Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI

PEMBUATAN KOMPOS CACING

Disusun oleh:
Nama : Norma Fitriani
NIM : 1808086022
Kloter/ Kelas : 1/ Kelas PB-5A
Dosen Pengampu :.Dr. Lianah, M.Pd.
Nisa Rasyida, M,Pd.

LABORATORIUM BIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN WALISONGO SEMARANG
SEMARANG
2020

1
ACARA 5
PEMBUATAN KOMPOS CACING
(Jumat, 2 Oktober 2020)

A. LATAR BELAKANG
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campurab bahan-bahan
organik yang dapat dipercepat dengan secara artifial oleh populasi berbagai macam
mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik.
Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis,
khususnya oelh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber
energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar
kompos dapat terbentuk agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi
pembuatan campuran, mengatur aerasi, dan penambahan activator pengomposan.
Salah satu cara untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman dan sekaligus
menjaga ketersediaan unsur hara di dalam tanah, petani selalu menggunakan pupuk. Pada
mulanya petani menggunakan pupuk organik, akan tetapi setelah diperkenalkan pupuk
sintetis, petani cenderung berubah haluan meninggalkan pupuk organik. Penggunaan
pupuk sintetik dalam kurun waktu tertentu memang dapat meningkatkan hasil panen secara
signifikan. Akan tetapi penggunaan pupuk jenis ini dapat menimbulkan dampak negatif,
misalnya penggunaan yang terus-menerus akan menyebabkan tanah mengeras, air
tercemar, polusi udara, dan keseimbangan alam terganggu. Oleh karena itu, penggunaan
kembali pupuk organik diharapkan dapat mengatasi masalah ini, salah satunya dengan
penggunaan pupuk vermikompos.
Cacing tanah termasuk salah satu makhluk hidup penghuni tanah yang secara
langsung maupun tidak langsung bayak berperan dalam kehidupan manusia. Diantaranya
manfaat cacing tanah dapat menyuburkan tanah, memperbaiki dan mempertahankan
struktur tanah dan dari aktivitas metabolismenya dapat menghasilkan pupuk organik yang
sering disebut dengan kascing. Menurut Sudirja (1999), kascing merupakan hasil
pragmentasi bahan organik oleh aktivitas cacing tanah secara fisik dan kimia yang
bercampur dengan kotoran yang dikeluarkannya yang kaya sel-sel 17 hidup mikroba.
Penelitian Iswandi (1993), menunjukkan bahwa di dalam proses dekomposisi, cacing tanah
memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan organisme tanah yang lain.
Dalam pembuatan pupuk kompos masalah yang sering terjadi adalah tingkat
kematangan pupuk yang belum sempurna. Hal ini disebabkan oleh tingkat kelembaban dan
2
suhu dalam proses pembuatan tidak stabil. Penggunaan pupuk kompos yang belum matang
secara keseluruhan dapat menghambat pertumbuhan tanaman dikarenakan kekurangan
nitrogen tersedia. Sehingga diperlukannya suatu sistem yang dapat mengatur proses
pembuatan pupuk kompos. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka perlu dilakukan
praktikum mengenai pembuatan pupuk kompos.

B. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah Memanfaatkan dan mendaur ulang limbah organik
sebagai pupuk organic Bokashi dengan bantuan cacing tanah.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, ember, plastik, dan
cangkul.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanah, limbah sayuran, limbah
buah, cacing tanah dan air.

D. PROSEDUR KERJA
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan kompos
2. Cacah limbah buah dan sayur menjadi bagian kecil
3. Tambahkan air secukupnya
4. Campurkan limbah buah dan sayur yang telah dicacah dengan tanah
5. Masukkan campuran sampah organik tersebut kedalam ember
6. Kemudian cacing ditebarkan diatas campuran sampah organik tersebut, tunggu sampai
5 menit hinga semua cacing tersebut masuk ke dalam media.
7. Lakukan pengecekan suhu , bau warna dan tekstur setiap 1 kali sehari
8. Diamkan selama tiga minggu dan amati perubahan yang terjadi

E. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kompos Cacing Setelah 3 Minggu
No Pengamatan Sensorik Hasil Pengamatan
1 Warna Hitam kecoklat-coklatan

3
2 Tekstur Bertekstur gembur dan halus
3 Aroma Tidak berbau

F. PEMBAHASAN
Kompos merupakan suatu bahan organik yang telah mengalami proses dekomposisi
oleh mikroorganisme pengurai yang terjadi secara aerob atau anaerob, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dan untuk meningkatkan produktifitas
tanaman. Praktikum pembuatan pupuk organik ini dilakukan dengan bantuan cacing tanah
yang mana proses fermentasi kompos selama tiga minggu. Dalam pembuatan pupuk
kompos yang kami lakukan menggunakan bahan yang terdiri dari limbah buah-buahan,
limbah sayuran dan air secukupnya dan cacing tanah sebagai decomposes yang membantu
proses penguraian bahan. Cacing tanah merupakam activator kompos yang mengandung
mikroorganisme yang dapat meningkatkan keragaman mikroorganisme tanah dan dapat
mempercepat proses pengomposan. Pembuatan pupuk ini disebut sebagai pupuk
vermikompos.
Menurut Kuruparan et al, (2005) Vermicomposting berasal dari bahasa latin Vermis
yang berarti cacing, vermicomposting berarti membuat pupuk kompos dari sampah
biodegradable menjadi pupuk dengan mutu tinggi dengan bantuan cacingtanah (Lumbricus
Rubellus). Proses produksi pupuk organik dengan aktivator cacingtanah menggunakan
kotoran sapi sebagai bahan baku, yang akan dicampurkan dengan cacing tanah. Dalam hal
ini cacing tanah memakan selulosa dari kotoran sapi yang tidak dapat di makan oleh bakteri
pengompos. Hasil dari pencernaan cacing berupa kotoran cacing, dan kotoran ini akan
menjadi tambahan makanan bagi bakteri pengompos (Sathianarayanan, 2008). Dengan
demkian, penambahan cacing yang dikenal dengan nama pupuk casting atau
vermicomposting dapat mempersingkat waktu produksi pupuk kompos. Dengan bantuan
cacing dalam pembuatan pupuk kompos, hanya diperlukan separuh waktu dari
pembuatanpupuk kompos konvensional (Munroe, 2003).
Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah
dicampur. Secara sederhana proses pengomposan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu
tahap aktif dan tahap pematangan. Menurut Kartini (2018), selama tahap-tahap awal proses,
oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh
mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula
akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50-700

4
C selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik,
yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian
bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan
oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah
sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsurangsur mengalami
penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan
komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun
biomassa bahan.
Hasil pengamatan menunjukkan terjadi perubahan pada kompos setelah didiamkan
selama 3 minggu. Perubahan yang terjadi adalah warnanya menjadi hitam kecoklat-
coklatan, bertekstur gembur dan halus. Selain itu aromanya tidak berbau.
BerdasarkanYuniwati (2012) pada penelitiannya kompos yang baik memiliki ciri-ciri
warna coklat kehitaman, tidak beraroma, tekstur lunak dan pH 5 dengan suhu optimal 40o
C-45o C (Rahman, 1989). Sedangkan kelembaban yang baik dalam pengomposan harus
disesuaikan dengan bahan yang digunakan, hal ini berlaku pada pengomposan aerob
maupun anaerob, dan semakin banyak mikroorganisme dalam proses pengomposan,
kompos yang dihasilkan semakin baik dan cepat. Pernyataan tersebut sependapat dengan
Yuwono (2007) yang menyatakan bahwa kompos yang berkualitas adalah kompos yang
telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan
bagi pertumbuhan tanaman. Dan ciri-ciri kompos yang baik menurut beliau adalah sebagai
berikut :
• Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah.
• Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi.
• Nisbah C / N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya.
• Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah
• Suhu kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
• Tidak berbau
Berdasarkan literatur tersebut, dapat diketahui bahwa pengomposan yang telah
dilakukan selama 3 minggu berhasil karena hasil yang kompos akhir sesuai dan terjadi
perubahan warna, aroma, tekstur, dan suhu yang optimal pada proses pengomposan.
Kualitas vermikompos tergantung pada jenis bahan media atau pakan yang
digunakan, jenis cacing tanah dan umur vermikompos. Kascing mempunyai kelebihan dari
pupuk organik lainnya, karena selain mempunyai hampir semua unsur-unsur yang
dibutuhkan oleh tanaman, kascing juga mengandung unsur makro yang lebih tinggi, dan
5
kascing juga mampu menetralkan pH tanah (Liptan, 2001). Menurut Krishnawati (2003)
yang mengatakan kascing mengandung berbagai bahan yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman yaitu mengandung unsur hara (N, P, K, Mg dan Ca) serta suatu
hormon seperti giberellin, sitokinin dan auxin yang pada konsentrasi tertentu dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Besarnya P tanah akibat pemberian kascing
disebabkan karena P-total kascing tinggi dan juga P yang dilepas dari komplek Al-P akibat
adanya asam-asam organic yang mengkelat Al. Penggunaan dosis pupuk kascing untuk
tanaman yang diaplikasikan ke dalam tanah untuk menambah unsur hara bagi tanah dapat
menghemat penggunaan pupuk posfat sekitar 20%.
Elfayetti (2009) dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa pengujian mikoriza
dan pupuk kascing yang dilakukan oleh (bekas cacing) yang terdiri atas 4 dosis yaitu 0, 5,
10, dan 15 ton kascing /ha. Memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil biji kering
kedelai yang ditanam ditanah ultisol, Hasil pengujian menunjukan bahwa Mikoriza dan
pupuk kascing ternyata meningkatkan hasil biji kering per tanaman yang mendapat dosis
kascing 15 ton/ha tertinggi sebesar 47.56 g diperoleh per tanaman.

G. SIMPULAN
Kompos merupakan suatu bahan organik yang telah mengalami proses dekomposisi
oleh mikroorganisme pengurai yang terjadi secara aerob atau anaerob, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dan untuk meningkatkan produktifitas
tanaman. Dalam pembuatan kompos dibantu mikroorganisme yang berperan sebagai
dekomposer salah satuya adalah cacing tanah atau biasa disebut vermikompos.
Vermikompos adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik
yang dilakukan oleh cacing tanah.Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan
pembuatan kompos cacing ini berhasil yang ditandai beberapa perubahan yaitu, kompos
yang telah matang memiliki warna coklat kehitam-hitaman, tekstur remah dan gambur, dan
memiliki aroma yang tidak berbau busuk.

6
DAFTAR PUSTAKA

Elfayetti, E. (2009). Pengaruh Pemberian Kascing Dan Pupuk N, P, K Buatan Pada Ultisol
Terhadap Sifat Kimia Tanah Dan Hasil Tanaman Jagung (Zea Mays L). Jurnal
Geografi. Vol 1(1).
Iswandi, 1993. Efesiensi Asimilasi Dan Produksi Kokon Cacing Tanah Pada Berbagai Jenis
Pakan. Pusat penelitian Unand.
Kartini, N.L. 2018. Pengaruh Cacing Tanah Dan Jenis Media Terhadap Kualitas Pupuk
Organik. Jurnal Pastura. Vol 8(1).
Krishnawati, D. 2003. Pengaruh Pemberian Pupuk Kascing Terhadap Pertumbuhan Vegetatif
Tanaman Kentang (Solanum tuberosum). Buletin KAPPA. Vol. 4(1).
Kuruparan. P. 2005. Vermicomposting as an Eco tool in Sustainable Solid Wate Managemen.
Anna University.
Liptan. 2001. Pertanian Organik. Pekan Baru: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
Munroe G. 2003. Manual of On-Farm Vermicomposting and Vermiculture. Organic
Agriculture Centre of Canada.
Rahman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Bogor: IPB

Sathianarayanan. A dan Khan. B, 2008. An Eco-Biological Approach for Resource Recycling


and Pathogen (Rhizoctoniae Solani Kuhn.) Suppression. Journal of Envinmental
Protection Science, Vol. 2.
Sudirja, R. 1999. Budidaya Cacing Tanah. Jatinagor: Assosiasi Kultur Vermi Indonesia,.
Yuniwati, dkk. 2012. Optimasi Kondisi Proses Pembuatan Kompos Dari Sampah Organik
Dengan Cara Fermentasi Menggunakan EM4. Yogyakarta: Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknologi Industri, IST AKPRIND.

Yuwono, Dipo. 2007. Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya

7
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai