Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOFISIOLOGI HEWAN
TERMOREGULASI MENCIT DAN KATAK

OLEH:

NAMA : HAFIS HAIKAL


NIM : 08041381924112
KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN : LILI AISYAH

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA HEWAN


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ekofisiologi hewan merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang
mempelajari tentang interaksi antara lingkungan dan makhluk hidup yang dalam
ilmu ini adalah hewan. Lingkungan terdiri dari berbagai komponen serta memiliki
faktor pengaruh berupa biotik dan abiotik yang dapat memberikan dampak
terhadap perilaku dan kebiasaan hewan. Faktor biotik terdiri atas manusia, hewan,
lingkungan dan mikroorganisme sedangkan faktor abiotik melingkupi suhu, ph,
kelembapan, salinitas, tekanan dan cahaya (Isnaeni, 2006).
Setiap makhluk hidup memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap
keadaan dan perubahan yang terjadi pada lingkungan. Adaptasi dilakukan sebagai
bentuk organisme untuk mempertahankan hidup dalam aktivitas metabolisme
tubuh, memperoleh makanan hingga mempertahankan keturunan. Kemampuan
adaptasi tersebut secara garis besar terdiri dari adaptasi secara morfologi, fisiologi
dan tingkah laku. Setiap organisme seperti hewan tentunya memiliki karakteristik
yang berbeda dalam beradaptasi (Amir, 2017).
Salah satu jenis dari adaptasi adalah termoregulasi. Termoregulasi adalah
kemampuan adaptasi hewan terhadap lingkungan dengan mempertahankan
kondisi suhu tubuh yang konstan. Perbedaan kemampuan suhu pada organisme
terbagi kedalam dua jenis hewan yaitu homoiterm dan poikiloterm. Homoiterm
atau berdarah panas adalah hewan yang dapat mengatur untuk mempertahankan
suhu tubuhnya sedangkan poikiloterm atau berdarah dingin adalah hewan yang
tidak dapat mempertahkan suhu tubuhnya Suhu merupakan salah satu faktor
penting dalam aktivitas metabolisme tubuh seperti fungsi dan kinerja enzim.
(Rahma, 2021).

1.2 Tujuan Praktikum


Membandingkan metabolisme pada hewan endoterm dan hewan ektoterm
dan menentukan Q10 dan hubungannya dengan suhu pada mencit (Mus musculus
L.) dan katak (Rana cancrivora L.).

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Thermoregulasi
Thermoregulasi merupakan suatu proses homeostatis untuk menjaga agar
suhu tubuh suatu hewan tetap dalam keadaan stabil dengan cara mengatur dan
mengontrol keseimbangan antara banyak energi (panas) yang diproduksi dengan
energi yang dilepaskan. Thermogenesis yang terdapat pada hewan diperoleh dari
hewan sendiri atau dari absorbsi panas lingkungan. Hewan diklasifikasikan
menjadi dua berdasarkan kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh, yaitu
poikiloterm dan homoiterm. Hewan poikiloterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya
selalu berubah seiring dengan berubahnya suhu lingkungan. Sementara hewan
homoiterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan atau tidak berubah
sekalipun suhu lingkungannya sangat berubah (Isnaeni, 2006).
2.2. Hewan Poikiloterm
Hewan poikiloterm juga dapat disebut sebagai hewan ekoterm karena suhu
tubuhnya ditentukan dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternalnya.
Sementara homoiterm dapat disebut endoterm karena suhu tubuhnya diatur oleh
produksi panas yang terjadi dalam tubuh, tetapi kadang kita dapat menemukan
beberapa kekecualian, misalnya pada insekta. Insekta dikelompokkan sebagai
hewan ekoterm, tetapi ternyata ada beberapa insekta, misalnya lalat, yang dapat
menghasilkan tambahan panas tubuh dengan melakukan kontraksi otot yang ada
pada tubuh (Isnaeni, 2006).
Hewan mengalami pertukaran panas dengan lingkungan sekitarnya, atau
dapat dikatakan berinteraksi panas. Interaksi tersebut dapat menguntungkan
ataupun merugikan. Interaksi panas tersebut ternyata dimanfaatkan oleh hewan
sebagai cara untuk mengatur suhu tubuh mereka, yaitu untuk meningkatkan dan
menurunkan pelepasan panas dari tubuh, atau sebaliknya untuk memperoleh
panas. Interaksi atau pertukaran panas antara hewan dan lingkungannya dapat
terjadi melalui empat cara, yaitu konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi yang
ada dan terjadi didalam tubuh hewan tersebut sesuai dengan jenis adaptasi nya
terhadap lingkungan (Utama et al., 2019).

Universitas Sriwijaya
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 24 Maret 2022 pada
pukul 10.00 WIB. Bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya respirometer,
thermometer, kaleng atau toples, kantong plastik, timbangan gram, kain kasa dan
baskom. Sedangkan bahan yang digunakan adalah KOH 20%, methilen blue,
vaseline, es batu, air hangat, Mus musculus, Rana cancrivora.

3.3. Cara Kerja


Pertama, disiapkan alat dan bahan, lalu dibahasi kapas menggunakan KOH
20% dan diletakkan di dasar botol kemudian dipasangkan kewat penyanggah. Mus
musculus ditimbang dan dicatat berat tubuhnya lalu dimasukkan ke dalam botol
yang telah disediakan. Sebelum botol ditutup, dimasuukan alat respirometer yang
sebelumnya telah diolesi dengan vaseline kemudian ditutup kembali dengan kain
kasa dan diikat dengan erat lalu dioleskan lagi bagian luarnya dengan vaseline.
Dimasukkan methilen blue ke ujung alat respirometer dan ditandai ketinggian
cairan dengan marker. Kemudian Mus musculus yang telah dimasukkan ke dalam
botol diletakkan diatas air hangat dan dicatat perilaku hewan uji. Mus musculus
didiamkan hingga larutan methilen blue berada pada posisi marker (t0). Disaat
mencit berada di dalam botol mengkonsumsi oksigen, air berwarna yang ada pada
tabung gelas akan bergerak menuju mencit. Pergeseran menunjukkan volume
oksigen telah dikonsumsi. Dicatat hasil pembacaan setiap 2 menit selama 10
menit ke dalam tabung. Dibuat grafik jumlah oksigen yang dikonsumsi per
organisme persatuan waktu. Dibuat grafik kedua yaitu jumlah oksigen pergram
organisme terhadap satuan waktu. Diulangi Mus musculus menggunakan air es
diletakkan di kantong plastik berisi es di sekitar botol.

Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum Termoregulasi pada Mencit dan Katak yang
dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :
4.1.1. Tabel Konsumsi O2 oleh organsme pada suhu panas (T0H0)
Oksigen Yang Dikonsumsi
Waku (Menit)
Hamster air panas Katak air panas
0 0 0
1 0 0
2 0 0
3 0.58 0.4

4.1.2. Tabel Konsumsi O2 oleh organisme pada suhu dingin (T0H0)


Oksigen Yang Dikonsumsi
Waku (Menit)
Hamster air dingin Katak air dingin
0 0 0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
ket: Botol uji yang digunakan terlalu besar untuk menampung hewan uji, oksigen
di lingungan diduga masih bisa masuk ke dalam botol uji sehingga saat hewan uji
menghirup oksigen maka tidak terjadi penurunan tekanan gas di dalam
respirometer dan methylen blue menjadi tidak bergerak masuk ke dalam
respirometer.

4.1.3. Laju Konsumsi

Laju
Berat Kons
Hewan Konsumsi Suhu
Badan umsi Q10 Perilaku
Uji O2 (°C)
(g) O2
(ml/g.BB)

Hamster 9,68 0.58 0.0019 5 50 10(1): detak jantung


air hamster bergerak
hangat aktif dan cepat
dengan perilaku
hamster yang mulai
agresif akibat

Universitas Sriwijaya
mencari oksigen
10(2): detak jantung
hamster masih
bergerak lebih cepat
dan mencoba untuk
stabil. Pergerakan
hamster mulai
sedikit tenang
10(3):detak jantung
hamster sudah mulai
stabil dan perilaku
sudah cukup tenang.

10(1): Bergerak
aktif, menggigil,
mengeluarkan
kotoran, menggigit
kain kasa yang berisi
KOH.
10(2): Menggigit
kasa, sesekali
menggigil,
membungkukkan
badan, rambut
berdiri,
Hamster
mengeluarkan
air 8.78 0 0 2 10
kotoran, menjilati
dingin
tangan kemudian
megusapkannya ke
tubuh.
10(3): Sesekali
menggigil,
menggigiti kasa,
rambut tubuh
berdiri, menggaruk
tubuhnya, menjilati
tangan kemudian
mengusapkan ke
tubuh.

Katak 11,06 0.4 0.0012 5 50 10 (1): Katak mulai


air bergerak aktif
hangat
10(2): Katak dalam
kondisi panik
gelisahmulai

Universitas Sriwijaya
bergerak ke arah
tutup botol
10(3) : Katak mulai
berhenti bergerak
diam karena sudah
beradaptasi dengan
lingkungannya

10(1): hanya diam


Katak
10(2): hanya diam
air 13.08 0 0 2 10
dingin 10(3): sedikit
berpindah tempat

Laju Kosumsi O2

Hamster air dingin = Katak air panas =

= =

=0 = 0.0012

Katak air dingin = Hamster air panas =

= =

=0 = 0.0019

Q10Hamster dan katak air dingin =

=2

Q10 Hamster dan katak air Panas =

Universitas Sriwijaya
=

=5

4.2. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan Termoregulasi pada Mencit dan Katak didapati
bahwa pada suhu hangat menit akan mengalami pergerakan yang aktif hingga
melambat setelah 30 menit. Menurut Mushawwir et al. (2020), pemenuhan energi
untuk proses termoregulasi sangatlah tinggi. Pemenuhan energi ini tidak dapat
diharapkan seluruhnya dari metabolisme melalui jalur glukoneogenesis dan
glikolisis anaerob, tetapi mekanisme penting yang digunakan adalah perombakan
kreatin posfat menjadi kreatinin oleh enzim kreatin kinase, setiap perombakan
satu molekul kreatin posfat dihasilkan 1 mol ATP. Peningkatan aktivitas reaksi ini
menyebabkan tingginya kadar kreatinin dan enzim kreatine kinase dalam keadaan
cekaman panas atau temperatur tinggi.
Perilaku katak pada air hangat menunjukkan pergerakan aktik daf
kemudian gelisah dan panik setelah 10 menit pertama. Katak cenderung berada
pada kondisi diam di lingkungan suhu rendah. Menurut Rofiq et al. (2021),
komunitas amfibi hidup pada suhu 10-30℃. Ketika suhu lingkungan terlalu
rendah maka amfibi menjadi pasif dan akan bersembunyi sampai suhu lingkungan
kembali dapat ditoleran oleh amfibi, sedangkan ketika suhu terlalu tinggi akan
mengakibatkan amfibi bersembunyi agar terhindar dari penguapan air yang
berlebih. Amfibi tergolong hewan ektoterm dimana suhu tubuhnya dipengaruhi
oleh suhu lingkungan. Nilai kelembaban pada sebagian besar jenis ordo anura
berkisar 75%-85% hal ini bertujuan untuk melindungi diri dari kekeringan.
Hasil yang didapatkan pada percobaan kali ini gagal, hal ini dikarenakan
kesalahan dari alat respirometer yang digunakan. Menurut Ni’mah et al. (2021),
kalibrasi diperlukan untuk memastikan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan
sudah akurat. Kalibrasi alat harus dilakukan karena proses pengecekkan dan

Universitas Sriwijaya
pengaturan akurasi alat ukur dengan cara membandingkan suatu standar yang
tertelusur dengan standar nasional. Kegiatan praktikum tidak bisa lepas dari alat
dan bahan yang digunakan, sehingga penting bagi peserta didik untuk mengenal
dan menguasai penggunaan khususnya peralatan laboratorium biologi.
Penggunaan respirometer yang eror menyebabkan udara luar dapat masuk ke
dalam respirometer yang menyebabkan perhitungan menjadi tidak akurat.

BAB 5
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, didapatkan kesimpulan


sebagai berikut:
1. Peningkatan metabolisme menyebabkan tingginya kadar kreatinin dan
enzim kreatine kinase dalam keadaan cekaman panas atau temperatur tinggi.
2. Ketika suhu lingkungan rendah amfibi menjadi pasif dan bersembunyi
sampai suhu lingkungan kembali dapat ditoleran oleh amfibi.
3. Ketika suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan amfibi bersembunyi agar
terhindar dari penguapan air yang berlebih.
4. Percobaan gagal akibat erornya respirometer yang menyebabkan masuknya
udara ke dalam tabung.
5. Berdasarkan kemampuan mengatur suhu tubuh, organisme dikelompokkan
menjadi endoterm (Mus musculus) dan ektoterm (Rana sp.)

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN

10 Menit (1)

Phodopusro borovskii Rana sp.


10 Menit (2)

Phodopusro borovskii Rana sp.


10Menit (3)

Universitas Sriwijaya
Phodopusro borovskii Rana sp.

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai