Anda di halaman 1dari 14

FENOMENA EPISTASIS RESESIF

PADA PERSILANGAN LALAT BUAH (Drosophila melanogaster) STRAIN


Bar3 x eym DAN bcl x e

LAPORAN PROYEK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Genetika I
yang dibina oleh Prof. Dr. Siti Zubaidah, M.Pd dan dan Andik Wijayanto S.Si, M.
Si.

Oleh:
Kelompok 11/ Offering G
Alifa Aulia Ainayya 160342606292
Sinta Dwi Wulansari 160342606221

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
April 2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu ciri makhluk hidup adalah dapat berkembangbiak.Setiap
makhluk hidup memiliki kemampuan untuk berkembang dan
menghasilkan keturunan yang akan mewarisi sifat yang induknya,
sehingga sifat anakan akan sama dengan induknya.Sifat makhluk hidup
dikendalikan oleh gen. Dalam satu pasang gen, satu berasal dari induk
betina dan yang satu dari indukan jantan. Gen satu pasang disebut sebagai
alela. Menurut Mendel gen yang satu alela akan memisah pada waktu
pembentukan gamet, yang selanjutnya dikenal dengan prinsip segregasi
secara bebas dan gen akan berpasangan kembali pada waktu fertilisasi
sehingga setiap individu akan diploid (Widianti, 2014).Cara pewarisan
sifat induk kepada anaknya tidak selalu sama atau berbeda-beda
berdasarkan gen yang ada pada induk. Terdapat sifat yang dominan
sempurna, dominan tidak sempurna.
Drosophilla melanogaster atau dikenal dengan nama lalat
buahadalah serangga yang cocok dijasikan bahan percobaan penelitian
karena pertama, lalat ini sangat kecil sehingga suatu populasi yang besar
dari lalat buah tersebut dapat dipelihara dalam laboratorium. Daur hidup
sangat cepat, tiap 2 minggu dapat dihasilkan suatu generasi dewasa yang
baru. Lalat sangat subur,lalat betina dapat menghasilkan ratusan telur yang
dibuahi dalam siklus hidupnya yang pendek (Kimball,1998).Drosophila
melanogaster sering digunakan untuk mempelajari materi-materi genetik
dan tingkah laku suatu organisme karena memiliki tingkat kesuburan yang
tinggi (Kimbal, 1983).
Hukum pilihan bebas Mendel menyebutkan bahwa “ faktor-faktor
yang menentukan perbedaan karakter diwariskan secara bebas satu sama
lain” yang menghasilkan persilangan yang tampak pada F2 dengan rasio
mendekati 9:3:3:1. Interaksi kedua pasang kromosom tidak selalu bersifat
dominan dan resesif. Beberapa contoh interaksi telah dapat ditunjukkan,
misalnya interaksi dominan tidak sempurna yaitu sifat yang muncul
merupakan sifat antara dari gen dominan dan gen resesif. Interaksi
kodominan menghasilkan sifat yang berbeda dari induknya. Beberapa gen
yang berinteraksi dengan adanya pengaruh dari gen lain sehingga dapat
membentuk suatu fenotipe baru maka keadaan ini disebut dengan Interaksi
Gen(Corebima, 2013).
Jika pada persilangan dihibrid, menurut Mendel perbandingan F2
adalah 9:3:3:1 , pada penyimpangan semu perbandingan tersebut dapat
menjadi (9:3:4), (9:7), atau (12:3:1). Perbandingan tersebut merupakan
modifikasi dari 9:3:3:1 (Corebima, 2013).Untuk mengetahui fenomena
tentang epistasis, maka dilakukannlah penelitaian ini dengan melakukan
persilangan Drosophilla melanogaster strain Bar3 x eym dan bcl x e
hingga didapatkan hasil filial 1 dan filial 2.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
2.1 Bagaimana perbandingan jumlah fenotip F1 (keturunan pertama) dari
persilangan Drosophilla melanogaster strain Bar3 x eym dan bcl x e?
2.2 Bagaimana perbandingan jumlah fenotip jumlah F2 (keturunan kedua)
dari persilangan Drosophilla melanogaster strain Bar3 x eym dan bcl x
e?
2.3 Bagaimana fenomena yang terjadi pada persilangan F1 dan F2
Drosophilla melanogaster strain Bar3 x eym dan bcl x e?

1.3 Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Untuk mengetahui perbandingan jumlah fenotip F1 (keturunan


pertama) dari persilangan D. melanogaster strain Drosophilla
melanogaster strain Bar3 x eym dan bcl x e.
1.3.2 Untuk mengetahui perbandingan jumlah fenotip jumlah F2
(keturunan kedua) dari persilangan Drosophilla melanogaster strain
Bar3 x eym dan bcl x e.
1.3.3 Untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada persilangan F1 dan
F2 Drosophilla melanogaster strain Bar3 x eym dan bcl x e.

1.4 Kegunaaan Penelitian


Kegunaan dari penelitian ini antara lain:
1.4.1 Bagi Penulis
a. Mengetahui fenotip beserta rasio F1 dan F2 yang muncul dari
persilangan Drosophilla melanogaster strain Bar3 x eym dan bcl x e.
b. Menambah pemahaman mengenai matakuliah genetika I,
khususnya mengenai penyimpangan hukum Mendel II tentang
interaksi gen.
1.4.2 Bagi Pembaca
a. Memberikan informasi mengenai fenomena yang terjadi pada
persilangan Drosophilla melanogaster strain Bar3 x eym dan bcl x e.
b. Memberikan motivasi untuk melakukan penelitian lain dalam
bidang genetika.

1.5 Asumsi Penelitian


Terdapat beberapa asumsi dari penelitian ini antara lain :
1. Faktor internal seperti umur, keadaan Drosophila melanogaster yang
digunakan dalam persilangandianggap sama pada semua
perlakuanyaitu 2-3 hari.
2. Faktor abiotik sepertisuhu, kelembapan, dan intensitas cahaya selama
penelitian dianggap sama pada semua perlakuan.
3. Kondisi medium selama penelitian dianggap sama pada semua
perlakuan.

1.6 Ruang Lingkup Dan Keterbatasan Masalah


2. Persilangan yang dilakukan pada Drosophilla melanogaster strain
Bar3 x eym dan bcl x e. untuk P1 dan persilangan F2 dari hasil
anakan persilangan F1 yang disilangkan sesamanya.
3. Pengamatan fenotip yang dilakukan hanya sebatas morfologi luar
warna mata,faset mata,warna tubuh,bentuk sayap dan jenis kelamin.
4. Pelepasan jantan dilakukan pada hari ke 2 setelah persilangan dan
betina dipindahkan kebotol A,B,C,D ketika sudah muncul 1 larva.
5. Pengambilan dan penghitungan data diambil setelah pupa menetas
hingga jumlah anakan habis.
6. Pengamatan pada fenotip F1 maupun F2 dilakukan selama tujuh hari
, dimana hari pertama dianggap sebagai hari ke- 1.
7. Penelitian dilakukan untuk mengetahui fenomena hukum mendel II.

1.7 Definisi Istilah/Operasional


1. Strain merupakan suatu kelompok intra spesifik yang memiliki
hanya satu atau sejumlah kecil ciri berbeda, biasanya secara genetik
dalam keadaan homozigot untuk ciri-ciri tersebut atau gamet murni
(Campbell, 2002).
2. Fenotip menurut Ayala dalam Corebima (2003) merupakan karakter-
karakter yang dapat diamati pada suatu individu (yang merupakan
interaksi antara genotip dan lingkungan tempat hidup dan
berkembang).
3. Genotip menurut Ayala dalam Corebima (2003) adalah keseluruhan
jumlah informasi genetik yang terdapat pada makhluk hidup dalam
satu atau berbeda lokus gen yang menjadi perhatian.
4. Dominan adalah suatu sifat yang dapat mengalahkan sifat yang lain
(Corebima, 2003).
5. Resesif adalah suatu sifat yang dikalahkan oleh sifat yang lain
(Corebima, 2003).
6. Homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang)
identik (berlainan) (Corebima, 2003).
7. Heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang)
tidak identik (berlainan) (Corebima, 2003).
8. F1 diperolehdaripersilanganinduk (turunanpertama), dan F2
diperolehdaripersilangan F1 (turunankedua).
9. Filial 1 merupakan keturunan generasi pertama yang didapat dari
hasil persilangan parentalDrosophilla melanogaster strain Bar3 x
eym dan bcl x eFilial 2 merupakan keturunan generasi kedua yang
didapat dari hasil persilangan sesama filial 1.
10. Penulisan sifat dominan digunakan simbol (+) sedangkan penulis
sifat resesif tidak digunakan symbol
11. Strain bcl dan e merupakan strain mutan dari lalat
D.melanogasteryang mana sama-sama mengalami mutasi pada
warna tubuhnya.
12. Strain eym dan bar3 merupakan strain mutan dari lalat
D.melanogasteryang mana sama-sama mengalami mutasi pada
struktur matanya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Drosophila melanogaster
2.1.1. Sitematika Drosophila melanogaster
Menurut Miller (2000) sistematika pada Drosophila melanogaster adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Diptera
Suku : Drosophilidae
Marga : Drosophila
Jenis : Drosophila melanogaster

