Anda di halaman 1dari 9

Penggunaan pupuk organik atau kompos wajib dijalankan pada proses produksi

bahan pangan organik. Keberadaan pupuk organik atau kompos ini tidak terlepas
dari peran seorang ilmuwan besar bernama Teruo Higa melalui teknologi
effective microorganism (EM) ciptaannya. Menciptakan terobosan Teruo Higa
lahir pada 28 Desember 1941 di Okinawa, Jepang. Dalam bidang peternakan, EM
dapat digunakan pada makanan ternak, pengomposan, dan meningkatkan
kesehatan ternak. Di luar kedua bidang itu, EM masih dapat diaplikasikan dalam
bidang lain.
Dengan alasan itulah Higa mengelompokkan EM sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Setidaknya ada 15 jenis EM yang memiliki fungsi berbeda-beda.
Salah satunya adalah EM1, EM1 Bokashi, EM2, EM4, EM5, dan Activated EM
(AEM). Saat ini, sebagian besar masyarakat dunia memanfaatkan EM sebagai
bahan untuk membuat kompos, jenis EM yang digunakan adalah EM1 Bokashi
dan EM4. Pada pembuatan kompos, larutan EM4 berfungsi sebagai aktivator
untuk berjalannya proses pengomposan dengan cara pemberian langsung pada
campuran kotoran ternak dan bahan organik.

Produk EM4 Pertanian merupakan bakteri fermentasi bahan organik tanah menyuburkan
tanaman dan menyehatkan tanah. Terbuat dari hasil seleksi alami mikroorganisme fermentasi
dan sintetik di dalam tanah yang dikemas dalam medium cair. EM4 Pertanian dalam
kemasan berada dalam kondisi istirahat (dorman). Sewaktu diinokulasikan dengan cara
menyemprotkannya ke dalam bahan organik dan tanah atau pada batang tanaman, EM4
Pertanian akan aktif dan memfermentasi bahan organik (sisa-sisa tanaman, pupuk hijau,
pupuk kandang, dll) yang terdapat dalam tanah. Hasil fermentasi bahan organik tersebut
adalah berupa senyawa organik yang mudah diserap langsung oleh perakaran tanaman
misalnya gula, alcohol, asam amino, protein, karbohidrat, vitamin dan senyawa organik
lainnya.
Pemberian bahan organik ke dalam tanah tanpa inokulasi EM4 Pertanian akan menyebabkan
pembusukan bahan organik yang terkadang akan menghasilkan unsur anorganik sehingga
akan menghasilkan panas dan gas beracun yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Selain mendekomposisi bahan organik di dalam tanah, EM4 Pertanian juga merangsang
perkembangan mikroorganisme lainnya yang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman,
misalnya bakteri pengikat nitrogen, bakteri pelarut fosfat dan mikoriza. Mikoriza membantu
tumbuhan menyerap fosfat di sekilingnya. Ion fosfat dalam tanah yang sulit bergerak
menyebabkan tanah kekurangan fosfat. Dengan EM4 Pertanian hife mikoriza dapat meluas
dari misellium dan memindahkan fosfat secara langsung kepada inang dan mikroorganisme
yang bersifat antagonis terhadap tanaman. EM4 Pertanian juga melindungi tanaman dari
serangan penyakit karena sifat antagonisnya terhadap pathogen yang dapat menekan jumlah
pathogen di dalam tanah atau pada tubuh tanaman.
Manfaat EM4 Pertanian

Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Meningkatkan produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi.

Memfermentasi dan mendekomposisi bahan organik tanah dengan cepat (bokashi).

Menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

Meningkatkan keragaman mikroba yang menguntungkan di dalam tanah.

Pada proses pembuatan kompos, rasio C/N merupakan salah satu faktor
paling penting. Hal ini disebabkan proses pengomposantergantung dari
kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber
energi dan pembentukan sel, dan nitrogen untuk membentuk sel.
Besaran nilai rasio C/N tergantung dari jenis sampah organik. Proses
pengomposan yang baik akan menghasilkan rasio C/N yang ideal sebesar
20 40, tetapi rasio yang paling baik adalah 30.
Jika rasio C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan
berkurang. Selain itu, diperlukan juga beberapa siklus mikroorganisme
untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu
pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki
mutu rendah. Namun bila rasio C/N terlalu rendah, kelebihan
mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi
sebagai amonia atau terdenitrifikasi.
Rasio karbon terhadap nitrogen atau rasio C/N adalah rasio dari massa
karbon terhadap massa nitrogen di suatu zat. Di antara zat yang dianalisis
menggunakan metode ini adalah sedimen dan kompos. Rasio C/N digunakan
untuk mengetahui kondisi iklim di masa lalu. Rasio karbon dan nitrogen dapat
digunakan untuk mempelajari keberadaan tumbuhan di suatu tempat karena
nitrogen diserap tumbuhan dan mikroorganisme, dan tumbuhan dan
mikroorganisme yang mati meninggalkan sedimen karbon. Besarnya perbedaan
antara nitrogen dan karbon tersebut juga membedakan jenis ekosistem yang
pernah berada di atasnya

aktor faktor yang mempengaruhi proses pengomposan yaitu :

Rasio C/NRasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1
hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan
N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan
cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi,
mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan
lambat.

Ukuran PartikelAktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara.


Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan
bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga
menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas
permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.

AerasiPengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen
(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang

menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air
bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang
akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

Porositasadalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas


dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Ronggarongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses
pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan
berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.

Kelembaban (Moisture content)Kelembaban memegang peranan yang sangat penting


dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada
suplai oksigen. Kelembaban 40 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme
mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami
penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban
lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas
mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau
tidak sedap.

Temperatur/suhu panas dihasilkan dari aktivitas mikroba.

Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat
pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan
yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya
mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan
membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.

pH,Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum
untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5

Lama pengomposan

Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode
pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator
pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu
sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.(Jakmi,2009)
Mengetahui kematangan kompos dapat diketahui dengan beberapa cara yaitu :
1. Dicium : kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum. Apabila
kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan
menghasilkan senyawasenyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman.
Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos masih belum
matang.

2. Kekerasan bahan : kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan.
Bentuk kompos mungkin masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas
remas akan mudah hancur.
3. Warna kompos : kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam hitaman.
Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya
berarti kompos tersebut belum matang. Selama proses pengomposan pada permukaan
kompos seringkali juga terlihat miselium jamur yang berwarna putih.
4. Penyusutan : terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan
kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan
tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20 40 %. Apabila
penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai
dan kompos belum matang.
5. Suhu : suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan.
Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50oC, berarti proses pengomposan masih
berlangsung aktif dan kompos belum cukup matang.

Hari dan aerasi


Hari ke-1
Hari ke-4 aerasi 1

Hari ke-8 aerasi 2

Hari ke-12 aerasi 3

Kompos starter EM4


Kompos starter air sampah
Dedaunan hijau segar, bau
Dedaunan hijau segar, bau
khas EM4
khas air sampah yang busuk
Dedaunan tidak nampak
Dedaunan tidak nampak
berubah drastis seperti
berubah drastis seperti semula,
semula, aroma tidak terlalu
aroma tidak terlalu bau.
bau
Dedaunan me-layu agak
Dedaunan me-layu melebihi
kecoklatan, masih terdapat
substrat EM4, masih terdapat
daun yang hijau, aroma sangat daun hijau, aroma tidak sebau
menusuk
EM4 yang menusuk
Dedaunan terlihat melayu
Dedaunan terlihat melayu
keseluruhan, berwarna coklat
keseluruhan, berwarna coklat
lebih gelap dari semula,
lebih gelap dari semula, aroma
aroma tetap menusuk tetapi
sangat menusuk, melebihi bau
tidak sebau substrat kompos
yang ditimbulkan dari EM4.
air sampah di hari akhir ini.

PEMBAHASAN

Berdasarkan pustaka yang dipakai, tata cara atau langkah yang kami kerjakan sama, hanya
saja sedikit perbedaan, yaitu pada starter. Kami menentukan variabel kontrol dengan
perbedaan pada starter antara starter organik yang berasal dari air sampah pasar dan starter
buatan yaitu EM4 komposisinya mengandung beragam jenis bakteri yang ditentukan. Tata
cara yang kami gunakan dengan kondisi anaerob dimana starter dan substrat dibiarkan kedap
udara yaitu dengan penaruhan pada kantung polibag yang diikat rapat. Dengan tiga hari sekali
dilakukan aerasi dan pemberian gula sebagai makanan tambahan bagi dekomposer. Substrat

yang kami pakai yaitu dedaunana seperti jenis rumput yang masih hijau, daun singkong segar,
dua genggam tanah, serbuk kayu gergaji yang gunanya sebagai penyerap air dan penambahan
gula sebagai awal makanan starter. Pada percobaan ini suhu yang dipakai sama dengan
keadaan ruang yaitu 26 oC. Pengomposan ini berlangsung selama dua minggu.
Berdasarkan sumber, untuk mendapatkan hasil kompos yang baik yaitu dengan melihat
perubahannya terutama pada warna, semakin hitam bertandakan kompos ini sudah jadi atau
siap untuk digunakan. Dilihat dari data hasil praktikum, kedua kompos yang kami buat
mengalami pembusukan dengan menunjukan perubahan warna tetapi warna dari kedua
kompos belum terlihat hitam hanya berwarna coklat, ini mungkin disebabkan substrat yang
kami pakai hanyalah dedaunan dan sedikit penambahan tanah serta serpihan kayu gergaji,
selain itu dedaunan yang kami gunakanpun bukanlah dedaunan kering tetapi dedaunan yang
sengaja dipotong karena pertumbuhannya sudah melebihi, seperti rumput dan penambahan
lainnya adalah daun singkong hijau sisa pasar. Pada aerasi pertama belum terlihat perubahan
spesifik dari dedaunan kedua kompos tetapi pada aerasi kedua sudah terlihat kondisi
pengomposan yaitu dedaunan mulai melayu berwarna coklat muda terlihat kedua kompos
mengalami ini hanya saja perbedaan juga nampak pada kompos dengan starter air sampah
organik membuat substrat lebih lunak atau melayu, sedangkan pada EM4 tidak selayu
pemakaian air sampah, nampak masih terdapat dedaunan yang agak terlihat segar. Disini
terlihat kerja air sampah organik lebih baik dibanding starter EM4.
Selain warna yang berubah dapat dirasakan aroma kedua kompos yang berbau busuk,
awalnya substrat yang diperlakukan dengan starter EM4 memiliki aroma EM4 seperti bau
madu yang menusuk sedangkan substrat yang diperlakukan dengan starter air sampah
memiliki bau sampah yang juga menusuk seperti bau busuk, setelah dibiarkan selama tiga
hari dalam kondisi anaerob dan akhirnya dilakukan aerasi dihari ketiga, (aerasi merupakan
pemberian udara pada kompos dengan cara pengadukan) tercium bau berasal dari kedua
kompos, dilihat dari peristiwa ini dapat diketahui bahwa kedua kompos ini sama-sama
diuraikan oleh bakteri-bakteri penghasil sulfur yaitu jenis bakteri anaerob yang juga selama
proses pengomposanpun wadah dibiarkan tertutup tanpa oksigen, selain sulfur bakteri-bakteri
ini menghasilkan senyawa lain dan macam asam oraganik seperti asam asetat, butirat, valerat,
puttrecine, amonia dan H2S(http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos). Adapun perbedaan yang
muncul dari aroma, ketika kompos berstarter air sampah pada aerasi kedua tidak berbau
setajam mulanya, berbeda dengan kompos berstarter EM4 yang memiliki aroma menusuk
pada aerasi kedua. Disini dapat dilihat adanya kerja bakteri EM4 aktif ekstra ketika semakin
lama diperam. Tetapi pada aerasi berikutnya kedua kompos memberikan aroma yang tetap
menusuk, pada starter air sampah mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat dan
melebihi bau kompos berstarter EM4.
Dari beberapa kondisi yang terlihat, pengomposan tanpa udara/anaerob memacu bakteribakteri yang suka tanpa oksigen untuk menguraikan substrat ini dan kerja bakteri suka
oksigen terhambat akibatnya bakteri anaerobik ini yang mendominasi dan mereduksi
senyawa-senyawa khas beraroma tak sedap. Dari segi ukuran antara sebelum pengkomposan
dengan yang sudah terlihat perubahan, ini yang mengakibatkan proses pengkomposan
terlaksana.

Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. juga nampak pada kompos dengan starter air sampah organik membuat
substrat lebih lunak atau melayu, sedangkan pada EM4 tidak selayu
pemakaian air sampah, nampak masih terdapat dedaunan yang agak
terlihat segar. Disini terlihat kerja air sampah organik lebih baik dibanding
starter EM4.
2. Dari beberapa kondisi yang terlihat, pengomposan tanpa udara/anaerob
memacu bakteri-bakteri yang suka tanpa oksigen untuk menguraikan
substrat ini dan kerja bakteri suka oksigen terhambat akibatnya bakteri
anaerobik ini yang mendominasi dan mereduksi senyawa-senyawa khas
beraroma tak sedap. Dari segi ukuran antara sebelum pengkomposan
dengan yang sudah terlihat perubahan, ini yang mengakibatkan proses
pengkomposan terlaksana.
Daftar pustaka

https://wicaktini.wordpress.com/2014/06/07/laporan-praktikum-pembuatanpupuk-kompos-organik-menggunakan-bioaktivator-em4-dan-air-sampah/

ANALISIS DATA
Tanggal Pengamatan
Aktivator/
Starter

EM4

Banyaknya
Sampah

20 Cup*

Kematangan
Kompos

Hari ke-3
17 april

Hari ke-8

Hari ke-9

Hari ke-11

Aroma

Sedikit wangi Tidak


kulit jeruk
berbau

Tidak
berbau

Tidak berbau

Bentuk

Hancur,
Sedikit hancur
masih
dan di tumbuhi
banyak
sedikit jamur di
potongan
bagian
daun yang
permukaan
besar

Hancur,
masih
banyak
potongan
daun yang
besar

Hancur, dengan
sedikit
potongan daun
besar.

Warna

Hijau tua

Coklat

Hitam

Terdiri dari
sampah kering
dan basah

Coklat

kecoklatan

kehitaman

kehitaman

Pemadatan

Volume
Volume
Volume
Volume belum
berkurang berkurang berkurang
berkurang
sekitar 30 % sekitar 40% sekitar 40%

Suhu

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Kelembapan

Lembab

Lembab

Basah

Lembab

1. Penambahan aktivator
Sampel yang pertama menggunakan Mikroorganisme Efektif (EM) yang merupakan kultur
campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam
laktat, ragi, aktinomisetes dan jamur peragian). Dan pada sampel kedua menggunakan Pupuk
yang sudah jadi berisi campuran kotoran ternak, sekam,tanah dan lain-lain. Penambahan
activator dilakukan untuk mempercepat proses pengomposan.
2. Temperatur/ Suhu panas dihasilkan dari aktivitas mikroba.
Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa- senyawa yang mudah terdegradasi
akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat
dengan cepa. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama
waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu
mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan
organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen
akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar
bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur- angsur mengalami penurunan. Namun dari
hasil pengomposan yang kami lakukan tidak terdeteksi peningkatan suhu ketika di pegang
secara langsung. Namun terdapat tetes uap dibawah permukaan tutup ember, pada pupuk
yang menggunakan EM4 lebih banyak uap yang di hasilkan setiap kali pengamatan
dilakukan. Sehingga dapat dikatan bahwa terjadi peningkatan suhu yang menimbulkan tetes
air dan perubahan warna menjadi semakin hitam. Semakin tinggi temperatur akan semakin
banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi.
3. Sumber Karbon dan Nitrogen
Sampah hijau sebagai sumber N dan sampah kering sebagai sumber C. Sampah dapur berupa
sayuran hijau, buah-buahan (kulit jeruk, melon), sedangkan sampah kering yaitu daun-daun
kering, sekam, serbuk gergaji. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan
menggunakan N untuk sintesis protein. Sehingga pada sampel pertama yang menggunakan
EM4, terjadi pemadatan volume sampah lebih cepat dibandingkan yang menggunakan pupuk
jadi. Karena pada sampel yang pertama ,sampah yang digunakan lebih banyak sebingga
sumber energy dan nitrogen untuk sintesis protein bagi mikroba lebih tersedia.

4. Kelembaban
Kelembaban (Moisture content). Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam
proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen.
Kelembaban 40 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila
kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih
rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan
tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi
fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. Kompos yang kami buat sampai
hari ke-8 memiliki kelembaban yang diinginkan, namun pada hari selanjutnya kompos
menjadi lebih basah dari sebelumnya sehingga ditambahkan dengan serbuk kayu sebanyak
satu genggaman tangan.
5. Aerasi/ pengadaan oksigen (termasuk pengadukan)
Proses pengomposan ini terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen), dimana mikroba
menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Aerasi secara alami akan
terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara
yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan
kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses
anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
6. Ukuran partikel
Kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan. Bentuk kompos mungkin
masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas remas akan mudah hancur.
Beberapa jenis sampah ada yang sudah hampir menyerupai tanah, namun ada beberapa yang
bentuknya masih sama seperti daun-daun kering, hal ini dikarenakan potongan daun yang
kurang kecil sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat hancur. Selain itu
terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya
penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos.
Penyusutan berkisar antara 20 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit,
kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang. Penyusutan
kompos lebih terlihat pada kompos yang menggunakan aktivator EM4, hal ini dikarenakn
EM4 lebih cepat dalam memproses bahan limbah menjadi kompos.
KESIMPULAN
Dari pembahasaan yang telah dijabarkan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembuatan kompos yang berasal dari sampah sayuran dan daun kering sangat
dipengaruhi oleh penambahan aktivator, suhu, sumber karbon dan nitrogen,
kelembaban, aerasi dan ukuran partikel.
2. Dalam melakukan pengomposon yang baik dan cepat diperlukan teknologi
mempercepat pengomposan seperti menambah mikroba untuk menguraikan menjadi
kompos sempurna.

3. Kompos yang menggunakan aktivator EM4 lebih menghasilkan banyak uap dan
mengalami penyusutan yang lebih banyak dibandingkan dengan aktivator pupuk jadi.
4. Kompos yang telah matang ditandai dengan warnanya yang berubah menjadi coklat
kehitaman menyerupai tanah, tidak berbau, teksturnya menyerupai tanah (remah),
suhu pupuk mendekati suhu ruang dan telah mengalami penyusutan

Anda mungkin juga menyukai