“PENGARUH SUHU
TERHADAP GERAKAN OPERCULUM PADA IKAN”
Disusun oleh:
Yunita(4001415042)
2015
1. JUDUL :
Percobaan Pengaruh Suhu terhadap Gerakan Operculum pada Ikan Mas
2. KOMPETENSI INTI :
Mencoba, mengolah, danmenyajidalamtranahkonkret (menggunakan, mengurai,
merangkai, memodifikasi, danmembuat) danranahabstrak (menulis, membaca,
menghitung, menggambar, danmengarang) sesuaidengan yang dipelajari di
sekolahdansumber lain yang samadalamsudutpandangatauteori.
3. KOMPETENSI DASAR
Menyajikanhasilobservasiterhadapinteraksimakhlukhidupdenganlingkungansekitarnya
.
4. INDIKATOR
Menjelaskan pengaruh suhuterhadap gerakan operculum pada ikan mas.
5. TUJUAN
a. Mengetahuiperubahangerakan operculum ikanmasterhadapperubahansuhu air.
b. Mengetahuirespontingkahlakuikanmasakibatperubahansuhu air.
6. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimanakah perubahan gerakan operculum ikan mas terhadap perubahan
suhu air?
b. Bagaimanakah respon tingkah laku ikan mas akibat peubahan suhu air?
7. LANDASAN TEORI
Ketika makhluk hidup tersebut tidak mampu menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya, maka ia akan mengalami kematian atau terkena seleksi alam. Ketika
terjadi perubahan terhadap kondisi lingkungan, maka makhluk hidup akan melakukan
penyesuaian diri atau adaptasi.untuk merasa nyaman dan bisa beraktivitas dengan
normal.
Salah satu perubahan yang sering terjadi pada lingkungan adalah perubahan suhu atau
terperatur. Pada manusia misalnya, ketika mannusia merasa kedinginan mereka
menggunakan pakaian yang tebaal. Ini merupakan salah satu contohbentuk
penyesuaian makhluk hidup terhadap lingkungannya.
Suhu merupakan salah satu faktor pembatas penyebaran hewan, dan selanjutnya
menentukan aktivitas hewan. Rentangan suhu lingkungan di bumi jauh lebih besar
dibandingkan dengan rentangan penyebaran kativitas hidup. Suhu udara di bumi
terentang dari -70º C - 85ºC. secara umum aktivitas kehidupan terjadi antara
rentangan sekitar 0ºC - 40ºC. Kebanyakan hewan hidup dalam rentangan suhu yang
lebih sempit. Beberapa hewan dapat berthan hidup tetapi tidak aktif di bawah 0ºC, dan
beberapa tahan terhadap suhu sangat dingin. Tidak ada hewan yang dapat hidup di
atas suhu 50ºC, dan sedikit bakteria dan alga aktif dalam sumber air panas dengan
suhu 70ºC. batas-batas untuk reproduksi lebih sempit daripada suhu hewan dewasa
bertahan hidup, tetapi embrio kebanyakan homoeterm lebih tahan terhadap rentangan
suhu yang lebih besar daripada yang dewasa (Soewolo, 2000).
Makhluk hidup harus mampu beradaptasi terhadapperubahan suhu. Suhu tidak
hanya penting dalam sensasi langsung, dimana hewan berusaha untuk menghindari
terlalu panas atau terlalu dingin, akan tetapi secara evolusi suhu juga berpengaruh
dalam perkembangan sistem hidup. Misalnya peningkatan suhu yang hanya beberapa
derajat akan tetapi menyebabkan peningkatan laju reaksi kimia yang sangat besar.
Biasanya laju reaksi kimia akan meningkat dua kali lipat setiap kenaikan temperature
sebesar 10ºC. Sel telah mengembangkan suatu mekanisme untuk evolusi ataupun
metabolic. Namun makhluk hidup juga memiliki keterbatasan. Pada suhu sekitar 1-
2ºC air di dalam sel di dalam sel akan membeku. Zat-zat lain yang ada dalam sel akan
menjadi pekat sehingga tidak menungkinkan untuk berfungsi dengan baik dan
kehidupan akan terhenti (pada beberapa kasus, paling tidak hingga sel dipanaskan
kembali). Batasan tertinggi pada suhu akan menyebabkan ikatan hydrogen yang
menjadi pengikat protein mulai lepas sehingga protein akan mengalami denaturasi.
Maka harus hidup pada tempat yang tidak terlampau dingin atau pada suhu yang
panaanya tidak melebihi 40ºC (beberapa algae tertentu dapat hidup pada sumber air
panas yang suhunya mencapai 80ºC) ( Tim dosen, 2004).
Menurut Susanto (2000), adaptasi fisiologis hewan terhadap temperatur
lingkungan meliputi tiga hal: 1) adaptasi untuk hidup di lingkungan bertemperatur
rendah, 2) adaptasi untuk hidup pada lingkungan bertemperatur tinggi, 3) adaptasi
untuk mengetahui perubahan temperatur tubuh sebagai akibat perubahan temperatur
lingkungan. Berdasarkan responnya terhadap perubahan temperatur lingkungan,
hewan di kelompokkan menjadi hewan homoeterm dan hewan poikiloterm. Hewan
homoeterm dapat mempertahankan temperature tubuh meskipun temperatur
lingkungan berubah. Hewan yang bersifat homoetermik adalah mamalia dan burung.
Hewan poikiloterm adalah hewan yang temperatur tubuhnya berubah-ubah jika
temperatur lingkungan berubah. Hewan yang bersifat poikilotermik adalah reptile,
amfibi, ikan dan hewan-hewan avertebrata. Sebagai contoh: temperatur tubuh ikan
sama dengan temperatur air dimana ikan itu berenang, dan temperatur tubuh cacing
tanah sama dengan temperatur di dalam tanah.
Rentangan suhu pada berbagai hewan berbeda-beda, ada yang luas ada yang
sempit. Selanjutnya toleransi suhu dapat berubah karena waktu dan derajat adaptasi.
Beberapa organisme sensitif terhadap suhu ekstrem selama periode tertentu dalam
siklus hidupnya, terutama selama stadium permulaan dari pertumbuhannya. Tidak ada
hewan yang dapat hidup dan mengalami seluruh siklus hidupnya pada suhu lebih dari
50ºC. nampaknya suhu batas toleransi (batas atas dan bawah) tidak tetap. Misalnya
bila beberapa hewan dari spesies yang sama dihadapkan pada suhu batas atas
toleransinya, ada sebagian yang mati dan ada pula yang sebagian yang bertahan. Di
sini kita berbicar tentang suhu letal. Ternyata suhu letal dapat berubah-ubah sesuai
dengan suhu yang dialami hewan sebelumnya. Ini bersangkutan dengan aklimasi
(penyesuaian tubuh terhadap iklim/suasana baru di tempat yang sama, khususnya di
dalam laboratorium), salah satu bentuk adaptasi. Hewan yang yang terbiasa hidup
pada suhu relatif tinggi, ,mempunyai suhu letal (ata maupun bawah) lebih tinggi bila
dibandingkan dengan hewan yang terbiasa hidup pada suhu relatif rendah (Soewolo,
2000).
Suhu tubuh hewan poikilotermik, ditentukan oleh keseimbangan denagn
kodisi suhu lingkungan, dan berubah-ubah seperti berubah-ubahnya kondisi suhu
lingkungan. Pada hewan poikilotermik air, miasalnya kerang,udang, dan ikan, suhu
tubuhnya sangat ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan konvektif dengan air
mediumnya, dan suhu tubuhnya mirip dengan suhu air. Hewan memproduksi panas
internal secara matabolik, dan ini mungkin meningkatkan suhu tubuh diatas suhu air.
Namun air menyerap panas begitu efektif dan hewan poikilotermik tidak memiliki
insulasi sehingga perbedaan suhu hewan dengan air sangat kecil (Soewolo, 2000).
Alat
Bahan
No. Nama Bahan Jumlah Bahan
1. Ikan mas 3
2. Air 2,5 liter
3. Es 5 balok
4. Air panas 0,5 L
9. LANGKAH KERJA
a. Menyiapkan tiga buah toples. Mengisi air ke dalam masing-masing toples
sebanyak 500 mL.
b. Mengukur suhu air pada toples II suhu normal, yaitu 28°C.
c. Memasukkan es secara perlahan ke dalam toples I sampai suhu air menjadi 10°C.
d. Memasukkan air hangat secara perlahan ke dalam toples III sampai suhu air
menjadi 40°C.
e. Memasukkan satu ikan mas ke dalam masing-masing tabung.
f. Mengamati dan menghitung jumlah pembukaan operculum (penutup insang) pada
menit pertama dan kedua.
g. Mengisi data pengamatan.
10. DATA PENGAMATAN
11.
1. I 10 65 27
2. II 28 142 143
b. Saran
- Praktikan harus cermat teliti dalam menghitung gerakan operculum yang sangat
cepat
- Praktikan seharusnya bekerjasama saling melengkapi antara satu anggota dengan
yang lainnya.
- Praktikan harus teliti dalam mengamati skala termometer.