang mengalami peristiwa-peristiwa tersebut. Dengan demikian seluruh makhluk hidup

9
haploid (prokariotik) tidak pernah mengalami peristiwa-peristiwa itu, sekalipun berkembangbiak
secara seksual (Corebima, 2003).

Pada makhluk hidup selular triploid, tetraploid, atau polyploid pada umumnya yang
berkembangbiak saceara seksual, peristiwa pemisahan dan pilihan bebas tidak berlangsung tepat
sebagaimana dinyatakan dalam rumusan hukum pemisahan Mendel dan hukum pemilihan bebas
Mendel. Pada jenis tumbuhan dan hewan, peristiwa pemisahan dan pemilihan bebas berlangsung
pada meiosis pertama khususnya di saat metaphase I dan anaphase II terjadi peristiwa
pemisahan. Sedangkan pada tumbuhan berbiji, peristiwa pilihan bebas terjadi pada metaphase II,
sedangkan peristiwa pemisahan pada anaphase II (Corebima, 2003).

D. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Sifat yang dimiliki oleh induk akan diwariskan pada keturunannya oleh
adanya faktor-faktor melalui gamet. Tujuan untuk mengetahui tidak ada
perbedaan antara frekuensi yang diamati dan frekuensi yang diharapkan

Syarat Mendel II antara lain: dihibrid (memiliki 2 sifat berbeda) terletak


pada kromosom yang sama, serta perbandingan F2 yaitu 9:3:3:1. Mendel II
dicirikan dengan terjadinya pemisahan bebas dan pemilihan bebas antar
gen-gen yaitu pada waktu meiosis

Persilangan
(Persilangan yang dilakukan adalah persilangan tingkat kromosom)

♂N>< ♀bcl beserta resiproknya ♂N >< ♀evg beserta resiproknya

10
Data hasil penelitian menggunakan analisis data rekontruksi kromosom
tubuh dan Chi-square

Hasil persilangan ♂N>< ♀bcl tidak sesuai dengan Hukum Mendel II

Hasil persilangan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya sesuai dengan Hukum


Mendel II

Hasil F2 dari persilangan ♂N>< ♀bcl dan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya
merupakan Hukum Mendel II dengan rasio F2 9:3:3:1

E. Hipotesis Penelitian

H0: Tidak ada perbedaan rasio anakan F2 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang
diharapkan pada persilangan ♂N >< ♀bcl sesuai dengan Hukum Mendel II pada Drosophila
melanogaster
H0: Tidak ada perbedaan rasio anakan F2 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang
diharapkan pada persilangan ♀N >< ♂bcl sesuai dengan Hukum Mendel II pada Drosophila
melanogaster
H0: Tidak ada perbedaan rasio anakan F2 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang
diharapkan pada persilangan ♂N >< ♀ evg sesuai dengan Hukum Mendel II pada
Drosophila melanogaster
H0: Tidak ada perbedaan rasio anakan F2 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang
diharapkan pada persilangan ♀N ><♂evg sesuai dengan Hukum Mendel II pada Drosophila
melanogaster

11
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena data yang didapat merupakan jumlah
fenotip yang muncul pada keturunan F2. Data yang diperoleh dianalisis dengan rekonstruksi
kromosom kelamin dan diuji dengan Chi Squre Test.Berdasarkan Supangat (2007) dalam
Muslim, A (2008), maksud dan tujuan dengan menggunakan model Uji Chi Square adalah
membandingkan antara fakta yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dan fakta yang
didasarkan secara teoretis (frekuensi yang diamati sesuai dengan frekuensi yang diharapkan).

B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Tanggal : 3 januari - 15 April 2016
Tempat : Laboratorium Genetika (ruang Bio 310) jurusan Biologi FMIPA, Universitas
Negeri Malang

C. Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini yaitu Drosophilla melanogaster strain N, bcl dan evg, yang
dibiakkan di laboratorium Genetika gedung Biologi FMIPA. Sedangkan sampelnya diambil
secukupnya dari masing-masing stok strain N, bcl, dan evg.

