Anda di halaman 1dari 31

NISBAH KELAMIN TERHADAP PERSILANGAN STRAIN m>< m, e >< e dan

m >< eBESERTA RESIPROKNYA


PADA Drosophila melanogaster

LAPORAN PROYEK
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Genetika I
yang dibina oleh Prof. Dr. Arg. Mohammad Amin, S. Pd, M. Si

Oleh
Kelompok 12/ Offering H 2014
Isfatun Chasanah

(140342603465)

Rika Ardilla

(14034260

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
April 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini diantaranya
sebagai berikut :
1. Apakah ada perbedaan rasio 1:1 antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang
diharapkan pada persilangan Drosophila melanogaster strain m x msesuai dengan
Hukum Mendel II pada Drosophila melanogaster?
2. Apakah terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin normal dengan
perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada
setiap generasi pada persilangan heterogami pada Drosophila melanogaster strain e x
e ?
3. Apakah terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin normal dengan
perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada
setiap generasi pada persilangan heterogami pada Drosophila melanogaster strain m x
e ?
4. Apakah terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin normal dengan
perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada
setiap generasi pada persilangan heterogami pada Drosophila melanogaster strain e x
m?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka di
dapatkan tujuan pada penelitian ini antara lain;

1. Mengetahui rasio nisbah kelamin pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan
betina pada setiap generasi pada persilangan homogami Drosophila melanogaster strain
m x m
2. Mengetahui rasio nisbah kelamin pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan
betina pada setiap generasi pada persilangan homogami Drosophila melanogaster strain
e x e
3. Mengetahui rasio nisbah kelamin pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan
betina pada setiap generasi pada persilangan heterogami pada Drosophila melanogaster
strain e x m dan resiproknya
4. Tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin normal dengan
perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada
setiap generasi pada persilangan heterogami pada Drosophila melanogaster strain e x
m?
D. Maanfaat Penelitian
Manfaat pada penelitian ini diantaranya sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti
a. Dapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan yang lebih mendalam tentang
ilmu genetika bagian dasar.
b. Dapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan tentang lalat buah (Drosophila
melanogaster) khususnya strain m dan e
c. Dapat mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu genetika yang diperoleh pada
saat teori dengan menerapkannya pada proyek genetika.
d. Melatih peneliti untuk menganalisa data-data yang diperoleh dari hasil-hasil
penelitian
e. Melatih kemampuan penalaran dalam menghubungkan data-data hasil analisis
dengan fenomena yang terjadi dari hasil penelitian
f. Dapat mengetahui nisbah kelamin yang terjadi pada persilangan Drosophila
melanogaster strain m x m, e x e, m x e dan resiproknya
g. Memberikan wawasan baru mengenai rasio fenotip kelamin dari keturunan pertama
ke keturunan selanjutnya (F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7) persilangan Drosophila
melanogaster strain m x m, e x e, m x e dan resiproknya
h. Mendapatkan informasi baru tentang fenomena yang terjadi dari hasil penelitian

2. Bagi pembaca
a. Memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan baru mengenai nisbah kelamin dan
rasio fenotip kelamin dari generasi ke generasi.
b. Memperoleh informasi baru mengenai fenotip, persilangan stain mdan e
c. Sebagai salah satu sumber dalam memahami konsep-konsep genetika.
d. Memberikan ilmu pengetahuan tentang nisbah kelamin yang terjadi pada Drosophila
melanogaster pada persilangan yang homogami (m x m)dan (e x e) serta
heterogami (e x m). dan (m x e).
e. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya tentang nisbah kelamin dan rasio
fenotip kelamin dari generasi ke generasi pada Drosophila melanogaster pada
persilangan yang homogami (m x m)dan (e x e) serta heterogami (e x
m). dan (m x e).
3. Bagi Masyarakat
a. Dapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi masyarakat tentang
karakteristik dari Drosophila melanogaster khususnya strain m dan e.
b. Dapat memberikan informasi mengenai fenomena nisbah kelamin dan memberikan
informasi mengenai rasio fenotip kelamin dari keturunan pertama ke keturunan
selanjutnya pada Drosophila melanogaster.
c. Dapat memberikan informasi mengenai perawatan dan pengembangbiakan serta
siklus hidup dari lalat buah (Drosophila melanogaster).
E. Asumsi Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti berasumsi bahwa:
a. Kondisi dan keadaan medium dan nutrisi yang digunakan pada penelitian dianggap
sama pada setiap ulangan.
b. Botol dan penutup gabus yang digunakan baik ukuran, jumlah, dan jenis serta
tingkat kesterilan dianggap sama pada setiap ulangan.
c. Faktor faktor eksternal seperti cahaya, suhu, kelembaban, dan pH dalam botol
dianggap sama pada setiap ulangan.
d. Umur dari lalat buah atau Drosophila melanogaster yang digunakan untuk penelitian
terutama untuk penyilangan dianggap sama pada setiap ulangan.
F. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Pada penelitian ini terdapat ruang lingkup dan batasan masalah untuk membatasi
bahasan dari penelitan supaya lebih terfokus dan tidak melebar antara lain sebagai
berikut:
a. Ruang lingkup dalam praktikkum ini adalah di dalam Laboratorium Genetika
gedung O5 FMIPA Universitas Negeri Malang
b. Pada penelitian ini menggunakan lalat buah pada spesies yang sama yakni
Drosophila melanogaster.
c. Pada penelitian ini menggunakan dua strain yang berbeda yang terdiri dari
minniature (strain m) dan ebony (strain e).
d. Pada penelitian ini hanya membahas tentang fenomena nisbah kelamin yang terjadi
pada persilangan strain m x m, e x edan m x e beserta resiproknya.
e. Pada penelitian ini pengamatan dan perhitungan dibatasi pada pada jenis kelamin
pada hasil anakan F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7 persilangan strain m x m, e x
e dan m x e beserta resiproknya.
f. Pembahasan pada penelitian lebih ditekankan pada fenomena terjadinya nisbah
kelamin dan rasio fenotip dari keturunan awal ke keturunan selanjutnya (F1, F2, F3,
F4, F5, F6, dan F7).
G. Definisi Operasional
1. Nisbah kelamin adalah jumlah individu individu jantan dibagi dengan jumlah
individu individu betina dalam suatu spesies yang sama (Herskowitz, 1973 dalam
Farida, 1996).
2. Strain adalah sekelompok intraspesifik yang memiliki hanya satu atau sejumlah kecil
ciri yang berbeda, biasanya dalam keadaan homozigot untuk ciri-ciri tersebut atau
galur murni (Corebima, 2003). Strain yang digunakan dalam proyek ini adalah strain
m dan e.
3. Homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) identik
(Corebima, 2013).
4. Heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) tidak identik
(Corebima, 2013).
5. Dominan adalah suatu sifat yang mengalahkan sifat yang lain (Corebima, 2013)
6. Resesif adalah suatu sifat yang dikalahkan oleh sifat yang lain (Corebima, 2013)
7. Fenotip menurut Ayala dalam Corebima (2013) merupakan karakter-karakter yang
dapat diamati pada suatu individu (yang merupakan interaksi antara genotip dan
lingkungan tempat hidup dan berkembang).

8. Genotip menurut Ayala dalam Corebima (2013) adalah keseluruhan jumlah informasi
genetik yang terkandung pada suatu makhluk hidup ataupun konstitusi genetik dari
suatu makhluk hidup dalam hubungannya dengan satu atau beberapa lokus gen yang
sedang menjadi perhatian
9. Persilangan resiprok adalah persilangan antara dua induk, dimana kedua induk
berperan sebagai pejantan dalam satu persilangan, dan sebagai betina dalam
persilangan yang lain.
10. Penulisan sifat dominan digunakan simbol (+) sedangkan penulis sifat resesif yaitu
tanpa simbol.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster atau di Indonesia lebih sering disebut dengan lalat buah ini
banyak sekali ditemukan. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang ada
di Indonesia yang sangat mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan dari
Drosophila melanogaster. Menurut Strickberger (1985), Drosophila melanogaster memiliki
klasifikasi sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Filum

: Arthropoda

Subfilum : Mandibulata
Kelas

: Insecta

Subkelas : Pterygota
Ordo

: Diptera

Sub ordo : Cyclorrapha


Famili

: Drosophilidae

Genus

: Drosophila

Sub Genus : Sophophora


Spesies

: Drosophila melanogaster

B. Karakteristik Drosophila melanogaster

Drosophila melanogaster memiliki ciri-ciri umum antara lain mata yang berwarna
merah, tepi sayap yang teratur disertai dengan pola sayap yang seragam, bristle yang agak
panjang dan halus, serta warna tubuh cokelat kekuning-kuningan (Stine 1993: 1). Bristle
adalah modifikasi dari rambut Drosophila melanogaster yang pendek dan dilengkapi oleh
sensor dan perangkap mangsa (Stoler 1979: 478). Selain itu, dikenal pula istilah halter pada
Drosophila melanogaster.

Halter merupakan sayap belakang yang menyusut menjadi

struktur seperti kenop dan berfungsi sebagai alat keseimbangan (Borror 1998: 619).
Pada Drosophila melanogaster jantan mahupun betina dewasa yang telah matang dapat
dilihat perbedaannya walaupun dengan kasat mata. Perbedaan tersebut diantaranya sebagai
berikut :
1. Drosophila melanogaster betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar bila
dibandingkan dengan Drosophila melanogaster jantan.
2. Bagian abdomen (perut) Drosophila melanogaster betina terdapat garis-garis hitam yang
tebal pada bagian dorsal hingga ujung abdomen. Bagian abdomen Drosophila
melanogaster jantan juga terdapat pola garis hitam yang tebal di sepanjang abdomen
bagian dorsal, akan tetapi garis hitam di bagian ujung abdomennya berfusi.
3. Bagian ujung abdomen Drosophila melanogaster betina lancip, kecuali ketika sedang
dipenuhi telur-telur, sedangkan ujung abdomen Drosophila melanogaster jantan
membulat dan tumpul.
4. Khusus Drosophila melanogaster jantan terdapat karakter khusus berupa sex comb yaitu
kira-kira 10 bulu berwarna gelap yang terletak di tarsal pertama pada kaki depannya. Sex
comb adalah ciri utama Drosophila melanogaster jantan. Sex comb dapat dipakai untuk
mengidentifikasi jenis kelamin lalat buah pada dua jam pertama setelah lalat tersebut

menetas, ketika bentuk dan pigmentasi lalat tersebut belum berkembang sempurna (Jones
& Rickards. 1991: 51).
C. Karakteristik Drosophila melanogaster strain m (minniature)
Drosophila melanogaster strain miniature (m), menurut King (1965) memiliki ciri antara
lain, warna faset mata merah dan halus, tubuh berwarna kuning kecoklatan dan memiliki
sayap yang tidak menutupi tubuh secara sempurna (tidak menutupi bagian posterior). Sifat ini
dikendalikan oleh gen yang terletak pada kromosom no 1 pada lokus 36.1 (Corebima, 2013).
D. Karakteristik Drosophila melanogaster strain e (ebony)
Drosophila melanogaster strain ebony (e),memiliki ciri antara lain, warna faset mata
merah dan halus, tubuh berwarna hitam dan memiliki sayap yang menutupi tubuh secara
sempurna (sampai ke bagian posterior). Sifat ini dikendalikan oleh gen yang terletak pada
kromosom no 3 pada lokus 64 (Corebima, 2013).

E. Ekspresi Fenotip Kelamin


Makhluk hidup di bumi sangat beraneka ragam, pada beberapa kelompok hewan
dijumpai cara penentuan jenis kelamin yang tidak sama. Beberapa tipe penentuan jenis
kelamin yang dikenal ialah tipe XY, ZO, XO, dan ZW (Suryo, 1992). Tipe penentuan jenis
kelamin pada Drosophila melanogaster adalah tipe XY.
Suryo (1992) menambahkan bahwa inti tubuh Drosophila melanogaster memiliki 8 buah
kromosom yang dibedakan atas:
a. 6 buah kromosom (3 pasang) yang pada lalat betina maupun jantan bentuknya sama.
Karena itu kromosom-kromosom ini disebut autosom (kromosom tubuh), disingkat
dengan huruf A.
b. 2 buah kromosom (1 pasang) disebut kromosom kelamin (kromosom seks), sebab
bentuknya ada yang berbeda pada lalat betina dan jantan (Suryo, 1992).
Pada Drosophila melanogaster maka tipe penentuan jenis kelaminnya adalah XY. Pada
kromosom kelamin individu betina adalah sejenis (artinya kedua-duanya berupa kromosom
X) maka lalat betina dikatakan homogametic, sedangkan lalat jantan heterogametic, sebab
dua buah kromosom kelamin yang dimilikinya satu sama lain berbeda (yang satu kromosom
X dan yang lain kromosom Y).Berikut merupakan gambar model XY pada penentuan jenis
kelamin Drosophila melanogaster :

Parental :
Gaet

F1 :

Betina

><

Jantan

XX

XY

XY

1 XX

Betina

1 XY
Jantan

Metode XY pada Penentuan Jenis Kelamin (Stansfield, 1983)

Menurut CB Bridges dalam Gardner (1991) dijelaskan bahwa mekanisme penentuan


jenis kelamin pada Drosophila melanogaster lebih tepat didasarkan atas teori perimbangan
genetik. Teori tersebut menyatakan bahwa untuk menentukan jenis kelamin digunakan indeks
kelamin yaitu banyaknya kromosom X dibagi banyaknya autosom (X/A). Teori tersebut
menyatakan bahwa untuk menentukan jenis kelamin digunakan indeks kelamin yaitu
banyaknya kromosom X dibagi banyaknya autosom (X/A). Perimbangan dari dua kromosom
X dengan dua pasang autosom akan menghasilkan betina sedangkan perimbangan satu
kromosom X dengan dua pasang autosom menentukan jantan.Sedangkan menurut Stansfield
(1983), penentuan jenis kelamin ini disebutkan sebagai genic balance.
Tabel Indeks Kelamin (X/A) pada Drosophila guna menentukan jenis kelamin
Susunan kromosom
AAXXX

Indeks kelamin X/A


3/2 = 1,50

Kelamin
Betina super

AAAXXXX

4/3 = 1,33

Betina super

AAXX

2/2 = 1,0

Betina

AAAAXXXX

4/4 = 1,0

Betina tetraploid

AAAXXX

3/3 = 1,0

Betina triploid

AAAAXXX

3/4 = 0,75

Interseks

AAAXX

2/3 = 0,67

interseks

AAXY

1/2 = 0,50

Jantan

AAAAXXY

2/4 = 0,50

Jantan

AAAXY

1/3 = 0,33

Jantan super

(Suryo, 1998)
Menurut Corebima (2013), Dalam penentuan jenis kelamin (ekspresi kelamin), yang
menetukan jenis kelamin adalah gen. Lebih lanjut, Corebima (2013) menyatakan bahwa gen
yang bertanggung jawab atas penentuan jenis kelamin makhluk hidup tidak hanya satu
pasang, tetapi banyak pasangan gen. Gen gen tersebut terletak pada kromosom kelamin
maupun autosom. Dalam keadaan normal, Drosophila melanogaster betina membentuk satu
macam sel telur saja yang bersifat haploid (3AX).
Drosophila melanogaster jantan membentuk 2 macam spermatozoa yang haploid, ada
spermatozoa yang membawa kromosm X (3 AX) dan ada yang membawa kromosom Y
(3AY). Apabila sel telur itu dibuahi spermatozoa yang membawa kromosom X, terjadilah
Drosophila melanogaster betina diploid (3AAXX). Tetapi bila sel telur itu dibuahi oleh
spermatozoa yang membawa kromosom Y, terjadilah Drosophila melanogaster (jantan) yang
diploid (3AAXY). Kadang kadang pada saat meiosis selama pembentukan sel sel
kelamin, sepasang kromosom kelamin itu tidak memisahkan diri melainkan tetap berkumpul.
Peristiwa ini disebut non disjunction. Jika sampai terjadi non disjunction selama oogenesis
maka akan terbentuk dua macam sel telur yaitu sel telur dengan dua kromosom X (3AXX)
dan sel telur tanpa kromosom X (3AO).
Rincian gambaran jika sel telur hasil non disjunction dibuahi oleh spermatozoa normal
akan dikemukakan lebih lanjut seperti pernyataan Gardner (1991) dan Strickberger (1985).
a. Apabila sel telur dengan dua kromosom X dibuahi oleh spermatozoa X, maka akan
dihasilkan Drosophila melanogaster betina super (3AAXXX) yang memiliki 3
kromosom X. Drosophila melanogaster ini tak lama hidupnya karena mengalami
kelainan dan kemunduran pada beberapa alat tubuhnya (selalu mati)
b. Apabila sel telur dengan dua kromosom X dibuahi oleh spermatozoa yang membawa
kromosom Y akan dihasilkan Drosophila melanogaster betina yang mempunyai
kromosom Y (3AAXXYY)., Drosophila ini fertil.
c. Apabila sel telur yang tidak mempunyai kromosom X dibuahi oleh

sperma yang

membawa kromosom X, maka akan dihasilkan Drosophila melanogaster jantan


(3AAXO) yang steril.
d. Apabila sel telur yang tidak memiliki kromosom X dibuahi oleh sperma yang membawa
kromosom Y, maka tidak akan dihasilkan keturunan, sebab lethal (3AAYO)

F. Nisbah Kelamin
PadaDrosophila melanogaster terdapat berbagai fenomena yang terkait dengan
persilangan sesama strain, salah satunya adalah terjadinya nisbah kelamin. Nisbah kelamin
adalah jumlah individu individu jantan dibagi dengan jumlah individu-individu betina
dalam suatu spesies yang sama (Herskowitz, 1973 dalam Farida, 1995). Drosophila
melanogaster memiliki mekanisme penentuan jenis kelamin XY.
Pada hewan dengan mekanisme penentuan kelamin XY, individu betina akan
memproduksi telur yang membawa kromosom X dan individu jantan akan memproduksi dua
macam gamet (X dan Y) dalam jumlah yang kurang lebih sama (Rothwell, 1983 dalam
Farida, 1996). Gardner (1991) dan Maxon (1985) dalam Farida (1996) mengemukakan
bahwa konsekuensi dari hukum segregasi/pemisahan Mendel dan adanya fertilisasi secara
acak pada pasangan kromosom XY, jenis kelamin diramalkan akan terjadi dengan nisbah 1 :
1. Stansfield (1983) menyatakan bahwa penentuan kelamin dengan metode XY akan
menghasilkan nisbah kelamin 1 : 1 untuk tiap generasi.
Pada Drosophila melanogaster sering ditemui adanya penyimpangan nisbah kelamin
(tidak memiliki rasio 1:1). Hadirnya gen letal pada kromosom X juga akan mempengaruhi
jenis kelamin, yaitu dari persilangan antara betina (heterozigot) yang membawa gen letal
dengan jantan normal diperoleh keturunan jantan : betina sama dengan 1 : 2 (Strickberger,
1985). Selain itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu alel resesif autosom yang
disebut transformer (tra). Dari persilangan antara betina karier resesif tra (tratraXX) dengan
jantan homozigot resesif tra (tratra XY), pada keturunan akan diperoleh nisbah jantan : betina
yang tidak normal, yaitu 3:1. (Rothwell, 1983).
G. Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Nisbah Kelamin Drosophila
melanogaster
Penyimpangan nisbah kelamin pada Drosophila dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Munurut Farida (1996), ada beberapa faktor yang mempengaruhi nisbah kelamin pada
Drosophila melanogaster, antara lain adalah sebagai berikut :
a. Pautan Gen Resesif Letal

Adanya pautan gen resesif letal dapat menyebabkan kematian jantan hemozigot. Hal
tersebut mengakibatkan tidak seimbangnya antara jumlah jantan dan betina (Maxon, 1985
dalam Farida, 1995).Jika satu dari kromosom X membawa gen letal 1, maka jantan yang
menerima kromosom X tersebut akan mati sebelum dewasa (kromosom Y tidak membawa

alela normal 1). Akan tetapi, betina heterozigot yang membawa gen letal dengan jantan
normal, akan memperoleh keturunan jantan : betina sama dengan 1 : 2. Pada kasus yang lain,
pautan gen letal berpengaruh terhadap viabilitas betina. Kehadiran gen letal pada kromosom
X menyebabkan bagian keturunan jantan akan mati pada waktu embrio. Kromosom X
yang mengandung gen mutan yang jadi letal diberi symbol X (Yatim, 1996).
b. Viabilitas
Jantan dari beberapa spesies memiliki jumlah kematian yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan betina pada semua umur (Maxon, 1985). Hal ini dinyatakan lebih lanjut
oleh Williamson dan Poulson dalam Strickberger (1985) bahwa kematian zigot jantan dapat
disebabkan oleh kehadiran helical mycroplasma yang bersifat dapat menginfeksi materi
genetik asam nukleat strain-strain pada Drosophila.
Gardner (1984) menjelaskan bahwa viabilitas adalah Degree of capability to live and
develop normally (kemampuan untuk hidup dan berkembang secara normal). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa viabilitas makhluk hidup dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal dalam hal ini adalah sifat genetik yang dimiliki makhluk hidup
tersebut, sedangkan faktor eksternal dapat meliputi suhu, cahaya, kelembaban, nutrisi, ruang
gerak, dan faktor faktor lain.
c. Gen Transformer (tra)
Sturtevant dalam King (1962), melaporkan penemuannya tentang gen resesif transformer
(tra). Burn (1989) menyatakan bahwa bila alela resesif tra tersebut dalam keadaan homozigot
akan mengubah normal diploid betina (AAXX) menjadi jantan steril. Herskowitz (1965)
menyatakan bahwa homozigot tra selalu membentuk individu jantan tanpa memperhatikan
nomor kromosom X (tratra bersifat epistasis dan gen kelamin dalam kromosom X bersifat
hipostasis). Gen resesif tra terletak pada kromosom nomor 3 Drosophila (Stansfield, 1983).
Dan kehadiran dari gen tra ini dianggap dapat mengubah nisbah kelamin (Rothwell, 1983).
Sebagai contohnya, sebuah laboratorium yang menyilangkan D. melanogaster kemudian
diperoleh keturunan 75% jantan dan 25% betina (3 : 1), padahal nisbah kelamin yang normal
yaitu mendekati 50% jantan dan 50% betina (1:1) (Herkowitz, 1965).
d. Karakteristik Fisik Spermatozoa yang Mengandung Kromosom X Dan Y Berbeda

Spermatozoa Y dapat bergerak cepat, bila sampai pada sel telur pertama kali maka
kemungkinan keturunan jantan akan lebih besar dibanding keturunan betinanya. (Maxon,
1985).
e. Umur Jantan
Fowler (1973) dalam Nurjanah (1998) menyatakan bahwa individu jantan yang belum
pernah kawin, jumlah spermanya akan bertambah seiring umur jantan. Pada umur jantan muda
cenderung menurunkan gamet X. Hal ini berarti perbedaan umur juga dapat menyebabkan
perbedaan rasio kelamin.
f. Suhu
Suatu proses kehidupan selalu dibatasi oleh suhu. Suhu seringkali memiliki efek yang
serius terhadap hibrid disgenesis. Suhu dinyatakan memiliki pengaruh yang efektif terhadap
sterilitas baik semua atau sebagian selama periode pertumbuhan individu hibrid. Suhu tinggi
cenderung akan meningkatkan ekspresi sterilitas, sedangkan suhu rendah cenderung
menghambat ekspresi beberapa sifat disgenik (Kidwell dan Kidwell, 1977 dalam Farida,
1995). Hibrid disgenesis diartikan sebagai suatu sindrom yang berhubungan dengan sifat-sifat
genetis yang terjadi secara spontan sebagai akibat saling berinteraksinya beberapa strain yang
disilangkan.
Strickberger (1985) menyatakan bahwa beberapa kasus yang mungkin berhubungan
dengan suhu terjadi pad Drosophila melanogaster, dimana pada suhu tinggi atau rendah
terlihat hasil yang mengejutkan yaitu adanya peningkatan frekuensi gen resesif letal. Semakin
meningkatnya gen resesif letal ini, maka diramalkan akan makin besar pula penyimpangan
nisbah kelamin yang terjadi pada Drosophila melanogaster. Sehubungan dengan suhu, dalam
Dobzhansky (1958) menyebutkan bahwa Drosophila melanogaster interseks yang masih
dalam pertumbuhan, jika diberi suhu yang relatif tinggi, maka Drosophila melanogaster
intraseks tersebut berubah menjadi betina. Sebaliknya pada suhu rendah menjadi individu
jantan.
g. Kejadian Segregation Distortion
Curtsinger dan Feldman dalam Strickberger (1985) dalam Farida (1995) menyatakan
bahwa adanya peristiwa segregation distortion atau meiotic drive (adanya gangguan pada
pemisahan gamet saat gametogenesis) menyebabkan individu jantan D. melanogaster akan
memproduksi lebih banyak gamet yang membawa kromosom X. Gardner (1991)

menyebutkan bahwa Segregation Distortion ini disebabkan oleh adanya urutan DNA yang
dapat bergerak dan

menyelinap diantara urutan DNA yang ada atau disebut sebagai

Transposable Element atau transposon.


h. Faktor Genetik
Menurut Corebima (2013), penentuan jenis kelamin ditentukan oleh gen. Gen yang
bertanggung jawab dalam penentuan jenis kelamin makhluk hidup salah satunya Drosophila
melanogaster tidak hanya satu pasang, tetapi banyak pasang yang terletak pada kromosom
kelamin maupun autosom.

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
Gen memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik atau sifat makhluk hidup

Drosophila melanogaster merupakan salah satu makhluk hidup yang ekspresi


fenotipnya dikendalikan oleh gen

Gen memiliki peranan penting salah satunya adalah untuk menentukan jenis kelamin
(ekspresi fenotip kelamin).

B.

Gen yang bertanggung jawab atas penentuan jenis kelamin makhluk hidup tidak hanya
satu pasang, tetapi banyak pasangan gen.

Mekanisme penentuan jenis kelamin pada Drosophila melanogaster lebih tepat


C.

didasarkan atas teori perimbangan genetik.

Teori tersebut menyatakan bahwa untuk menentukan jenis kelamin digunakan indeks
kelamin yaitu banyaknya kromosom X dibagi banyaknya autosom (X/A).

Perimbangan dari dua

Perimbangan satu kromosom

kromosom X dengan dua

X dengan dua pasang

pasang autosom akan

autosom menentukan jantan

berkembang menjadi betina.

Persilangan Drosophila melanogaster strain N x N, m x w dan


resiproknya w x m
Pengamatan dan Perhitungan Jumlah Fenotip pada hasil anakan strain N
D.
x N (F1, F2, F3, F4), strain m x w(F1, F2, F3), dan strain w x m
E.
(F1, F2, F3)
F.

Analisis data menggunakan rekonstruksi kromosom dan analisis statistika


uji Chi Square (X2)
Pembahasan

Kesimpulan

Nisbah kelamin dari setiap

Nisbah kelamin dari setiap

strain tidak menyimpang

strain menyimpang dari

dari rasio nisbah kelamin

rasio nisbah kelamin

normal yaitu 1 : 1

normal yaitu 1 : 1

G. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adlah sebagai berikut :
1. Tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin normal dengan
perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada
setiap generasi pada persilangan homogami Drosophila melanogaster strain m x m
2. Tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin normal dengan
perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada
setiap generasi pada persilangan homogami pada Drosophila melanogaster strain e x
e ?
3. Tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin normal dengan
perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada
setiap generasi pada persilangan heterogami pada Drosophila melanogaster strain m
x e
4. Tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin normal dengan
perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada
setiap generasi pada persilangan heterogami pada Drosophila melanogaster strain e
x m?

BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yang
dilakukan dengan melakukan pengamatan terhdap jumlah anakan keturunan 1 sampai
keturunan ke 7(F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7) pada anakan Drosophila melanogaster yang
dihasilkan dari persilangan m x m, e x e, m x e dan resiproknya.Data yang
diperoleh dianalisis dengan rekonstruksi kromosom kelamin dan diuji dengan uji statistik
Chi Squre Test.Berdasarkan Supangat (2007) dalam Muslim, A (2008), maksud dan tujuan
dengan menggunakan model Uji Chi Square adalah membandingkan antara fakta yang
diperoleh berdasarkan hasil observasi dan fakta yang didasarkan secara teoretis (rasio jantan
dan betina yang diamati sesuai dengan rasio jantan dan betina yang diharapkan).
B. Waktu dan Tempat Penelitian

C. Variabel Penelitian
D. Populasi dan Sampel
E. Alat dan Bahan

F. Prosedur Kerja

Data Pengamatan F1 Drosophila melanogaster m x m, e x e, e x m dan m x


e )

Persilangan Drosophila melanogater strain e><e


Generasi

Sex

F1

F2

Ulangan
2

Jumlah
3

Total

50
67
54
54

41
41
55
50

60
52
52
60

151
160
161
164

Persilangan Drosophila melanogater strain m ><e


Generasi

Sex

F1

F2

1
47
49
49
31

Ulangan
2
59
52
27
44

Jumlah
3
42
48
38
45

Total
148
149
114
120

Persilangan Drosophila melanogater strain e><m

Generasi

Sex

F1

F2

1
43
47
58

Ulangan
2
55
63
38

Jumlah
3
42
49
43

Total
140
159
139

57

52

45

154

Persilangan Drosophila melanogater strain m ><m


Generasi

Sex

F1

F2

1
45
47
39
44

Ulangan
2
45
51
44
38

Jumlah
3
44
50
48
33

Total

(fo-fh)2

( fo fh) 2
fh

134
148
131
115

(F1) Persilangan Drosophila melanogater strain e>< e

Sex

fo

fh

161
164

fo-fh

162,5
162,5

-1,5
1,5

2,25

0,01384615

2,25

3
0,01384615

2 tabel 5
%

3
0,02769230

2 hitung

Sex

fo

fh

fo-fh

(fo-fh)2

( fo fh) 2
fh

151

155,5

-4,5

20,25

0,13022508

160

155,5

4,5

20,25

0,13022508

2 hitung

(F1) Persilangan Drosophila melanogater strain e>< e

0,26045016

2 tabel 5 %

(F2) Persilangan Drosophila melanogater strain e>< e


Sex

2 hitung

fo

161
164

fh

162,5
162,5

fo-fh

-1,5
1,5

(fo-fh)2

2,25
2,25

( fo fh) 2
fh

2 tabel 5
%

0,013846153
0,013846153
0,027692307

(F1) Persilangan Drosophila melanogater strain e>< m


Sex

2 hitung

Fo
148
149

fh
148,5
148,5

fo-fh
-0,5
0,5

(fo-fh)2
0,25
0,25

( fo fh) 2
fh

2 tabel 5
%

0,001683501684
0,001683501684
0,003367003367

(F2) Persilangan Drosophila melanogater strain e>< m


Sex

2 hitung

Fo

114
120

fh

136,5
136,5

fo-fh

-22,5
22,5

(fo-fh)2

506,25
506,25

( fo fh) 2
fh

2 tabel 5
%

3,708791209
3,708791209
7,417582418

(F1) Persilangan Drosophila melanogater strain m >< e


Sex

2 hitung

fo
140
159

fh
149,5
149,5

fo-fh
-9,5
9,5

(fo-fh)2
90,25
90,25

( fo fh) 2
fh

2 tabel 5
%

0,603678929
0,603678929
1,20735786

(F2) Persilangan Drosophila melanogater strain m>< e


Sex

2 hitung

fo

139
154

fh

146,5
146,5

fo-fh

-7,5
7,5

(fo-fh)2

56,25
56,25

( fo fh) 2
fh

0,383959044
0,383959044
0,767918088

2 tabel 5
%

(F1) Persilangan Drosophila melanogater strain m >< m


Sex

fo

2 hitung

fh

134
148

(fo-fh)2

fo-fh

141
141

-7
7

49
49

( fo fh) 2
fh

2 tabel 5
%

0,34751773
0,34751773
0,695035461

(F2) Persilangan Drosophila melanogater strain m>< m


Sex

fo

2 hitung

fh

131
115

(fo-fh)2

fo-fh

123
123

8
-8

64
64

( fo fh) 2
fh

0,520325203
0,520325203
1,040650407

Analisis Data
a) Analisis Data menggunakan Rekonstruksi Kromosom
Rekonstruksi Persilangan
a. Rekonstruksi persilangan e >< m
P1
:
e

><

Genotip

Gamet

e+ m

F1
e+ m

e m+

m
m
+
e

(N)

m
m

e +

><

e m+; e

2 tabel 5
%

e+ m
e

(e)

Perbandingan rasionya:

P2

:
:

1
><

N
+

m
m
+
e

Genotip

Gamet

e m
e

><

e+m

e+m+

e+

e+m

em

em+

em

F2
e+m+

e+m

m+
m
+
e
e+

e+

m+

e +
e+

em

m+
m
e+

e+m

em+

m
m

e +

m
m
+
e

e+ m
e m

m
e

+
e

m +

e+

e+ m
e

e m
e m

m+
m
e

em
em

e+ m
e

e +

+
e

em

em
e

Perbandingan rasionya:

:
8
:
1
:
b. Rekonstruksi persilangan m >< e
P1
:
m
e

Genotip

Gamet

8
1
><

e
+

m
m+

e +

><

e+m; e+

e m+

F1
e m+

e+m

m
m
e+

(N)

e+

+
e

(N)

Perbandingan rasionya:

P2

:
:

1
><

Genotip

Gamet

m
m
e+

N
+

><

e+

e+m+

e+m+

e+m

e+

em+

em+

e m

F2
e+m+

e+m

em+

em

e+m+

m+
m+

e +
e+

m+
m
e +
e+

m +
m +

e+

m+
m
e+

e+

m+

e +
e+

m
e

+
e

m +

e+

e+ m
e

m
m+

e+

e m+

m
m
+
e

+
e

Perbandingan rasionya:

b.
P1

e m
e

:
8
1

:
:

Gamet

m;

F1
m

m
m
e

m+

em
e

8
1

Rekonstruksi persilangan m >< m


:
m
><

Genotip

m
+
m

m
m
m

><

m
m

Perbandingan rasionya:

:
:

P2

><

Genotip

><

m
m

Gamet

m;

F2

m
m

Perbandingan rasionya:

:
:

1. Uji Chi Square Persilangan Drosophila melanogater strain e>< e


Perbandingan rasio : pada F1 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam
perhitungan Chi Square sebagai berikut:
2 hitung (0,26045016) <2 tabel 5 % (3,841), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan
rasio F1 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strain e>< e
Sex

fo

fh

fo-fh

(fo-fh)2

( fo fh) 2
fh

2 tabel 5 %

151

155,5

-4,5

20,25

0,13022508

3,841

160

155,5

4,5

20,25

0,13022508
0,26045016

2 hitung
(F2) Persilangan Drosophila melanogater strain e>< e

Perbandingan rasio : pada F2 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam


perhitungan Chi Square sebagai berikut:
Sex

2 hitung

fo

fh

fo-fh

(fo-fh)2

( fo fh) 2
fh

2 tabel 5 %

161

162,5

-1,5

2,25

0,01384615

3,841

2,25

3
0,01384615

164

162,5

1,5

3
0,02769230
7

2 hitung (0,027692307) <2 tabel 5 % (3,841), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio
F2 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strain e>< e

2. Uji Chi Square Persilangan Drosophila melanogater strain e>< m


Perbandingan rasio : pada F1 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam
perhitungan Chi Square sebagai berikut:
Sex

Fo

fh

fo-fh

(fo-fh)2

( fo fh) 2
fh

2 tabel 5 %

148

148,5

-0,5

0,25

0,00168350168

3,841

0,25

4
0,00168350168

149

148,5

0,5

4
0,00336700336

2 hitung

7
2 hitung (0,003367003367) <2 tabel 5 % (3,841), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan
rasio F1 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater straine>< m
(F2) Persilangan Drosophila melanogater strain e>< m
Perbandingan rasio : pada F2 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam
perhitungan Chi Square sebagai berikut:
Sex

Fo

fh

fo-fh

(fo-fh)2

( fo fh) 2
fh

2 tabel 5 %

114

117

-3

0.07692307

3,841

120

117

6
0.07692307
6
0,15384615

2 hitung

3
2 hitung (0,153846153) < tabel 5 % (3,841), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio
2

F2 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater straine>< m

(F1) Persilangan Drosophila melanogater strain m >< e

Perbandingan rasio : pada F1 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam


perhitungan Chi Square sebagai berikut:
Sex

fo

fh

fo-fh

(fo-fh)2

( fo fh) 2
fh

2 tabel 5 %

140

149,5

-9,5

90,25

0,60367892

3,841

90,25

9
0,60367892

159

149,5

9,5

9
2 hitung
1,20735786
2
2 hitung (1,20735786) < tabel 5 % (3,841), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio
F1 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strainm >< e
(F2) Persilangan Drosophila melanogater strain m>< e
Perbandingan rasio : pada F2 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam
perhitungan Chi Square sebagai berikut:
Sex

fo

fh

fo-fh

(fo-fh)2

( fo fh) 2
fh

2 tabel 5 %

139

146,5

-7,5

56,25

0,38395904

3,841

56,25

4
0,38395904

154

146,5

7,5

4
0,76791808

2 hitung

8
2 hitung (0,767918088) <2 tabel 5 % (3,841), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio
F2 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strainm >< e
(F1) Persilangan Drosophila melanogater strain m >< m
Perbandingan rasio : pada F1 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam
perhitungan Chi Square sebagai berikut:
Sex

fo

fh

fo-fh

(fo-fh)2

( fo fh) 2
fh

2 tabel 5 %

2 hitung

134
148

141
141

-7
7

49
49

0,34751773
0,34751773
0,69503546

3,841

1
2 hitung (0,695035461) < tabel 5 % (3,841), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio
2

F1 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strainm >< m


(F2) Persilangan Drosophila melanogater strain m>< m
Perbandingan rasio : pada F2 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dalam
perhitungan Chi Square sebagai berikut:
Sex

fo

fh

fo-fh

(fo-fh)2

( fo fh) 2
fh

2 tabel 5 %

131

123

64

0,52032520

3,841

64

3
0,52032520

115

123

-8

3
1,04065040

2 hitung

7
2 hitung (1,040650407) < tabel 5 % (3,841), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio
2

F2 yang muncul pada pesilangan Drosophila melanogater strainm ><

BAB VI
PEMBAHASAN
Nisbah kelamin adalah jumlah individu-individu jantan dibagi dengan jumlah
individu-individu betina dalam suatu spesies yang sama (Herskowitz, 1965). Kromosom
kelamin pada lalat buah (Drosophila melanogaster) diketahui memiliki tipe XX (betina) dan
XY (jantan). Tipe kromosom XX XY ini kebanyakan juga diketahui pada hewan tingkat
tinggi termasuk manusia (Corebima, 2013: 38). Hal ini juga jelaskan oleh oleh (Maxon, dkk
1985 dalam Corebima, 2013 : 58) bahwa Penentuan jenis kelamin XY, individu betina akan
memproduksi sel telur yang membawa kromosom X dan individu jantan memproduksi dua
macam gamet (X dan Y) dalam jumlah yang kurang lebih sama.Konsekuensi dari hukum
segregasi Mendel dan adanya fertilisasi acak pada pasangan kromosom XY, maka jenis

kelamin yang akan terjadi yaitu dengan perbandingan 1 : 1 antara individu jantan dan
individu betina
Menurut T.H Morgan dan C. B. Bridges (1910) dalam Corebima (2013: 46)
menyatakan bahwa individu betina Drosophila melanogaster mempunyai dua kromosom
kelamin X yang identik (XX), sedangkan individu jantan mempunyai kromosom kelamin XY.
Dari hal tersebut diketahui bahwa individu betina Drosophila melanogaster mewarisi satu
kromosom kelamin X dari induk jantan, dan satu kromosom kelamin X lainnya dari induk
betina, sedangkan individu jantan mewarisi satu kromosom kelamin X dari induk betina, dan
satu kromosom kelamin Y dari induk jantan.
Sedangkan, dari dua kromosom kelamin X pada individu betina (XX) satu kromosom
diwariskan kepada keturunan betina, dan yang lainnya diwariskan pada keturunan jantan,
sedangkan pada kromosom kelamin XY pada individu jantan , kromosom X diwariskan pada
keturunan betina, dan kromosom Y diwariskan pada keturunan jantan. Berdasarkan hal
tersebut jelas bahwa suatu sifat yang dikendalikan oleh faktor yang terletak pada kromosom
kelamin X akan mengalami suatu pewarisan menyilang (crisscross inheritance). Dari hal
tersebut,Ekspresi kelamin pada Drosophila melanogaster ditentukan gen pada kromosom
kelamin Y, dan karena individu jantan menghasilkan gamet gamet pembawa kromosom
kelamin X dan pembawa kromosom kelamin Y dalam jumlah yang hampir sama, maka atas
dasar hukum pemisahan Mendel kedua serta Crisscross inheritance, kelamin seharusnya
memperlihatkan proporsi rasio 1 : 1.
Berdasarkan hassil analisis data dengan menggunakan rekonstruksi kromosom dan uji
Chi-square (X2) didapatkan hasil bahwa pada persilangan antara Drosophila melanogaster
strain m x m tidak terjadi penyimpangan rasio nisbah kelamin normal yaitu 1 : 1 pada
generasi F1 maupun F2 nya, hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah kelamin jantan dan
kelamin betina pada generasi pertama (F1) dan generasi kedua (F2) jumlahnya relatif sama.
Dari hasil perhitungan Chi Square (X2 ) yang telah dilakukan pada keempat persilangan, yaitu
m x m, e x e, m x e dan e x mmenunjukkan bahwa 2 hitung lebih kecil dari
nilai 2 tabel 5 % baik pada keturunan pertama (F1) dan keturunan kedua (F2). Hal ini
menunjukkan bahwa H0 diterima sedangkan H1 ditolak yang berarti bahwa tidak terjadi
penyimpangan nisbah kelamin pada nisbah kelamin normal dengan rasio 1 : 1. Dari hasil
tersebut sesuai dengan penjelasan Maxson (1985) dalam Corebima (2013) yang menyatakan
bahwa

dasar

hukum

pemisahan

memperlihatkan proporsi 1 : 1.

mendel

kedua

kromosom

kelamin

seharusnya

Pada keturunan pertama (F1) dari persilangan strain m x m menunjukka nilai 2


hitung (0,695035461) lebih kecil dari 2 tabel 5 % (3,841), kemudian pada keturunan kedua
(F2) dari persilangan strain m x m menunjukka nilai 2 hitung (1,040650407) lebih kecil
dari 2 tabel 5 % (3,841). Dari kedua hasil perhitungan tersebut H0 ditolak dan hipotesis
penelitian diterima yang dapat diartikan bahwa tidak terjadi penyimpangan nisbah dari nisbah
kelamin normal nisbah kelamin 1 : 1 pada kedua generasi yang diamati. Kemudian pada
keturunan pertama (F1) dari persilangan strain e x e menunjukka nilai 2 hitung
(0,695035461) lebih kecil dari 2 tabel 5 % (3,841) dan pada keturunan kedua (F2) dari
persilangan strain e x e menunjukkan nilai 2 hitung(0,027692307) lebih kecil dari 2
tabel 5 % (3,841). Dari hasil ini dikarenakan 2 hitung yang lebih kecil dari 2 tabel 5 %
maka H0 ditolak dan hipotesis penelitian diterima yang dapat diartikan bahwa tidak terjadi
penyimpangan nisbah dari nisbah kelamin normal nisbah kelamin 1 : 1 pada kedua generasi
yang diamati.Selanjutnya pada persilangan strainm x e beserta resiproknya, juga
menunjukkan kesesuaian dengan teori nisbah kelamin normal yaitu dengan rasio
perbandingan 1 : 1 pada kedua generasi yang diamati. Pada persilangan F1 strainm x e
menunjukkan 2 hitung yaitu 1,20735786 lebih kecil dari 2 tabel 5 % 3,841

Anda mungkin juga menyukai