Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN
“SISTEM REPRODUKSI BETINA”

Nama : Norma Fitriani


NIM : 1808086016
Gol/Kelp. : 2/4
Dosen Pengampu : Dwimei Ayudewandari P., M.Sc.,

LABORATORIUM BIOLOGI
PRORAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2020

1
ACARA 11
SISTEM REPRODUKSI BETINA
(Selasa, 5 Mei 2020)

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui morfologi gamet betina.
B. DasarTeori
Reproduksi merupakan ciri aktivitas hidup yang bertujuan untuk melestarikan
jenisnya. Sistem reproduksi disebut juga sistem perkembangbiakan atau sistem
genetalia. Sistem ini berfungsi untuk menghasilkan sel kelamin (gamet), menyalurkan
gamet jantan mamalia. Secara umum sistem reproduksi vertebrata terdiri atas kelenjar
kelamin (gonad), yang merupakan organ utama, saluran reproduksi, dan kelenjar  seks
asesori (Aseptianova,2016).
Organ-organ reproduksi secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu alat reproduksi utama atau gonad dan alat reproduksi tambahan. Gonad terdiri
atas testis dan ovarium, sedangkan alat reproduksi tambahan terdiri atas saluran-
saluran reproduksi beserta kelenjar-kelenjar yang berhubungan dengannya.
perkembangbiakan secara seksual adalah perkembangbiakan yang melibatkan
dua individu yang berbeda jenis kelaminnya atau melibatkan fusi dua buah gamet
yang berbeda seperti sperma dan telur (Adnan, 2008).
Fertilisasi internal memerlukan perilaku kooperatif, yang mengarah ke
kopulasi. Pada beberapa kasus, perilaku seksual yang tidak karakteristik (sesuai
karakter atau ciri) dihilangkan oleh seleksi alam secara langsung, sebagai contoh,
laba-laba betina akan memakan jantan jika sinyal-sinyal reproduksi spesifik tidak
diikuti selama perkawinan. Fertilisasi internal juga memerlukan sistem roproduksi
yang canggih, termasuk organ kopulasi yang mengirimkan sperma dan reseptakel atau
penyangga untukpenyimpanannya dan pengangkutannya menuju telur yang matang
(Campbell., 2004).
Bagi hewan yang melakukan fertilisasi internal dilengkapi dengan adanya
organ kopulatori, yaitu suatu organ yang berfungsi menyalurkan sperma dari
organisme jantan ke betina. Pada vertebrata yang hidup di air melakukan fertilisasi di
luar tubuh (fertilisasi eksternal), contoh ikan dan katak. Hewan yang hidup di darat
melakukan pembuahan di dalam tubuh (fertilisasi internal). Pada mamalia jantan, alat

2
kelaminnya disebut penis pada reptil seperti cecak dan kadal menggunakan hemipenis
ata penis palsu, sedangkan pada bangsa burung misalnya pada bebek, untuk
menyalurkan sperma menggunakan ujung kloaka (Campbell, 2004).
Sistem reproduksi wanita (betina) terdiri atas dua ovarium, dua tuba uterin,
oviduk, uterus, vagina, dan gernetalis eksterna. Ovarium terdiri atas daerah medulla
yang mengandung pembuluh darah dan sedikit jaringan ikat longgar, dan daerah
korteks mengandung folikel-folikel yang mengandung oosit. Permukaan ovarium
dibatasi oleh selapis epitel pipih disebut sel germinitivum, yang dibawahnya stroma
membentuk lapisan padat disebut tunika albugenia. Ovarium mendapat pendarahan
dari arteri ovarika cabang dari aorta (Adnan, 2008).
Organ kelamin betina pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian yaitu organ
kelamin dalam dan organ kelamin luar. Organ kelamin dalam terdiri dari
ovarium, oviduct, cornu uteri, corpus uteri, cervix, dan vagina, sedang organ kelamin
luar terdiri dari vulva, clitoris, vestibulum vaginae, dan kelenjar vestibulae. Organ
kelamin dalam, kebagian dorsal digantung oleh beberapa penggantung. Ovarium
digantung oleh alat penggantung mesovarium dan ligamentum utero
ovarika. Oviduct digantung oleh mesosalpinc, sedangkan uterus, cervix, dan sebagian
vagina digantung oleh mesometrium atau sering disebut ligamentum lata (Blakely and
Bade, 1998).
Reproduksi merupakan faktor penting dalam kehidupan. Reproduksi pada
mamalia erat kaitannya dengan siklus estrus. Hormon progesteron merupakan salah
satu hormon yang berperan penting dalam siklus estrus. Kadar progesteron dan
estradiol dalam tubuh dapat dijadikan parameter dalam penentuan fase pada siklus
estrus (Slamet dkk., 2016).
Siklus estrus merupakan jarak antara estrus yang satu sampai pada estrus yang
berikutnya. Setiap hewan mempunyai siklus estrus yang berbeda-beda, ada golongan
hewan monoestrus (estrus sekali dalam satu tahun), golongan hewan poliestrus (estrus
beberapa kali dalam satu tahun), dan golongan hewan poliestrus bermusim (estrus
hanya selama musim tertentu dalam setahun). Daur atau siklus estrus terdiri dari
empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase estrus berbeda
dengan siklus estrus. Fase estrus merupakan fase dimana telur diovulasikan dari
ovarium ke saluran telur. Fase ini menandakan bahwa individu betina telah masak
kelamin. Fase estrus setiap spesies berbeda-beda dan dapat diamati dengan metode

3
vaginal smear, tetapi tidak dapat diamati jika hewan betina tersebut belum masak
kelamin dan sedang hamil. (Slamet dkk, 2016).
C. Metode
1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Syringe 5 ml, Cawan petri,
Object glass dan kaca penutup, Mikrotube 1,5 ml, Kertas tisu, Mikroskop
binokuler, Kertas saring dan Pipet tetes.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Spermatozoa dan ovum
dari hewan percobaan dan Phospat Buffer Saline (PBS) atau NaCl fisiologis
3. Cara Kerja
Pengamatan Sel Telur
Bersihkan ovarium hewan percobaan dari jaringan – jaringan yang ada
disekitarnya

Isi syringe dengan PBS atau NaCl fisiologi sebanyak 2 ml

Aspirasi sel – sel ovarium hewan dengan menggunakan larutan dari


syringe

Teteskan campuran pada object glass, kemudian tutup dengan kaca


penutup

Amati sel telur di bawah mikroskop. Catat dan gambar morfologinya

D. Hasil dan Pembahasan


1. Hasil Pengamatan

4
Sumber: Novriyanti dkk, 2014
2. Pembahasan
Acara praktikum pada tanggal 5 Mei 2020 adalah tentang ”Sistem
Reproduksi Betina”. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui morfologi gamet
betina. Hasil pengamatan mengambil rujukan dari penelitian (Novriyanti dkk,
2014) yang berjudul Pengaruh Ekstrak Biji Kapas (Gossypium Hirsutum L.)
Terhadap Reproduksi Mencit Betina (Mus Musculus L., Swiss Webster). Tujuan
dari penelitian eksperimental ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji
kapas terhadapreproduksi tikus (Mus musculus L., Swiss Webster). Perlakuan yang
diberikan adalah ekstrak biji kapas denganbeberapa dosis, yaitu kontrol (0 gram),
0,03 gram, 0,05 gram dan 0,07 gram. Parameter yang digunakan adalah apusan
vagina, jumlah korpus luteum,implantasi, janin hidup, janin mati, janin abnormal,
janin resorpsi, dan rata-rata berat janin.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa pada fase
proestrus pemberian ekstrak biji kapas tidak berpengaruh signifikan terhadap
perpanjangan fase proestrus mencit. Hasil pengolahan statistik ANAVA diperoleh
hasil bahwa Fhitung< Ftabel (0,81 <3,09). Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa tidak terdapat beda nyata. Pada fase estrus semakin tinggi dosis pemberian
ekstrak biji kapas maka semakin pendek siklus estrus mencit. Hasil pengolahan
statistik ANAVA diperoleh hasil bahwa Fhitung>Ftabel 5% (15,07 > 3,09).
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan bahwa terdapat beda sangat nyata.
Berdasarkan uji lanjut yang telah dilakukan terdapat beda nyata antara kontrol
dengan kelompok perlakuan 1 (diberi ekstrak biji kapas osis 0,03 gram/ekor
mencit), perlakuan 2 (diberi ekstrak biji kapas dosis 0,05 gram/ekor mencit) dan

5
perlakuan 3 (diberi ekstrak biji kapas dosis 0,07 gram/ekor mencit). Pada fase
metestrus dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dosis pemberian ekstrak biji
kapas maka semakin panjang siklus estrus mencit. Hasil pengolahan statistik
ANAVA diperoleh hasil bahwa Fhitung >Ftabel 5% (20 > 3,09). Berdasarkan hasil
tersebut dapat diartikan bahwa terdapat beda sangat nyata. Berdasarkan uji lanjut
yang telah dilakukan terdapat beda nyata antara kontrol dengan kelompok
perlakuan 1 (diberi ekstrak biji kapas dosis 0,03 gram/ekor mencit); beda nyata
antara kelompok perlakuan 1 (diberi ekstrak biji kapas dosis 0,03 gram/ekor
mencit) dengan kelompok per-lakuan 2 (diberi ekstrak biji kapas dosis 0,05
gram/ekor mencit) dan perlakuan 3 (diberi ekstrak biji kapas dosis 0,07 gram/ekor
mencit). Namun antara kelompok perlakuan 2 dan perlakuan 3 tidak berbeda nyata.
Sedangkan pada fase diestrus dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak biji
kapas sedikit berpengaruh terhadap rata-rata hari pada fase diestrus mencit. Ekstrak
biji kapas menyebabkan terjadi pemendekan dari rata-rata hari fase diestrus. Hasil
pengolahan statistik ANAVA diperoleh hasil bahwa F hitung < Ftabel 5% (0,81 < 3,09).
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan bahwa tidak terdapat beda nyata.
Menurut (Sitasiwi dan Mardiyanti, 2016) Siklus estrus pada hewan
dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan esktrinsik. Faktor intrinsik utama yang
mempengaruhi siklus estrus adalah umur dan genetik. Faktor ekstrinsik diantaranya
adalah fotoperiodisme, suhu dan suplai makanan. Menurut Reviany (1986), Siklus
estrus pada mencit, yaitu:
1. Fase proestrus
Proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan pemacuan
pertumbuhan folikel oleh FSH sehingga folikel tumbuh dengan cepat. Proestrus
berlangsung selama 2-3 hari. Pada fase kandungan air pada uterus meningkat
dan mengandung banyak pembuluh darah dan kelenjar-kelenjar endometrial
mengalami hipertrofi.
2. Fase estrus
Estrus adalah masa keinginan kawin yang ditandai dengan keadaaan tikus
tidak tenang, keluar lendir dari dalam vulva, pada fase ini pertumbuhan folikel
meningkat dengan cepat, uterus mengalami vaskularisasi dengan maksimal,
ovulasi terjadi dengan cepat, dan sel-sel epitelnya mengalami akhir
perkembangan.

6
3. Fase metaestrus
Metaestrus ditandai dengan terhentinya birahi, ovulasi terjadi dengan
pecahnya folikel, rongga folikel secara berangsur-ansur mengecil, dan
pengeluaran lendir terhenti. Selain itu terjadi penurunan pada ukuran.
4. Fase diestrus
Diestrus adalah periode terakhir dari estrus, pada fase ini corpus luteum
berkembang dengan sempurna dan efek yang dihasilkan dari progesteron
(hormon yang dihasilkan dari corpus luteum) tampak dengan jelas pada dinding
uterus serta folikel-folikel kecil dengan korpora lutea pada vagina lebih besar
dari ovulasi sebelumnya.
Pada fase estrus, terlihat pengaruh estrogen dan dikarakteristikkan oleh sel
kornifikasi yang nyata (jelas) dan hilangnya leukosit. Pada akhir fase estrus,
lapisan kornifikasi tampak sloughed off dan invasi leukosit terjadi. Selama
diestrus, leukosit tampak berlimpah. Fase proestrus, tanpa leukosit dan
dikarakteristikkan oleh sel epitel yang dinukleasi. Fase estrus terjadi dengan
pengaruh hormon gonadotropin dan sekresi estrogen mempunyai pengaruh yang
besar. Fase metestrus, selama fase ini dimana sinyal stimulasi estrogen turun.
Uterus dipengaruhi oleh progesteron dan menjadi sikretori. Tipe fase ini adalah
jelas dan mungkin berakhir 1-5 hari(Gillbert, 2006).
Menurut Papanicolaou (1945), usapan vagina ditambah dengan usapan
cervix dan endometrium dapat menunjukkan waktu ovulasi secara persis sekaligus
juga untuk diagnosa lainnya. Hal ini dilakukan pada rodentia yaitu mencit salah
satunya.
Di dalam vagina tidak ada kelenjar, yang membasahi berasal dari lendir
cervix. Hanya di vestibule genitalia luar terdapat kelenjar. Lamina propia kaya
akan pembuluh darah, ketika rangsangan sex waktu coitus terjadi, darah ini sumber
cairan yang membasahi vagina. Lapisan otot terdiri dari berkas yang melingkar dan
memanjang serta dekat lubang ke luar, ada sedikit otot lurik berupa cincin.
(Djuhanda, 1981).
Adapun terjadinya siklus estrus dipengaruhi oleh endokrin. Hormon-
hormon yang berperan dalam mengatur siklus reproduksi pada manusia dan
pengaruhnya yaitu:

7
a. FSH berfungsi merangsang pematangan sel telur dan pembentukan hormon
estrogen
b. Estrogen berfungsi untuk menghambat terbentuknya FSH dan membentuk LH.
c. LH berfungsi untuk merangsang terjadinya ovulasi (Nalbandov, 1990).
E. Kesimpulan
Sistem reproduksi disebut juga sistem perkembangbiakan atau sistem
genetalia. Sistem ini berfungsi untuk menghasilkan sel kelamin (gamet). Alat
reproduksi betina terdiri dari ovarium, oviduct, uterus, cervix, vagina, dan vulva. Pada
kebanyakan vertebrata dengan pengecualian primata, kemauan menerima hewan
jantan terbatas selama masa yang disebut estrus atau birahi. Siklus estrus dapat dibagi
dalam beberapa tahap yaitu tahap diestrus, proestrus, estrus, dan metestrus.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa ekstrak biji kapas (Gossypium hirsutum
L.) berpengaruh terhadap reproduksi mencit (Mus musculus L. Swiss Webster).
Ekstrak biji kapas yang diberikan secara oral pada mencit dapat memperpanjang
siklus estrus dengan dosis perlakuan 0,03 gram/ekor mencit, 0,05 gram/ekor mencit
dan 0,07 gram/ekor mencit. Ekstrak biji kapas (Gossypium hirsutum L.) juga dapat
mempengaruhi penampilan reproduksi mencit betina.
F. Pretest.
1. Jelaskan perbedaan menstruasi dan estrus?
Jawab: Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata yang dewasa seksual
yang ditandai dengan adanya siklus haid, sedangkan siklus estrus terjadi
pada mamalia non primata.
Pada siklus menstruasi jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan
endometrium pada uterus akan luruh keluar tubuh. Sedang pada mamalia
lain terjadi siklus estrus meliputi empat fase yaitu fase diestrus, proestrus,
estrus, dan fase metesterus, jika tidak terjadi pembuahan, endomentrium
akan direabsorbsi oleh tubuh.
2. Hormon apa saja yang mempengaruhi menstruasi?
Jawab: Estrogen, Progesteron, GnRH, FSH, LH dan LTH/ Prolactin.
3. Jelaskan mengenai siklus menstruasi!
Jawab: Fase Siklus Menstruasi:
a. Fase Menstruasi atau Pendarahan

8
Fase keluarnya darah haid ini dimulai pada hari pertama menstruasi dan
berlangsung sampai hari ke-5 dari siklus menstruasi. Beberapa sumber
menyebutkan bisa berlangsung sampai hari ke-7 dan ini masih dianggap
normal.
b. Fase Folikular
Ini disebut fase folikuler karena kelenjar pituitari (hipofisia) melepaskan
hormon yang disebut Follicle Stimulating Hormone (FSH), yang
merangsang folikel dalam ovarium untuk tumbuh menjadi dewasa
(matang). Fase ini juga dimulai dari hari pertama menstruasi, tetapi
berlangsung sampai hari ke-13 dari siklus menstruasi.
c. Fase Ovulasi
Ovulasi adalah puncak dari semua kerja keras tubuh selama fase menstruasi
sebelumnya. Atas perintah otak melalui produksi hormon LH (luteinizing
hormone), sel telur yang sudah matang akan dilepaskan dari folikel di
ovarium ke saluran tuba (tuba fallopi) dan akan bertahan selama 12-24 jam.
Kejadian ini terjadi pada hari ke-14 dari siklus, sel telur yang dilepaskan
tersapu ke tuba falopi oleh silia fimbriae. Fimbriae adalah struktur
berbentuk seperti jari-jari yang terletak di ujung tuba falopi dekat dengan
ovarium. Sedangkan silia merupakan rambut getar yang halus, berfungsi
untuk mengantarkan sel telur menuju rahim. Pada fase ini, produksi hormon
estrogen dan testosteron mencapai puncaknya, sehingga meningkatkan efek
dari fase folikular.
d. Fase Luteal
Disebut fase luteal karena pada fase menstruasi ini terbentuk korpus
luteum, yaitu bekas folikel setelah ditinggal sel telur. Korpus luteum
menghasilkan hormon progesteron.
4. Jelaskan mengenai siklus estrus!
Jawab: siklus estrus dibagi menjadi 4 fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan
diestrus.
a. Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu dimana folikel de Graaf
bertumbuh dibawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol
yang makin bertambah. Periode ini terjadi peningkatan dalam pertumbuhan
sel-sel dan lapisan bercilia pada tuba fallopi dalam vaskularisasi mucosa

9
uteri. Akhir periode proestrus hewan betina biasanya memperlihatkan
perhatiannya pada hewan jantan.
b. Estrus adalah periode yang ditandai oleh penerimaan pejantan oleh hewan
betina untuk berkopulasi, fase ini berlangsung selama 12 jam. Folikel de
Graaf membesar dan menjadi matang serta ovum mengalami perubahan-
perubahan kearah pematangan. Fase ini mempengaruhi peningkatan kadar
estrogen sehingga terjadi perubahan tingkah laku yaitu betina menjadi
sedikit gelisah, alat kelamin bagian luar mulai memperlihatkan tanda-tanda
bahwa terjadi peningkatan peredaran darah didaerah ini, aktivitas hewan
menjadi tinggi, telinganya selalu bergerak-gerak, pangkal ekor terlihat
sedikit, vulva pada sapi membengkak, memerah, dan agak panasdan
punggung lordosis.
c. Metestrus atau postestrus adalah periode setelah estrus. Corpus luteum
bertumbuh cepat dari sel-sel granulosa folikel yang telah pecah dibawah
pengaruh LH dari adenohypophysis. Metestrus sebagian besar berada
dibawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh corpus luteum.
Progesteron menghambat sekresi FSH oleh adenohypophysis sehingga
menghambat pembentukan folikel de Graaf yang lain dan mencegah
terjadinya estrus. Selama metestrus uterus mengadakan persiapan-persiapan
seperlunya untuk menerima dan memberi makan pada embrio. Menjelang
pertengahan sampai akhir metesrus, uterus menjadi agak lunak karena
pengendoran otot uterus. Fase ini berlangsung selama 21 jam. Ciri yang
tampak pada fase metestrus yaitu epitel berinti dan leukosit terlihat lagi dan
jumlah epitel menanduk makin lama makin sedikit
d. Diestrus adalah periode terakhir dan terlama dalam siklus birahi pada
ternak mamalia. Corpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron
terhadap saluran reproduksi menjadi nyata. Akhir periode ini corpus luteum
memperlihatkan perubahan-perubahan retrogresif dan vakuolisasi secara
gradual dan mulai terjadi perkembangan folikel-folikel primer dan sekunder
dan akhirnya kembali ke proestrus

10
Daftar Pustaka

Adnan. 2008. Perkembangan Hewan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.


Aseptianova. 2016.  Perkembangan Hewan. Palembang: NoerFikri Offset
Blakely, J., and D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta:
Erlangga
Djuhanda, Tatang. 1981. Embriologi Perbandingan. Bandung: Armico.
Gilbert, Scott F. 2006. Developmental Biology 8th ed. USA: Sinauer Associates Inc.
Nalbandov, A. V, 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. Jakarta :
Universitas Indonesia.
Reviany, W & Hartini, S. 1986. Fisiologi Hewan Jilid 1. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Slamet, Adi., Lucia Santoso dan Riyanto. 2016. Perkembangan Hewan. Palembang:
Universitas Muhammadiyah Palembang Press.
Novriyanti, E., Sumarmin, R., Zayani, N., dan Ramadhani, S.A., 2014. Pengaruh Ekstrak Biji Kapas
(Gossypium Hirsutum L.) Terhadap Reproduksi Mencit Betina (Mus Musculus L.,
Swiss Webster). Jurna Saintek. Vol 6(1).

11
LEMBAR PENGESAHAN

Semarang, 12 Mei 2020


Mengetahui,

Dosen Pengampu Praktikan

Dwimei Ayudewandari P., M.Sc., Norma Fitriani

12
LAMPIRAN ABSTRAK

13

Anda mungkin juga menyukai