Anda di halaman 1dari 18

METAMORFOSIS

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Struktur Perkembangan Hewan II


dimbimbing oleh Dra. Hj. Nursasi Handayani, M.Si. dan Ajeng Dhaniarsih, S.Si, M.Si.

Disusun Oleh :

Aisyah Khoirunnisa (180342618013)

Alief Sella F.N.N (180342618033)

Mutia Ananda (180341617559)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN MATEMATIKA

JURUSAN BIOLOGI

November 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makhluk hidup akan selalu mengalami perubahan sekaligus pembaharuan dalam
tubuhnya. Salah satu perubahan yang dimaksud adalah pada metamorfosis. Perubahan
tersebut merupakan perubahan transisi dari fase larva menuju fase dewasa. Pengaturan
perubahan tubuh metamorfosis sebagian bersifat progresif dan sebagian bersifat regresif.
Sifat progresif terjadi pada organ yang diperlukan pada kehidupan larva dan tidak
diperlukan pada saat dewasa, sifat ini akan hilang sama sekali. Sedangkan sifat regresif
akan dibentuk sesuai dengan kebutuhan dewasanya.
Metamorphosis yang merupakan perubahan bentuk dalam pertumbuhan dan
perkembangan suatu individu setelah lahir dengan perubahan bentuk secara bertingkat dari
masa muda hewan menuju masa dewasa, dibagi atas beberapa kelompok, diantaranya
metamorphosis sempurna dan metamorphosis tidak sempurna. Metamorphosis sempurna
biasa dijumpai pada siklus kehidupan nyamuk, lalat, kupu-kupu, dan katak. Sedangkan
kelompok hewan yang mengalami proses metamorphosis tidak sempurna adalah belalang,
kecoa, jangkrik. Perubahan dalam struktur tubuh hewan tersebut diakibatkan oleh kegiatan
metabolisme . Salah satu kegiatan metabolisme yang diakibatkan oleh hormone, adalah
hormone tiroid. Hormone tiroid dikendalikan oleh TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui Jenis Metamorfosis
2. Mengetahui proses metamorphosis pada amfibi.
3. Mengetahui proses metamorphosis pada insecta.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana jenis dari metamorfosis ?
2. Bagaimana proses metamorfphosis pada amfibi?
3. Bagaimana proses metamorphosis pada insecta?
BAB II

ISI

2.1 Metamorfosis

Kehidupan pasca embrionik akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan cara
yang berbeda-beda salah satunya melalui metamorfosis. Perubahan pada metamorphosis
meliputi perubahan fisiologi, morfologi dan tingkah laku. Perubahan bentuk yang terjadi dalam
metamorfosis terjadi secara bertingkat dalam pertumbuhan dan perkembangan berawal dari
masa muda (larva) menjadi masa dewasa. Metamorphosis dibagi menjadi 2, yakni
metamorphosis sempurna dan metamorphosis tidak sempurna. (Gilbert, 2010).

a. Metamorphosis sempurna

Ciri khusus dalam proses metamorfosis sempurna yakni terjadinya perubahan bentuk
tubuh hewan dari telur hingga dewasa yang setiap fasenya mengalami perubahan bentuk yang
significant. Tahapan proses metamorphosis sempurna yaitu dari telur, akan berubah menjadi
larva, lalu menjadi pupa, pupa akan berkembang dan menjadi dewasa. Contoh metamorphosis
sempurna, yakni pada kupu-kupu .

Gambar 1. Gambar metamorphosis sempurna pada kupu-kupu


Sumber : Wolpert (2002)

b. Metamorphosis tidak sempurna

Metamorphosis tidak sempurna terjadi apabila perubahan bentuk tubuh selama proses
pertumbuhan hewan tidak terdapat perbedaan, ciri khusus pada metamorfosis ini, fase larva
dan pupa tidak dibentuk. Tahapan dari metamorphosis tidak sempurna adalah telur ,
berkembang menjadi nimfa yang memiliki bentuk morfologi mirip hewan dewasa nantinya.
Contoh hewan yang mengalami metamorfosis tidak sempurna adalah kupu-kupu.
Gambar 2. Gambar metamorphosis tidak sempurna pada belalang
Sumber : Adnan (2007)

Jenis metamorfosis juga menentukan pembentukan larva , pada perkembangan dalam


metamorfosis sempurna proses perkembangan diaktifkan oleh hormone-hormon yang spesifik
sehingga terjadi perubahan organisme secara morfologi, fisiologi, dan behavioral untuk
mempersiapkan struktur tubuh yang . Tipe larva pada metamorphosis terdapat 2 tipe yakni,
larva sekunder dan larva primer.(Gilbert, 2010).

Larva primer berdasarkan struktur morfologi tubuhnya larva primer memiliki tubuh
yang berbeda dari bentuk dewasa , sedangkan pada larva sekunder secara morfologi tubuhnya
fase larva dan fase dewasa memiliki tubuh dasar yang sama. Misalnya pada kupu-kupu dan ulat.
Terlepas dari perbedaan yang jelas antara keduanya, kupu-kupu dan ulat tetap mempertahankan
sumbu tubuh yang sama hanya saja hewan ini akan mengalami reduksi pada bagian tubuh yang
lama dengan menambahkan struktur baru dalam kerangka tubuhnya yang sudah ada
sebelumnya. (Gilbert, 2010).

2.2 Metamorfosis Pada Amfibi

Metamorphosis katak pada umumnya berada pada beberapa tahapan yakni, tahapan
premetamorfosis kondisi dimana telur yang telah dibuahi tumbuh menjadi berudu (kecebong).
Pada stadium prometamorfosis kaki bagian belakang muncul dan pertumbuhan tubuh terjadi
secara lambat. Pada stadium metamorphosis klimaks kaki bagian depan muncul dan ekor mulai
menghilang.Perubahan metamorfosis amfibi dipicu oleh hormon tiroid seperti tiroksin (T4) dan
triiodothyronine (T3) yang melalui darah untuk mencapai semua organ larva. Ketika organ
larva menemukan hormon tiroid ini, mereka dapat merespon dengan empat cara: pertumbuhan,
kematian, remodeling, dan resesifikasi . (Berger,dkk. 2005).
Tabel 1. Tabel Perubahan Metamorfosis Pada Annura

Sumber : Gilbert (2010).

Perubahan morfologi pada katak diinduksi oleh hormone Tri-Iodothyronine sehingga


terbentuk organ spesifik pada hewan dewasa. Tungkai pada katak dewasa muncul dari tempat
tertentu serta terjadi pula perubahan posisi mata pada berudu dengan pada katak dewasa akibat
dari hormone ini. Selain pembentukan organ T3 juga menginduksi proliferasi dan differensiasi
neuron baru yang berkembang dan berdiferensiasi di sumsum tulang belakang sehingga organ
baru dapat fungsional. Hormone tiroksin dikendalikan oleh TSH (Thyroid Stimulating
Hormone) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Selain hormone T3 terdapat pula hormone
protorasikotropik (PTTH) dan hormone yang dihasilkan oleh korpora alata (kelenjar endokrin
ectodermal kecil) yang disebut hormone juvenile. PTTH akan merangsang kelenjar protoraks
untuk menghasikan hormone ekdison yang bertugas untuk menginduksi ekdisis, atau
merupakan proses pergantian kulit berhubungan dengan pekembangan (instar) yang mengalami
penambahan ukuran tubuh sehingga dalam tiap perkembangannya melalui tahapan pergantian
kulit. Sedangkan hormone juvenile akan menyebabkan ekdisis dari satu instar larva ke instar
larva berikutnya . (Sachs, dkk. (2019).

Gambar 3. Gambar perbedaan posisi mata pada berudu (A) dan pada katak dewasa (B)
Sumber : Gilbert (2010)
Hormone T3 juga akan menginduksi struktur spesifik larva tertentu untuk mati. Ketika
sel kecebong diinjeksi dengan reseptor T3 negatif yang dominan (tidak bisa menanggapi T3)
maka sel-sel otot bertahan sekaligus memberitahukan beberapa sel untuk bunuh diri dengan
apoptosis. Pada katak apoptosis dapat diamati saat kecebong menghilangkan ekor yang tak lagi
berguna Selain itu, sel darah merah pada kecebong juga mengalami kematian. Saat
metamorfosis, hemoglobin berudu diubah menjadi hemoglobin dewasa yang mengikat oksigen
lebih lambat dan melepaskannya lebih cepat. Eritrosit yang membawa kecebong,
hemoglobinnya memiliki bentuk atau yang berbeda dari sel darah merah dewasa dan sel darah
merah larva.(Gilbert, 2010).

Hormon Tiroid juga berperan sebagai agen pengatur dan pengkontrol yang sangat
berpengaurh terhadap proses metamorfosis. Jika kandungan hormone ini rendah maka akan
terjadi perkembangan anggota tubuh lebih awal. Jika hormone mencapai konsentrasi yang lebih
tinggi maka terjadi pembaharuan atau perbaikan. Perubahan metamorfik dari perkembangan
katak disebabkan oleh beberapa hal diantaranya, Sekresi hormone tiroksin (T4) ke dalam darah
oleh kelenjar tiroid, Konversi T4 menjadi hormone yang lebih aktif, T3 oleh jaringan target,
serta degradasi T3 dalam jaringan target.

Gambar 4. Gambar hormone yang berperan pada metamorphosis katak


Sumber : wolpert (2002)

Katak dewasa dalam mekanisme pengolahan zat sisa berupa urea membutuhkan lebih
sedikit air daripada ekskresi ammonia (ureotelik). Selama metamorphosis akan mensintesis
enzim yang diperlukan untuk membuat urea dari karbon dioksida dan ammonia yang difiksasi
oleh hati. Hormone T3 juga dapat mengatur perubahan dengan menginduksi faktor transkripsi
yang secara spesifik mengaktifkan ekspresi gen siklus urea dengan menekan gen yang
bertanggung jawab untuk sintesis ammonia (Gilbert, 2010).

Gambar 5. Gambar siklus urea saat metamorphosis


Sumber : Gilbert (2010)

2.2.1 Hormon yang Mengontrol Metamorfosis

Hormon yang mengontrol terjadinya metamorphosis yaitu hormone tiroid. Perubahan


metamorfik dari perkembangan katak disebabkan oleh (1) sekresi hormone tiroksin (T4) ke
dalam darah oleh kelenjar tiroid; (2) perubahan hormone T4 menjadi T3 yang lebih aktif menuju
jaringan target; serta (3) adanya degradasi T3 dalam jaringan target
Gambar 6. Gambar metabolisme T4
Sumber : Gilbert (2010)

Proses yang pertama yaitu deiodinase tipe II menghilangkan atom yodium dari cincin
luar hormon T4 diubah menjadi hormon yang lebih aktif T3. Deiodinase tipe III menghilangkan
atom yodium dari cincin bagian dalam T3 untuk mengubahnya menjadi senyawa tidak aktif
akhirnya akan dimetabolisme menjadi tirosin. Ada dua jenis reseptor hormon tiroid. Tyroid
Hormone Receptors A (TRa) tersebar luas di seluruh jaringan dan hadir bahkan sebelum
organisme memiliki kelenjar tiroid. Namun, reseptor hormon tiroid (TRP) adalah produk dari
gen yang langsung diaktifkan oleh hormon tiroid. Tyroid Hormone Receptors B (TRb)
merupakan produk dari gen yang diaktifkan secara langsung oleh hormone tiroid. Sebelum
terjadi metamorphosis kandungan TRb sangat rendah, namun akan meningkat seiring
meningkatnya kadar hormone tiroid (Gilbert, 2010).

