Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH LINGKUNGAN SUHU TERHADAP

OPERKULUM IKAN

Nama : Tofik Adi Saputra


NIM : B0A021001
Rombongan :I
Kelompok :1
Asisten : Yashinta Istighfari

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2022
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Termoregulasi ialah proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu
tubuhnya supaya tetap konstan, paling tidak, supaya suhu tubuhnya tidak
mengalami perubahan yang terlalu besar. Persoalannya, tidak semua hewan
mampu mepepertahankan suhu tubuhnya dinamakan homoeterm, sedangkan yang
tidak mampu mempertahankan suhu tubuhnya disebut poikiloterm. Menurut
konsep kuno, poikiloterm sama dengan hewan berdarah dingin, sedangkan
homoeterm sama dengan hewan berdarah panas. Namun, lebih baik kita tidak lagi
menggunakan istilah tersebut karena tidak tepat dan sering kali menimbulkan
kebingungan (Isnaeni, 2006).
Poikiloterm adalah hewan yang mampu menyesuaikan suhu tubuhnya
terhadap perubahan suhu lingkungan. Bila suhu lingkungan lebih dingin, maka
hewan poikiloterm akan menurunkan suhu tubuhnya, demikian pula sebaliknya
jika suhu meningkat (Nuriyasa, 2017). Selain itu, poikiloterm merupakan hewan
yang tidak mampu mempertahankan suhu tubuh (A’tourrohman, 2019).
Poikiloterm sering disebut hewan berdarah dingin/suhu tubuh dipengaruhi oleh
suhu lingkungan (Aminah, 2018).
Suhu juga berpengaruh terhadap konsentrasi oksigen terlarut. Kadar oksigen
terlarut didalam air akan semakin menurun seiring dengan peningkatan maupun
penurunan suhu habibat ikan. Gerakan operkulum semakin cepat dan tingkah laku
ikan semakin aktif apabila suhu tinggi dan semakin rendah suhu air maka semakin
menurun jumlah gerakan operkulum dan tingkah laku ikan semakin pasif.
Perubahan suhu yang terlalu drastis melebihi batas toleransi ikan dapat juga
menyebabkan kematian pada ikan (Ramli, 2017).

B. Tujuan

Tujuan Praktikum kali ini adalah mempelajari pengaruh suhu air (normal,
panas,dan dingin) terhadap operkulum ikan.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Ikan nila( Oreochromis
niloticus ) yang masih hidup , air normal, air dingin (es batu), dan air panas.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah stopwatch,
akuarium/ember/wadah lain , thermometer, alat tulis.

B. Cara Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2. Diukur suhu air menggunakan termometer dengan perlakuan suhu (normal:
26°C, panas: 29 °C, dan dingin: 23°C)
3. Ikan nila dimasukkan ke dalam wadah dengan suhu air Perlakuan
4. Dihitung dan dicatat gerakan operculum membuka dan menutup ikan nila
selama 1 menit
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Pengamatan Gerakan Operkulum Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Terhadap Suhu yang Berbeda

Jenis Air Suhu Gerakan Operkulum

Air normal 260 C 87

Air panas 290 C 98

Air dingin 230 C 80

B. Pembahasan

Pada praktikum pengaruh perubahan lingkungan (suhu) terhadap operkulum


ikan nila menunjukkan bahwa kenaikan maupun penurunan suhu air sangat
mempengaruhi gerakan operkulum ikan. Dari hasil praktikum dapat diketahui
bahwa adanya perbedaan jumlah gerakan operkulum ikan. Pada suhu air normal
(26°C) menunjukan hasil jumlah buka dan menutupnya operkulum sebanyak 87
kali/menit, air dingin (23°C) 80 kali/menit dan pada suhu air panas (29°C)
sebanyak 98 gerakan. Hal itu menunjukan bahwa laju bukaan operkulum pada
suhu tinggi lebih cepat dari laju bukaan operkulum pada suhu rendah.
Gerakan operkulum sebenarnya merupakan indikator laju respirasi Ikan.
Sedangkan suhu merupakan faktor pembatas bagi kehidupan ikan. Telah diketahui
bahwa suhu tinggi akan menyebabkan berkurangnya gas oksigen terlarut,
akibatnya ikan akan mempercepat gerakan operkulum untuk mendapatkan gas
oksigen dengan cepat sesuai kebutuhan respirasinya. Hal ini sesuai dengan
literatur bahwa ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi
akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius 1992). Hal tersebut dapat
diamati dari perubahan gerakan operkulum ikan.
Laju gerakan operkulum ikan mempunyai korelasi positif terhadap laju
respirasi ikan. Menurut Munro (1978 dalam Tunas 2005), Peningkatan suhu air
dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas-gas, tetapi meningkatkan solubilitas
senyawa-senyawa toksik seperti polutan minyak mentah dan pestisida, serta
meningkatkan toksisitas logam berat, sebagai contoh bahwa pada air tawar
(salinitas 0%) peningkatan suhu dari 25oC menjadi 30oC menyebabkan
penurunan kelarutan oksigen dari 8,4 menjadi 7,6 mg/liter. Sedangkan kecepatan
membuka dan menutupnya operculum pada suhu rendah lebih lambat dari suhu
kamar. Perubahan suhu yang besar dan mendadak jelas dengan nyata
mempengaruhi adaptasi Ikan, Ikan yang diaklimasikan ke suhu yang dingin akan
berenang lebih cepat (Campbell 2002).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa suhu tinggi


akan menyebabkan laju bukaan/gerakan operkulum ikan menjadi cepat karena
berkurangnya gas oksigen terlarut, akibatnya ikan akan mempercepat gerakan
operkulum untuk mendapatkan gas oksigen sesuai kebutuhan respirasinya.
Sedangkan suhu rendah menyebabkan laju bukaan operkulum ikan lambat karena
ikan menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya
imun namun, bisa juga ikan akan pingsan karena stress gerakan renang ikan semakin
cepat dan membuat denyut nadi melemah dan gerakan operkulumnya melambat.
DAFTAR PUSTAKA

Aminah, G. H. 2018. Sumber Belajar Materi Animalia Kelas X di MA NU 03 Sunan


Katon (Perkembangan Buku Identifikasi Vertebrata Koleksi Kebun Binatang
Mangkang Sebagai Sumber Belajar Materi Animalia Kelas X di MA NU 03
Sunan Katong). Hal 1-90.
A’tourrohman, M. 2019. Gerak Refleksi dan Termoregulasi. Praktikum Fisiologi
Hewan. Hal 1-8.
Campbell. 2004. Biologi, Edisi Kelima-Jilid 3. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Isnaeni, 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius: Yogjakarta.
Nuriyasa, I. M. 2017. Homeostatis Pada Ternak. Universitas Udayana
Ramli. M. (2017). Respon Ikan Plectroglyphidodon Lacrymatus Terhadap kenaikan
Suhu. Jurnal Sapa Laut. Vol. 2(2) hal: 45-53

Anda mungkin juga menyukai