Anda di halaman 1dari 10

METAMORFOSIS

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Struktur Perkembangan Hewan II


dimbimbing oleh Dra. Hj. Nursasi Handayani, M.Si. dan Ajeng Dhaniarsih, S.Si, M.Si.

Disusun Oleh :

Aisyah Khoirunnisa (180342618013)

Alief Sella F.N.N (180342618033)

Mutia Ananda (180341617559)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN MATEMATIKA

JURUSAN BIOLOGI

November 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makhluk hidup akan selalu mengalami perubahan sekaligus pembaharuan dalam
tubuhnya. Salah satu perubahan yang dimaksud adalah pada metamorfosis. Perubahan
tersebut merupakan perubahan transisi dari fase larva menuju fase dewasa. Pengaturan
perubahan tubuh metamorfosis sebagian bersifat progresif dan sebagian bersifat regresif.
Sifat progresif terjadi pada organ yang diperlukan pada kehidupan larva dan tidak
diperlukan pada saat dewasa, sifat ini akan hilang sama sekali. Sedangkan sifat regresif
akan dibentuk sesuai dengan kebutuhan dewasanya.
Metamorphosis yang merupakan perubahan bentuk dalam pertumbuhan dan
perkembangan suatu individu setelah lahir dengan perubahan bentuk secara bertingkat dari
masa muda hewan menuju masa dewasa, dibagi atas beberapa kelompok, diantaranya
metamorphosis sempurna dan metamorphosis tidak sempurna. Metamorphosis sempurna
biasa dijumpai pada siklus kehidupan nyamuk, lalat, kupu-kupu, dan katak. Sedangkan
kelompok hewan yang mengalami proses metamorphosis tidak sempurna adalah belalang,
kecoa, jangkrik. Perubahan dalam struktur tubuh hewan tersebut diakibatkan oleh kegiatan
metabolisme . Salah satu kegiatan metabolisme yang diakibatkan oleh hormone, adalah
hormone tiroid. Hormone tiroid dikendalikan oleh TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui Jenis Metamorfosis
2. Mengetahui proses metamorphosis pada amfibi.
3. Mengetahui proses metamorphosis pada insecta.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana jenis dari metamorfosis ?
2. Bagaimana proses metamorfphosis pada amfibi?
3. Bagaimana proses metamorphosis pada insecta?
BAB II

ISI

2.1 Metamorfosis
Kehidupan pasca embrionik akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan
cara yang berbeda-beda salah satunya melalui metamorfosis. Perubahan pada
metamorphosis meliputi perubahan fisiologi, morfologi dan tingkah laku. Perubahan
bentuk yang terjadi dalam metamorfosis terjadi secara bertingkat dalam pertumbuhan
dan perkembangan berawal dari masa muda (larva) menjadi masa dewasa.
Metamorphosis dibagi menjadi 2, yakni metamorphosis sempurna dan metamorphosis
tidak sempurna. (Gilbert, 2010).
a. Metamorphosis sempurna
Ciri khusus dalam proses metamorfosis sempurna yakni terjadinya perubahan
bentuk tubuh hewan dari telur hingga dewasa yang setiap fasenya mengalami
perubahan bentuk yang significant. Tahapan proses metamorphosis sempurna yaitu
dari telur, akan berubah menjadi larva, lalu menjadi pupa, pupa akan berkembang
dan menjadi dewasa. Contoh metamorphosis sempurna, yakni pada kupu-kupu .

Gambar 1. Gambar metamorphosis sempurna pada kupu-kupu


Sumber : Wolpert (2002)

b. Metamorphosis tidak sempurna


Metamorphosis tidak sempurna terjadi apabila perubahan bentuk tubuh
selama proses pertumbuhan hewan tidak terdapat perbedaan, ciri khusus pada
metamorfosis ini, fase larva dan pupa tidak dibentuk. Tahapan dari metamorphosis
tidak sempurna adalah telur , berkembang menjadi nimfa yang memiliki bentuk
morfologi mirip hewan dewasa nantinya. Contoh hewan yang mengalami
metamorfosis tidak sempurna adalah kupu-kupu.
Gambar 2. Gambar metamorphosis tidak sempurna pada belalang
Sumber : Adnan (2007)

Jenis metamorfosis juga menentukan pembentukan larva , pada


perkembangan dalam metamorfosis sempurna proses perkembangan diaktifkan
oleh hormone-hormon yang spesifik sehingga terjadi perubahan organisme secara
morfologi, fisiologi, dan behavioral untuk mempersiapkan struktur tubuh yang .
Tipe larva pada metamorphosis terdapat 2 tipe yakni, larva sekunder dan larva
primer.(Gilbert, 2010).