Metamorfosis dibagi menjadi beberapa tahap berdasarkan konsentrasi hormon tiroid


yang beredar. Selama tahap pertama, premetamorphosis, kelenjar tiroid sudah mulai matang
dan mengeluarkan kadar T4 yang rendah. Jaringan yang merespon paling awal terhadap hormon
tiroid adalah jaringan yang mengekspresikan tingkat tinggi deiodinase II, dan dengan demikian
dapat mengubah T4 langsung menjadi T3. Selama tahap awal metamorfosis, organ tubuh dapat
menerima hormon tiroid dan menggunakannya untuk memulai pertumbuhan. Ketika tiroid
matang ke tahap prometamorfosis, tiroid mengeluarkan lebih banyak hormon tiroid. Namun,
banyak perubahan besar (seperti resorpsi ekor, resorpsi insang, dan remodeling usus) harus
menunggu sampai tahap klimaks metamorf. Pada saat itu, konsentrasi T4 meningkat dan tingkat
TRP memuncak di dalam sel. Karena salah satu gen target T3 adalah TRB gen, TRB mungkin
menjadi reseptor utama yang menengahi klimaks metamorfik. Pada ekor, hanya ada sejumlah
kecil TRa selama prametamorfosis, dan deiodinase II tidak terdeteksi. Namun, selama
prometamorfosis, peningkatan kadar hormon tiroid menginduksi tingkat TRB yang lebih tinggi.
Pada klimaks metamorfik, deiodinase II diekspresikan, dan ekor mulai apoptosis. Dengan cara
ini, ekor mengalami apoptosis hanya setelah kaki fungsional (Gilbert, 2010).

Otak katak juga mengalami perubahan selama metamorfosis, dan salah satu fungsi otak
adalah menurunkan regulasi metamorfosis begitu klimaks metamorf telah tercapai. Hormon
tiroid akhirnya menginduksi umpan balik negatif, mematikan sel-sel hipofisis yang
memerintahkan tiroid untuk sekresi T3. T3 yang dihasilkan menekan transkripsi gen
thyrotropin, sehingga memulai loop umpan balik negatif sehingga lebih sedikit hormon tiroid
yang disintesis (Gilbert, 2010).

2.3 Metamorfosis pada Serangga

Ada tiga macam utama perkembangan (metamorfosis) serangga. Beberapa serangga


tidak memiliki tahap larva dan mengalami perkembangan langsung tanpa adanya fase-fase
metamorfosis. Serangga yang demikian disebut tipe Ametabola (tanpa metamorfosis).
Metamorfosis yang melibatkan stadium pupa disebut metamorfosis lengkap dan serangga yang
memiliki metamorfosis ini disebut Holometabola. Sementara itu serangga yang tidak melalui
stadium pupa dan dengan demikian tidak mengalami metamorfosis secara lengkap disebut
Hemimetabola (Surjono, 2001).
Perbedaan pola antara serangga yang tidak mengalami metamorfosis
(ametabola),serangga yang mengalami metamorfosis secara lengkap (holometabola) dan secara
tidak lengkap (hemimetabola) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 7. Macam-macam metamorphosis pada serangga
Sumber : Gilbert (2010)

2.3.1 Stadia dalam Metamorfosis Serangga


1. Telur
Hewan serangga betina memiliki sel telur yang akan menjadi bakal individu
baru. Sebelum berkembang, sel telur tersebut harus dibuahi oleh sperma yang
berasal dari serangga jantan. Setelah terjadi fertilisasi, telur tersebut dikeluarkan dan
menetas. Proses pecahnya telur disebut eclosion.
2. Larva dan Nimfa
Larva adalah suatu bentuk dari stadia metamorfosis serangga yang berada di
antara stadia telur dan pupa. Sedangkan nimfa adalah serangga muda yang mirip
dengan induknya, tetapi ukurannya lebih kecil. Nimfa adalah bentuk transisi dari
telur ke imago dan biasanya belum dijumpai adanya alat genital. Larva dijumpai
pada serangga yang bermetamorfosis sempurna (holometabola), sedangkan nimfa
dijumpai pada serangga yang bermetamorfosis tidak sempurna (hemimetabola)
Larva pada serangga memiliki berbagai macam bentuk. Menurut bentuknya
larva serangga yang mengalami metamorfosis sempurna terbagi atas:
- Eruciform
Jenis larva ini merupakan berbagai macam ulat pada Lepidoptera seperti larva ulat
kupu-kupu dan ngengat

- Vermiform
Larva jenis ini merupakan berbagai macam belatung yang tidak berkaki. Kelompok
ini biasanya terdapat pada Diptera seperti lalat.

- Elateriform

Bentuk larva ini seperti cacing, tapi kulitnya keras, kakinya pendek tidak berbulu.
Contoh larva jenis elateriform adalah pada Coleoptera seperti kumbang.

- Campodeiform

Larva jenis ini berbentuk memanjang, kaki dan antena berkembang baik. Kelompok
serangga yang memiliki tipe larva jenis ini adalah kumbang air dan
neuroptera(serangga sayap jala).

- Scarabaeiform

Larva jenis ini memiliki bentuk melengkung seperti huruf c, kadang berbulu.
Kelompok serangga yang memiliki tipe larva jenis ini adalah pada kelompok
Coleoptera seperti kumbang scarabs yang merupakan famili scarabaeidae
(Encyclopedia Britanica,Inc., 2012).

Macam-macam bentuk larva pada serangga dapat dilihat pada gambar .

Gambar 8. Bentuk-bentuk larva pada serangga


Sumber : Encyclopedia Britanica,Inc. (2012)

3. Pupa
Stadia ini berada di antara fase larva dan dewasa. Pupa memiliki wadah berupa
kantong yang disebut kokon (coccon) yang bentuk dan warnanya berbeda-beda.
Lapisan tipis atau keras pada kokon yang berasal dari kulit larva yang menyelimuti
pupa disebut puparium.
4. Imago
Imago merupakan stadia akhir dari siklus metamorfosis serangga. Fase imago
ini merupakan fase reproduksi serangga dimana serangga akan mengadakan
perkawinan antara jantan dan betina yang akan membentuk telur-telur lagi dan
kembali ke siklus awal.

2.2.3 Metamorfosis pada Drosophila

1. Eversi dan Diferensiasi Cakram Imajinal Larva Drosophila

Transformasi dari serangga remaja ke dewasa pada serangga Holometabola terjadi di


dalam kutikula pupa. Sebagian besar tubuh tua larva secara sistematis dihancurkan oleh
apoptosis, sementara organ dewasa baru berkembang dari sarang sel yang tidak berdiferensiasi
yaitu cakram imajinal. Jadi, di dalam larva, ada dua populasi sel yang berbeda yaitu sel larva
yang digunakan untuk fungsi serangga remaja dan ribuan sel imajinal yang terletak di dalam
larva cluster menunggu sinyal untuk berdiferensiasi. Pada Drosophila, ada sepuluh pasang
cakram imajiner utama, yang membentuk banyak cakram organ dewasa, dan cakram genital
yang tidak berpasangan, yang membentuk struktur reproduksi (Gilbert, 2010).

Peta nasib dan urutan perpanjangan kaki disc ditunjukkan pada gambar. Di akhir yang
ketiga instar, tepat sebelum kepompong, cakram kaki adalah kantung epitel dihubungkan oleh
batang tipis ke epidermis larva. Sel-sel cakram imajinal akan membentuk struktur kutikula
dewasa, termasuk sayap, kaki, antena, mata, kepala, dada, dan genitalia. Setelah larva berubah
menjadi pupa, hampir semua jaringan larva berdegenerasi dan cakram imajinal berubah
menjadi struktur eksternal kepala, rongga dada, tungkai dan genitalia (Davies, 2013).
Gambar 9. Peta nasib dan urutan perpanjangan kaki disc Drosophila
Sumber : Gilbert (2010)

Kaki disc dewasa di instar ketiga Drosophila tidak terlihat seperti struktur dewasa. Hal
ini ditentukan namun belum dibedakan; diferensiasi membutuhkan Signal, dalam bentuk
serangkaian meranggas dari hormon "molting" 20-hydroxyecdysone. Pulsa pertama, terjadi
pada tahap larva akhir, memulai pembentukan pupa, penangkapan seldivisi di disk, dan
memulai perubahan bentuk sel yang mendorong eversi kaki. Elongasi pada cakram imaginal
terjadi tanpa pembelahan sel dan terutama disebabkan sel perubahan bentuk dalam epitel disc.
Menggunakan phalloidin berlabel fluoresensi untuk menodai mikrofilamen perifer dari sel-sel
disk tungkai, mereka menunjukkan bahwa sel-sel cakram instar ketiga awal diatur secara ketat
di sepanjang sumbu proksimal-distal. Ketika sinyal hormon untuk dibedakan diberikan, sel-sel
mengubah bentuknya dan tungkai diangkat, sel-sel sentral dari disk menjadi sel-sel tungkai
yang paling distal. Struktur kaki akan berbeda entiate dalam pupa, sehingga pada saat dewasa
terbang ecloses, mereka sepenuhnya terbentuk dan fungsional (Gilbert, 2010).

Gambar 10. Perkembangan kaki Drosophila


Sumber : Gilbert (2010)
2. Perkembangan Sumbu Dorsal Ventral

Cakram terbesar, yaitu sayap, berisi sekitar 60.000 sel, sedangkan cakram kaki dan
haltere berisi sekitar 10.000. Sumbu dorsal ventral sayap dibentuk pada tahap instar kedua
dengan ekspresi gen apterous dalam sel-sel dorsal prospektif dari cakram. Lapisan atas sayap
dibedakan dari lapisan bawah bilah sayap. Bagian punggung sayap mensintesis protein
transmembran yang mencegah percampuran sel-sel punggung dan perut. Pada batas antara
dorsal dan ventral comparlments, yang Apterous dan Ves faktor transkripsi tion tigial
berinteraksi untuk mengaktifkan gen pengkodean Wnt parakrin faktor bersayap menunjukkan
bahwa Wing kurang protein bertindak sebagai faktor pertumbuhan untuk mempromosikan
proliferasi sel yang membentang sayap.

Gambar 11. Perkembangan sumbu dorsal-ventral


Sumber : Gilbert (2010)
3. Hormon yang Berperan dalam Kontrol Metamorfosis

Seperti metamorfosis amfibi, the metamorfosis serangga tampaknya diatur oleh hormon
efektor, yang dikendalikan oleh neurohormon di otak. Molting serangga dan metamorfosis
dikendalikan oleh dua hormon efektor yaitu steroid 20- hydroxyecdysone dan hormon juvenile
lipid (JH). 20-hydroxyecdysone menginisiasi dan mengkoordinir setiap ganti kulit dan
mengatur perubahan dalam ekspresi gen yang terjadi selama metamorfosis. Hormon yang
berperan dalam metamorfosis terdiri dari atas tiga macam yaitu, hormon otak, hormon molting
(ekdison), dan hormon juvenil (Spratt, 2011).

Hormon juvenile mencegah perubahan yang diinduksi ecdysone pada ekspresi gen itu
diperlukan untuk metamorfosis. Dengan demikian, kehadirannya selama ganti kulit
memastikan bahwa hasil ganti kulit itu menghasilkan instar yang lain, bukan pupa atau imago.
Proses molting dimulai di otak, di mana neurosecretory sel melepaskan hormon
prothoracicotropic (PTTH) sebagai respons terhadap saraf, hormonal, atau sinyal lingkungan.

PTTH adalah hormon peptida dengan berat molekul sekitar 40.000, dan merangsang
produksi ecdysone oleh kelenjar prothoracic. Ecdysone ini dimodifikasi dalam jaringan perifer
untuk menjadi hormon molting aktif 20-hydroxyecdysone. Setiap meranggas dimulai oleh satu
atau lebih pulsa 20-hydroxyecdysone. Untuk ganti kulit larva, nadi pertama menghasilkan
peningkatan kecil dalam konsentrasi hydroxyecdysone dalam hemolimf (larva) darah dan
memunculkan perubahan dalam komitmen seluler. Denyut hidroksiekdyson besar yang kedua
mengawali peristiwa diferensiasi yang terkait dengan ganti kulit. Hydroxyecdysone melakukan
dan merangsang sel epidermis untuk mensintesis enzim yang mencerna dan mendaur ulang
komponen kutikula (Gilbert, 2010).
Gambar 12. Hormon dalam metamorphosis serangga
Sumber : Gilbert (2010)

