Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN

RESPON FISOLOGI DAN PREFERENSI SUHU PADA HEWAN

OLEH :

NAMA : HAZWINA SARI NADEAK


NIM : 4163341029
KELAS : EKSTENSI A 2016
PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BIOLOGI
MATA KULIAH : EKOLOGI HEWAN
KELOMPOK : 4 (EMPAT)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2018
I. JUDUL PRAKTIKUM :
Respon Fisologi Dan Preferensi Suhu Pada Hewan

II. TUJUAN PRAKTIKUM :


1. Mengetahui respon fisiologi hewan pada berbagai kondisi suhu lingkungan yang berbeda.
2. Mengetahui perubahan gerakan operculum Ikan terhadap perubahan suhu air.
3. Mengidentifikasi tingkah laku ikan selama uji coba dilakukan.

III. TINJAUAN TEORITIS

Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi mencerminkan


keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan variabel lingkungan yang dihadapi
organisme tersebut. Artinya bahwa setiap organisme harus mampu menyesuaikan diri terhadap
kondisi lingkungannya. Adaptasi tersebut berupa respon morfologi, fisiologis dan tingkah laku.
Pada lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan
homeostatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi biota perairan.

(Tunas, 2005)

Suhu merupakan salah satu variabel lingkungan perairan yang sangat penting.Ikan sebagai
hewan ektotermal (poikilotermal) sangat bergantung kepada suhu.Kenaikan suhu meningkatkan
laju metabolisme dalam tubuh, yang pada hakekatnya adalah naiknya kecepatan reaksi kimiawi.
Kenaikan suhu akan meningkatkan laju pertumbuhan sampai batas tertentu, dan setelah itu
kenaikan suhu justru menurunkan laju pertumbuhan. Setiap ikan diketahui mempunyai kisaran
suhu optimal yang pada suhu tersebut ikan tumbuh maksimal. Jika terjadi peningkatan suhu udara,
maka akan meningkatkan suhu permukaan laut dan berpengaruh terutama pada pola arus dan
tekanan udara di berbagai lautan sehingga mengubah pola iklim atau cuaca di permukaan bumi.

Ikan merupakan hewan berdarah dingin (poikilotermal) yang artinya suhu tubuh ikan
mengikuti suhu disekitarnya, sehingga suhu tubuh mereka berubah-ubah sesuai dengan suhu
lingkunganya.Sebagai hewan air ikan memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki
oleh hewan darat. Secara keseluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa
spesies mampu hidup pada suhu air mencapai 29oC, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu
air yang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap suhu umumnya terbatas.
(Deniro,dkk,2017)
Transportasi ikan hidup adalah menempatkan ikan dalam lingkungan baru yang terbatas
danberlawanan dengan lingkungan asalnya disertai perubahan-perubahan sifat lingkungan yang
sangat mendadak. Transportasi ikan hidup pada umumnya menggunakan sistem basah dengan
media berupa air. Teknologi yang umum digunakan dalam sistem transportasi basah yaitu
pemasangan aerator sebagai suplai oksigen. Kematian ikan pada sistem pengangkutan umumnya
disebabkan oleh tingginya kadar CO2 dan akumulasi NH3-N sehingga meningkatkan nilai pH air
(Berka 1986). Kualitas air merupakan salah satu factor penting yang dapat mempengaruhi
keberhasilan usaha transportasi. Menurunnya kualitas air menyebabkan perubahan tingkah laku
dari organisme. Faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku organisme
disebut rangsangan. Rangsangan yang mempengaruhi tingkah laku tersebut bisa berupa suhu,
gravitasi, cahaya, dan tekanan.
(Suwandi,R.,dkk, 2011)
Setiap kali mulut dibuka, maka air dari luar akan masuk menuju farink kemudian keluar lagi
melalui melewati celah insang, peristiwa ini melibatkan kartilago sebagai penyokong filamen ikan.
Selanjutnya Sukiya menambahkan bahwa lamella insang berupa lempengan tipis yang diselubungi
epitel pernafasan menutup jaringan vaskuler dan busur aorta, sehingga karbondioksida darah dapat
bertukar dengan oksigen terlarut di dalam air.
(Sukiya, 2005)
Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang telah
lama dibudidayakan di Indonesia bahkan telah dikembangkan di lebih dari 85 negara sebagai
komoditi ekspor. Ikan ini berasal dari kawasan Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya di Afrika.
Saat ini ikan nila telah tersebar ke negara beriklim tropis maupun subtropis, sedangkan pada
wilayah beriklim dingin ikan nila tidak dapat hidup dengan baik. Pertumbuhan ikan nila secara
umum dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal meliputi genetik dan kondisi fisiologis ikan
serta faktor eksternal yang berhubungan dengan pakan dan lingkungan. Faktor lingkungan tersebut
diantaranya kuantitas dan kualitas air yang meliputi komposisi kimia air, temperatur air, agen
penyakit, dan tempat pemeliharaan.
Respons ikan terhadap stres dapat dibagi atas tiga fase yaitu primer, sekunder, dan tertier.
Pada fase primer terjadi respon umum neuroendokrin yang mengakibatkan dilepaskannya
katekolamin dan kortisol dari kromafin dan sel interrenal. Tingginya hormon katekolamin dan
kortisol dalam sirkulasi akan memicu respons sekunder yang melibatkan metabolisme fisiologi.
Kedua fase tersebut bersifat adaptif yaitu ikan mampu menyesuaikan dirinya terhadap stresor dan
mampu mempertahankan homeostasis. Sebaliknya, respon tertier melibatkan perubahan sistemik
yang menyebabkan ikan tidak dapat beradaptasi terhadap stresor, bahkan menyebabkan beberapa
gangguan kesehatan seperti gangguan pertumbuhan, perubahan tampilan, gangguan reproduksi,
dan perubahan perilaku. Perubahan perilaku ikan dapat berupa cepatnya gerakan operkulum, ikan
mengambil udara dipermukaan air, dan ikan menjadi tidak aktif.
Kerusakan struktur insang dikarenakan tingginya aktifitas operkulum yang memompakan
sejumlah besar air lebih maksimal ke permukaan insang untuk kemudian difiltrasi oleh filamen
insang dan dilakukan pengambilan oksigen oleh darah melalui lamella insang suhu air yang tinggi
dan juga kelarutan oksigen (DO) yang rendah menyebabkan ikan akan bekerja lebih maksimal
untuk memompakan air lebih cepat ke dalam permukaan insang untuk proses pernafasan
menambahkan untuk meningkatkan pengisian oksigen di dalam darah, lamella melakukan proses
lawan arus (counter current) untuk menangkap oksigen dari air yang mengalir di atas permukaan
lamella yang berlawan dengan aliran darah.
(Aliza, D.,dkk, 2013)

IV. ALAT DAN BAHAN


• Stoples bulat berdiameter 12 Cm (3buah)
• Mangkuk besar (2 buah)
• Thermometer
• Air Panas
• Es Batu
• Air
• Ikan Nila (ukuran lebar 3 cm, 10 ekor perkelompok)

V. PROSEDUR KERJA
1. Isikan air ke dalam masing-masing stoples hingga ½ stoples berisi air.
2. Tempatkan thermometer pada masing-masing stoples yang berisi air. Catat suhu yang
ditunjukkan thermometer ketika sudah stabil.
3. Masukkan ikan nila ke dalam toples yang berisi air masing-masing 1 ekor.
4. Setelah ± 10 menit, hitunglah banyaknya gerakan membuka dan menutup operculum ikan
dalam satu menit. Lakukan hal ini hingga 4 menit kedepan. Masukkan hasil pengamatan
dalam table pengamatan.
5. Masukkan 2 stoples yang berisi ikan ke dalam mangkuk.
6. Tuangkan air panas kedalam salah satu mangkuk (air panas jangan dimasukkan kedalam
toples). Atur suhu pada air didalam toples hingga stabil pada suhu 35° C.
7. Pada mangkuk yang lain, masukkan es batu kedalamnya (es jangan dimasukkan kedalam
toples). Atur suhu pada air didalam toples hingga stabil pada suhu 20° C.
8. Catat banyaknya gerakan membuka dan menutupnya operculum dalam satu menit pada
masing-masing toples yang dimasukkan pada mangkuk yang berbeda. Lakukan hingga 4
menit kedepan.
9. Dengan mempertahankan suhu air pada toples, ganti ikan pada kedua toples dengan ikan
yang baru. Catat banyaknya aktivitas menutup dan membukanya operculum ikan pada
kedua suhu yang berbeda (tanpa menunggu ikan menyesuaikan diri dengan suhu yang
ekstrim panas dan ekstrim dingin).