Gambar 1 :Drosophila sp Betina dan Jantan Normal


(Chyb sylwester dan Nicolas Gompel , 2013 )
D.melanogaster merupakan hewan yang tersebar di berbagai benua
kecuali Antartica.Habitatnya tersebar luas hampir pada semua wilayah
bersuhu sedang.Drosophila berasal dari kata “suka embun” yang
menunjukkan bahwa spesises ini membutuhkan lingkungan yang lembab
(Miller, 2000).
Spesies ini ditutupi oleh eksoskeleton, punya tiga segmen tubuh dan 3
pasang kaki. Hewan dewasanya secara normal berwana kuning kecoklatan,
berukuran panjang 2 mm dan lebar 2 mm. Ia punya kepala bulat dengan
(secara normal) mata majemuk berwarna merah, tiga mata tunggal dan
antenna pendek. Hewan betina lebih besar sedikit daripada jantan.Ada garis
hitam pada permukaan dorsal pada abdomennya yang bisa menunjukkan
perbedaan antara jantan dan betina.Jantan punya pigmen hitam yang lebih
banyak pada ujung posterior abdomen D.melanogaster punya sepasang
sayap yang terbentuk dari segmen tengah pada toraksnya.Larvanya berwarna
putih, tidak berkaki dan kepalanya tampak (Miller, 2000).
D.melanogasterdewasa memiliki kapasitas reproduksi yang besar.
Seekor D.melanogasterbetina dapat menghasilkan ±3000 keturunan, seekor
D.melanogaster jantan dapat menjadi parental dari ±10.000 keturunan.
D.melanogasterbetina mempunyai organ penyimpan sperma yang
memungkinkan D.melanogasterbetina menghasilkan beberapa ratus telur
setelah sekali perkawinan (Hartwell et al, 2004).
2.2 Hukum Mendel II (Hukum Pilihan Bebas Mendel)
Menurut Corebima (2013) hukum Pilihan Bebas Mendel ditemukan
berdasarkan percobaan Mendel terhadap kacang ercis dengan dua sifat beda/
persilangan dihibrida. Pada salah satu percobaannya tanaman ercis biji bulat
dan kuning disilangkan dengan tanaman ercis biji keriput dan hijau. Hasil F1
adalah seluruhnya bulat dan hijau. Pada F2 hasil yang muncul ada dua
kemungkinan dimana jika:
1. Ciri yang berasal dari satu induk akan diwariskan bersama-sama maka
hasilnya hanya ada dua macam fenotip yaitu bulat kuning dan keriput hijau
dengan rasio 3:1
2. Ciri yang berasal dari satu induk akan diwariskan secara bebas satu sama
lain maka akan ada empat macam fenotip dengan rasio 9:3:3:1 yaitu bulat
kuning, bulat hijau, keriput kuning dan keriput hijau.
Maka Mendel pun menyimpulkan bahwa “faktor-faktor yang
menentukan karakter-karakter berbeda diwariskan secara bebas satu sama
lain” yang disebut sebagai Hukum Pilihan Bebas Mendel (Corebima, 2013).
2.3 Pemetaan Kromosom Drosophila melanogaster
Menurut Corebima 2013, model pemetaan kromosom pertama kali
diperkenalkan oleh A.H. Stutevant yang terbukti menjadi dasar atau acuan
seluruh upayah pemetaan genetic. Peta kromosom pada Drosophila
melanogaster yang dihasilkan oleh A.H. Stutevant, dkk, titunjukan pada
gambar berikut :

Gambar : Peta Kromosom Drosopila melanogaster


(Sumber : Corebima, 2013)
2.4 Enzim
Enzim merupakan suatu protein yang berfungsi sebagai katalisator.
Suatu katalis adalah agen kimiawi yang mengubah laju reaksi tanpa harus
ikut bereaksi. Tanpa enzim, jalur-jalur metabolism akan menjadi macet.
Enzim dapat bekerja sesuai dengan substratnya (Campbell dkk. 2002: 98–
108).
Enzim memiliki karakter-karakter tertentu. Enzim hanya bekerja pada
substrat tertentu. Enzim menggunakan berbagai mekanisme untuk
menurunkan energi aktivasi dan mempercepat reaksi. Semakin banyak
molekul substrat yang tersedia, semakin sering molekul-molekul tersebut
memasuki tempat aktif molekul enzim. Apabila suatu populasi enzim telah
jenuh, satu-satunya cara untuk meningkatkan produktivitas adalah dengan
menambah lebih banyak lagi enzim. Aktivitas suatu enzim dipengaruhi oleh
faktor lingkungan umum seperti suhu dan pH, dan faktor kimiawi tertentu
yang secara khusus mempengaruhi enzim tersebut. Kerja enzim tersebut
menuruti sifat protein yang bekerja pada suhu optimum. Lingkungan yang
tidak cocok dapat menyebabkan protein enzim rusak (Cambell dkk. 2002:
100–101).
Protein merupakan produk utama dari gen. Akibat aktivitas dari
protein dapat kita lihat dari fenotip-fenotip yang dapat kita amati. Jika suatu
gen termutasi dimana urutan nukleotida dari gen tersebut berubah dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan dari protein yang dihasilkan. Hal
tersebut dapat mengakibatkan perubahan dari aktivitas protein dan fenotip
yang kita amati. Jika mutasi yang terjadi menyebabkan suatu protein tidak
berfungsi , maka mutan yang dihasilkan bersifat resesif.
Sebagai contoh, jika di dalam sel terjadi proses reaksi V X  Y 
Z (dapat dilihat dari gambar 1.1 di bawah), kemudian terjadi mutasi pada
enzim yang mengkatalisis X  Y sehingga enzim tersebut tidak berfungsi,
maka senyawa V dan Z tidak akan diproduksi. Bila senyawa X tidak dapat
diubah menjadi senyawa lain oleh enzim lain di dalam sel, maka senyawa X
akan bertumpuk di dalam sel (dapat dilihat pada gambar 1.2 di bawah).
Hilangnya senyawa Y dan Z dari dalam sel dan menumpuknya senyawa X
di dalam sel akan mempengaruhi fenotip yang kita amati.
1. Semua enzim berfungsi
V X Y Z

Enzim1 Enzim2 Enzim3

2. Gen yang mengkode enzim 2 termutasi


V X

Enzim1 Enzim2
Enzim 2 tidak ada atau tidak berfungsi

Gambar 2. Pengaruh mutasi suatu gen konsentrasi senyawa di dalam sel.3


Kromatografi Pigmen mata Drosophila (Christian, G.D. , 1994)

2.5 Interaksi Gen


Salah satu kajian pewarisan sifat yang menyimpang dari rasio Mendel
adalah adanya interaksi gen. Dimana dewasa ini diketahui bahwa karakter
atau sifat makhluk hidup muncul sebagai suatu produk dari rangkaian reaksi
biokimia yang bercabang-cabang, dan setiap tahap reaksi biokimia yang
dikatalisis oleh enzim. Enzim tersebut tersusun atas polipeptida–polipeptida
yang pembentukannya dikontrol oleh faktor atau gen. Dengan demikian
tidak ada satu sifat atau karakter yang dikontrol oleh satu faktor atau satu
unit karakter (gen), tetapi pengontrolan sifat (karakter) tersebut oleh satu
faktor atau unit karakter dianggap benar dalam batas satu unit tahap reaksi
biokimia (Corebima, 2013). F1 akan menunjukkan fenotip yang berbeda
dengan kedua induknya namun jika disilangkan dengan sesama F1 maka F2
akan memperlihatkan rasio 9:3:3:1 dan akan muncul dua tipe fenotip yang
tidak dimiliki oleh kedua induk. Hasil rasio ini menunjukkan bahwa
persilangan yang telah dilakukan tergolong persilangan dihibrida. Dalam hal
ini disimpulkan bahwa kedua induk akan menyumbangkan satu pasang gen
(Corebima, 2013).

Gambar 3: Bagan reaksi interaksi gen yang melibatkan enzim


(Elrod dan Stansfield, 2007)
Jika ada gen yang menunjukkan bermacam-macam independen namun
tidak bertindak independen dalam ekspresi fenotipik mereka, sebaliknya,
efek dari gen pada satu lokus tergantung pada kehadiran gen pada lokus
lainnya. Jenis interaksi antara efek gen pada lokus yang berbeda (gen yang
tidak sealel) disebut interaksi gen. Dengan interaksi gen, produk gen pada
lokus yang berbeda bergabung untuk menghasilkan fenotipe baru yang tidak
dapat diprediksi dari efek tunggal lokus saja. Dalam pertimbanganinteraksi
genakan fokus terutama pada interaksi antara efek gen pada dua lokus,
meskipun interaksi antara gen pada tiga, empat, atau lebih lokus yang umum
(Pierce, 2008).
Istilah interaksi gen ini sering digunakan untuk mengekspresikan
gagasan bahwa beberapa gen mempengaruhi karakteristik tertentu. Ini tidak
berarti bahwa jika ada dua gen atau lebih atau produk mereka selalu
langsung berinteraksi satu sama lain untuk mempengaruhi fenotip tertentu.
Sebaliknya, istilah tersebut berarti bahwa fungsi seluler berbagai produk gen
berkontribusi terhadap pengembangan fenotipe umum.Sebagai contoh,
pengembangan organ seperti mata serangga sangat kompleks dan mengarah
ke struktur dengan beberapa manifestasi fenotipik, misalnya, untuk mata
memiliki ukuran, bentuk, tekstur, dan warna tertentu.Perkembangan mata
adalah kaskade peristiwa perkembangan kompleks yang mengarah pada
pembentukan organ itu. Proses ini menggambarkan perkembangan konsep
epigenesis, dimana setiap langkah pembangunan meningkatkan
kompleksitas organ atau fitur kemenarikan dan berada di bawah kendali
seerta pengaruh banyak gen (Klug and Cummings, 2012).
2.6 Epistasis
Kadang-kadang pengaruh interaksi gen adalah bahwa satu gen masker
(menyembunyikan) pengaruh gen lain pada lokus yang berbeda, sebuah
fenomena yang dikenal sebagai epistasis. Fenomena ini mirip dengan
dominasi, kecuali dominasi yang memerlukan masking gen pada lokus (gen
alel) yang sama. Dalam epistasis, gen yang melakukan penutupan atas gen
lain disebut gen epistatik sedangkan gen yang disembuyikan adalah gen
hipostatik (Pierce, 2008).
Gen epistatik mungkin resesif atau dominan dalam efek mereka. Sifat
dominan dan sifat resesif merupakan interaksi antara dua faktor (gen)
penyusun suatu pasang faktor (gen). Menurut Gardner dkk. (1984)
menyebutkan bahwa “Epistasis adalah interaksi antara faktor-faktor (gen)
yang berbeda (tidak se alel)”. Pada peristiwa epistasis sudah mulai
dijelaskan dalam jalur reaksi biokimiawi yang melibatkan enzim.

Cambell,N.A.,J.B.Reece, L.G Mitchel. 2002. Biologi. Terjemahan dari Biology :


Oleh Lestari, dkk. Jakarta : Erlangga.

Christian, G. D. 1994. Analytical Chemistry, 5th Edition. New York

Corebima, A. D. 2013. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University press.

Gardner, Eldon. J, dkk. 1984. Principles Of Genetics. New York : John Wiley &
Sons.
Miller, Conrad. 2000. Drosophila melanogaster. (Online),
(www.animaldiversity.org, diakses 4 April 2018).
Klug, W.S. & M.R. Cummings. 2012. Concepts of Genetics. 4th ed. Engelwood
Cliffs:Prentice Hall Inc.,(e-book)
Pierce, Benjamin A. 2008. Genetics: A Conceptual Approach.USA: WH Freeman
(e-book).
Hartwell L.H., L. Hood, Reynolds Golberg, Veres Silver. 2004. Genetics From
Genes to Genoms 2nd Ed. New Delhi : McGraw-Hill Publishing Company
LTD.
Elrod, Susan L. dan Stansfield, William D. 2007. Genetika. Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai