Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN GENETIKA DASAR

PROJECK PERSILANGAN
“DROSOPHILA MELANOGASTER (LALAT BUAH)”

OLEH :
NURFITRIANI
PERDI ADJI HAMIDIN

TADRIS IPA BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MATARAM
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah swt. yang senantiasa memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga laporan Genetika Dasar
tentang “Projeck Drosophila Melanogaster (Lalat Buah)” ini dapat terselesaikan
dengan baik. Shalawat dan salam kita haturkan kepada Nabi besar kita Baginda
Muhammad Saw. Semoga beliau senantiasa memberikan syafaatnya dan
hidayahnya kepada kita semua. Agar segala aktifitas yang kita lakukan dapat
terselesaikan dengan baik.
Terterima kasih kepada Bapak Dr. M. Harja Efendi, M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Genetika Dasar, yang telah memberikan arahan dan
petunjuk kepada kami mengenai materi Projeck yang telah kami lakukan. Tak
lupa juga kami sangat berterima kasih kepada orang tua kami, yang selalu
mendukung kami selama kegitan projeck ini.
Kami sangat mengharapkan, agar laporan yang kami susun ini, dapat
membantu pembaca untuk bisa mengetahu proses pertumbuhan dan
perkembangan Drosophila Melanogaster pada mata kuliahGenetika Dasar. kami
juga menyadari bahwa makalah yang kami susun ini belum sempurna, oleh sebab
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat
membangun.

Mataram, Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
BAB III METODOLOGI 7
A. Pelaksanaan 7
B. Alat dan Bahan 7
C. Cara Kerja 7
BAB IV PEMBAHASAN 10
A. Hasil Pengamatan 10
B. Analisis Prosedur 12
C. Analisis Hasil 13
BAB V PENUTUP 16
A. Kesimpulan 16
B. Saran 16
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lalat buah (Drosophila melanogaster Meigen) diperkenalkan
untuk yang pertama kalinya oleh Morgan dan Castel pada tahun 1900
sebagai model untuk memahami genetika pada organisme diploid.
Drosophila melanogaster digunakan sebagai obyek penelitian genetika di
laboratorium, karena mempunyai ukuran yang kecil, siklus hidup yang
pendek, mampu memproduksi keturunan yang banyak dalam waktu yang
singkat, perawatannya mudah, jumlah kromosom yang sedikit, dan biaya
pemeliharan yang murah (Suryo, 2010).
Drosophila melanogaster memiliki empat fase dalam siklus
hidupnya, yaitu: telur, larva, pupa, dan dewasa. Siklus hidup tersebut
dilalui dalam 9-10 hari. Siklus hidupnya dimulai dari telur, satu hari
kemudian menjadi larva dan pada tahap larva mengalami dua kali
pergantian kulit (instar), tiga hari kemudian larva akan menjadi pupa.
Setelah delapan hingga sebelas hari, pupa akan berubah menjadi imago.
Imago inilah yang disebut lalat buah dewasa. Beberapa waktu kemudian
imago akan bertelur kembali. Siklus hidup Drosophila melanogaster
disebut metamorfosis sempurna (Muhammad, 2013).
Drosophila melanogaster pada suhu sekitar 25°C-28°C akan
mengalami satu putaran siklus secara optimal. Sedangkan pada suhu
rendah atau sekitar 18°C, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
siklus hidupnya relatif lebih lama dan lambat. Dalam projeck ini kami
melakukan pengamatan terkait pengaruh umur jantan dan strain
Drosophila Melanogaster terhadap nisbah kelamin.
B. Rumusan Masalah
1. Menganalisis pengaruh umur jantan Drosophila Melanogaster
terhadap nisbah kelamin
C. Tujuan

1
1. Untuk menganalisis pengaruh umur jantan Drosophila Melanogaster
terhadap nisbah kelamin.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Drosophila melanogaster Meigen menurut Johnson (1992)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Species : Drosophila melanogaster Meigen.
D. melanogaster memiliki ciri-ciri yaitu; panjang tubuh lalat dewasa 2-3
mm. Kepala berbentuk elips dengan antena yang berbentuk tidak runcing dan
bercabang-cabang. Thorax berwarna krem, ditumbuhi banyak bulu dengan warna
dasar putih. Abdomen bersegmen lima, segmen terlihat dari garis-garis hitam yang
terletak pada abdomen. Sayap D. melanogaster normal memiliki ukuran yang
panjang dan lurus, bermula dari thorax hingga melebihi abdomen dengan warna
transparan. Tubuh berwarna coklat kekuningan dengan faset mata berwarna merah
berbentuk elips. Selain itu, D. melanogaster normal mempunyai mata oceli
dengan ukuran jauh lebih kecil daripada mata majemuk, berada pada bagian atas
kepala, di antara dua mata majemuk dan berbentuk bulat. D. melanogaster dewasa
mempunyai dua morfologi sex yang berbeda, yaitu: jantan dan betina. Ukuran D.
melanogaster betina lebih besar daripada D. melanogaster jantan. D.
melanogaster jantan mempunyai tanda berwarna gelap atau hitam pada abdomen
bagian dorsal, sedangkan pada D. melanogaster betina tidak mempunyai tanda
berwarna gelap atau hitam pada abdomen bagian dorsal. D. melanogaster jantan
memiliki sisir kelamin (sex comb) pada kaki depannya yang digunakan ketika
kawin, sedangkan D. melanogaster betina tidak memiliki sex comb. Pada bagian
ujung abdomen D. melanogaster betina agak runcing, sedangkan ujung abdomen
D. melanogaster jantan agak membulat (Dimit, 2006).

3
D. melanogaster memiliki 8 buah (4 pasang) kromosom yang terdiri atas 6
buah (3 pasang) kromosom tubuh (autosom) dan 2 buah (1 pasang) kromosom
kelamin. Siklus Hidup Drosophila melanogaster mengalami metamorfosis
sempurna, yang berarti siklus hidupnya terdiri dari fase telur, larva, pupa, dan
imago. Fase larva dibagi lagi menjadi larva instar 1, larva instar 2, dan larva instar
3 (Geiger, 2002).
Siklus hidup Drosophila melanogaster dimulai dari tahap telur. Pada suhu
250C telur akan menetas setelah 24 jam sejak peletakkan telur. Telur Drosophila
melanogaster berbentuk lonjong dengan panjang ± 0,5 mm, pada salah satu ujung
telur terdapat sepasang filamen yang berfungsi untuk mencegah tenggelamnya
telur dalam media dan untuk membantu pernapasan D. melanogaster (Shorrocks,
1972).
Setelah menetas larva akan mengalami 3 tahapan yaitu, larva instar 1,
larva instar 2, dan larva instar 3. Larva instar 1 muncul setelah telur menetas,
sehari kemudian larva instar 1 akan berubah menjadi larva instar 2 dan setelah
sehari larva instar 2 berkembang menjadi larva instar 3. Larva akan terus makan
hingga ukurannya membesar . Kecepatan makan dan geraknya akan bertambah
seiring dengan perkembangan larva. Selama makan, larva akan membuat saluran-
saluran pada medium. Aktivitas dalam membuat saluran pada medium dapat
dijadikan indikator tentang pertumbuhan dan perkembangan larva yang baik
(Demerec dan Kaufmann, 1961).
Larva makan dengan mulut yang terdapat pada bagian ventral segmen
kepala dan bernapas menggunakan spirakel anterior. Pada tahap akhir larva, larva
instar 3 akan mencapai panjang 4,5 mm. Tubuh larva terdiri dari 12 segmen,
yaitu: 1 segmen kepala, 3 segmen thorax, dan 8 segmen abdomen. Karena
tubuhnya yang transparan beberapa organ dalam larva dapat dilihat. Lemak tubuh
larva, usus yang terpilin, gonad (organ seks) dan tabung malpighian kuning
merupakan organ-organ yang dapat dilihat. Testis pada D. melanogaster lebih
besar daripada ovarium, sehingga kelamin larva D. melanogaster dapat dikenali.
Sebelum pupasi, larva instar 3 akan merayap pada bagian yang kering, biasanya
pada dinding botol atau pada kertas pupasi yang disediakan. Larva kemudian akan

4
membentuk tanduk pupal (pupal horns), pergerakannya berkurang, dan mulai
berdiam. Kulit terakhir larva akan menjadi kulit pupa, mengeras dan menggelap.
Setelah ± 3,5 jam pupa akan sepenuhnya terpigmentasi. D. melanogaster dewasa
atau imago muncul dari puparium melalui operkulum. Operkulum terletak pada
bagian dorsal permukaan cangkang pupa. Ketika imago mendorong operkulum,
lapisan operkulum pecah. Tubuh imago muda berukuran lebih kecil berwarna
lebih terang dan memiliki sayap yang belum terentang. Dalam beberapa jam tubuh
imago akan menggelap dan membulat sehingga sayap D. melanogaster akan
merentang. Betina mampu menyimpan sperma yang akan digunakan untuk
membuahi telur selanjutnya, dengan demikian betina harus dipisahkan sebelum
kawin untuk mendapatkan betina virgin (Shorrock, 1972).
Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap siklus hidup Drosophila
melanogaster, yaitu: suhu lingkungan, ketersediaan makanan, tingkat kepadatan
botol pemeliharaan, dan intensitas cahaya. Kultur Drosophila melanogaster
sebaiknya dijaga pada suhu ruangan yaitu tidak kurang dari 20°C dan tidak lebih
dari 25°C. Lingkungan dengan suhu rendah dapat memperpanjang siklus hidup
Drosophila melanogaster. Suhu kultur D. melanogaster sebaiknya diusahakan
agar tetap konstan karena pada suhu yang berfluktuasi kemungkinan Drosophila
melanogaster mati lebih besar dari pada suhu yang konstan. Selain itu, fluktuasi
suhu lingkungan (20°C - 30°C) dapat mengurangi kemampuan reproduksi
Drosophila melanogaster (Demerec dan Kaufmann, 1961).
Siklus hidup lalat ini akan semakin pendek apabila suhu lingkungan
mencapai 28°C. Ketersediaan makanan dalam kultur berpengaruh pada viabilitas
telur. Jika Drosophila melanogaster betina dipelihara pada kondisi yang sesuai,
viabilitas telur akan mencapai jumlah maksimum. Drosophila melanogaster yang
dikembangbiakan di dalam botol kultur sebaiknya tidak terlalu banyak.
Drosophila melanogaster dengan suhu optimal dan tersedia cukup ruang (tidak
terlalu padat) individu dewasa dapat hidup sampai kurang lebih 40 hari. Namun
apabila kondisi botol kultur terlalu padat akan menyebabkan menurunnya
produksi telur dan meningkatnya jumlah kematian pada individu dewasa.
Intensitas cahaya dapat mempengaruhi aktivitas lalat betina dalam perilaku

5
makan, peletakan telur, dan kopulasi. Lalat aktif pada keadaan terang, yaitu pada
siang hari dan kopulasi pada intensitas cahaya rendah. Selain itu, lalat betina yang
banyak mendapatkan sinar akan lebih cepat menghasilkan telur (Siwi, 2005).

6
BAB III
METODOLOGI
A. Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan dari hari selasa 30 November 2021 sampai
dengan hari kamis 16 Desember 2021.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a) Botol Selai
b) Tutup botol
c) Botol ampul
d) Kertas pupasi
e) Panci
f) Pengaduk
g) kompor
h) Timbangan
i) Pisau
j) Plastik
k) Kain kasa
l) Selang kecil
m) Kuas kecil
n) Blender
o) Kaca Pembesar
2. Bahan
a) Pisang raja mala
b) Tape ketela pohon
c) Gula merah
d) Yeast
e) Drosophila melanogaster
C. Cara Kerja
1. Persiapan medium biakan

7
a. Menimbang pisang raja mala, tape ketela pohon dan gula merah
dengan perbandingan 7:2:1. Semua bahan dihaluskan dengan
blender dan ditambahkan air secukupnya, kemudian setelah halus
di masak dalam panci dengan api sedang sambil diaduk-aduk
selama 45 menit.
b. Memasukan medium yang sudah matang secukupnya ke dalam
botol selai kemudian menutup medium tersebut dengan spons lalu
mendinginkannya.
c. Memberi kertas pupasi dan sedikit yeas pada medium yang telah
dingin t, kemudian digunakan untuk tempat mengkawinkan dua
induk lalat.
2. Persiapan stok induk
a. Menunggu munculnya pupa pada stok Drosophila melanogaster
yang telah dibuat.
b. Mengambil pupa yang telah keluar dari masing-masing strain dan
memasukkannya ke dalam botol ampul yang telah diberi tanda
nama strain dan tanggal pengampulan. Lalu mengisi satu larva
pada setiap botol ampul dan menunggu sampai menetas.
c. Memberi tanggal menetas pada pupa yang telah menetas kemudian
menunggu hingga umur 7 dan 14 hari untuk individu jantan.
3. Perlakuan
a. Menyilangkan Drosophila melanogaster jantan yang telah umur 7
dan 14 hari dari masing-masing strain dengan Drosophila
melanogaster betina dari masing-masing strain.
b. Melepaskan Drosophila melanogaster jantan yang sudah
dikawinkan selama 2 hari dan membiarkan Drosophila
melanogaster betina didalam botol medium ditunggu hingga
adanya larva, kemudian memindahkan induk betina ke botol
dengan medium baru.

8
c. Menghitung jumlah keturunan lalat setiap hari yang telah menetas
dari masing-masing botol sampai lalat benar-benar menetas habis
dari dalam botol tersebut.
d. Menghitung jumlah anak individu jantan dan betinanya, kemudian
menghitung nisbah kelamin dari tiap-tiap persilangan.

9
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Gambar data hasil pengamatan
Tgl Media Gambar
pengampulan
30/11/2021 A–F

02/12/2021 A–G

10
2. Gambar wadah penangkapan Drosophila Melanogaster

3. Gambar hasil persilangan F1 Drosophila Melanogaster

4. Tabel data hasil pengamatan


Persilangan Umur Sex Ulangan Ʃ Ʃ
jantan

♂ 1 2 3

Strain E dan 7 hari ♀ 47 26 - 73


F 131
1 hari ♂ 32 26 - 58

Strain C dan 7 hari ♀ - - - -


E -
14 hari ♂ - - - -

Strain A 5 hari ♀ - - - -
dan E
12 hari ♂ - - - - -

11
B. Analisis Prosedur
Dalam persiapan medium biakan pada projec ini dilakukan
beberapa hal yaitu; menimbang pisang raja mala, tape ketela pohon dan
gula merah dengan perbandingan 7:2:1. Semua bahan dihaluskan dengan
blender dan ditambahkan air secukupnya, kemudian setelah halus di masak
dalam panci dengan api sedang sambil diaduk-aduk selama 45 menit.
Kemudian memasukan medium yang sudah matang secukupnya ke dalam
botol selai kemudian menutup medium tersebut dengan spons lalu
mendinginkannya. Setelah itu memberi kertas pupasi dan sedikit yeas pada
medium yang telah dingin, kemudian digunakan untuk tempat
mengkawinkan dua induk lalat.
Untuk persiapan stok induknya dilakukan beberapa hal yaitu;
menunggu munculnya pupa pada stok Drosophila melanogaster yang telah
dibuat. Kemudian mengambil pupa yang telah keluar dari masing-masing
strain dan memasukkannya ke dalam botol ampul yang telah diberi tanda
nama strain dan tanggal pengampulan. Lalu mengisi satu larva pada setiap
botol ampul dan menunggu sampai menetas. Selanjutnya memberi tanggal
menetas pada pupa yang telah menetas dan menunggu hingga umur 7 dan
14 hari untuk individu jantan.
Selama perlakuan pada Drosophila melanogaster dilakukan
beberapa langkah yaitu; menyilangkan Drosophila melanogaster jantan
yang telah umur 7 dan 14 hari dari masing-masing strain dengan
Drosophila melanogaster betina dari masing-masing strain. Kemudian
melepaskan Drosophila melanogaster jantan yang sudah dikawinkan
selama 2 hari dan membiarkan Drosophila melanogaster betina di dalam
botol medium ditunggu hingga adanya larva, lalu memindahkan induk
betina ke botol dengan medium baru. Selanjutnya menghitung jumlah
keturunan lalat setiap hari yang telah menetas dari masing-masing botol
sampai lalat benar-benar menetas habis dari dalam botol tersebut, serta
menghitung jumlah anak individu jantan dan betinanya, kemudian
menghitung nisbah kelamin dari tiap-tiap persilangan.

12
C. Analisis Hasil/Pembahasan
Dari hasil projeck Drosophila Melanogaster yang telah kami
lakukan, bahwa pada pengampulan pertama dilakukan pada tanggal 30
November 2021, dan kami melakukan pengampulan pada 6 strain. Strain
yang pertama menetas yaitu strain E dan C menetas pada tanggal 02
Desember 2021, kemudian Strain D dan F menetas pada tanggal 10
Desember 2021, sedangkan strain A tidak berhasil (gagal), karena pada
saat pengampulan, yang kami ampulkan itu adalah larva yang di mana
tahap perkembangan lalat buah sebelum menjadi pupa, sehingga larva
tersebut mati di dalam media.
Selanjutnya, kami melakukan pengampulan untuk yang kedua yaitu
pada tanggal 2 Desember 2021, dan terdapat 7 strain tempat kami
melakukan pengampulan. Setelah itu, strain yang menetas di sini yaitu
hanya ada 3 strain, yaitu strain A, E dan F dan menetas pada tanggal 05,
dan satunya lagi mentas pada 16 Desember 2021. Sedangkan 3 strain
lainnya yaitu gagal atau tidak berhasil menetas, karena medianya terbablas
kering.
Selanjutnya kami melakukan persilangan pada Drosophila
Melanogaster jantan dan betina yang sudah berhasil menetas menjadi lalat
dewasa pada saat pengampulan, untuk mendapatkan F1. Pada projeck ini,
kami hanya melakukan 3 kali ulangan karna sesuai dengan jumlah
Drosophila jantan dan betina yang berhasil pada saat pengampulan.
Ulangan kesatu yang kami lakukan yaitu pada Drosophila Strain E yang
menetas pada tanggal 2 Desember dan Drosophila Strain F yang menetas
tanggal 10 Desember, dengan umur jantan 7 hari dan umur betina 1 hari.
Setelah melakukan persilangan, kami menunggu hingga dua hari untuk
melepaskan Drosophila yang jantan. Kemudian setelah 4 hari, mulai
terlihat telur lalat yang seperti bintik-bintik putih yang banyak menempel
pada kertas pupasi hinggal dinding wadah media. Hari berikutnya kami
melihat telurnya sudah menetas menjadi larva hingga menjadi larva instar
tiga. Setelah itu, larva-larva tersebut menetas menjadi pupa. Kemudian

13
setelah 9 hari, kami melihat pupa-pupa tersebut menetas menjadi lalat
dewasa disertai organ-organ tubuh yang lengkap. Selanjutnya, kami
menghitung jumlah lalat jantan dan lalat betina pada hasil persilangan
tersebut dengan bantuan kaca pembesar agar dapat melihat ciri morfologi
Drosophila untuk membedakan antara yang jantan dan yang betina. Dari
hasil hitungan tersebut, pada persilangan ini kami mendapatkan sekitar 47
ekor lalat betina dan 32 ekor lalat jantan.
Selanjutnya, kami melakukan ulangan kedua pada Drosophila
Strain C yang menetas tanggal 2 Desember dan Drosophila Strain E yang
menetas tanggal 2 Desember, dengan umur jantan 1 hari dan umur betina 1
hari. Setelah melakukan persilangan, kami menunggu hingga 2 hari untuk
melepaskan Drosophila yang jantan. Namun belum sampai dua hari,
media tempat persilangan tersebut sudah dipenuhi semut hitam, dan
setelah kami melihat ternyata Drosophila jantan dan betina yang berada
dalam media tersebut sudah mati, akibat dari banyaknya semut yang
masuk ke dalam media. Masuknya semut tersebut, ternyata dikarenakan
ada lubang tutupan media yang belum tertutup rapat yang memungkinkan
bisa dilewati oleh semut hitam tersebut.
Selanjutnya, kami mencoba lagi untuk melakukan ulangan yang
ketiga. Kami melakukan persilangan Drosophila Strain A yang menetas
tanggal 2 Desember dan Drosophila Strain F yang menetas tanggal 16
Desember, dengan umur jantan 14 hari dan umur betina 1 hari. Setelah 2
hari melakukan persilangan, kami melepaskan Drosophila yang jantan dan
membiarkan Drosophila yang betina dalam media hingga semua telurnya
menetas menjadi larva. Dua hari setelah telur-telurnya menetas, bahkan
belum bisa dibedakan mana Drosophila yang jantan dan mana Drosophila
yang betina karena mereka masih dalam fase larva, media yang kami
gunakan untuk persilangan tersebut kemasukan air dari bocoran atap, dan
air yang mengenai media tersebut ternyata cukup banyak, sehingga semua
larva dalam media tersebut mati dan lalat betina yang merupakan
indukannya juga ikut mati, akibat terendam air tersebut yang membuat

14
sayapnya tidak bisa bergerak. Namun dapat kami lihat bahwa terdapat
banyak larva yang dihasilkan oleh Drosophila betina tersebut, namun tidak
sebanyak yang dihasilkan pada perlakuan pertama.
Berdasarkan hasil penelitian persilangan antara jantan umur 7 hari
dengan betina umur 1 hari tersebut didapatkan nisbah kelamin sebanyak 79
ekor yang diantaranya ada 47 ekor Drosophila yang betina dan 32 ekor
Drosophila yang jantan. Berdasarkan hasil uji yang telah kami lakukan
menunjukkan bahwa umur jantan berpengaruh terhadap nisbah kelamin.
Kemudian kami melakukan uji lanjutan dan hasilnya menunjukkan bahwa
nisbah kelamin keturunan generasi pertama (F1) pada perlakuan jantan
umur 7 hari berbeda dengan nisbah kelamin pada keturunan hasil
persilangan jantan umur 14 hari. Dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa
umur jantan berpengaruh terhadap nisbah kelamin. Semakin tua umur
jantan maka frekuensi terbentuknya keturunan jantan lebih kecil
dibandingkan betina. Kemudian, karena pada semua strain yang kami
ampulkan memiliki ciri morfologi yang semuanya sama, jadi pada projeck
ini kami tidak sempat melakukan analisis terhadap strain pada Drosophila
melanogaster.

15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian persilangan antara jantan umur 7 hari
dengan betina umur 1 hari tersebut didapatkan nisbah kelamin sebanyak
79 ekor yang diantaranya ada 47 ekor Drosophila yang betina dan 32 ekor
Drosophila yang jantan. Kemudian pada ulangan kedua didapatkan 26
betina dan 26 jantan. Sehingga, diketahui total dari persilangan ini terdapat
73 betina dan 58 jantan dengan total generasi pertama (F1) keseluruhan
yaitu 131 ekor Drosophila Melanogaster.
Berdasarkan hasil uji yang telah kami lakukan menunjukkan bahwa
umur jantan berpengaruh terhadap nisbah kelamin. Kemudian kami
melakukan uji lanjutan dan hasilnya menunjukkan bahwa nisbah kelamin
keturunan generasi pertama (F1) pada perlakuan jantan umur 7 hari
berbeda dengan nisbah kelamin pada keturunan hasil persilangan jantan
umur 14 hari.
Dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa umur jantan
berpengaruh terhadap nisbah kelamin. Semakin tua umur jantan maka
frekuensi terbentuknya keturunan jantan lebih kecil dibandingkan betina.
Kemudian, karena pada semua strain yang kami ampulkan memiliki ciri
morfologi yang semuanya sama, jadi pada projeck ini kami tidak sempat
melakukan analisis terhadap strain pada Drosophila melanogaster.
B. Saran
Untuk peneliti Drosophila melanogaster selanjutnya, diharapkan
dapat melakukan penelitian Drosophila melanogaster pada tiap strain
dengan warna lalat atau ciri morfologi lalat lainnya yang berbeda, agar
bisa dianalisis pengaruh strain Drosophila melanogaster terhadap nisbah
kelamin.

16
DAFTAR PUSTAKA

Demerec, M., dan Kaufmann. 1961. Drosophila Guide,

http://www.ciw.edu/publications_online/Drosophila_Guide, 27 Januari

2014.

Dimit, C. 2006. Drosophila melanogaster, http://resources.wards ci.com/livecare/

Working with-drosophila/html, 15 Januari 2014.

Geiger, P. 2002. An Introduction to Drosophila melanogaster,

http://biology.arizona.edu/sciconn/lessons2/Geiger/intro.htm, 15 Januari

2014.

Johnson,B., T. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam. Yogyakarta:

Gadjah Mada University.

Muhammad, R. 2013. Laporan Siklus Hidup Drosophila melanogaster

http://www.indonesiacerdas.tk/2012/10/laporan-siklus

hidupdrosophila.html, 12 Maret 2014.

Shorrock. 1972. Drosophila. London: Gin and Company Limited.

Siwi, S.S. 2005. Eko-biologi Hama Lalat Buah. Bogor: BB-Biogen.

Suryo. 2010. Genetika Untuk Strata 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai