Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM

PENYESUAIAN HEWAN POIKILOTERMIK TERHADAP OKSIGEN


LINGKUNGAN

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fisiologi Hewan & Manusia


Yang dibina oleh Hendra Susanto,S.Pd,M.Kes.,Ph.D dan Wira Eka Putra,S.Si.,M.Med.Sc.

Disusun oleh :

Kelompok 3 Offering H 2018

1. Alief Sella F. N. (180342618033)


2. Amalia Nur Rahma (180342618089)
3. Dina Aulia A (180342618023)
4. Muhammad Fikri H (180342618006)
5. Qathrin Nada A (180342618085)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

PROGRAM STUDI BIOLOGI

NOVEMBER 2019
A. TOPIK : Praktikum Penyesuaian Hewan Poikilotermik Terhadap Oksigen
Lingkungan
B. HARI DAN TANGGAL : Kamis, 7 November 2019
C. TUJUAN PRAKTIKUM : Dapat menjelaskan pengaruh penurunan dan kenaikan
suhu terhadap jumlah O2 di lingkungan, dapat menjelaskan hubungan antara (penurunan dan
peningkatan) jumlah gerak operkulum dengan kandungan O2 di lingkungan.
D. DASAR TEORI
Keberhasilan makhluk hidup untuk bertahan dalam berbagai keadaan di lingkungan
dikarenakan memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan tersebut. Adanya adaptasi ini
menimbulkan respon dari berbagai aspek yaitu morfologi, fisiologi maupun tingkah laku.
Selain itu, faktor kimia dan fisika juga berpengaruh dalam proses homeostasis organisme di
wilayah perairan (Tunas, 2005)
Ikan merupakan hewan berdarah dingin yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri
dengan suhu di lingkungannya. Semua organism laut bersifat poikilotermik kecuali pada
mammalia dan tidak dapat mengatur suhu tubuhnya. Hal ini tidak menguntungkan bagi
beberapa spesies seperti menghambat proses pertumbuhan dan perkembangannya, proses
respirasi, bahkan bias sampai kematian (Staf pengajar Fakultas Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin, 2010)
Semakin rendahsuhu, maka semakin rendah pula kadar oksigen didalamnya.
Kedalaman juga berpengaruh terhadap jumlah oksigen, seperti pada permukaan jauh lebih
banyak mengandung oksigen karena difusi langsung, semakin dalam suatu perairan,
kandungan oksigennya juga berkurang. Selain itu. Kebutuhan oksigen pada ikan yang aktif
bergerak lebih banyak dibandingkan ikan yang diam (Salmin, 2005). Peningkatan suhu juga
dapa tmeningkatkan laju metabolisme dan respirasi pada organism perairanya itu
meningkatnya konsumsi oksigen. Setiap kenaikan 10°C terjadi peningkatan konsumsi oksigen
2 hingga 3 kali lipat (Effendi, 2003). Kenaikan suhu dapat menyebabkankerusakan dan
aktivitas yang menurun sehingga dapat menyebabkan kematian, selain itu, perubahan suhu
yang tiba-tiba juga dapat menyebabkan terjadinya kejutan atau shock (Yuliani & Raharjo,
2009)
Hewan poikilotermik juga dapat dikatakan hewan ektoterm dikarenakan
kemampuannya dalam melakukan konformitas suhu atau termokonformitas sesuai dengan
suhu lingkungannya dikarenakan laju kehilangan panas lebih tinggi dari pada produksinya
sehingga hewan ini juga ketergantungan terhadap lingkungan (Hastuti 2003)
E. ALAT DAN BAHAN
Alat : Bahan:
− Aquarium − Ikan ukuran sedang
− Termometer − Es batu
− Wadah Plastik
− Gayung Plastik
− Timbangan
− Panci
− Kompor Gas
− Alat Penghitung
− Spidol besar
F. PROSEDUR
1. Pengaruh kenaikan suhu air terhadap jumlah gerak operkulum

Direbus air di dalam panci.

Diisi akuarium dengan air suhu kamar, beri batas tinggi air dengan spidol.

Ditimbang ikan yang akan digunakan, kemudian dimasukkan ke dalam


akuarium yang telah diisi air dengan suhu kamar. Dihitung gerak operkulum
dalam satu menit. Dilakukan 3 kali pengulangan.

Dinaikkan suhu air sebanyak 3˚C dengan cara menuangkan air panas ke
dalam akuarium sedikit demi sedikit (jangan sampai mengenai ikan).
Dihitung gerak operkulum dalam satu menit. Dilakukan 3 kali pengulangan.

Dinaikan suhu terus menerus (setiap kenaikan 3˚C) sampai keseimbangan


ikan tidak normal.

Bila keseimbangan ikan mulai tidak normal, dihentikan perhitungan dan


segera dipindahkan ikan ke suhu air kamar.
2. Pengaruh penurunan suhu air terhadap jumlah gerak operkulum

Disiapkan air dengan suhu kamar dalam akuarium, ditandai batas air dengan
spidol.

Dimasukkan ke dalam akuarium yang telah diisi air dengan suhu kamar.
Dihitung gerak operkulum dalam satu menit. Dilakukan 3 kali pengulangan.

Diturunkan suhu air sebanyak 3˚C dengan cara memasukkan es ke dalam


akuarium. Dihitung gerak operkulum dalam satu menit. Dilakukan 3 kali
pengulangan.

Diturunkan suhu terus menerus (setiap penurunan 3˚C) sampai keseimbangan


ikan tidak normal.

Bila keseimbangan ikan mulai tidak normal, dihentikan perhitungan dan


segera dipindahkan ikan ke suhu air kamar.

G. DATA PENGAMATAN

Tabel 1. Pengaruh Kenaikan Suhu Air Terhadap Jumlah Gerak Operkulum

Suhu air JumlahGerak operkulum/menit Rata-rata


(˚C) 1 2 3

29 100 96 95 97

32 106 112 118 112

35 135 140 147 140,7

38 155 164 153 157,3


Tabel 2. Pengaruh Penurunan Suhu Air Terhadap Jumlah Gerak Operkulum

Suhu air Jumlah Gerak operkulum/menit


Rata-rata
(˚C) 1 2 3

29 96 95 94 95

26 114 115 116 115

23 100 104 100 101,3

20 90 88 89 89

17 77 79 79 78,3

14 50 45 47 47,3

Berat ikan: 63,95 gram

H. ANALISIS DATA

Pada tabel satu, pengaruh kenaikan suhu air terhadap jumlah gerak operkulum ikan
dihasilkan dari suhu awal atau suhu kamar 29 oC, dinaikkan setiap kenaikan 3oC yaitu, 32oC,
35oC, dan 38 oC dengan rata-rata gerakan operkulum secara berurutan 97, 112, 140.7, dan
157.3 jumlah gerak operkulum/menit dengan berat awal ikan 63,95 gram.
Pada tabel dua,pengaruh penurunan suhu air terhadap jumlah gerak operkulum ikan
dihasilkan dari suhu awal atau suhu kamar 29 oC, diturunkan setiap penurunan 3oC yaitu, 26
o
C 23oC, 20oC, 17oC dan 14oC dengan rata-rata gerakan operkulum secara berurutan 95, 115,
101.3, 89, 78.3, dan 47.3 kali jumlah gerak operkulum per menit.
Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa pada ikan yang diberi pengaruh
kenaikan suhu rata-rata pergerakan operkulumnya relatif meningkat. Sedangkan pada ikan
yang diberi pengaruh penurunan suhu rata-rata pergerakan operkulumnya relatif menurun
tidak stabil. Dari hasil pengamatan tersebut, semakin tinggi suhu maka gerakan operkulum
semakin cepat karena semakin tingginya suhu memicu laju pergerakan operkulum pada ikan
semakin cepat.

I. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan 2 perngamatan yaitu mengetahui pengaruh penurunan suhu
terhadap membuka dan menutupnya operkulum ikan dan pengaruh kenaikan suhu terhadap
membuka dan menutupnya operkulum ikan. Untuk menurunkan suhu pada media praktikum
menggunakan beberapa es batu yang ditambahkan kedalam aquarium. Sedangkan untuk
menaikkan suhu menggunakan air panas yang yang ditambahkan pada air yang sudah ada di
dalam aquarium. Pada proses penurunan dan kenaikannya 3 oC setiap penurunan dan
kenaikan. Pada proses penambahan air dingin maupun air panas, volume air yang ada di
dalam aquarium harus konstan. Volume konstan dipertahankan agar oksigen yang terlarut
dalam air tetap, sehingga faktor suhu yang menjadi tujuan utama dapat sempurna tanpa ada
faktor lain yang mempengaruhi.
Pada prakikum ini, dilihat batas kemampuan osmotik pada ikan dengan cara
menambahkan dan menurunkan suhu air pada akuarium. Ketika air semakin panas atau
suhunya naik, semakin banyak pergerakan operkulum pada ikan. Sedangan ketika terjadi
penurunan suhu, gerak operkulum melambat. Peningkatan suhu juga dapat meningkatkan laju
metabolisme dan respirasi pada organism perairanya itu meningkatnya konsumsi oksigen
(Effendi, 2003). Selain itu, menurut Wijayanti (2011), semakin turun suhu pada air
menyebabkan konsentrasi oksigen didalamnya semakin tinggi, dan juga terjadi penurunan
proses metabolism hingga menurunkan konsumsi oksigen. Hal tersebut menyebabkan gerak
operkulum yang semakin melambat.
Pada pengamatan pertama yaitu pengaruh penurunan suhu terhadap pergerakan
operkulum ikan suhu awal ruang 29 oC, , diturunkan setiap penurunan 3oC yaitu, 26 oC 23oC,
20oC, 17oC dan 14oC dengan rata-rata gerakan operkulum secara berurutan 95, 115, 101.3, 89,
78.3, dan 47.3 kali jumlah gerak operkulum per menit. Dengan berat awal ikan 63,95 gram.
Bedasarkan hasil tersebut keseimbangan ikan terganggu pada suhu 14oC tidak dapat
mempertahankan lagi homeostasisnya. Hal ini menunjukkan semakin rendah suhu air dalam
aquarium, maka jumlah pergerakan operkulum ikan semakin sedikit. Hal tersebut sesuai
dengan teori bahwa semakin dingin suhu air, konsentrasi oksigen terlarut akan semakin tinggi,
sehingga gerak operkulum semakin lambat dan tingkah laku semakin pasif (Wijayanti, 2011).
Pada pengamatan kedua yaitu mengamati pengaruh kenaikan suhu terhadap pergerakan
operkulum ikan dengan suhu awal sebesar 29oC. Kemudian suhu dinaikkan dengan setiap
kenaikan sebesar 3oC yaitu, 32 oC, 35oC, dan 38oC dengan rata-rata pergerakan operkulum
secara berurutan sebesar 97, 112, 140.7, dan 157.3 kali jumlah gerak operkulum per menit.
Berdasarkan data tersebut, ikan hanya dapat bertahan sampai tiga kali kenaikan suhu dari
suhu awal dan ikan mulai terganggu pada suhu 38oC. Hal ini menunjukan semakin tinggi suhu
air pada suatu lingkungan, maka semakin cepat pergerakan operkulum pada ikan. Dari hasil
tersebut pada peningkatan suhu akan mengakibatkan peningkatan kecepatan metabolisme dan
respirasi organisme air dan juga mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen (Wijayanti,
2011). Ikan memiliki suhu normal rata-rata sebesar 28oC, kemudian suhu tertinggi ikan dapat
mencapai 44oC dan suhu terendah ikan berkisar 7oC. Hal ini sesuai dengan teori Narantaka
(2012) suhu air yang ideal untuk tempat hidup ikan adalah pada kisaran antara 25 oC -30 oC ,
dan pertumbuhan akan menurun apabila suhu rendah di bawah 13 oC. Pertumbuhan juga akan
menurun dengan cepat dan akan berhenti pada suhu di bawah 5 oC.
Ketersediaan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) penting dibutuhkan oleh semua
makhlud hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan perkembang baiakan. Sumber utama oksigen
dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi udara bebas dan hasil fotosintesis
organismehidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Selain faktor suhu, ketersediaan
oksigen dalam air juga dapat dipengaruhi oleh keberadaan produser autotrop yang mampu
melakukan fotosintesis, serta proses difusi oksigen dari udara, tekanan udara parsial,
ketinggian tempat, keadaan salinitas dan alkalinitas (Effendi, 2003).
Hubungan dengan fase dilatasi dan fase kontriksi. Fase kontriksi penyempitan
pembuluh darah.
J. KESIMPULAN

Pada praktikum mengenai penyesuian hewan poikilotermik terhadap oksigen lingkungan


dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu air maka semakin cepat pergerakan operkulum
dikarenakan pada saat suhu tinggi jumlah kandungan oksigen yang terlarut didalam air sangat
sedikit sehingga laju respirasi pada ikan berlangsung sangat cepat dan pergerakkannya
bersifat sangat aktif untuk mengambil oksigen yang terlarut di dalam air. Sedangkan, semakin
rendah suhu maka pergerakan operkulum semakin lambat dikarenakan jumlah kandungan
oksigen yang terlarut dalam air itu sangat tinggi sehingga laju respirasi yang terjadi semakin
lambat, pergerakkan ikan pun sangat pasif karena penurunan konsumsi oksigen.

K. DAFTAR PUSTAKA

Hastuti, S. 2003. Respon Glukosa Darah Ikan Gurami (Osphronemus gouramy, LAC.)
Terhadap Stres Perubahan Suhu Lingkungan. Vol 2

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Kanisius

Narantaka, A. 2012. Pembenihan Ikan Mas. Cetaan I. Bogor. Javalitera.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah
Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana. Vol 30: Halaman
21-26
Staf Pengajar Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. 2010. Distribusi
Suhu Permukaan Pada Musim Peralihan Barat-Timur Terkait dengan Fishing Ground
Ikan Pelagis Kecil di Perairan Spermonde. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. Vol.
20 (1) : 1 – 7.

Tunas, Arthama W. 2005. Patologi Ikan Toloestei. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Yuliani, dan Rahardjo. 2012. Panduan Praktikum Ekofisiologi. Surabaya: Unipress


Universitas Negeri Surabaya

Wijayanti, Ima. 2011. Pengaruh Temperatur Terhadap Kondisi Anastesi Bawal


Tawar(Colossoma macropomum) dan Lobster Tawar (Cherax quadricarinatus).
Jurnal Penelitian. Vol 1: 1-15.

Anda mungkin juga menyukai