EKOFISIOLOGI HEWAN
TERMOREGULASI MENCIT DAN KATAK
OLEH:
Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Thermoregulasi
Thermoregulasi merupakan suatu proses homeostatis untuk menjaga agar
suhu tubuh suatu hewan tetap dalam keadaan stabil dengan cara mengatur dan
mengontrol keseimbangan antara banyak energi (panas) yang diproduksi dengan
energi yang dilepaskan. Thermogenesis yang terdapat pada hewan diperoleh dari
hewan sendiri atau dari absorbsi panas lingkungan. Hewan diklasifikasikan
menjadi dua berdasarkan kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh, yaitu
poikiloterm dan homoiterm. Hewan poikiloterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya
selalu berubah seiring dengan berubahnya suhu lingkungan. Sementara hewan
homoiterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan atau tidak berubah
sekalipun suhu lingkungannya sangat berubah (Isnaeni, 2006).
2.2. Hewan Poikiloterm
Hewan poikiloterm juga dapat disebut sebagai hewan ekoterm karena suhu
tubuhnya ditentukan dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternalnya.
Sementara homoiterm dapat disebut endoterm karena suhu tubuhnya diatur oleh
produksi panas yang terjadi dalam tubuh, tetapi kadang kita dapat menemukan
beberapa kekecualian, misalnya pada insekta. Insekta dikelompokkan sebagai
hewan ekoterm, tetapi ternyata ada beberapa insekta, misalnya lalat, yang dapat
menghasilkan tambahan panas tubuh dengan melakukan kontraksi otot yang ada
pada tubuh (Isnaeni, 2006).
Hewan mengalami pertukaran panas dengan lingkungan sekitarnya, atau
dapat dikatakan berinteraksi panas. Interaksi tersebut dapat menguntungkan
ataupun merugikan. Interaksi panas tersebut ternyata dimanfaatkan oleh hewan
sebagai cara untuk mengatur suhu tubuh mereka, yaitu untuk meningkatkan dan
menurunkan pelepasan panas dari tubuh, atau sebaliknya untuk memperoleh
panas. Interaksi atau pertukaran panas antara hewan dan lingkungannya dapat
terjadi melalui empat cara, yaitu konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi yang
ada dan terjadi didalam tubuh hewan tersebut sesuai dengan jenis adaptasi nya
terhadap lingkungan (Utama et al., 2019).
Universitas Sriwijaya
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM
Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum Termoregulasi pada Mencit dan Katak yang
dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :
4.1.1. Tabel Konsumsi O2 oleh organsme pada suhu panas (T0H0)
Oksigen Yang Dikonsumsi
Waku (Menit)
Hamster air panas Katak air panas
0 0 0
1 0 0
2 0 0
3 0.58 0.4
Laju
Berat Kons
Hewan Konsumsi Suhu
Badan umsi Q10 Perilaku
Uji O2 (°C)
(g) O2
(ml/g.BB)
Universitas Sriwijaya
mencari oksigen
10(2): detak jantung
hamster masih
bergerak lebih cepat
dan mencoba untuk
stabil. Pergerakan
hamster mulai
sedikit tenang
10(3):detak jantung
hamster sudah mulai
stabil dan perilaku
sudah cukup tenang.
10(1): Bergerak
aktif, menggigil,
mengeluarkan
kotoran, menggigit
kain kasa yang berisi
KOH.
10(2): Menggigit
kasa, sesekali
menggigil,
membungkukkan
badan, rambut
berdiri,
Hamster
mengeluarkan
air 8.78 0 0 2 10
kotoran, menjilati
dingin
tangan kemudian
megusapkannya ke
tubuh.
10(3): Sesekali
menggigil,
menggigiti kasa,
rambut tubuh
berdiri, menggaruk
tubuhnya, menjilati
tangan kemudian
mengusapkan ke
tubuh.
Universitas Sriwijaya
bergerak ke arah
tutup botol
10(3) : Katak mulai
berhenti bergerak
diam karena sudah
beradaptasi dengan
lingkungannya
Laju Kosumsi O2
= =
=0 = 0.0012
= =
=0 = 0.0019
=2
Universitas Sriwijaya
=
=5
4.2. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan Termoregulasi pada Mencit dan Katak didapati
bahwa pada suhu hangat menit akan mengalami pergerakan yang aktif hingga
melambat setelah 30 menit. Menurut Mushawwir et al. (2020), pemenuhan energi
untuk proses termoregulasi sangatlah tinggi. Pemenuhan energi ini tidak dapat
diharapkan seluruhnya dari metabolisme melalui jalur glukoneogenesis dan
glikolisis anaerob, tetapi mekanisme penting yang digunakan adalah perombakan
kreatin posfat menjadi kreatinin oleh enzim kreatin kinase, setiap perombakan
satu molekul kreatin posfat dihasilkan 1 mol ATP. Peningkatan aktivitas reaksi ini
menyebabkan tingginya kadar kreatinin dan enzim kreatine kinase dalam keadaan
cekaman panas atau temperatur tinggi.
Perilaku katak pada air hangat menunjukkan pergerakan aktik daf
kemudian gelisah dan panik setelah 10 menit pertama. Katak cenderung berada
pada kondisi diam di lingkungan suhu rendah. Menurut Rofiq et al. (2021),
komunitas amfibi hidup pada suhu 10-30℃. Ketika suhu lingkungan terlalu
rendah maka amfibi menjadi pasif dan akan bersembunyi sampai suhu lingkungan
kembali dapat ditoleran oleh amfibi, sedangkan ketika suhu terlalu tinggi akan
mengakibatkan amfibi bersembunyi agar terhindar dari penguapan air yang
berlebih. Amfibi tergolong hewan ektoterm dimana suhu tubuhnya dipengaruhi
oleh suhu lingkungan. Nilai kelembaban pada sebagian besar jenis ordo anura
berkisar 75%-85% hal ini bertujuan untuk melindungi diri dari kekeringan.
Hasil yang didapatkan pada percobaan kali ini gagal, hal ini dikarenakan
kesalahan dari alat respirometer yang digunakan. Menurut Ni’mah et al. (2021),
kalibrasi diperlukan untuk memastikan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan
sudah akurat. Kalibrasi alat harus dilakukan karena proses pengecekkan dan
Universitas Sriwijaya
pengaturan akurasi alat ukur dengan cara membandingkan suatu standar yang
tertelusur dengan standar nasional. Kegiatan praktikum tidak bisa lepas dari alat
dan bahan yang digunakan, sehingga penting bagi peserta didik untuk mengenal
dan menguasai penggunaan khususnya peralatan laboratorium biologi.
Penggunaan respirometer yang eror menyebabkan udara luar dapat masuk ke
dalam respirometer yang menyebabkan perhitungan menjadi tidak akurat.
BAB 5
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN
10 Menit (1)
Universitas Sriwijaya
Phodopusro borovskii Rana sp.
Universitas Sriwijaya