D. Variabel Penelitian
Variabel bebas : Strain N, bcl dan evg
Variabel terikat : Fenomena yang terjadi pada persilangan Drosophila melanogaster ♂N
>< ♀bcl dan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya

12
E. Instrumen Penelitian

1. Alat
a. Mikroskop stereo k. Blender
b. Kertas pupasi l. Kain kasa
c. Gunting, kuas m. Cotton bud
d. Timbangan n. Panci
e. Kompor gas o. Pengaduk
f. Botol selai p. Spons/busa
g. Pisau q. Plastik transparan
h. Kardus r. Lap
i. Selang ampul s. Spidol
j. Cutter t. Karet

2. Bahan
a. Drosophilla melanogaster strain d. Gula merah
N, bcl dan evg e. Yeast
b. Pisang rajamala f. Air
c. Tape singkong g. Alcohol 70%.

3. Prosedur Kerja

A. Pembuatan Medium

1. Menyiapkan pisang rajamala, tape singkong dan gula merah


2. Menimbang 700 gram pisang raja mala, 200 gram tape singkong dan 100 gram gula
merah (perbandingan 7:2:1)
3. Menghaluskan bahan-bahan di atas dengan menggunakan blender kecuali gula merah
4. Memanaskan gula merah hingga leleh seluruhnya
5. Setelah ketiga bahan halus, kemudian dipanaskan selama 45 menit sambil diaduk
6. Memasukkan medium dalam botol selai (masih dalam keadaaan panas) dan
menutupnya dengan spons

13
7. Mendinginkan medium
8. Menambahkan 3-5 butir yeast ke dalam botol setelah medium dingin
9. Memasukkan kertas pupasi

B. Persiapan Stok
1. Memasukkan beberapa pasang Drosophilla melanogaster strain N,bcl dan evg dalam
botol-botol berisi mediumyang telah disediakan
2. Memberi label sesuai strain dan tanggal pemasukan
3. Bila telah terdapat pupa berwarna hitam, masukkan pupa tersebut dalam selang ampul
dan menunggunya hingga menetas

C. Persiapan Persilangan ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya

1. Melakukan pengamatan fenotip pada strain N, bcl dan evg


2. Menyiapakan botol yang telah berisi medium sesuai dengan jumlah persilangan dan
ulangannya
3. Memasukkan sepasang lalat strain yang akan disilangkan dari selang ampul ke dalam
botol yang berisi medium (usia lalat yang digunakan untuk persilangan lalat maksimal
3 hari)
4. Memeberi label sesuai jenis persilangan, ulangan dan tanggal pelaksanaan
5. Setiap jenis persilangan dilakukan dalam 6 kali ulangan
6. Melepas lalat jantan setelah 2 hari
7. Menunggu hingga muncul pupa, setelah muncul pupa berwarna hitam, induk betina
dipindahkan ke medium yang baru minimal sampai botol C
8. Beberapa pupa dimasukkan ke dalam selang ampul untuk persilangan generasi
berikutnya
9. Mengamati fenotip yang muncul dan menghitung jumlah jantan dan betina yang
menetas. Penghitungan ini dilakukan selama 7 hari

D. Persilangan F2
1. Menyiapkan botol selai yang telah diisi medium (lengkap dengan yeast dan kertas
pupasi)

14
2. Menyilangkan strain N yang muncul dari persilangan F1 ♂N >< ♀bcl beserta
resiproknya dan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya di dalam botol persilangan
3. Memberi label dan tanggal pada masing-masing botol persilangan
4. Melepas individu ♂ pada masing-masing persilangan setelah persilangan berumur 2
hari
5. Memindahkan individu ♀ ke medium baru setelah muncul larva pada botol
persilangan (pemindahan dilakukan setiap muncul larva pada medium lama dan
sampai individu ♀ mati)
6. Mengamati fenotip F2 yang muncul dan menghitung selama 7 hari
7. Mencatat hasil pengamatan dan memasukkan ke dalam tabel

4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menghitung keturunan jantan dan betina hasil
persilangan ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀ evg beserta resiproknya. Penghitungan jumlah keturunan
jantan dan betina ini dilakukan selama 7 hari. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan
dengan cara melihat fenotip yang muncul pada keturunan F1 dan F2 masing-masing persilangan.

Tabel. Jumlah F1 pada persilangan P1

Ulangan Botol Persilangan


♀N >< ♂bcl ♂N >< ♀bcl ♀N ><♂evg ♂N >< ♀ evg
A
U1 B
C
A
U2 B
C
A
U3 B
C
U4 A

15
B
C
A
U5 B
C
A
U6 B
C

Tabel. Jumlah F2: ♀N >< ♂bcl dan resiproknya

Strain Sex Ulangan Jumlah Total Rata-


1 2 3 4 5 6 7 rata
N ♂

B ♂

Cl ♂

Bcl ♂

Total

Tabel. Jumlah F2: ♀N >< ♂evg dan resiproknya

Strain Sex Ulangan Jumlah Total Rata-


1 2 3 4 5 6 7 rata
N ♂

E ♂

16

Vg ♂

Evg ♂

Total

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekonstruksi kromosom
pada strain ♂N>< ♀evg, rekonstruksi persilangan pada strain ♂N>< ♀bcl beserta resiproknya
dan uji Chi Square untuk mengetahui rasio perbandingan F1 dan F2 pada persilangan D.
melanogaster untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan dari Hukum Mendel II atau
tidak dengan rasio F2 9:3:3:1.

17
BAB IV

HASIL DAN ANALISIS DATA

A. Hasil
1. Hasil persilangan F1
Ulangan Botol Persilangan
♀N >< ♂bcl ♂N >< ♀bcl ♀N ><♂evg ♂N >< ♀ evg
A ♂ 47, ♀ 11 ♂ 23, ♀ 4 ♂ 17, ♀ 4 ♂ 18, ♀ 5
B ♂ 18, ♀ 5 ♂ 5, ♀ 1 ♂ 13, ♀ 4 ♂ 9, ♀ 3
U1
C ♂9, ♀ 2 ♂ 3, ♀ 1 ♂ 6, ♀ 2 ♂ 6, ♀ 2
Total ♂74, ♀ 18 ♂31, ♀6 ♂36, ♀10 ♂33, ♀10
A ♂ 29, ♀ 7 ♂ 8, ♀ 2 ♂ 20, ♀ 7 ♂ 11, ♀ 9
B ♂ 8, ♀ 2 ♂ 7, ♀ 2 ♂ 13, ♀ 5 ♂ 13, ♀ 5
U2
C ♂5, ♀ 2 ♂ 4, ♀ 1 ♂ 7, ♀ 2 ♂ 8, ♀ 4
Total ♂42, ♀ 11 ♂19, ♀5 ♂40, ♀14 ♂32, ♀18

2. Hasil Persilangan F2
a. Tabel persilangan ♀N >< ♂bcl
Ulangan Jumlah Total
Strain Sex Jumlah
1 2 strain
♂ 25 26 51
N 90
♀ 20 19 39
♂ 11 10 21
B 31
♀ 6 4 10
♂ 14 11 25
Cl 31
♀ 2 4 6
♂ 4 3 7
bcl 11
♀ 2 2 4

18
b. Tabel persilangan ♂N >< ♀bcl
Ulangan Jumlah Total
Strain Sex Jumlah
1 2 strain
♂ 30 29 59
N 92
♀ 18 15 33
♂ 13 11 24
B 31
♀ 4 3 7
♂ 15 10 25
Cl 33
♀ 6 2 8
♂ 5 2 7
bcl 11
♀ 3 1 4

c. Tabel persilangan ♀N >< ♂evg


Ulangan Jumlah Total
Strain Sex Jumlah
1 2 strain
♂ 47 28 70
N 95
♀ 15 10 25
♂ 15 10 25
B 32
♀ 4 3 7
♂ 18 7 25
cl 31
♀ 4 2 6
♂ 4 3 7
bcl 10
♀ 2 1 3

d. Tabel persilangan ♂N >< ♀evg


Ulangan Jumlah Total
Strain Sex Jumlah
1 2 strain
♂ 40 38 78
N 93
♀ 10 5 15
B ♂ 15 9 24 32

19
♀ 5 3 8
♂ 13 11 23
cl 30
♀ 4 3 7
♂ 5 3 8
bcl 11
♀ 2 1 3

Jenis D. melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain N, bcl dan evg .
Setiap strainnya mempunyai ciri- ciri yang berbeda. Adapun ciri-ciri dari setiap strain menurut
pengamatan secara langsung adalah sebagai berikut:

1. Ciri-ciri strain N :
a. Warna mata merah
b. Warna tubuh kuning kecoklatan
c. Sayap sempurna (panjang menutupi badan)

Gambar 1
D.melanogaster strain N
Dokumentasi Pribadi

2. Ciri-ciri strain bcl :


a. Warna mata hitam
b. Warna tubuh hitam
c. Sayap sempurna (panjang menutupi badan)

Gambar 2
D.melanogaster strain bcl
Dokumentasi Pribadi

3. Ciri-ciri strain evg:


a. Warna mata merah
b. Warna tubuh hitam

c. Sayap pendek (tereduksi) Gambar 3


D.melanogaster strain evg
Dokumentasi Pribadi

20
4. Ciri-ciri strain b:
a. Warna mata merah
b. Warna tubuh hitam
c. Sayap sempurna (panjang menutupi badan)

5. Ciri-ciri strain cl :
a. Warna mata hitam
b. Warna tubuh kuning kecoklatan
c. Sayap sempurna (panjang menutupi badan)

Gambar 4
D.melanogaster strain cl
Dokumentasi Pribadi
6. Ciri-ciri strain e :
a. Warna mata merah
b. Warna tubuh hitam
c. Sayap sempurna (panjang menutupi badan)

7. Ciri-ciri strain vg :
a. Warna mata merah
b. Warna tubuh hitam
c. Sayap sempurna (panjang menutupi badan)

Gambar 5
D.melanogaster strain vg
Dokumentasi Pribadi

21
d. Analisis Data

Pada proyek penelitian Drosophila melanogaster yang dilakukan, persilangan parental


antara ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya. Proyek penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui tidak adanya perbedaan rasio antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi
yang diharapkan pada persilangan ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya sesuai
dengan Hukum Mendel II pada Drosophila melanogaster

Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan pada persilangan Drosophila


melanogaster ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya semua anakan F1-nya
memiliki ciri-ciri seperti strain N (Normal). Untuk persilangan ♂N >< ♀bcl total ulangan 1 F1
yang diperoleh yaitu ♂31, ♀6 sedangkan total ulangan 1 F1 pada ♀N >< ♂bcl yaitu ♂74, ♀18.
Pada total persilangan F1 ulangan 1 ♂N >< ♀evg dihasilkan ♂33, ♀10 dan total ulangan 1 F1
pada ♂N >< ♀evg yaitu ♂36, ♀10. Kemudian untuk total persilangan F1 ulangan 2 ♂N >< ♀bcl
total ulangan 1 F1 yang diperoleh yaitu ♂19, ♀5 sedangkan total ulangan 1 F1 pada ♀N ><
♂bcl yaitu ♂42, ♀11. Pada total persilangan F1 ulangan 1 ♂N >< ♀evg dihasilkan ♂32, ♀18
dan total ulangan 1 F1 pada ♂N >< ♀evg yaitu ♂40, ♀14.

Dari hasil persilangan P1 tersebut, kemudian dilakukan persilangan antara ♂N >< ♀bcl
dan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya untuk mengetahui rasio F2. Untuk persilangan ♀N ><
♂bcl total ulangan F2 yang diperoleh rasio N : b : cl : bcl = 90 :31 : 31 :11, sedangkan
persilangan ♂N >< ♀bcl total ulangan F2 yang diperoleh rasio N : b : cl : bcl = 92 :31 : 33 :11.
Pada persilangan ♀N >< ♂ evg total ulangan F2 yang diperoleh rasio N : e : vg : evg = 95 :32 :
31 :10, sedangkan persilangan ♂N >< ♀ evg total ulangan F2 yang diperoleh rasio N : e : vg :
evg = 93 :32 : 30 :11

1. Rekontrusi Persilangan
a. Rekontruksi persilangan strain ♂ N >< ♀ evg dan resiproknya

P1 : ♂N >< ♀ evg

Genotip1 : e+ vg+ >< e- vg -

e+ vg+ >< e - vg -

22
Gamet : e+ vg+ ; e- vg-

F1 :

♂ e+ vg+

e- vg- e+ vg +
e- vg-

Rasio F1 : e+ vg + (100% Normal Heterozigot)

e- vg-

P2 : F1 >< F1

genotype : e+ vg + >< e+ vg +

e- vg- e- vg-

gamet : e+ vg +

e- vg-

e+ vg-

e- vg+

F2 :

e+ vg + e- vg- e+ vg- e- vg+

e+ vg + e+ e+ vg + vg + e+ e- vg + vg - e+ e+ vg + vg - e+ e- vg + vg +

e- vg- e+ e- vg + vg - e- e- vg - vg - e+ e- vg- vg - e+ e- vg + vg -

e+ vg- e+ e+ vg + vg - e+ e- vg - vg - e+ e+ vg - vg - e+ e- vg + vg -

e- vg+ e+ e- vg + vg + e- e- vg + vg - e+ e- vg + vg - e- e- vg + vg +

Rasio F2 : N (Normal): e : vg : evg = 9: 3: 3:1

23
b. Rekontruksi persilangan strain ♂ N >< ♀ bcl dan resiproknya
1. Bila pemilihan bebas pada tingkat kromosom

P1 : ♂N >< ♀ bcl

Genotip1 : b+cl+ >< b- cl -

b+ cl+ >< b -cl -

Gamet : b+ cl+ ; b- cl-

F1 : b+cl+ >< b+cl+-

b- cl- b -cl -

Gamet : b+ cl+ ; b- cl - , b+ cl+ ; b- cl –

F2 :

b+ cl+ b- cl -

b+ b+ cl+ cl+ b+ b- cl+ cl-


b+ cl+
b- cl - b+ b- cl+ cl- b- b- cl- cl-

Rasio : N : bcl = 3 : 1

2. Bila pemilihan bebas pada tingkat kromosom

P1 : ♂N >< ♀ bcl

Genotip1 : b+cl+ >< b- cl -

b+ cl+ >< b - cl -

Gamet : b+ cl+ ; b- cl-

F1 : b+cl+ >< b+ cl+-

b- cl- b - cl -

Gamet : b+ cl+
24
b- cl –
b- cl+
b+ cl-
F2 :

b+ cl+ b- cl- b- cl+ b+ cl-

b+ cl+ b+ b+ cl+ cl+ b+ b- cl+ cl- b+ b- cl+ cl+ b+ b+ cl+ cl-

b- cl- b+ b- cl+ cl- b- b- cl- cl- b- b- cl+ cl- b+ b- cl- cl

b- cl+ b+ b- cl+ cl+ b- b- cl+ cl- b- b- cl+ cl+ b+ b- cl+ cl-

b+ cl- b+ b+ cl+ cl- b+ b- cl- cl- b+ b- cl+ cl- b+ b+ cl- cl-

Rasio F2 : N (Normal): b : cl : bcl = 9: 3: 3:1

1. Uji Chi Square


a. Tabel hasil persilangan F2 ♀N >< ♂evg dari F1 ♀N >< ♂evg
Fenotip Diamati Diharapkan (fh/e) Deviasi d= d2 d2/ e
(fo) (fo-fh/e)
N 95 9/16 x 168 = 94,5 0,5 0,25 0,002645502646

E 32 3/16 x 168 =31,5 0,5 0,25 0,002645502646

Vg 31 3/16 x 168 =31,5 -0,5 0,25 0,002645502646

Evg 10 1/16 x 168 =10,5 -0,5 0,25 0,002645502646

Total 168 X2 = 0,01058201


df = (2-1)(4-1) = 3 X2 < 0,05 (7,815) = H0 diterima

Berdasarkan hasil penghitungan uji chi square hasil persilangan F2 ♀N >< ♂evg
dari F1 ♀N >< ♂evg adalah X2 <Ftabel sehingga tidak ada perbedaan rasio anakan F2 antara

25
frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♀N >< ♂evg sesuai
dengan Hukum Mendel II pada Drosophila melanogaster

b. Tabel hasil persilangan F2 ♂N >< ♀evg dari F1 ♂N >< ♀evg


Fenotip Diamati Diharapkan (fh/e) Deviasi d= d2 d2/ e
(fo) (fo-fh/e)
N 93 9/16 x 166 = 93,375 -0,375 0,140625 0,001506024096

E 32 3/16 x 166= 31,125 0,875 0,765625 0,024598393

Vg 30 3/16 x 166= 31,125 -1,125 1,265625 0,04066265

Evg 11 1/16 x 166 = 10,375 0,625 0,390625 0,037650602

Total 166 X2 = 0,104417669


df = (2-1)(4-1) = 3 X2 < 0,05 (7,815) = H0 diterima

Berdasarkan hasil penghitungan uji chi square hasil persilangan F2 ♂N >< ♀evg
dari F1 ♂N >< ♀evg adalah X2 <Ftabel sehingga tidak ada perbedaan rasio anakan F2 antara
frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂N >< ♀evg sesuai
dengan Hukum Mendel II pada Drosophila melanogaster

c. Tabel hasil persilangan F2 ♀N >< ♂bcl dari F1 ♀N >< ♂bcl


Fenotip Diamati Diharapkan (fh/e) Deviasi d= d2 d2/ e
(fo) (fo-fh/e)
N 90 9/16 x 163 = 91, 6875 1,6875 2, 84765625 0,031058282

B 31 3/16 x 163 = 30,5625 -0,4375 0,19140625 0,06262781186

Cl 31 3/16 x 163 = 30,5625 -0,4375 0,19140625 0,06262781186

Bcl 11 3/16 x 163 = 10,1875 -0,8125 0,66015625 0,064800613

Total 163 X2 = 0,221114518


df = (2-1)(4-1) = 3 X2 < 0,05 (7,815) = H0 diterima

26
Berdasarkan hasil penghitungan uji chi square hasil persilangan F2 ♀N >< ♂bcl dari
F1 ♀N >< ♂bcl adalah X2 < Ftabel sehingga tidak ada perbedaan rasio anakan F2 antara
frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♀N >< ♂bcl sesuai
dengan Hukum Mendel II pada Drosophila melanogaster

d. Tabel hasil persilangan F2 ♂N >< ♀bcl dari F1 ♂N >< ♀bcl


Fenotip Diamati Diharapkan (fh/e) Deviasi d= d2 d2/ e
(fo) (fo-fh/e)
N 92 9/16 x 167 = 93,9375 -1,9375 3,75390625 0,039961743

B 31 3/16 x 167 = 31,3125 -0,3125 0,09765625 0,00311876


2475
Cl 33 3/16 x 167 = 31,3125 1,6875 2,84765625 0,090943113

Bcl 11 3/16 x 167 = 10,4375 0,5625 0,31640625 0,030314371

Total 167 X2 = 0,192406852


df = (2-1)(4-1) = 3 X2 < 0,05 (7,815) = H0 diterima

Berdasarkan hasil penghitungan uji chi square hasil persilangan F2 ♂N >< ♀bcl dari
F1 ♂N >< ♀bcl adalah X2 <Ftabel sehingga tidak ada perbedaan rasio anakan F2 antara
frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂N >< ♀bcl sesuai
dengan Hukum Mendel II pada Drosophila melanogaster.

Jadi, hasil penghitungan uji chi square pada persilangan ♂N >< ♀evg beserta
resiproknya dan ♂N >< ♀bcl beserta resiproknya didapatkan FX2 < Ftabel sehingga tidak ada
perbedaan rasio anakan F2 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada
persilangan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya dan ♂N >< ♀bcl beserta resiproknya sesuai
dengan Hukum Mendel II pada Drosophila melanogaster.

27
BAB V
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa hasil persilangan parental antara
Drosophilla melanogaster strain ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya pada F1
menghasilkan strain normal dengan ciri-ciri mata merah, tubuh kuning kecoklatan, dan sayap
sempurna (panjangnya menutupi tubuh). Keturunan pertama ini merupakan persilangan dari
genotip induk jantan dan induk betinanya dan membentuk 4 fenotip baru yang semuanya
bergenotip N heterozigot 100 %. Menurut Corebima (2003), karakter heterozigot adalah
karakter yang yang dikontrol oleh dua gen sepasang yang berlainan, ciri yang tampak pada F1
oleh J.G Mendel disebut ciri dominan, sedangkan yang tidak tampak disebut sebagai ciri resesif.
Hal ini disebabkan sifat dominan yang dimiliki suatu faktor menutupi sifat resesif. Hal ini sama
dengan pendapat Campbell (2008) yang menyatakan bahwa, jika kedua alel berbeda maka salah
satu alel adalah alel dominan diekspresikan sepenuhnya dalam penampakan organism, sementara
itu alel satunya alel resesif yang tidak mempunyai efek jelas pada penampakan organisme.
Pendapat tersebut sesuai dengan fenomena hasil persilangan F1 yang menghasilkan strain N
menunjukkan bahwa alel pembawa gen-gen normal dominan terhadap alel pembawa gen bcl
ataupun evg sehingga munculah strain N yang bersifat heterozigot.

Pada persilangan F2, anakan F1 dari ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya
disilangkan dengan sesamanya, setiap persilangan memunculkan 4 tipe rekombinan yaitu N, b,
cl, bcl dan N, e, vg, evg. Hal ini terjadi dikarenakan bahwa strain N heterozigot hasil dari F1
yang disilangkan kembali dengan sesamanya (dari hasil persilangan F1 yang sama) akan
memunculkan sifat dari masing-masing alel-alel resesif yang sebelumnya tertutupi oleh alel
dominan , hal tersebut dikenal dengan hukum pemilihan bebas (Henuhili, 2003). Sehingga sifat
yang sebelumnya tidak muncul pada hasil persilangan parental F1 muncul pada persilangan
parental F2.

Berdasarkan hasil penghitungan uji chi square pada persilangan ♂N >< ♀evg beserta
resiproknya dan ♂N >< ♀bcl beserta resiproknya didapatkan FX2 < Ftabel sehingga tidak ada
perbedaan rasio anakan F2 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada
persilangan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya dan ♂N >< ♀bcl beserta resiproknya sesuai

28
dengan Hukum Mendel II pada Drosophila melanogaster. Fenomena yang terungkap pada
persilangan ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀evg beserta resiproknya adalah fenomena pemilihan
bebas secara kromosom atau terbuktinya hukum Mendel II, dikarenakan dapat dilihat dari
analisis data pada jumlah hasil anakan di masing-masing persilangan F2 didapatkan rasio
9:3:3:1.

Fenomena Mendel II terjadi dikarenakan mutan pada e dan vg terletak pada kromosom
yang berbeda sehingga dapat berpisah dan berpasangan dengan yang lain. Hal ini dikarenakan
mutan pada kromosom yang sama dapat terjadi pemutusan dan penyambungan kromatid
(Corebima, 2003: 49). Fenomena tersebut sesuai dengan teori Mendel II yang berbunyi,
“faktor-faktor yang menentukan karakter-karakter berbeda diwariskan secara bebas satu sama
lain” dengan hasil perbandingan persilangan F2 9: 3: 3: 1. (Corebima, 2003). Namun, hal
tersebut tidak berlaku terhadap persilangan ♂N >< ♀bcl beserta resiproknya dikarenakan strain
bcl memiliki dua mutan yang berada pada kromosom yang sama, mutan b dan mutan cl terdapat
pada kromosom II. Keberadaan mutan b dan cl yang berada pada kromosom II seharusnya tidak
menghasilkan F2 yang sesuai dengan frekuensi yang diharapkan, dikarenakan hukum pemilihan
bebas terjadi pada tingkat kromosom (Henuhili,2003). Keberadaan mutan pada kromosom yang
sama tidak dapat dikatakan sebagai pemilihan bebas, apabila terjadi pemilihan bebas maka akan
terbentuk rasio 3:1 sesuai pada rekontruksi persilangan ♂N >< ♀bcl (beserta resiproknya) yang
pertama. Apabila, pada persilangan ♂N >< ♀bcl beserta resiproknya pada F2 menghasilkan
anakan dengan rasio Mendel II (9:3:3:1), maka hal tersebut bukan termasuk hukum pemilihan
bebas, namun termasuk kejadian pindah silang atau crossing over (Corebima, 2003). Pada
penelitian ini kemungkinan dikarenakan kurangnya atau belum terpenuhinya target jumlah
ulangan sehingga total anakan yang dihasilkan belum sesuai target, sehingga mempengaruhi
hasil penghitungan uji Chi Square, yang seharusnya ada perbedaan menjadi tidak ada perbedaan
pada persilangan ♂N >< ♀bcl beserta resiproknya.

Seperti yang dikemukakan oleh J.G. Mendel, tiap faktor berdiri sendiri. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya peristiwa faktor-faktor yang memisah dan melakukan pilihan bebas
selama meiosis tepatnya pada tahap metaphase (Corebima, 2003). Jadi, dengan adanya
persilangan F2 pada Drosophilla melanogaster ♂N >< ♀evg beserta resiproknya membuktikkan
bahwa adanya Hukum Mendel II tentang hukum pemilihan bebas dengan jumlah rasio anakan

29
28
(9:3:3:1) yang sesuai dengan yang diharapkan. Namun pada persilangan ♂N >< ♀bcl beserta
resiproknya tidak berlaku adanya hukum pemilihan bebas (Mendel II) dikarenakan mutan yang
berada pada kromosom yang sama sehingga menghasilkan rasio 3:1.

30
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pada hasil penelitian ditemukan tidak ada perbedaan rasio anakan F2 antara frekuensi yang
diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♂N >< ♀bcl sesuai dengan
Hukum Mendel II pada Drosophila melanogaster, namun dikarenakan kurangnya atau
belum terpenuhinya target jumlah ulangan sehingga total anakan yang dihasilkan belum
sesuai target, sehingga mempengaruhi hasil penghitungan uji Chi Square, yang seharusnya
ada perbedaan menjadi tidak ada perbedaan pada persilangan ♂N >< ♀bcl.
2. Pada hasil penelitian ditemukan tidak ada perbedaan rasio anakan F2 antara frekuensi yang
diamati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan ♀N >< ♂bcl sesuai dengan
Hukum Mendel II pada Drosophila melanogaster, namun dikarenakan kurangnya atau
belum terpenuhinya target jumlah ulangan sehingga total anakan yang dihasilkan belum
sesuai target, sehingga mempengaruhi hasil penghitungan uji Chi Square, yang seharusnya
ada perbedaan menjadi tidak ada perbedaan pada persilangan ♀N >< ♂bcl.
3. Tidak ada perbedaan rasio anakan F2 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang
diharapkan pada persilangan ♂N >< ♀ evg sesuai dengan Hukum Mendel II pada
Drosophila melanogaster
4. Tidak ada perbedaan rasio anakan F2 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang
diharapkan pada persilangan ♀N ><♂evg sesuai dengan Hukum Mendel II pada Drosophila
melanogaster
B. Saran
1. Pengamatan fenotip sebaiknya selalu menggunakan mikroskop untuk menghindari
kesalahan dalam pengamatan
2. Penelitian ini hendaknya dilakukan dengan ketelitian dan kesabaran yang tinggi dalam
hal pengamatan perbedaan warna mata, sayap dan penghitungan jumlah keturunan dari
F1 dan F2 sehingga didapatkan hasil yang maksimal
3. Penelitian hendaknya memiliki sumber literatur yang cukup untuk mendukung penelitian
yang dilakukan
4. Pada saat pengambilan anakan dari medium, hendaknya peneliti harus hati-hati agar tidak
banyak lalat yang lepas.

31
DAFTAR RUJUKAN

Ardiawan. 2009. Interaksi Gen (Penyimpangan Hukum Mendel). (online),


(http://images.ardiawan1990.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/TYolMgooC
IkAAAf7K2M1/Interaksi%20Gen%20(Penyimpangan%20Hukum%20Mendel).pdf?ke
y=ardiawan1990:journal:19&nmid=427571064), diakses tanggal 13 April 2016.

Ashburner, Michael. 1989. Drosophila, A Laboratory Handbook. USA : Coldspring Harbor


Laboratory Press.

Borror J.D. Triplehorn. 1992. Pengenalan Pengajaran Serangga. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.

Campbell & Reece. Diterjemahkan oleh Rahayu Lestari. 2008. Biologi (Edisi Kelima Jilid 1).
Jakarta: Erlangga

Corebima, A.D. 2013. Genetika Mendel cet. 3. Surabaya: Airlangga University Press.

Henuhili, Victoria dan Surasih. 2003. Genetika (Common Textbook). Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta

Kimball, 1991. Biology Fith Edition. Diterjemahkan oleh siti Sutarmi. 1992. Biologi Edisi
Kelima Jilid 1. Bandung: PT. Gelora Aksara Pratama

Muslim, Azhar. 2008. Respon Petani terhadap Pemanfaatan Lahan Pertanian Pasca Tsunami di
Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Sosio
Ekonomika. (online), 14(2): 193-206,
(http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/14208193206_0853-1293.pdf), diakses
tanggal 13 April 2016.

Stansfield, William D. 1983.Genetics 2/ed scaum’s outline series. California: McGRAW-


HILL.INC.
Storer, T.L dan Usinger, R.L.1975. General Zoologi. New Delhi: Mc. Graw-Hall Publishing
Compang LTD
Suryo. 2005. Genetika. Jakarta: Dekdikbud, Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
Pendidikan Tenaga Guru.

Anda mungkin juga menyukai