Hormon juvenile dikeluarkan oleh korpora allata. Sel-sel sekresi korpora allata aktif
selama mol larva tetapi tidak aktif selama mol metamorf. Selama JH hadir, molts yang
distimulasi hydroxyecdysone menghasilkan instar larva baru. Dalam larva terakhir Namun,
saraf medial dari otak ke korpora allata menghambat kelenjar memproduksi JH, dan ada
peningkatan simultan dalam kemampuan tubuh untuk menurunkan JH yang ada. Kedua
mekanisme ini menyebabkan level JH turun di bawah kritis nilai ambang batas. Ini memicu
pelepasan PTTH dari otak. PTTH, pada gilirannya, merangsang kelenjar prothoracic untuk
mengeluarkan a sejumlah kecil ecdysone. Hidroksiecdison yang dihasilkan, tanpa adanya kadar
JH yang tinggi, melakukan sel untuk pengembangan kepompong. MRNA khusus larva tidak
diganti, dan baru mRNA disintesis yang produk proteinnya menghambat transkripsi pesan
larva. Setelah pulsa ecdysone kedua, produk gen khusus pupa disintesis, dan ganti kulit
berikutnya menggeser organisme dari larva ke pupa. Tampaknya, kemudian, bahwa Denyut
nadi ecdysone pertama selama instar larva terakhir memicu proses yang menonaktifkan gen
spesifik larva dan menyiapkan gen spesifik pupa untuk ditranskripsi. Denyut nadi kedua
mentranskripsikan gen pupa-spesifik dan menginisiasi molt. Di ganti kulit imajinal, ketika
ecdysone bertindak tanpa hormon remaja, cakram imajinal berdiferensiasi, dan meranggas
menjadi imago (Gilbert, 2010).

BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan

Metamorphosis merupakan perubahan bentuk secara bertingkat dalam pertumbuhan dan


perkembangan berawal dari masa muda (larva) menjadi masa dewasa. Metamorphosis terbagi
menjadi dua yaitu metamorphosis sempurna seperti pada katak, dan metamorphosis tidak
sempurna seperti pada serangga. Katak dapat mengalami fase metamorphosis karena
dipengaruhi oleh hormone tiroid. Sedangkan jika pada serangga fase ini dipengaruhi oleh
hormone juvenile.

3.2. Saran

Saran dari penulis diharapkan makalah mengenai materi metamorphosis serangga dan amphibi
dapat dijadikan sebagai bahan edukasi dan juga dapat dikembangkan untuk penelitian di masa
yang akan datang. Selain itu, untuk memperjelas pemahaman materi ini, dapat di dampingi
dengan melihat video terkait pada link sebagai berikut :
Link Video 1 : https://www.youtube.com/watch?v=zCCuKvL_mN4
Link Video 2 : https://www.youtube.com/watch?v=bb1ysx40Wdo
Link Video 3 : https://www.youtube.com/watch?v=wAcwjWi6I9Y

DAFTAR RUJUKAN

Adnan. 2007. Reproduksi dan Embriologi. Universitas Negeri Makassar: Makassar

Berger, L., Hyatt, A. D., Speare, R., & Longcore, J. E. 2005. Life cycle stages of the amphibian
chytrid Batrachochytrium dendrobatidis. Diseases of aquatic organisms, 68(1), 51-63.

Davies, Jamie A. 2013. Mechanisms of Morphogenesis. Edinburgh : ScienceDirect


Encyclopedia Britannica,Inc. 2012. Insect-Natural History. Britannica,Inc.

Gilbert, S. 2010. Development Biology. USA : Sinauer Associates.


Janson, M. & J. Pope (ed.). 1995. The World Book Encyclopedia of Science. Chicago: World
Book
Sachs, L. M., & Buchholz, D. R. 2019. Insufficiency of thyroid hormone in frog
metamorphosis and the role of glucocorticoids. Frontiers in endocrinology, 10, 287.
Spratt, N.T,. 2011. Developmental Biology. Belmont : Wadsworth Publishing Company
Huether, S.E., & Kathryn L. M,. 2015. Understanding Pathophysiology. Missouri : Elsevier
Press
Wolpert, L. 2002. Principles of Development Second Edition. New York: Oxford Univesity
Press

Anda mungkin juga menyukai