VI. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


A. Tabel Hasil Pengamatan

Tabel hasil pengamatan aktifitas operculum pada suhu normal (270C)

Jumlah aktivitas

No. Ikan ke- Operculum/menit Jumlah Rata - rata


1 2 3 4

1 I 106 68 96 100 370 92,5

2 II 112 106 154 160 532 133


Tabel hasil pengamatan aktifitas operculum pada suhu dingin (200C)

Jumlah aktivitas

No. Ikan ke- Operculum/menit Jumlah Rata - rata


1 2 3 4

1 I 116 126 123 119 484 121

2 II 100 109 115 120 444 111

Tabel hasil pengamatan aktifitas operculum pada suhu panas (350C)

Jumlah aktivitas

No. Ikan ke- Operculum/menit Jumlah Rata - rata


1 2 3 4

1 I 110 107 120 113 450 112,5

2 II 102 122 141 117 482 120,5

B. Pembahasan

Pada ikan pertama, dengan suhu air 27° C, pada menit pertama gerakan operculum insang
sebanyak 106 kali, pada menit kedua sebanyak 68 kali, menit ketiga sebanyak 96 kali, dan menit
keempat sebanyak 100 kali.

Pada ikan kedua, dengan suhu air 27° C, pada menit pertama gerakan operculum insang
sebanyak 112 kali, pada menit kedua sebanyak 106 kali, menit ketiga sebanyak 154 kali, dan
menit keempat sebanyak 160 kali.
Dari pengamatan terhadap gerakan ikan nila pada suhu normal tersebut dapat disimpulkan
bahwa,perhitungan berapa kali operculum pada ikan bergerak tidak stabil ataut tidak akurat
menghitungnya jadi hasil angka yang di dapat naik turun naik., sedangkan ikan kedua terlihat
kalau gerakan operculum semakin bertambah, menit pertama sebanyak 112 kali dan menit
keempat menjadi 160 kali.

Pada percobaan yang kedua menggunakan ikan nila yang baru dan menggunakan es batu
yang dimasukkan ke dalam mangkuk besar kemudian letak ikan yg berada di dalam stoples ke dlm
mangkuk yang berisikan es batu, tunggu sekitar kurang lebih 10 menit agar ikan dapat
menyesuiakan lingkungannya. Lalu hitung waktu berapa kali operculum ikan nila membuka da
menutup.

Pada ikan ketiga, dengan suhu air 20° C, pada menit pertama gerakan operculum insang
sebanyak 116 kali, pada menit kedua sebanyak 126 kali, menit ketiga sebanyak 123 kali, dan menit
keempat sebanyak 119 kali.

Pada suhu air 35°C yang juga diberikan secara bertahap, pada menit pertama gerakan
insang sebanyak 110 kali, pada menit kedua gerakan operculum insang sebanyak 107 kali, pada
menit ketiga gerakan operculum insang sebanyak 120 kali, dan pada menit keempat gerakannya
naik lagi semakin cepat menjadi 113 kali. Berarti tiap menitnya gerakan operculum ikan nila
semakin bertambah.

Lalu percobaan dilakukan lagi dengan ikan yang baru, bedanya ikan dilihat banyaknya
gerakan membuka dan menutup operculum dengan perubahan suhu yang tiba-tiba tanpa
menunggu ikan beradaptasi dengan suhu normal.

Laju konsumsi oksigen ikan dipengaruhi oleh aktivitas ikan. Saat proses pencernaan
berlangsung (setelah ikan makan) laju konsumsi oksigen lebih tinggi dibandingkan jika saluran
pencernaan dalam kondisi kosong.

Dari hasil praktikum ini, dapat diketahui bahwa organisme aquatik sangat bergantung
apada adanya oksigen yang terlarut dalam air. Respon yang dapat dilihat dari perlakuan tersebut
adalah adanya perbedaan jumlah bukaan tutup insang dan gerakan gerakan ikan yang cenderung
diam atau tetap agresif seperti biasa, yang mana ikan yang berada ditoples yang tertutup
cenderung bukaan operkulumnya lebih banyak karena ikan beradaptasi untuk seabnyak dan
sesering mungkin menyaring air untuk mendapatkan oksigen yang menipis.

Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis ikan sangat berbeda karena perbedaan sel darahnya. Ikan
yang gesit umumnya lebih banyak membutuhkan oksigen langsung dari udara sedangkan oksigen
dalam air tidak terlalu berpengaruh pada kehidupannya. Adapun faktor lain yang menyebabkan
persentase pengambilan O2 di udara berfluktuasi mungkin dikarenakan kesalahan praktikan
dalam menghitung bukaan mulut dari ikan dalam setiap interval waktu tiga menit

Oksigen memegang peranan penting bagi mahluk hidup. Bagi hewan air pemenuhan
kebutuhan oksigen dipenuhi dengan oksigen yang terlarut dalam air, maupun langsung dari udara
pada beberapa jenis hewan tertentu (misalnya lele). Ikan dan udang memerlukan oksigen untuk
menghasilkan energi untuk beraktivitas, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Jumlah oksigen
yang ada dalam air dinyatakan dalam satuan ppm (part per million/bagian per sejuta). Besarnya
DO optimal untuk budidaya adalah 4 – 7,5 ppm, karena sesuai dengan kebutuhan udang/ikan.

Keadaan oksigen dalam toples tertutup berbeda dengan di kolam atau akuarium. Ikan susah
untuk bernapas karena ketersediaan oksigen sangat terbatas, hanya cukup untuk beberapa jam
saja. Rendahnya jumlah oksigen dalam air menyebabkan ikan harus memompa. Respirasi dalam
toples tertutup tidak tejadi difusi oksigen melalui kontak langsung dengan udara bebas dan
adanya penggunaan oksigen secara terus menerus oleh ikan sehingga kadar oksigen dalam plastik
akan menurun dan kadar karbondioksida dalam plastik akan meningkat, hal ini yang
menyebabkab ikan meningkatkan respirasinya untuk mengambil oksigen.

C. Bahan Diskusi
 Perbedaan adaptasi, aklimasi dan aklimatisasi

Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk
bertahan hidup. Alkimatisasi dan adaptasi merupakan perwujudan respon terhadap lingkungannya.
Aklimatisasi terjadi pada periode ontogeny, reversible, dan tidak diwariskan. Yang serupa dengan
aklimatisasi adalah aklimasi. Perbedaannya aklimatisasi menyangkut banyak faktor alami,
aklimasi digunakan untuk satu atau dua faktor yang terjadi dalam lingkungan terkontrol di
laboratorium.
 Perbedaan aktivitas membuka dan menutupnya operculum ikan pada kondisi suhu yang
berbeda

Ada terdapat perbedaan aktivitas membuka dan menutupnya operculum ikan pada kondisi suhu
yang berbeda, ikan nila yang berenang pada suhu yang tinggi terlihat bergerak lebih aktif dan
operkulumnya terbuka lebih cepat, ini terjadi karena ikan membutuhkan oksigen lebih banyak
untuk beraktifitas, pada air dingin terjadi sebaliknya, gerakan ikan menjadi pasif dan gerakan
operculum sangat sedikit, karena ikan menghemat okssigen sebagai energy di suhu dingin.

 Hubungan aktivitas operculum ikan dengan suhu air

Frekuensi membuka serta menutupnya operculum pada ikan mas terjadi lebih sering pada setiap
kenaikan suhu, serta penurunan suhu dari suhu kamar hingga suhu dibawah kamar (250C – 230C)
semakin sering ikan itu membuka serta menutup mulutnya hal ini dapat kita simpulkan bahwa bila
suhu meningkat, maka laju metabolisme ikan akan meningkat sehingga gerkan membuka dan
menutupnya operculum ikan akan lebih cepat daripada suhu awal kamar, serta sebaliknya pula jika
suhu menurun maka semakin jarang pula ikan itu membuka serta menutup mulutnya. Pada
peristiwa temperature dibawah suhu kamar maka tingkat frekuensi membuka dan menutupnya
operculum akan semakin lambat dari pada suhu kamar. Dengan adanya penurunan temperature,
maka terjadi penurunan metabolisme pada ikan yang mengakibatkan kebutuhan O₂ menurun,
sehingga gerakannya melambat. Penurun O₂ juga dapat menyebabkan kelarutan O₂ di
lingkungannya meningkat. Dalam tubuh ikan suhunya bisa berkisar ± 1° dibandingkan temperature
linkungannya. Maka dari itu, perubahan yang mendadak dari temperature lingkungan akan sangat
berpengaruh pada ikan itu sendiri.

 Pengaruh aklimasi terhadap preferensi suhu tersebut

Ikan yang dipindahkan dengan perubahan suhu secara bertahap perubahan banyaknya aktivitas
operculum tidak terlalu banyak, sedangkan ikan yang mengalami perubahan suhu secara tiba-tiba
gerakan operkulumnya menjadi lebih cepat dalam waktu singkat.

 Manfaat aklimatisasi yang dilakukan oleh hewan di lingkungan alam

Aklimatisasi merupakan suatu upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi dari suatu organisme
terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya. Hal ini didasarkan pada kemampuan
organisme untukdapat mengatur morfologi, perilaku, dan jalur metabolisme biokimia di dalam
tubuhnya untuk menyesuaikannya dengan lingkungan, ini dilakukan agar makhluk tersebut dapat
bertahan hidup di lingkungan yang berbeda dengan lingkungan asalnya.

VII. KESIMPULAN
1. Aklimatisasi merupakan suatu upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi dari suatu
organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya. Hal ini didasarkan
pada kemampuan organisme untukdapat mengatur morfologi, perilaku, dan jalur
metabolisme biokimia di dalam tubuhnya untuk menyesuaikannya dengan lingkungan.
Dan ini tidak diturunkan. Ikan nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada
lingkungan perairan dengan alkalinitas rendah atau netral.
2. Semakin tinggu suhu air maka gerakan membuka dan menutup operkulum ikan nila
semakin cepat, dan semakin rendah suhu air maka gerakan operculum semakin lambat Ikan
nila merupakan ikan yang sensitif terhadap perubahan suhu lingkungan, ini diketahui denga
memperhatikan banyaknya gerakan operculum insang pada air panas dan dingin dan
aktifitas ikan pada suhu tersebut.
3. Ikan yang dimasukkan kedalam air panas gerakannya sangat aktif dan ikan yang
dimasukkan ke dalam air dingin gerakannya kurang aktif dan gerakan operkulumnya
lambat.
DAFTAR PUSTAKA

Aliza, D.,dkk. 2013. Efek Peningkatan Suhu Air Terhadap Perubahan Perilaku, Patologi Anatomi,
Dan Histopatologi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Medika Veterinaria.
Vol 7(2). Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala

Deniro,dkk. 2017. Pengaruh Kenaikan Suhu Air Laut Terhadap Tingkah Laku Ikan Karang
(Amblyglyphidodon curacao) Pada Wadah Terkontrol. Jurnal Sapa Laut. Vol 2(3).
Kendari : Universitas Halu Oleo

Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata. Malang : Universitas Negeri Malang

Suwandi,R.,dkk. 2011. Pengaruh Cahaya Terhadap Aktivitas Metabolisme Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus) Pada Simulasi Transportasi Sistem Tertutup. Jurnal Pengolahan
Hasil Perikanan Indonesia. Vol 14 (2). Bogor : Institut Pertanian Bogor

Tunas, Arthama Wayan. 2005. Patologi Ikan Toloestei. Yogjakarta : Universitas Gadjah Mada
LAMPIRAN DAN DOKUMENTASI

Perlakuan pada suhu dingin (200C)

Perlakuan pada suhu normal (270C) Perlakuan pada suhu panas (350C)

Anda mungkin juga menyukai