Larva primer berdasarkan struktur morfologi tubuhnya larva primer


memiliki tubuh yang berbeda dari bentuk dewasa , sedangkan pada larva sekunder
secara morfologi tubuhnya fase larva dan fase dewasa memiliki tubuh dasar yang
sama. Misalnya pada kupu-kupu dan ulat. Terlepas dari perbedaan yang jelas antara
keduanya, kupu-kupu dan ulat tetap mempertahankan sumbu tubuh yang sama
hanya saja hewan ini akan mengalami reduksi pada bagian tubuh yang lama dengan
menambahkan struktur baru dalam kerangka tubuhnya yang sudah ada sebelumnya.
(Gilbert, 2010).

2.2 Metamorfosis Pada Amfibi


Metamorphosis katak pada umumnya berada pada beberapa tahapan yakni,
tahapan premetamorfosis kondisi dimana telur yang telah dibuahi tumbuh menjadi
berudu (kecebong). Pada stadium prometamorfosis kaki bagian belakang muncul dan
pertumbuhan tubuh terjadi secara lambat. Pada stadium metamorphosis klimaks kaki
bagian depan muncul dan ekor mulai menghilang.Perubahan metamorfosis amfibi
dipicu oleh hormon tiroid seperti tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3) yang melalui
darah untuk mencapai semua organ larva. Ketika organ larva menemukan hormon tiroid
ini, mereka dapat merespon dengan empat cara: pertumbuhan, kematian, remodeling,
dan resesifikasi . (Berger,dkk. 2005).
Tabel 1. Tabel Perubahan Metamorfosis Pada Annura

Sumber : Gilbert (2010).

Perubahan morfologi pada katak diinduksi oleh hormone Tri-Iodothyronine


sehingga terbentuk organ spesifik pada hewan dewasa. Tungkai pada katak dewasa
muncul dari tempat tertentu serta terjadi pula perubahan posisi mata pada berudu
dengan pada katak dewasa akibat dari hormone ini. Selain pembentukan organ T3
juga menginduksi proliferasi dan differensiasi neuron baru yang berkembang dan
berdiferensiasi di sumsum tulang belakang sehingga organ baru dapat fungsional.
Hormone tiroksin dikendalikan oleh TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang
dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Selain hormone T3 terdapat pula hormone
protorasikotropik (PTTH) dan hormone yang dihasilkan oleh korpora alata (kelenjar
endokrin ectodermal kecil) yang disebut hormone juvenile. PTTH akan merangsang
kelenjar protoraks untuk menghasikan hormone ekdison yang bertugas untuk
menginduksi ekdisis, atau merupakan proses pergantian kulit berhubungan dengan
pekembangan (instar) yang mengalami penambahan ukuran tubuh sehingga dalam
tiap perkembangannya melalui tahapan pergantian kulit. Sedangkan hormone
juvenile akan menyebabkan ekdisis dari satu instar larva ke instar larva berikutnya
. (Sachs, dkk. (2019).
Gambar 3. Gambar perbedaan posisi mata pada berudu (A) dan pada katak dewasa (B)
Sumber : Gilbert (2010)

Hormone T3 juga akan menginduksi struktur spesifik larva tertentu untuk mati.
Ketika sel kecebong diinjeksi dengan reseptor T3 negatif yang dominan (tidak bisa
menanggapi T3) maka sel-sel otot bertahan sekaligus memberitahukan beberapa sel
untuk bunuh diri dengan apoptosis. Pada katak apoptosis dapat diamati saat
kecebong menghilangkan ekor yang tak lagi berguna Selain itu, sel darah merah
pada kecebong juga mengalami kematian. Saat metamorfosis, hemoglobin berudu
diubah menjadi hemoglobin dewasa yang mengikat oksigen lebih lambat dan
melepaskannya lebih cepat. Eritrosit yang membawa kecebong, hemoglobinnya
memiliki bentuk atau yang berbeda dari sel darah merah dewasa dan sel darah merah
larva.(Gilbert, 2010).

Hormon Tiroid juga berperan sebagai agen pengatur dan pengkontrol yang
sangat berpengaurh terhadap proses metamorfosis. Jika kandungan hormone ini
rendah maka akan terjadi perkembangan anggota tubuh lebih awal. Jika hormone
mencapai konsentrasi yang lebih tinggi maka terjadi pembaharuan atau perbaikan.
Perubahan metamorfik dari perkembangan katak disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya, Sekresi hormone tiroksin (T4) ke dalam darah oleh kelenjar tiroid,
Konversi T4 menjadi hormone yang lebih aktif, T3 oleh jaringan target, serta
degradasi T3 dalam jaringan target.
Gambar 4. Gambar hormone yang berperan pada metamorphosis katak
Sumber : wolpert (2002)

Katak dewasa dalam mekanisme pengolahan zat sisa berupa urea membutuhkan
lebih sedikit air daripada ekskresi ammonia (ureotelik). Selama metamorphosis akan
mensintesis enzim yang diperlukan untuk membuat urea dari karbon dioksida dan
ammonia yang difiksasi oleh hati. Hormone T3 juga dapat mengatur perubahan
dengan menginduksi faktor transkripsi yang secara spesifik mengaktifkan ekspresi
gen siklus urea dengan menekan gen yang bertanggung jawab untuk sintesis
ammonia (Gilbert, 2010).

Gambar 5. Gambar siklus urea saat metamorphosis


Sumber : Gilbert (2010)
2.2.1 Hormon yang Mengontrol Metamorfosis

Hormon yang mengontrol terjadinya metamorphosis yaitu hormone tiroid.


Perubahan metamorfik dari perkembangan katak disebabkan oleh (1) sekresi
hormone tiroksin (T4) ke dalam darah oleh kelenjar tiroid; (2) perubahan hormone
T4 menjadi T3 yang lebih aktif menuju jaringan target; serta (3) adanya degradasi
T3 dalam jaringan target

Gambar 9. Gambar metabolisme T4


Sumber : Gilbert (2010)

Proses yang pertama yaitu deiodinase tipe II menghilangkan atom yodium dari
cincin luar hormon T4 diubah menjadi hormon yang lebih aktif T3. Deiodinase tipe III
menghilangkan atom yodium dari cincin bagian dalam T3 untuk mengubahnya menjadi
senyawa tidak aktif akhirnya akan dimetabolisme menjadi tirosin. Ada dua jenis
reseptor hormon tiroid. Tyroid Hormone Receptors A (TRa) tersebar luas di seluruh
jaringan dan hadir bahkan sebelum organisme memiliki kelenjar tiroid. Namun, reseptor
hormon tiroid (TRP) adalah produk dari gen yang langsung diaktifkan oleh hormon
tiroid. Tyroid Hormone Receptors B (TRb) merupakan produk dari gen yang diaktifkan
secara langsung oleh hormone tiroid. Sebelum terjadi metamorphosis kandungan TRb
sangat rendah, namun akan meningkat seiring meningkatnya kadar hormone tiroid
(Gilbert, 2010).
Metamorfosis dibagi menjadi beberapa tahap berdasarkan konsentrasi hormon
tiroid yang beredar. Selama tahap pertama, premetamorphosis, kelenjar tiroid sudah
mulai matang dan mengeluarkan kadar T4 yang rendah. Jaringan yang merespon paling
awal terhadap hormon tiroid adalah jaringan yang mengekspresikan tingkat tinggi
deiodinase II, dan dengan demikian dapat mengubah T4 langsung menjadi T3. Selama
tahap awal metamorfosis, organ tubuh dapat menerima hormon tiroid dan
menggunakannya untuk memulai pertumbuhan. Ketika tiroid matang ke tahap
prometamorfosis, tiroid mengeluarkan lebih banyak hormon tiroid. Namun, banyak
perubahan besar (seperti resorpsi ekor, resorpsi insang, dan remodeling usus) harus
menunggu sampai tahap klimaks metamorf. Pada saat itu, konsentrasi T4 meningkat
dan tingkat TRP memuncak di dalam sel. Karena salah satu gen target T3 adalah TRB
gen, TRB mungkin menjadi reseptor utama yang menengahi klimaks metamorfik. Pada
ekor, hanya ada sejumlah kecil TRa selama prametamorfosis, dan deiodinase II tidak
terdeteksi. Namun, selama prometamorfosis, peningkatan kadar hormon tiroid
menginduksi tingkat TRB yang lebih tinggi. Pada klimaks metamorfik, deiodinase II
diekspresikan, dan ekor mulai apoptosis. Dengan cara ini, ekor mengalami apoptosis
hanya setelah kaki fungsional (Gilbert, 2010).

Otak katak juga mengalami perubahan selama metamorfosis, dan salah satu
fungsi otak adalah menurunkan regulasi metamorfosis begitu klimaks metamorf telah
tercapai. Hormon tiroid akhirnya menginduksi umpan balik negatif, mematikan sel-sel
hipofisis yang memerintahkan tiroid untuk sekresi T3. T3 yang dihasilkan menekan
transkripsi gen thyrotropin, sehingga memulai loop umpan balik negatif sehingga lebih
sedikit hormon tiroid yang disintesis (Gilbert, 2010).

DAFTAR RUJUKAN

Adnan. 2007. Reproduksi dan Embriologi. Universitas Negeri Makassar: Makassar

Berger, L., Hyatt, A. D., Speare, R., & Longcore, J. E. 2005. Life cycle stages of the amphibian
chytrid Batrachochytrium dendrobatidis. Diseases of aquatic organisms, 68(1), 51-63.

Gilbert, S. 2010. Development Biology. USA : Sinauer Associates.


Janson, M. & J. Pope (ed.). 1995. The World Book Encyclopedia of Science. Chicago: World
Book
Sachs, L. M., & Buchholz, D. R. 2019. Insufficiency of thyroid hormone in frog
metamorphosis and the role of glucocorticoids. Frontiers in endocrinology, 10, 287.
Wolpert, L. 2002. Principles of Development Second Edition. New York: Oxford Univesity
Press

Anda mungkin juga menyukai