Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

STRUKTUR PERKEMBANGAN HEWAN II


REGENERASI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Struktur Perkembangan Hewan II


yang Dibimbing oleh Dra. Umie Lestari M.Si

Disusun oleh:

1. Dinda Aprilia 150342602371


2. Dyan Listiana 150342602064
3. Dyta Adilya 150342601909
4. Ike Anggraini 150342601952
5. Muhammad Nurhasan 150342605661

Kelompok 1

Offering G

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

November 2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Makalah yang diberi judul
“REGENERASI” ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Sistem Perkembangan
Hewan II, penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan yang diberikan oleh beberapa
pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada :

1. Ibu Umie Lestari selaku dosen pengampu mata kuliah Sistem Perkembangan Hewan II
2. Teman-teman yang telah membantu selama penyusunan dari awal hingga selesainya
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna, sehingga kritik dan saran diharapkan dari pembaca. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, khususnya penulis.

Malang, November 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Regenerasi merupakan proses yang begitu penting artinya bagi kehidupan makhluk
hidup. Tanpa regenerasi maka tubuh organisme tak akan ada yang sempurna. Dalam tubuh
makhluk hidup terdapat kemampuan untuk melakukan regenerasi pada tingkat sel atau
jaringan sedangkan pada hewan tertentu mampu melakukan regenerasi pada tingkat organ.
Proses regenerasi yang efektif adalah pada masa embrio hingga masa bayi, setelah dewasa
kemampuan regenerasi ini terbatas pada sel atau jaringan tertentu saja. Namun tidak
demikian dengan bangsa avertebrata dan reptilia tertentu, kemampuan untuk memperbaiki
dirinya sangat menakjubkan hingga dia mencapai dewasa.
Daya regenerasi tak sama pada berbagai organisme. Ada yang tinggi dan ada yang
rendah sekali dayanya. Tak jelas hubungan linier antara kedudukan sistematik hewan dengan
daya regenerasi. Yang terkenal tinggi dayanya adalah Coelenterata, Platyhelminthes,
Annelida, Crustacea, dan Urodela. Aves dan Mammalia paling rendah dayanya, biasanya
terbatas kepada penyembuhan luka, bagian tubuh yang terlepas tak dapat ditumbuhkan
kembali. Dalam melakukan regenerasi banyak faktor yang mempengaruhi, salah satu
diantaranya yaitu enzimatis dalam tubuh. Semakin baik dan fertile kondisi enzim dalam
tubuh makkhluk hidup maka semakin besar pula melakukan proses regenerasi. Regenerasi
bila ditinjau lebih lanjut, ternyata terdiri dari berbagai kegiatan, mulai dari pemulihan
kerusakan yang parah akibat hilangnya bagian tubuh utama. Misalnya penggantin anggota
bagian badan sampai pada penggantian kerusakankecil yang terjadi dalam proses biasa,
misalnya rontoknya rambut. Regenerasi dapat juga berbentuk sebagai poliferasi dan
diferensiasi sel-sel lapisan marginal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari regenerasi ?
2. Bagaimana cara tahapan pada regenasi anggota tubuh ?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi regenerasi anggota tubuh?
4. Bagaimana proses regenerasi anggota tubuh pada hewan vertebrata?
5. Bagaimana proses regenerasi pada hewan invertebrata?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari regenerasi
2. Mengetahui cara tahapan regenerasi tubuh
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi regenerasi anggota tubuh.
4. mendiskripsikan proses regenerasi anggota tubuh pada hewan vertebrata
5. mendiskripsikan proses regenerasi pada invertebrata
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Regenerasi


Regenerasi adalah pemulihan kerusakan parah akibat bilamana hilangnya bagian tubuh
utama, misalnya anggota tubuh, samapai pada pergantian kerusakan kecil yang merupkan
proses fisiologis biasa, misalnya pergantian rambut yang rontok (Tim Dosen, 2010). Pada
daya regenerasi tak sama pada berbagai organisme. Ada yang tinggi dan ada yang rendah
sekali dayanya. Tak jelas hubungan linier antara kedudukan sistematik hewan dengan daya
regenerasi. Yang terkenal tinggi dayanya adalah Coelenterata, Platyhelminthes, Annelida,
Crustacea, dan Urodela. Aves dan Mammalia paling rendah dayanya, biasanya terbatas
kepada penyembuhan luka, bagian tubuh yang terlepas tak dapat ditumbuhkan kembali.
Setiap larva dan hewan dewasa mempunyai kemampuan untuk menumbuhkan kembali
bagian tubuh mereka yang secara kebetulan hilang atau rusak terpisah.
Kemampuan menumbuhkan kembali bagian tubuh yang hilang ini disebut regenerasi.
Kemampuan setiap hewan dalam melakukan regenerasi berbeda-beda. Hewan avertebrata
mempunyai kemampuan regenerasi yang lebih tinggi dari pada hewan vertebrata (Majumdar,
1985). Menurut Balinsky (1981), suatu organisme khususnya hewan memiliki kemampuan
untuk memperbaiki struktur atau jaringan yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan yang
tidak disengaja karena kondisi natural atau kerusakan yang disengaja oleh manusia untuk
keperluan penelitian atau experimen. Hilangnya bagian tubuh yang terjadi ini setiap saat
dapat muncul kembali, dan dalam kasus ini proses memperbaiki diri ini kita sebut sebagai
regenerasi.
Regenerasi dapat berlangsung karena adanya proliferasi dan diferensiasi secara lokal
dari sel-sel pada suatu lapisan germinal, seperti yang terjadi pada pergantian bulu dan
penggantian sel-sel mukosa usus. Regenerasi dapat pula terjadi lewat adanya kumpulan sel-
sel yang belum terdiferensiasi pada suatu luka yang disebut sebagai blastema yang kemudian
akan berproliferasi dan secara progresif berdiferensiasi menjadi bagian-bagian yang hilang.
Blastema ini dapat berasal dari sel-sel pada permukaan luka atau sel-sel cadangan khusus,
seperti neoblast yang nantinya akan bermgrasi ke tempat yang terluka tadi (Sri Sudarwati dan
Lien Sutasurya, 1990)
Regenerasi yang terjadi pada hewan dapat dilakukan dengan tiga cara. Pertama
regenerasi epimorfosis, yang mana pada regenerasi ini melibatkan dediferensiasi struktur
dewasa untuk membentuk masa sel yang belum terdiferensiasi yang kemudian
direspesifikasi. Regenerasi ini khas pada membra, contohnya regenerasi pada kaki kecoa.
Tipe regenerasi yang kedua adalah regenerasi morfolaksis yang terjadi lewat pemulihan
kembali jaringan yang masih ada (tersisa), yang tidak disertai dengan pembelahan sel.
Contohnya adalah hydra. Regenerasi yang ketiga yaitu regenerasi intermediet, yang diduga
sebagai regenerasi kompensatori. Regenerasi ini sel-selnya membelah, tetapi
mempertahankan fungsi yang telah terdiferensiasi. Mereka memproduksi sel-sel serupa pada
dirinya sendiri dan tidak membentuk masa jaringan yang belum terdiferensiasi. Tipe
regenerasi kompensatori ini khas pada hati manusia (Soeminto, 2000).

2.2 Tahap-tahap Terjadinya Regenerasi


Menurut (Sudarwati, Sri dan Sutasurya, Lien A. 1990), dalam melakukan regenerasi
banyak faktor yang mempengaruhi, salah satu diantaranya yaitu enzimatis dalam tubuh.
Semakin baik dan fertile kondisi enzim dalam tubuh makhluk hidup maka semakin besar pula
melakukan proses regenerasi. Adapun beberapa tahapan dalam regenerasi anggota tubuh pada
hewan yaitu :
1. Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku membentuk scab yang
bersifat sebagai pelindung.
2. Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka, di bawah scab.
Proses ini membutuhkan waktu selama dua hari, dimana pada saat itu luka telah tertutup
oleh kulit.
3. Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda kembali dan
pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru. Matriks tulang dan tulang
rawan akan melarut, sel-selnya lepas tersebar di bawah epitel. Serat jaringan ikat juga
berdisintegrasi dan semua sel-selnya mengalami diferensiasi. Sehingga dapat dibedakan
antara sel tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Setelah itu sel-sel otot akan
berdiferensiasi, serat miofibril hilang, inti membesar dan sitoplasma menyempit.
4. Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka. Pada saat ini
scab mungkin sudah terlepas. Blastema berasal daripenimbunan sel-sel diferensiasi atau
sel-sel satelit pengembara yang ada dalam jaringan, terutama di dinding kapiler darah.
Pada saatnya nanti, sel- sel pengembara akan berproliferasi membentuk blastema.
5. Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara serentak dengan
proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu blastema mempunyai besar yang
maksimal dan tidak membesar lagi.
6. Rediferensiasi sel-sel dediferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi sel-sel
blastema tersebut.
Sel-sel yang berasal dari parenkim dapat menumbuhkan alat derifat mesodermal,
jaringan saraf dan saluran pencernaan. Sehingga bagian yang dipotong akan tumbuh lagi
dengan struktur anatomis dan histologis yang serupa dengan asalnya.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regenrasi


Menurut Tien Wiati (2001), regenerasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1. Temperatur, dimana peningkatan temperatur sampai titik tertentu maka akan
meningkatkan regenerasi.
2. Makanan, tingkat regenerasi akan cepat jika memperhatikan aspek makanan. Makanan
yang cukup dapat membantu mempercepat proses regenerasi. meskipun hewan tidak
makan, hewan tersebut tetap mampu untuk melakukan regenerasi dengan menggunakan
bahan-bahan yang ada pada tubuh mereka sendiri yang diperoleh dari hasil metabolisme.
3. Sistem saraf, sel-sel yang membentuk regenerasi baru berasal dari selsekitar luka. Hal ini
dapat dibuktikan dengan radiasi seluruh bagian tubuh terkecuali bagian yang terpotong,
maka terjadilah regenerasi dan faktor yang menentukan macam organ yang diregenerasi.
Dalam proses terjadinya regenerasi memerlukan kehadiran urat saraf. Jika saraf dipotong
waktu larva, kemudian anggota tubuh tersebut diamputasi, maka tidak ada regenerasi
yang berlangsung.
Diferensiasi akan terus berlangsung, tapi sel-selnya diabsorbsi masuk ke dalam tubuh,
sehingga akhirnya proses regenerasi berhenti. Jika hanya saraf saja yang dipotong, tapi
anggota tubuh tetap, anggota itu tidak akan berdegererasi. Tapi jika saraf dipotong dan
anggota tubuh diamputasi, maka tunggulnya akan berdegerasi. Jika dialihkan saraf lain ke
tunggul amputasi yang sarafnya sendiri lebih dulu sudah diangkat, ternyata ada regenerasi.
Hal tersebut membuktikan bahwa perlu kehadiran saraf dalam proses regenerasi.
Selain itu, terdapat pula faktor yang dapat menghambat regenerasi anggota tubuh
hewan, misalnya sinar X atau sinar Roentgen. Apabila seekor kaki salamander dipotong dan
kemudian disinari dengan sinar X sebanyak 5000 atau 7000 r maka tunas regenerasi yang
sudah terbentuk tidak akan tumbuh lagi. Tulang dan otot pada bagian kaki yang teramputasi
akan terisis oleh jaringan ikat. Kemungkinan besar sinar X ini menghambat proses mitosis
sel-sel kaki yang akan melakukan regenerasi. Apabila mitosis tidak terjadi, maka jumlah
selnya tidak akan bertambah dan regenerasi tidak akan mungkin terjadi tanpa penambahan
jumlah sel (Tien Wiati, 2001).
2.4 Proses Regenerasi Anggota Tubuh Hewan Vertebarata

Gambar 01. Regenerasi kaki depan Triturus viridescens


Sumber : Wiati, Tien, Surjono dkk. (2001)
Anggota tubuh beberapa hewan vertebrata dewasa (misalnya salamander) mempunyai
kemampuan regenerasi ketika anggota tubuhnya diamputasi/dipotong. Pada salamander
bagian yang diamputasi yaitu pada bagian kaki. Amputasi diikuti dengan penyembuhan luka
pada epidermis yang kemudian menutupi permukaan daerah amputasi dan menghilangnya
debris yang timbul pada luka (Sri Sudarwati dan Lien Sutasurya, 1990).
Tahap pertama proses perbaikan setelah kaki salamander diamputasi yaitu epidermis
pada bagian tepi dari luka akan mulai menyebar sepanjang tepi luka dan segera menutup
semua permukaan yang terbuka. Proses ini berlangsung dengan cepat. Kemudian epidermis
yang telah menutup luka tadi akan menonjol keluar menjadi berbentuk konus. Selanjutnya,
suatu massa sel akan terakumulasi di bawah epidermis yang berada pada tahap pembelahan
dan bersama-sama dengan epidermis akan membentuk blastema regenerasi atau tunas
regenerasi. Blastema ini tumbuh cepat, pertama berbentuk konus tetapi kemudian akan
mendatar pada bagian sisi dorsoventral. Daerah tersebut merupakan karpus atau tarsus
rudimenter yang biasa disebut sebagai keping tangan atau kaki. Setelah itu, jari-jari
rudimneter akan terbentuk yang dipisahkan oleh pedalaman pada tepi dataran. Sementara itu,
masa sel dibagian dalam tunas anggota ini mengalami segregasi untuk membentuk bagian
internal rudimenter. Jari-jari rudimenter yang telah terbentuk kemudian memanjang dan
proses regenerasi akan berlanjut sampai organ tersebut mencapai ukuran yang semestinya
(Tien Wiati, 2001).
Ketika jaringan mengalami diferensiasi lengkap, maka anggot kemudian berfungsi
dengan sempurna pula sebagai alat gerak. Pada regenerasi kaki salamander ini terjadi selama
beberapa bulan. Kaki baru dari salamander ini dihasilkan dari kaki rudimenter yang
berbentuk blastema regenerasi, terbentuknya kaki baru ini memerlukan potensial untuk
berkembang dan apabila potensi ini tidak ada hasil regenerasi akan tetap rudimenter seperti
yang dijumpai pada embrio muda (Tien Wiati, 2001).
Regenerasi anggota tubuh ini juga dapat ditemukan pada cicak. Cicak akan
memutuskan ekornya bila merasa dirinya dalam keadaan bahaya atau menghadapi musuh.
Ekor yang diputuskan tersebut akan tergantikan kembali melalui proses regenerasi organ
yang memerlukan waktu tertentu dalam proses pembentukannya. Regenerasi adalah proses
memperbaiki bagian yang rusak kembali seperti semula. Cicak memiliki daya regenerasi
yang terdapat pada ekornya. Ekor cicak memiliki bentuk yang panjang dan lunak yang
memungkinkan untuk bisa memendek dan menumpul. Ekor akan mengalami regenerasi bila
ekor tersebut putus dalam usaha perlindungan diri dari predator.
Regenerasi tersebut diikuti oleh suatu proses, yaitu autotomi. Autotomi adalah proses
adaptasi yang khusus membantu hewan melepaskan diri dari serangan musuh. Jadi, autotomi
merupakan perwujudan dari mutilasi diri. Cicak jika akan dimangsa oleh predatornya maka
akan segera memutuskan ekornya untuk menyelamatkan diri. Ekor yang putus tersebut dapat
tumbuh lagi tetapi tidak sama seperti semula (Balinsky, 1976). Proses regenerasi dalam
banyak hal mirip dengan proses perkembangan embrio. Pembelahan yang cepat, dari sel-sel
yang belum khusus timbullah organisasi yang kompleks dari sel-sel khusus. Proses ini
melibatkan morfogenesis dan diferensiasi seperti perkembangan embrio akan tetapi paling
tidak ada satu cara proses regenerasi yang berbeda dari proses perkembangan embrio. Cicak
akan melepaskan ekornya bila ditangkap pada bagian ekornya. Cicak kemudian meregenerasi
ekor baru pada tepi lainnya pada waktu senggang. Dalam stadium- stadium permulaan dari
regenerasi tidak ada sel-sel dewasa sehingga tidak ada penghambatan pembelahan sel. Sel-sel
pada permukaan depan mempunyai laju metabolik yang tinggi daripada permukaan di tepi
belakang. Kemampuan regenerasi dari hewan-hewan yang berbeda dapat dibedakan, hal ini
tampak dengan adanya beberapa hubungan antara kompleksitas dengan kemampuan untuk
regenerasi.
Ekor cicak yang dipotong sel epidermisnya menyebar menutupi permukaan luka dan
membentuk tudung epidermis apikal. Semua jaringan mengalami diferensiasi dan generasi
membentuk sel kerucut yang disebut blastema regenerasi di bawah tudung. Berakhirnya
periode proliferasi, sel blastema mengadakan rediferensiasi dan memperbaiki ekornya. Ketika
salah satu anggota badan terpotong hanya bagian tersebut yang disuplai darah dan dapat
bergenerasi. Hal inilah yang memberi pertimbangan bahwa bagian yang dipotong selalu
bagian distal (Kalthoff, 1996). Proses regenerasi pada reptil berbeda dengan pada hewan
golongan amfibi. Regenerasi tidak berasal dari proliferasi atau perbanyakan sel-sel blastema.
Regenerasi pada reptil diketahui bahwa ekor yang terbentuk setelah autotomi menghasikan
hasil dengan catatan khusus karena baik secara struktur maupun cara regenerasinya berbeda
(Balinsky, 1976).

Gambar 2. Hasil Regenerasi Ekor Cicak


Sumber : www.skitcafe.co.id
2.5 Proses Regenerasi pada Hewan Invertebrata

Gambar 03. Regenerasi pada cacing pipih (Planaria)


Sumer : Kalthoff, Klaus, (1996)
Hewan-hewan invertebrata yang mempunyai daya regenerasi yang paling tinggi yaitu
spons (porifera), coelenterata, planaria, anelida dan tunikata. banyak spesies dari kelompok-
kelompok hewan tersebut mempunyai kemampuan untuk menyusun kembali suatu organisme
baru dari suatu fragmen tubuh yang relatif kecil. pada hewan spons, hewan ini secara normal
akan mematahkan cabang-cabang tubuhnya untuk kemudian dari potongan ini dibentuk
organisme baru. beberapa cacing pipih dan anelida biasanya memperbanyak diri dengan jalan
menata kembali bagian-bagian tubuhnya yang telah dipotong secara melintang (Sri Sudarwati
dan Lien Sutasurya, 1990).
Planaria memiliki kemampuan regenerasi yang sangat tinggi oleh karena itu planaria
dapat dipotong melintang atau memanjang dan masing-masing potongan tubuh akan
melakukan regenerasi pada bagian-bagian yang hilang. Bagian tubuh yang dapat dibentuk
kembali yaitu bagian kepala, ekor, atau bagian tengah dari faring. Apabila dilakukan
pemotongan sebuah blastema regenerasi akan terbentuk pada permukaan potongan dan
bagian yang hilang akan tumbuh dari blastema tersebut. Bagian-bagian yang lain akan
diorganisasi dengan cara pengurangang skala sehingga individu yang dihasilkan dari
regenerasi ini akan mempunyai ukuran yang lebih kecil dari ukuran aslinya. Dengan
demikian regenerasi pada hewan ini merupakan gabungan dari cara epimorfis dan
morfalaksis (Tien Wiati, 2001).
Pada anelida, jika bagian tubuh anelida tersebut dipotong menjadi dua yaitu pada
bagian anterior dan posterior, maka bagian posterior akan melakukan regenerasi dengan
membentuk bagian anterior termasuk mulut dan potongan bagian anterior akan membentuk
bagian posterior yang baru. Dengan demikian dua individu baru dapat dihasilkan dari satu
individu saja. Pada kebanyakan anelida terbukti bahwa regenerasi dapat dilakukan sangat
terbatas, misalnya hanya beberapa segmen saja dari bagian anterior yang dapat dibentuk dan
jumlah segmen ini sangat tergantung pada jenis spesies. Pada cacing tanah allolobopbora
foetida jumlah segmen yang dipotong ada empat sampai lima segmen. Jika segmen tersebut
dipotong pada bagian anterior, maka regenerasi akan terjadi secara lengkap sedangkan jika
yang dipotong lebih dari lima segmen, maka hanya empat atau lima segmen baru yang
dibentuk dan dengan demikian cacing ini akan menjadi lebih pendek dari aslinya. Apabila
potongan dilakukan pada bagian posterior (segmen ke 10-14) maka hanya empat atau lima
segmen ke arah anterior yang dibentuk dan alat genital yang ikut terpotong tidak pernah
diperbarui. Dengan demikian tipe regenerasi yang terjadi adalah epimorfis (Tien Wiati,
2001).
Pada berbagai hewan invertebrata, terutama pada beberapa coelenterata, cacing pipih dan
anelida terdapat sel-sel khusus berinti besar dan jernih serta mengandung beberapa nukleolus
serta sitoplasmanya kaya akan rna. Sel-sel ini kadang-kadang berkelompok tetapi kadang-
kadang tersebar seperti mesenkim bahkan ada yang bersegmen. Sel-sel ini mempunyai
beragam nama tetapi secara umum disebut sebagai neoblast (pada cacing pipih) dan sel-sel
interstisial (pada coelenterata). Bila cacing pipih dipotong, maka neoblast akan tampak
terhimpun pada permukaan luka sehingga terbentuk suatu blastema yang kemudian akan
berproliferasi dan berdiferensiasi membentuk bagian-bagian yang hilang. Setelah mendapat
perlakuan dengan sinar x, regenerasi tidak berlangsung tetapi daya regenerasi dapat pulih
kembali bila dipencangkokan sedikit jaringan yang mengandung neoblast dari cacing yang
tidak diradiasi (Sri Sudarwati dan Lien Sutasurya, 1990).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Regenerasi merupakan proses yang begitu penting artinya bagi kehidupanmakhluk
hidup. Adapun beberapa tahapan dalam regenerasi anggota tubuh pada hewanyaitu :
1. Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku membentuk scab yang
bersifat sebagai pelindung.
2. Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka, di bawah scab.
Proses ini membutuhkan waktu selama dua hari, dimana pada saat itu luka telah tertutup
oleh kulit.
3. Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda kembali dan
pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru. Matriks tulang dan tulang
rawan akan melarut, sel-selnya lepas tersebar di bawah epitel. Serat jaringan ikat juga
berdisintegrasi dan semua sel- selnya mengalami diferensiasi. Sehingga dapat dibedakan
antara sel tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Setelah itu sel-sel otot akan
berdiferensiasi, serat miofibril hilang, inti membesar dan sitoplasma menyempit.
4. Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka. Pada saat ini scab
mungkin sudah terlepas. Blastema berasal dari penimbunan sel-sel diferensiasi atau sel-sel
satelit pengembara yang ada dalam jaringan, terutama di dinding kapiler darah. Pada
saatnya nanti, sel-sel pengembara akan berproliferasi membentuk blastema.
5. Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara serentak dengan
proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu blastema mempunyai besar yang
maksimal dan tidak membesar lagi.
6. Rediferensiasi sel-sel dediferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi sel-sel
blastema tersebut. Sel-sel yang berasal dari parenkimdapat menumbuhkan alat derifat
mesodermal, jaringan saraf dan saluran pencernaan. Sehingga bagian yang dipotong akan
tumbuh lagi dengan struktur anatomis dan histologis yang serupa dengan asalnya.
Regenerasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain temperatur, makanan, dan sistem
saraf.
Daftar Pustaka
Balinsky, B.I. 1976. An Introduction Embryology 4 th ed, W.B. saunders Co. Philadelphia,
London.
Kalthoff, Klaus. 1996. Analysis of Biological Development. New York : Mc Graww-Hill.
Majumdar, N.N. 1985. Text Book of Vertebrae Embriology. New Delhi : Mc Graw-Hill
Pusblishing Company Limited.
Soeminto. 2000. Embriologi Vertebrata. Purwokerto : Fakultas Biologi UNSOED.
Sudarwati, Sri dan Sutasurya, Lien A. 1990. Dasar Perkembangan Hewan. Bandung : Institut
Teknologi Bandung.
Tim Dosen. 2010. Struktur Perkembangan Hewan. Medan : UNIMED.
Wiati, Tien, Surjono dkk. 2001. Perkembangan Hewan. Jakarta : Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai