Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

KEANEKARAGAMAN HAYATI EKOSISTEM SUB OPTIMAL

KEANEKARAGAMAN HAYATI TANAH DILAHAN SUB


OPTIMAL

DOSEN PENGAMPU :
Ir . Yetti Elfina S, M.P

OLEH :
ABIYYU NAUFAL (NIM. 2106134459)
RAHMA AISYAH (NIM. 2106111487)
SARAH JULIA ALVIANTI (NIM. 2106113187)

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Kenekanragaman Hayati Eko Sub

Optimal dengan judul “Keanekaragaman Hayati Tanah Dilahan Sub Optimal”

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari

bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan saran dan kritik, sehingga

makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata

sempurna dikarenan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Maka dari

itu, digharapkan segala bentuk saran dan masukan serta kritik dari berbagai pihak.

Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan dunia pendidikan.

Pekanbaru, 01 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Pendahuluan .............................................................................................................. 1


1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................... 2
1.3. Tujuan ...................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 6

3.1 Pengertian Keanekaragaman Hayati Secara Umum ................................................. 6


3.2 Pengertian Tanah Secara Umum ............................................................................... 6
3.3 Klasifikasi tanah Secara Umum ................................................................................ 7
3.4 Jenis dan Karakteristik Tanah Sub Optimal .............................................................. 9
3.5 Keanekaragaman Hayati Tanah Dilahan Sub Optimal ........................................... 13
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 28

4.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 28


4.2 Saran ....................................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversity dan merupakan
megacenter keanekaragaman hayati dunia. Sumberdaya hayati yang melimpah ini
merupakan asosiasi antara faktor biotik dan abiotik (Haneda & Sirait, 2012).
Keanekaragaman adalah variabilitas antar makhluk hidup dari semua sumber daya,
termasuk di daratan, ekosistem-ekosistem perairan, dan komplek ekologis termasuk
juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies dan ekosistemnya.
Keanekaragaman hayati (biodiversitas) merupakan totalitas dari kehidupan
organisme di suatu kawasan tertentu. Keanekaragaman hayati di suatu kawasan
merupakan fungsi dari diversitas lokal atau habitat tertentu dan struktur yang ada
di dalamnya pada daerah terestrial. Keanekaragaman hayati tanah merupakan salah
satu bentuk diversitas alfa yang sangat berperan dalam mempertahankan sekaligus
meningkatkan fungsi tanah untuk menopang yang berada di dalam dan di atasnya
(Sugiyarto, 2000).

Tanah sebagai media utama untuk pertumbuhan tanaman dan memberikan


hasil harus dipandang sebagai substansi yang hidup dan bersifat dinamis. Di dalam
tanah terdapat kehidupan yang harus dikelola, oleh peran pentingnya dalam
menentukan stabilitas ekosistem tanah, pelaku utama dalam serangkaian proses
biogeokimiawi yang pada akhirnya berperan sebagai penyedia unsur hara tanaman,
dan tentunya secara fisik sebagai media tumbuh tanaman.

Tanah memiliki karakteristik biologis yang unik. Tanah adalah substansi


yang hidup, karena di dalamnya terdapat beranekaragam proses hidup makhluk
yang menghuninya dan yang kadang tidak terlihat secara kasat mata. Ditinjau dari
jumlah dan jenis populasi biota tanah, maka kehidupan di dalam tanah cukup besar.
Keanekaragaman hayati dari dalam tanah melakukan aktivitas alam yang
mendukung tercapainya stabilitas ekosistem, melalui siklus biogeokimia dan
kemampuannya melakukan biodegradasi bahan organik.

1
Kualitas tanah mempengaruhi keberlanjutan pertanian dan kualitas
lingkungan, yang mempunyai dampak pada kesehatan tanaman, hewan dan
manusia. Mikroorganisme tanah dapat digunakan sebagai indicator kualitas tanah,
karena memiliki fungsi penting dalam dekomposisi bahan organik, siklus hara dan
pemeliharaan struktur tanah. Pada tanah yang terkontaminasi akan menyebabkan
struktur komunitas mikroorganisme berubah, tapi keanekaragaman tidak selalu
berkurang. Sebaliknya, biomassa mikroorganisme dan aktivitasnya dapat
berkurang secara nyata. Di tanah pertanian ada perbedaan besar antara berbagai
kategori jenis tanah dan penggunaan lahan, salah satunya terdapat di lahan sub
optimal.

Lahan sub optimal merupakan lahan yang secara alamiah mempunyai


produktivitas rendah disebabkan oleh kendala faktor internal (intrinsik) seperi
bahan induk, sifat fisika, kimia, dan biologi tanah yang kurang mendukung
pertumbuhan tanaman, disamping itu faktor eksternal seperti curah hujan dan suhu
yang ekstrim (Las et al., 2012). Lahan terdegradasi dan/atau kritis juga sering
dikategorikan sebagai lahan suboptimal, meskipun yang menjadi faktor pembatas
produksi bukan bersifat alami. Lahan suboptimal dengan faktor pembatas alami
dapat digolongkan dalam beberapa tipologi lahan yaitu: lahan kering masam, lahan
kering iklim kering, lahan rawa pasang surut, lahan rawa lebak, lahan kritis, dan
lahan gambut (Puslitbangtanak, 2000, Mulyani dan Sarwani; 2013).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan judul dan latar belakang yang sudah dijelaskan dapat ditarik
isian untuk rumusan masalah kali ini yaitu tentang bagaimana dan apa saja
keanekaragaman hayati tanah yang terdapat di lahan sub optimal

1.3. Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah kali ini adalah untuk mengetahui lebih
dalam lagi mengenai keanekaragaman hayati tanah di lahan sub optimal.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Barnes, (1997) Biodiversitas merupakan berbagai macam jenis jumlah


dan pola penyebaran dari suatu organisme atau sumberdaya alam hayati dan
ekosistem. Biodiversitas terdiri atas dua komponen, yaitu jumlah total jenis perunit
area dan kemerataan (kelimpahan, dominasi, dan penyebaran spasial individu jenis
yang ada). Indeks yang menggabungkan kedua hal tersebut dalam suatu nilai
tunggal disebut indeks biodiversitas. Variabel-variabel yang disatukan kedalam
suatu nilai tunggal menyangkut jumlah jenis, kelimpahan spesies relatif,
homogenitas dan ukuran petak contoh. Untuk itu, indeks biodiversitas tergantung
pada indeks kekayaan (Richnree indices), indeks keragaman (Diversity indeces)
dan indeks kemerataan (Evenness indisces) (Barnes et al., 1997).

Keanekaragaman hayati menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1994 adalah


keanekaragaman di antara mahluk hidup dari semua sumber termasuk diantaranya
daratan, lautan, dan ekosistem akuatik lain, serta komplek-komplek ekologi yang
merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam
spesies, antarspesies, dan ekosistem.

Tanah merupakan lapisan teratas lapisan bumi. Tanah memiliki ciri khas dan
sifat-sifat yang berbeda antara tanah di suatu lokasi dengan lokasi yang lain.
Menurut Dokuchaev (1870) dalam Fauizek dkk (2018), Tanah adalah lapisan
permukaan bumi yang berasal dari material induk yang telah mengalami proses
lanjut, karena perubahan alami di bawah pengaruh air, udara, dan macam-macam
organisme baik yang masih hidup maupun yang telah mati. Tingkat perubahan
terlihat pada komposisi, struktur dan warna hasil pelapukan.

Menurut Das (1995), dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan
sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang
tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan
organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat disertai dengan zat cair dan gas
yang mengisi ruangruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut

3
Klasifikasi tanah adalah pengelompokan berbagai jenis tanah ke dalam
kelompok yang sesuai dengan karakteristiknya. Sistem klasifikasi ini menjelaskan
secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi namun tidak ada yang
benar-benar memberikan penjelasan yang tegas mengenai kemungkinan
pemakainya (Das, 1995). Tujuan klasifikasi tanah adalah untuk menentukan
kesesuaian terhadap pemakaian tertentu, serta untuk menginformasikan tentang
keadaan tanah dari suatu daerah kepada daerah lainnya dalam bentuk berupa data
dasar. seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya
(Bowles, 1989)

Lahan sub optimal adalah lahan yang secara alami mengalamai produktifitas
yang rendah dan disebabkan dari beberapa faktor diantaranya seperti faktor internal
meliputi bahan induk, sifat fisika, kimia dan biologi tanah yang keadaanya kurang
mendukung pada pertumbuhan tanaman, adapun faktor eksternal meliputi curah
hujan dan suhu dengan keadaan yang ekstrim (Las et. al, 2012)

Berdasarkan karakteristik dan penciri dari masing-masing tipologi lahan, maka


lahan sub optimal dapat dipilah menjadi lahan kering dan lahan basah. Lahan kering
dikelompokkan lebih lanjut menjadi lahan kering masam dan lahan kering beriklim
kering, sedangkan lahan basah dikelompokkan menjadi lahan rawa pasang surut,
lahan rawa lebak, dan gambut. Selain kelima tipologi lahan tersebut, akan termasuk
menjadi lahan optimal (subur), yaitu lahan kering dan lahan basah yang tidak
masam (termasuk sebagian besar lahan sawah eksisting. (Anny Mulyani dan
Muhrizal Sarwani. 2013).

Mikoriza mulai dikenal sejak pertengahan abad ke-19 karena kemampuannya


berasosiasi dengan banyak jenis tanaman (Gardeman, 1975). Mikoriza adalah
sejenis kapang yang menggambarkan suatu bentuk hubungan simbiotik mutualistik
antara spesies jamur dengan akar tanaman (Schinner et al., 1996). Endomikoriza
merupakan tipe mikoriza yang tidak melapisi akar tanaman dengan hifahifanya,
hanya sedikit hifa yang menjulur ke permukaan akar. Inang endomikoriza adalah
jenis tanaman hijau yang tidak dapat terinfeksi oleh ektomikoriza (Schalau, 2001).

4
Hubungan simbiosis antara akar tanaman dengan spesies kapang ini bersifat
mutualistik, sehingga keduanya memperoleh keuntungan bagi kehidupannya.
Sedikitnya terdapat 5 manfaat mikoriza bagi perkembangan tanaman yang menjadi
inangnya, yaitu meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, sebagai penghalang
biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan inang terhadap
kekeringan, meningkatkan hormon pemacu tumbuh, dan menjamin
terselenggaranya siklus biogeokimia (Nuhamara, 1994). Dalam hubungan
simbiosis ini, kapang mendapatkan keuntungan nutrisi (karbohidrat dan zat tumbuh
lainnya) untuk keperluan hidupnya dari akar tanaman (Smith dan Read, 1997).
Ketergantungan aktivitas hidup mikoriza terhadap tanaman inang cukup tinggi.
Lebih dari 40% senyawa karbon (C) hasil fotosintesis dialokasikan ke bagian akar
dan sekitar 1/3 di antaranya diberikan kepada mikoriza (Douds dan Millner, 1999)

Mikoriza mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan


yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan mikroba tanah lainnya (Keltjen,
1997). Semakin banyak tingkat infeksi akar yang terjadi, memungkinkan jaringan
hifa eksternal yang dibentuk semakin panjang dan menjadikan akar mampu
menyerap fosfat lebih cepat dan lebih banyak (Stribley, 1987). Mikoriza
mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan produktivitas tanaman
di lahan marginal maupun dalam menjaga keseimbangan lingkungan (Aher, 2004).

5
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Keanekaragaman Hayati Secara Umum


Secara umum keanekaragaman hayati merupakan variasi atau perbedaan
bentuk bentuk makhluk hidup, melupi perbedaan pada tumbuhan, hewan dan
mikroorganisme, materi genetic yang dikandungnya, serta bentuk-bentuk
ekosistem tempat hidup suatu makhluk hidup dalam satu ekosistem. Hal ini seperti
yang dijelaskan Barnes, (1997) bahawa biodiversitas merupakan berbagai macam
jenis jumlah dan pola penyebaran dari suatu organisme atau sumberdaya alam
hayati dan ekosistem.

Gambar 1. Keanekaragaman Hayati tanah

3.2 Pengertian Tanah Secara Umum


Secara umum sebutan tanah dalam keseharian kita dapat dipakai dalam
berbagai arti, karena itu dalam penggunaannya perlu diberi batasan agar dapat
diketahui dalam arti apa istilah tersebut digunakan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Departemen Pendidikan Kebudayaan, 1994) tanah dapat diartikan :
1. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali.
2. Keadaan bumi di suatu tempat.
3. Permukaan bumi yang diberi batas.
4. Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir, batu cadas, dll)
Konsepsi tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 4
adalah permukaan bumi yang kewenangan penggunaannya meliputi tubuh bumi,

6
air dan ruang yang ada diatasnya. Dalam pengertian ini tanah meliputi tanah yang
sudah ada sesuatu hak yang ada diatasnya maupun yang dilekati sesuatu hak
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Petunjuk teknis Direktorat
Survei dan Potensi Daerah, Deputi Survei, Pengukuran dan Pemetaan BPN RI,
2007 :6).

3.3 Klasifikasi tanah Secara Umum


Klasifikasi tanah adalah cara mengumpulkan dan mengelompokkan tanah
berdasarkan kesamaan dan kemiripan sifat dan ciri-ciri tanah, kemudian diberi
nama agar mudah diingat dan dibedakan antara tanah yang satu dengan lainnya.
Setiap jenis tanah memiliki sifat dan ciri yang spesifik, potensi dan kendala untuk
penggunaan tertentu.

Sistem klasifikasi tanah FAO atau lebih dikenal dengan satuan tanah FAO
dibangun tahun 1974 dalam rangka penyusunan peta tanah dunia skala 1:5.000.000
oleh FAO/UNESCO (1974) Dalam sistem ini dikenal nama-nama tanah yang
umumnya juga sudah dikenal di Indonesia, antara lain Gleysol, Regosol, Lithosol,
Renzina, Andosol, Podzol. Nama tanah lainnya yang agak asing diantaranya adalah
Solonetz, Yermosol, Xerolsol, Kastanozem, Chernozem, Phaeozem, dan lain
sebagainya. Dalam perkembangannya, sistem FAO ini ikut mewarnai sistem
klasifikasi tanah nasional.

Sistem “Soil Taxonomy” merupakan sistem klasifikasi tanah yang dibangun


oleh para pakar ilmu tanah dunia, secara komprehensif, sistematik dan
menggunakan pendekatan morfometrik (kuantitatif). Sistem ini menuntut data yang
lengkap dengan metode analisis yang baku. Tata nama dibuat dari bahasa Latin dan
atau Inggris. Revisi buku panduan dilakukan sangat cepat hampir setiap dua tahun
sekali. Kondisi ini menghambat perluasan penggunaan sistem tersebut serta
menyulitkan pengguna data. Versi terakhir dari publikasi buku kunci taksonomi
tanah “Keys to Soil Taxonomy” adalah Edisi-12 tahun 2014. Klasifikasi tanah
dibagi dalam enam kategori, yaitu Ordo, Sub-Ordo, Great group, Sub-Group,
Famili dan Seri (Soil Survey Staff 2010). Secara umum taksonomi tanah juga
membagi tanah berdasarkan asal bahan induknya menjadi dua bagian, yaitu tanah
organik (Histosol) dan tanah-tanah mineral. Di Indonesia telah diinventarisir

7
sebanyak 10 Ordo tanah dari 12 Ordo tanah yang ada di dunia, yaitu: Histosol,
Entisol, Inceptisol, Andisol, Mollisol, Vertisol, Alfisol, Ultisol, Spodosol, Oxisol.
Hanya dua Ordo tanah yang tidak dijumpai di Indonesia yaitu: Aridisol, tanah pada
daerah iklim sangat kering (aridik), dan Gelisol, tanah pada daerah sangat dingin
(gelik, es).

Gambar 2. Penetapan klasifikasi tanah nasional

Sistem klasifikasi tanah pada awalnya lebih ditujukan untuk keperluan


pertanian dalam arti luas. ebut. Sistem klasifikasi tanah yang telah ada sebelumnya,
telah dikenal dan digunakan secara luas untuk keperluan survei dan pemetaan tanah
serta praktek pertanian di Indonesia. Sebelumnya dikenal sebagai sistem Dudal dan
Soepraptohardjo (1957), kemudian direvisi oleh Soepraptohardjo (1961, 1978).
Sistem ini dibangun dengan pendekatan kualitatif berdasarkan morfogenesis tanah,
yaitu sifat morfologi tanah dan proses pembentukannya (genesis). Faktor
pembentuknya terutama bahan induk tanah yang mempunyai pengaruh sangat
dominan terhadap sifat dan jenis tanah yang terbentuk.

Klasifikasi tanah nasional ditetapkan berdasarkan sifat-sifat horison penciri


(diagnostic horizon). Sifat penciri dapat diukur dan diamati secara kualitatif dari
sifat morfologi tanah di lapangan, dan secara kuantitatif dari hasil analisis tanah di
laboratorium. Tata nama tanah terbagi dalam dua tingkatan/kategori, yaitu Jenis

8
Tanah dan Macam Tanah. Nama-nama Jenis Tanah mengacu pada sistem
klasifikasi Dudal dan Soepraptohardjo (1957) dengan sedikit modifikasi dan
penambahan yang disesuaikan dengan perkembangan klasifikasi tanah dunia.
Sedangkan pada tingkat/kategori Macam Tanah menggunakan warna tanah pada
horison penciri bawah (B-warna).

3.4 Jenis dan Karakteristik Tanah Sub Optimal


Tanah pada lahan sub optimal memiliki beberapa jenis dengan masing
masing karakteristiknya. Berikut adalah jenis dan karakteristik tanah dilahan sub
optimal :
1. Lahan kering

Gambar 3. Lahan kering

a. Lahan kering masam


Lahan kering masam adalah lahan kering yang mempunyai reaksi tanah
masam dengan pH < 5. Lahan kering masam ini dijumpai pada ordo tanah yang
telah mengalami perkembangan tanah lanjut atau tanah muda atau baru
berkembang atau tanah dari bahan induk sedimen dan volkan tua, dan atau tanah
lainnya dengan kejenuhan basa rendah < 50% (dystrik) dan regim kelembaban
tanah udik atau curah hujan > 2.000 mm per tahun. Curah hujan berkorelasi
dengan kemasaman tanah, makin tinggi curah hujan makin tinggi tingkat
pelapukan tanah. Tanah yang terbentuk di daerah iklim tropika basah (humid),
proses hancuran iklim (pelapukan) dan pencucian hara (basa-basa) sangat
intensif, akibatnya tanah menjadi masam dengan kejenuhanbaa rendah dan
kejenuhan aluminium tinggi (Subagyo et al. 2000). Tanah di lahan kering yang
beriklim basah umumnya termasuk pada tanah Podsolik Merah Kuning (Dudal

9
and Soepraptohardjo 1957) atau termasuk pada Ultisols, Oxsisols, dan
Inceptisols (Soil Survey Staff 1999). Secara umum lahan kering masam ini
mempunyai tingkat kesuburan dan produktivitas lahan rendah. Untuk mencapai
produktivitas optimal diperlukan input yang cukup tinggi.

Gambar 4. Lahan kering masam


b. Lahan kering iklim kering
Lahan kering beriklim kering adalah lahan kering yang mempunyai
regim kelembaban tanah ustik dan atau termasuk pada iklim kering dengan
jumlah curah hujan < 2.000 mm per tahun dan bulan kering > 7 bulan (< 100
mm per bulan) (Balitklimat 2003). Kebalikan dengan di lahan kering masam,
pelapukan dan hancuran batuan induk tanah tidak seintensif di wilayah beriklim
basah, akibatnya pembentukan tanah terhambat dan solum tanah dangkal,
berbatu dan banyak ditemukan sungkapan batuan. Bahan induk yang banyak
ditemukan adalah batu kapur, batu gamping, sedimen dan volkanik. Pencucian
basa-basa rendah, sehingga umumnya kejenuhan basa > 50% (eutrik), pH tanah
netral dan cenderung agak alkalis, dan secara umum mempunyai tingkat
kesuburan lebih baik daripada lahan kering masam. Tanah yang umum
ditemukan adalah Alfisols, Mollisols, Entisols, Vertisols (Mulyani et al. 2013).
Permasalahan yang umum terjadi adalah kelangkaan sumberdaya air, karena
rendahnya curah hujan, sehingga jenis tanaman dan indeks pertanaman lebih
terbatas.

10
Gambar 5. Lahan kering iklim kering

2. Lahan basah
a. Lahan rawa
Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun atau selama waktu yang
panjang dalam setahun, selalu jenuh air atau tergenang (Subagyo 2006).
Sedangkan lahan rawa pasang surut adalah lahan rawa yang dipengaruhi oleh
pasang surut air laut, terletak dekat pantai, sebagian besar berupa tanah mineral
dan sebagian lagi berupa gambut. Dari klasifikasi tanah (Soil Survey Staff
1999), lahan rawa pasang surut dicirikan dengan adanya kondisi aquik (jenuh
air) dan mempunyai bahan sulfidik (besi sulfida) yang lebih dikenal dengan
pirit, umumnya bereaksi masam ekstrim (pH < 4) sehingga sering disebut tanah
sulfat masam (Subagyo 2006). Klasifikasi tanahnya termasuk pada Sulfaquents,
Sulfic Endoaquents, Sulfic Fluvaquents, Sulfic Hydraquents, Sulfaquepts,
Sulfic Endoaquepts. Sedangkan wilayah yang dekat dengan laut dipengaruhi
oleh garam (salinitas) atau dikenal dengan payau sehingga pH tanah netral atau
agak alkalis (pH 6,5-7,5), diklasifikasikan sebagai Halaquents atau Halaquepts.
Lahan ini umumnya mempunyai tingkat kesuburan dan produktivitas rendah
sehingga untuk pengembangan pertanian diperlukan input teknologi seperti
variets yang tahan masam dan genangan, tahan salinitas tinggi, dan diperlukan
drainase dan tata air mikro.

11
Gambar 6. Lahan rawa
b. Lahan Rawa Lebak
Lahan Rawa Lebak Lahan rawa lebak adalah lahan rawa yang tidak
terpengaruh oleh pasang surut (rawa non pasang surut), tetapi dipengaruhi oleh
sungai yang sangat dominan, yaitu berupa banjir besar yang secara periodik
minimal 3 bulan menggenangi wilayah setinggi 50 cm (Subagyo 2006). Rawa
lebak umumnya terletak pada kiri kanan sungai dan berada lebih ke dalam dari
dataran pantai ke arah hulu sungai. Selama musim hujan, rawa lebak selalu
digenangi air kemudian secara berangsur-angsur air akan surut sejalan dengan
perubahan musim hujan ke musim kemarau. Lebak dikelompokan lebih lanjut
berdasarkan tinggi genangan dan lama genangan menjadi lebak dangkal (tinggi
genangan < 50 cm, lama genangan < 3 bulan), lebak tengahan (50-100 cm, 3-6
bulan), dan lebak dalam (> 100 cm, > 3-6 bulan) (Subagyo 2006). Jenis
komoditas dan indeks pertanaman di lahan rawa lebak ini sangat tergantung dari
jenis lebak, dengan tingkat kesuburan sedang karena ada pengkayaan hara dari
luapan sungai.

Gambar 7. Lahan rawa lebak


c. Lahan Gambut

12
Lahan Gambut Lahan gambut adalah lahan yang terbentuk dari bahan
tanah organik dengan kandungan C-organik > 12% berat jika kandungan liat 0%
atau >18% berat jika kandungan liat 60% atau lebih, dengan kedalaman > 60 cm.
Menurut klasifikasi tanah dikelompokkan sebagai tanah organik atau Histosols
atau Organosol (Subagyo et al. 2000). Lebih lanjut Fahmuddin et al. (2011)
menyatakan bahwa tanah gambut mempunyai kandungan C-organik berkisar
antara 18-60%, berat isi 0,03-0,3 g cm-3 , sebaran karbon di seluruh penampang
sampai dasar tanah mineral, bersifat mudah terbakar dan tidak balik
(irreversible) apabila sudah didrainase. Reaksi tanah gambut di seluruh lapisan
sangat masam (pH rata-rata 4), kahat hara, sehingga produktivitas rendah dan
perlu pengaturan drainase dan tata air mikro apabila akan dimanfaatkan untuk
pertanian. Oleh karena itu, seluruh lahan gambut dengan kematangan saprik,
hemik dan fibrik, serta berbagai kedalaman dimasukkan menjadi lahan sub
optimal.

Gambar 8. Lahan gambut

3.5 Keanekaragaman Hayati Tanah Dilahan Sub Optimal


Keanekaragaman hayati tanah merupakan salah satu bentuk diversitas alfa
yang sangat berperan dalam mempertahankan sekaligus meningkatkan fungsi tanah
untuk menopang yang berada di dalam dan di atasnya (Sugiyarto, 2000).
Pemahaman tentang keanekargaman hayati tanah masih sangat terbatas,
baik dari segi taksonomi maupun fungsi ekologinya maka diperlukan upaya untuk
mengkaji dan sekaligus melestarikannya. Organisme tanah dapat dikelompokkan
berdasarkan pendekatan taksonomi dan fungsionalnya. Menurut Sugiyarto (2000)
menjelaskan bahwa membedakan tiga kelompok fungsional organisme tanah, yaitu:

13
biota akar (mikorizha, rhizobium, nematoda dan lain-lain); dekomposer
(mikroflora, mikrofauna dan mesofauna); dan “ecosystem engineer” (mesofauna
dan makrofauna). Berdasarkan ukuran tubuhnya, fauna tanah dibedakan menjadi
empat kelompok :
1) mikrofauna dengan diameter tubuh 0,02-0,2 mm contoh cilliata,
2) mesofauna dengan diameter tubuh 0,2-2 mm contoh isoptera,
collembola danacarina,
3) makrofauna dengan diameter tubuh 2- 20 mm contoh cacing, semut,
dan rayap,
4) megafauna dengan diameter tubuh lebih besar dari 2 cm contoh
bekicot.

Gambar 9. Ukuran tubuh fauna tanah

1. Makro Fauna Tanah Dilahan Sub Optimal


Makro fauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang
berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah melalui
proses imobilisasi dan humifikasi. Makrofauna tanah lebih banyak ditemukan
pada daerah dengan keadaan lembab dan kondisi tanah yang memiliki tingkat
kemasaman lemah sampai netral (Wibowo & Slamet, 2017). Hal tersebut
menjadikan makrofauna tanah sebagai indikator yang paling sensitif terhadap
perubahan dalam penggunaan lahan, sehingga dapat digunakan untuk menduga
kualitas lahan.

14
Makrofauna merupakan hewan tanah yang yang memiliki ukuran tubuh 2-
20 mm dan mikrofauna dengan ukuran 0,02-0,2 mm. Keberadaan makro dan
mikrofauna dalam tanah apabila sumber makanannya tercukupi, maka
perkembangan dan produktivitas dari makro dan mikrofauna tanah tersebut
akan baik dan juga dapat memberikan dampak positif terhadap kesuburan tanah
atau kesehatan tanah apabila pengelolahan tanah dilakukan dengan benar
a. Cacing Tanah. Termasuk ke dalam organisme yang bermanfaat, cacing
tanah merupakan organisme hermafrodit (organisme dengan 2 kelamin,
yaitu jantan dan betina). Cacing tanah memakan akar tanaman yang
mati, atau bagian tanaman lainnya yang telah mati maupun kotoran
hewan x Tanaman yang mati atau kotoran hewan ini akan mengalami
pelapukan selama dalam saluran pencernaan cacing tanah dan akan
dilepaskan pada permukaan tanah maupun di bawah pemukaan tanah
pada lubang tanah tempat cacing berjalan. Kotoran cacing ini
merupakan campuran antara bahan organik dan mineral tanah yang kaya
akan hara serta memiliki struktur yang sangat stabil. Kotoran cacing
disebut dengan kasting.

Gambar 10. Keanekaragaman hayati tanah (cacing tanah)


b. Artropoda. Merupakan kelompok organisme yang termasuk ke dalam
insekta, beberapa contohnya tungau (berukuran 0.1-1 mm), springtails
(collembola berukuran 0,5—2 mm), millipede dan centipede.
Kebanyakan tanah memiliki populasi artropoda yang lumayan besar,
dan berperan dalam proses dekomposisi bahan organik. Tungau dan
Collembola merupakan artropoda yang dominan di dalam tanah. Rayap
sangat aktif dan efisien dalam mengdekomposisi segala bentuk residu
organik (daun-batang-akar), dan beberapa di antaranya mengonsumsi
tanaman kayu yang masih hidup. Selain mendekomposisi, rayap juga

15
mampu mencampur bahan organik ke dalam tanah seperti halnya pada
cacing tanah, membuat lubang-lubang dan terutama membuat gundukan
tanah yang mengakibatkan terjadinya pencampuran tanah yang drastic.
Ada jenis rayap yang mengonsumsi tanaman yang hidup, salah satu di
antaranya yang sangat merusak kayu dari tanaman yang hidup adalah
Coptotermesformosanus.

Gambar 11. Keanekaragaman hayati tanah (antrophoda)

c. Moluska. Jumlah keong dan siput dalam tanah sangat sedikit


dibandingkan organisme tanah lainnya. Moluska dianggap sebagai
hama bagi tanaman, karena memakan jaringan tanaman yang hidup dan
kontribusinya dalam proses dekomposisi bahan organik juga dapat
diabaikan.

Gambar 12. Keanekaragaman hayati tanah (Moluska)

2. Mikrofauna dan Mikroflora Tanah Dilahan Sub Optimal

16
Mikro fauna merupakan hewan tanah yang berukuran sangat kecil dan
hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop yang memiliki ukuran berkisar 0,2
mm, misalnya protozoa (amoeba, ciliata, flagellata, paramecium, euglena,
sporozoa), nemathoda dan arthropoda kecil. Mikrofauna memacu proses
dekomposisi bahan organik dengan memperkecil ukuran bahan dengan enzim
selulase yang kemudian dimanfaatkan oleh mikroba perombak lainnya (Anwar &
ginting, 2013)

Gambar 13. Mikro fauna tanah (protozoa)

a. Nematoda. Disebut juga threadworms atau eelworms. Kebanyakan


nematoda (cacing bulat) dalam tanah berukuran kecil atau mikroskopik
(pan)ang < 2 mm), sehingga sangat sulit untuk dilihat dengan mata
telanjang. Nematoda memakan tanaman hidup, mikroba dan sisa tanaman,
dan kebanyakan nematoda bersifat parasit pada hewan tanah lainnya seperti
cacing tanah dan insekta. Kebanyakan nematoda merupakan makhluk yang
hidup bebas dan menempati permukaan air yang ada di sekeliling akar.
Berdasarkan asal makanan yang diperoleh yaitu i) mengonsumsi residu
organic, ii) mengonsumsi akar tanaman hidup iii) hidup sebagai predator.

17
Gambar 14. Mikro fauna tanah nematoda
Adapun gejala serangan tanaman akbiat nematoda di bawah permukaan
tanah :
a. Puru akar, yaitu Meloidogyne spp., Naccobus, Ditylenhus radicicola.
b. Nekrosis pada permukaan tanaman : Aphelenchoides parietinus menyerang
Cladonia fimbriata (lumut kerak) dan Tylenchuluss semipenetrans
menyerang tanaman jeruk.
c. Luka yang berukuran kecil sampai sedang : Radopholus similis pada akar
pisang.
d. Percabangan akar yang berlebihan : Contoh serangan Naccobus,
Trichodorus.

b. Bakteri. Bakteri merupakan organisme bersel tunggal yang berukuran


sangat kecil. Sel tunggal bakteri memiliki diameter 0,5-1,5 gm dan panjang
< 2 um, dan merupakan organisme hidup terkecil yang ada di burni. Satu
gram tanah yang subur umumnya memiliki populasi bakteri sebesar 104
sampai 1010. Kebanyakan bakteri di dalam tanah bersifat heterotrof,
mendapatkan energi dan karbon dalam bentuk organik Bakteri heterotrof
ini sangat penting dalam proses dekomposisi bahan organik dalam tanah.
Sebagian kecil dari bakteri yang bersifat autotrof, mendapatkan karbon
dalam bentuk C02 dari atmosfer tanah dan energi dari sinar matahari atau
oksidasi berbagai mineral seperti sulfur dan ammonium. Bakteri ini sangat
penting artinya dalam siklus hara dalam tanah tanah.

18
Gambar 15. Mikro fauna tanah bakteri

NO Bacteria Manfaat
1 Azospirillum p. Bakteri penambat
nitrogen non simbiotik
yang hidup bebas yang
berperan dalam menjaga
kesuburan tanah.
2 Bacillus sp. Bacillus mampu
memfiksasi N2,
melarutkan fosfat serta
mensintesis fitohormon
IAA
3 Pseudomonas sp. Pemacu Pertumbuhan
dan Pengendali Hayati
Fungi Patogen Akar
Tanaman Kedelai.
4 Enterobacter sp. Antibakteri menghambat
sintesis dinding sel
bakter
5 Rhizobium Menyerap nitrogen
bebas dari lingkungan
Table 1. Rhizobacteria pemacu pertumbuhan tanaman

19
NO Bacteria Serangan
1 xanthomonas oryzae menyerang pucuk pada
padi
2 Erwinia amylovora penyakit bonyok pda
buah-buahan
3 pseudomonas solanacaerum penyakit lau pada famili
terung-terungan.
4 xanthomonas campestris menyerang tanaman
kubis
Table 2. Bakteri yang merugikan

c. Jamur. Jamur, cendawan ataufungi merupakan organisme heterotrop


dengan ukuran dan struktur tumbuh yang sangat bervariasi. Ukuran jamur
dari mikroskopis sampai berukuran makro yang dapat dilihat oleh mata
telanjang. Hubungan jamur dan tanaman ini bersifat saling
menungtungkan, dimmana jamur mendapatkkan karbon dari tanaman,
sedangkan tanaman mendapatkan hara dan air dari hubungan tersebut,
jamur memiliki peran penting di dalam tanah Tingkat toleransi jamur
terhadap kemasaman mengakibatkan jamur memiliki peranan yang cukup
berarti pada ekosistem tanah hutan masam. Jaringan berkayu di lantai hutan
merupakan makanan untuk jamur yang efektif mendekomposisi lignin.
Jenis jamur yang berfungsi menjadi mikoriza adalah phycomycetes dan
basidiomycetes, ascomycetes, zygomycetes. Mikoriza merupakan suatu
bentuk assosiasi antara jamur tanah tertentu dengan mengkoloni akar tanpa
menimbulkan nekrosis sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur
patogen dan mendapatkan pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman akar
tumbuhan tinggi. Lalu terdapat jamur yang bersifat saprofit menyerang
jamur patogen yaitu Trichoderma sp.

20
Table 3. Interaksi Jamur

Gambar 16. Mikro fauna tanah jamur


d. Ascomycetes 10 — 100 juta aktinomisetes per gram tanah. Walaupun
populasi aktinomisites banyak di dalam tanah, namun fungsinya sebagai
decomposer tidak sepenting bakteri dan jamur. Hal ini disebabkan
aktinomisetes kalah berkompetisi dengan bakteri dan jamur dalam
menggunakan bahan organik segar yang ditambahkan ke dalam tanah.
Ketika bahan organik terdekomposisi menjadi bentuk resisten, maka pada
kondisi ini aktinomisetes memiliki kemampuan berkompetisi yang baik dan
mulai menunjukkan Peranannya. Aktinomisetes, yaitu frankia dapat hidup
bersimbiosis mutualisme dengan tanaman, membentuk bintil pada akar dan
mampu menfiksasi gas nitrogen dari atmosfer. Tanaman mendapat suplai
N dari frankia, sementara frankia mendapat karbon dari tanaman.

21
Gambar 17. Mikro fauna tanah Ascomycetes
e. Alga terdiri dari sekumpulan organisme yang mempunyai kemiripan dengan
tanaman, Sebagian termasuk prokariotik dan beberapa termasuk pada
eukariotik, ukurannya mikroskopis. Fungsi alga adalah Memainkan peran
penting dalam pemeliharaan kesuburan tanah terutama di tanah tropis.
Tambahkan bahan organik ke tanah saat mati dan dengan demikian
meningkatkan jumlah karbon organik di dalam tanah. Sebagian besar alga
tanah (terutama BGA) bertindak sebagai penyemen agen dalam mengikat
partikel tanah dan dengan demikian mengurangi / mencegah erosi tanah.
Dari keempat kelas alga, alga biru-hijau dan alga hijau lebih banyak terdapat
di tanah. Ganggang hijau dan diatom dominan di tanah beriklim sedang
sedangkan alga biru-hijau mendominasi di tanah tropis. Ganggang hijau
lebih memilih tanah asam sedangkan alga hijau biru biasa ditemukan di
tanah netral dan alkali. Genera yang paling umum dari alga hijau yang
ditemukan di tanah adalah: Chlorella, Chlamydomonas, Chlorococcum,
Protosiphon dll dan diatom adalah Navicula, Pinnularia. Synedra,
Frangilaria.

Gambar 18. Mikro fauna tanah Algae

22
3. Mesofauna
Kelompok mesofauna tanah merupakan fauna dengan ukuran 0,2 – 2 mm
berada di tanah dengan kedalaman 0-15 cm. Mesofauna tanah dapat dijadikan
sebagai bioindikator kesuburan tanah karena memiliki respon yang
mengindikasikan adanya kerusakan lingkungannya (Husamah et al., 2011).
a. Acarina merupakan organisme kecil yang menjadi penghuni tanah
berukuran panjang antara 0,1-2mm dengan berbagai macam bentuk tubuh
serta tubuh berwarna coklat muda hingga hitam. Semakin dalam tempat
tinggalnya di tanah maka ukuran tubuh juga akan mengecil (Gobat et al.,
2004). Contoh kelompok Acarina antara lain yaitu Prostigmata,
Mesostigmata, Astigmata dan Oribatida. Mesostigmata dengan hampir
seluruh anggotanya bersifat predator bagi hewan lain sedangkan Oribatida
termasuk kelompok saprophagus (Coleman et al., 2004). Mesofauna
tersebut berperan langsung dalam proses dekomposisi serta mempercepat
proses penghancuran bahan organik (Adianto, 1993).

Gambar 19. Mesofauna tanah Acarina


b. Collembola Salah satu mesofauna yang dapat dijadikan sebagai bioindikator
kesuburan tanah adalah Collembola. Collembola dapat ditemukan di banyak
habitat dengan ukuran yang mikroskopis maupun makroskopis (Suhardjono
et al., 2012). Hewan ini menghabiskan seluruh hidupnya di tanah dan
bersifat sensitif akan dinamika lingkungan, mempunyai waktup pergiliran
keturunanp yang lebih Panjang dibandingkan dengan mikrobap metabolikp
aktif, jika terjadi perubahan pada hara, tetap stabil dan tidak akan mudah
berfluktuasi karena itulah dapat menjadi bioindikator kesuburan tanah
(Pribadi, 2009).

23
Gambar 20. Mesofauna tanah Collembola

4. Mikro Fauna Dilahan Kering

Mikoriza vesikular-arbuskular pada umumnya membentuk resting spore


dalam tanah, baik secara tunggal ataupun dalam bentuk sporokarp sebelum
berinteraksi dengan akar suatu inang. Spora mikoriza dapat terbentuk pada ujung
hifa eksternal, ukuran spora bervariasi antara 100–600 µm tergantung pada
jenisnya. Dengan ukuran ini, untuk mendapatkan spora mikoriza dapat dilakukan
melalui penyaringan tanah (Anas, 1992). Dari penelitian ini didapatkan delapan
bentuk spora mikoriza. Bentuk spora mikoriza di lahan kering masam, disusun
berdasarkan jumlah keberadaannya bahwa spora mempunyai bentuk yang berbeda-
beda.

Mikoriza belum dapat ditumbuhkan sebagai biakan murni, sehingga


identifikasinya didasarkan pada morfologi spora dan sporokarpnya. Bentuk spora
mikoriza dapat digunakan sebagai ciri untuk menentukan jenis-jenisnya.
Pengetahuan tentang taksonomi maupun diversitas fungsional mikoriza masih
sangat terbatas (Bougher, 1995). Di Australia hanya sekitar 10% mikoriza dapat
diidentifikasi dan diperkirakan sekitar 80% belum diketahui jenisnya (Pascoe,
1991). Mikoriza yang telah teridentifikasi hingga saat ini sekitar 75 jenis, dengan
jumlah terbanyak dari genus Glomus (Trappe, 1982).

Secara alami mikoriza terdapat secara luas, mulai dari daerah artik tundra
sampai ke daerah tropis dan dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan, yang
melibatkan lebih dari 80% tumbuhan yang ada (Subiksa, 2002). Perkembangan
kehidupan mikoriza berlangsung di dalam jaringan akar tanaman inang, setelah

24
didahului dengan proses infeksi akar. Prihastuti et al. (2006) menyatakan bahwa
lahan kering masam banyak mengandung mikoriza vesikular-arbuskular, yang
diindikasikan dengan tingginya tingkat infeksi akar, yaitu mencapai 70,50–90,33%.
Lahan kering masam merupakan lahan yang kurang produktif, namun sangat luas
ketersediaannya dan berpotensi untuk dikembangkan (Sudaryono, 2006). Lahan
kering masam merupakan lahan yang perlu diupayakan kesuburannya untuk
digunakan sebagai areal tanam komoditi pangan.

Gambar 21. Mikro fauna lahan kering Mikorizha

5. Mikro Fauna Dilahan Basah


a. Lahan rawa

Pada lahan rawa terdapat sejumlah mikroorganisme seperti jamur dan


bakteri yang berkembang, tergantung pada kondisi iklim, tanah dan air di lokasi
setempat. Bakteri yang banyak ditemui di lahan rawa pasang surut suifat masam
adalah genus Desulfovibrio yang berperan dalam pereduksi sulfat yang bersifat
obligat anaerob yaitu hanya mampu hidup dan giat berkembang dalam suasana
anaerob. Mikroorgnisme yang berperan dalam oksidasi besi dan pirit di lahan sulfat
masam adalah genus Thiobacillus, terdiri atas 3 jenis. Thiobacillus ferrooxidans
yang mengoksidasi Fe (II) dan pirit.

25
Gambar 22. Bakteri Thiobacillus Gambar 23. Bakteri
Thiobacillus ferrooxidans
b. Lahan rawa lebak

Mikroorganisme di lahan rawa lebak terdiri atas golongan perombak bahan


organik, pereduksi sulfat dan besi, pengoksidasi besi dan sulfat. Mikroorganisme
perombak bahan organik terdiri dari jamur dan bakteri. Pada kondisi aerob
mikroorganisme perombak bahan organik yang mendominasi adalah jenis jamur,
sedang pada kondisi anaerob dari jenis bakteri. Mikroorganisme perombak bahan
organik dalam tanah yang bersifat aerob antara lain: Trichoderma, Fomes,
Armillaria, Achromobacter, Nocardia, dan Streptomyces, sedang perombak yang
bersifat anaerob antara lain Clostridium, Methanobacter, dan Methanococcus.
Bakteri dalam tanah sebagian besar bersifat heterotroph, yang memanfaatkan
sumber energi dari senyawa organik yang sudah jadi seperti gula, tepung-pati,
selulosa, dan protein.

Hanya sebagian kecil bakteri tanah bersifat autotroph yang memanfaatkan


energi dari sumber anorganik, termasuk dalam hal ini bakteri besi (Ferrobacillus)
dan belerang (Thiobacillus) yang banyak ditemukan dalam tanah sulfat masam.
Kedua bakteri ini tidak langsung terlibat dalam perombakan bahan organik (Subba-
Rao, 1994). Potensi keanekaragaman hayati mikroorganisme di atas merupakan
kekayaan penting dalam pengembangan pupuk hayati yang berasal dari mikroba
rawa (Balittra, 2012).

26
Gambar 24. Trichoderma

c. Lahan Gambut

Fraç et al., (2018) yang menyatakan bahwa keragaman serta aktivitas dari
bakteri dan fungi dipengaruhi oleh faktor biotik (tanaman dan organisme lain) serta
abiotik seperti pH, kelembaban, temperatur dan struktur tanah. Berdasarkan
penelitian Ohiwal et al., (2017) diketahui bahwa total mikroba tertinggi dan
mikroba selulotik ditemukan pada gambut dangkal (3 meter). Selain itu,
Collembola turut berperan dalam meningkatkan aktivitas perombakan bahan
organik, meningkatkan perpindahan C dari serasah ke dalam tanah (Chamberlain et
al., 2006)

Dalam Batubara et al., (2019) dimana bakteri memiliki peran penting dalam
respirasi tanah dibandingkan mikroba lainnya. Lebih lanjut, respirasi tanah akan
berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman gambut, namun akan
bertambah dengan semakin meningkatnya kematangan gambut (Saprik > Hemik).

Gambar 25. Bakteri Selulotik

27
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Keanekaragaman hayati (biodiversitas) merupakan totalitas dari kehidupan
organisme di suatu kawasan tertentu. Keanekaragaman hayati di suatu kawasan
merupakan fungsi dari diversitas lokal atau habitat tertentu dan struktur yang ada
di dalamnya pada daerah terestrial. Keanekaragaman hayati tanah merupakan salah
satu bentuk diversitas alfa yang sangat berperan dalam mempertahankan sekaligus
meningkatkan fungsi tanah untuk menopang yang berada di dalam dan di atasnya.
Organisme tanah dapat dikelompokkan berdasarkan pendekatan taksonomi dan
fungsionalnya, yang meliputi biota akar (mikorizha, rhizobium, nematoda dan lain-
lain); dekomposer (mikroflora, mikrofauna dan mesofauna); dan “ecosystem
engineer” (mesofauna dan makrofauna).

28
Keanekaragaman dan kelimpahan fauna tanah dipengaruhi oleh
penggunaan, pengelolaan dan tipologi lahan. Populasi, jenis dan aktivitas fauna
tanah tergantung pada sifat alami tanah dan pengelolaannya. Fauna tanah yang ada
di permukaan tanah berperan merombak bahan organik dari serasah tanaman,
sedangkan fauna tanah yang ada di dalam tanah berperan dalam meningkatkan
ketersediaan hara, namun ada juga yang berperan sebagai pathogen.
Lahan sub optimal adalah lahan yang secara alami mengalamai produktifitas
yang rendah dan disebabkan dari beberapa faktor diantaranya seperti faktor internal
meliputi bahan induk, sifat fisika, kimia dan biologi tanah yang keadaanya kurang
mendukung pada pertumbuhan tanaman, adapun faktor eksternal meliputi curah
hujan dan suhu dengan keadaan yang ekstrim. Berdasarkan karakteristik dan penciri
dari masing-masing tipologi lahan, maka lahan sub optimal dapat dipilah menjadi
lahan kering dan lahan basah. Lahan kering dikelompokkan lebih lanjut menjadi
lahan kering masam dan lahan kering beriklim kering, sedangkan lahan basah
dikelompokkan menjadi lahan rawa, lahan rawa lebak, dan gambut.

Makrofauna yang terdapat pada tanah di lahan sub optimal meliputi cacing,
artopoda, dan moluska. Dan untuk mikrofana dan mikrofloranya ialah nematoda,
bakteri, jamur, ascomycetes dan alga. Sedangkan mesofaunanya meliputi acarina
dan collembola.

4.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan yaitu, pemanfaatan sumberdaya lokal guna
mengoptimalkan pengelolaan lahan sub optimal secara berkelanjutan sangat
penting, termasuk keberadaan fauna tanah. Fauna tanah berpengaruh dalam proses
pembentukan tanah karena berasosiasi dengan bahan penyusun tanah yang terdiri
dari batuan, mineral, air dan udara. Fauna tanah adalah salah satu organisme tanah
yang hidup baik di permukaan maupun dalam tanah yang berperan penting dalam
proses perombakan bahan organik, agregasi, ketersediaan dan siklus hara, sehingga
sifat fisika, kimia dan biologi tanah dan pada akhimya dapat meningkatkan
produktivitas lahan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., A. Mulyani, dan Irawan. 2013. Sumber Daya Lahan untuk
Kedelai di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber
Daya Lahan Pertanian: Bogor.

Anas I, 1992. Bioteknologi Pertanian 2. Pusat Antar Universitas Bioteknologi,


Institut Pertanian Bogor, Bogor

Anny Mulyani dan Muhrizal Sarwani. 2013. Karakteristik dan Potensi Lahan Sub
Optimal untuk Pengembangan Pertanian di Indonesia. Peneliti Badan
Litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan. Bogor.

Batubara, S.F., Agus, F., Rauf, A., and Elfiati, D. 2019. Soil respiration and
microbial population in tropical peat under oil palm plantation. IOP Conf.
Series: Earth and Environmental Science. 260: 1-9.

30
Barnes, B. V., Donald, R.Z., Shirley, R.D., and Stephen, H. S. 1997. Forest
Ecology. 4th Edition. John Wiley and Sons Inc. New York. 349-588.
Bougher, 1995. Mycorrhizal Fungi in Australia. In. Introduction to mycorrhizas.

Bowles, J.E. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. Erlangga. Jakarta.

Chamberlain, P.M., Mc Namara, N.P., Chaplow, J., Stott, A.W., dan Black, H.I.J.
2006. Translocation of Surface Litter Carbon into Soil by Collembola. J.
Soil Biology and Biochemistry (38) : 2655 -2664.

Das, B.M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Penerbit


Erlangga, Jakarta.

Departemen Pendidikan & Kebudayaan. 1994. Kurikulum 1994 Sma: Landasan,


Program & Pengembangan Jakarta: Depdikbud. Departemen Pendidikan &
Kebudayaan.

Dokuchaev. 1870. Mekanika Tanah. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Fahmuddin, 2011. CO2 Emission from Land Use Change to Oil Palm Plantation in
Indonesia, Malaysia, and Papua New Guinea.

Fauizek, Michelle & Suhendra. Andryan. 2018. Efek Dari Dynamic Compaction
(Dc) Terhadap Peningkatan Kuat Geser Tanah. Jurnal Mitra Teknik Sipil.
Jakarta: Universitas Tarumanegara.

Haneda NF, Sirait BA. 2012. Keanekaragaman Fauna Tanah dan Perannya terhadap
Laju Dekomposisi Serasah Kelapa Sawit (Elaeis guineensi Jacq.). Jurnal
Silvikultur Tropika. 3(3) : 161-167.

Las, I. (2009). Revolusi hijau lestari untuk ketahanan pangan ke depan. Tabloid
Sinar Tani, 14.

Las, I., M. Sarwani dan A. Mulyani 2012. Laporan Akhir Kunjungan Kerja
Tematik dan Penyusunan Model Percepatan Pembangunan Pertanian
Berbasis Inovasi Wilayah Pengembangan Khusus Lahan Sub Optimal.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

31
Michelle Fauziek dan Andryan Suhendra. 2018. Efek Dari Dynamic Compaction
(Dc) Terhadap Peningkatan Kuat Geser Tanah. Jurnal Mitra Teknik Sipil
Vol. 1, No. 2, November 2018: 205-214

Mulyani, A., & Sarwani, M. 2013. Karakteristik dan potensi lahan sub optimal
untuk pengembangan pertanian di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan,
7(1).

Nuhamara, S.T., 1994. Peranan mikoriza untuk reklamasi lahan kritis. Program
Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza.

Nursyamsi, D., Alwi, M., Noor, M., Anwar, K., Maftuah, E., Khairullah, I., ... &
Simatupang, R. S. Luas Dan Karakteristik Lahan Rawa Lebak.

Nursyamsi, Dedi, and Haryono Muhammad Noor. "Sifat-Sifat Tanah Surjan Dan
Perubahannya.

Soepraptohardjo, M. 1961. Tanah Merah di Indonesia. Bogor: Balai Besar


Penjelidikan Pertanian.

Ohiwal, M., Widyastuti, R., Sabiham, S. 2017. Populasi mikrob fungsional pada
rhizosfer kelapa sawit di lahan gambut riau. J. Il. Tan. Lingk. 19(2):74-8

Puslitbangtanak. 2000. Atlas Sumber Daya Tanah Eksplorasi Indonesia. Skala


1:1.000.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Bogor.

Schalau, J. 2002. Plant Immune System. Agricultur and Natural Resources Arizona
Cooperative Extention., Yavapai Countri.

Soil Survey Staff, 1999. Soil Taxonomy. A Basic System for Making and
Interpreting Soil Surveys. Second Edition. USDA-NRCS Agric. Handb.
436.

Soil Survey Staff. 2010. Soil Taxonomy a Basic System of Soil Classification for
Making and Interpreting Soil Survey Elevent Edition. United States
Departement of Agriculture. Washington DC.

32
Subagyo, H., Nata, S. Dan Agus, B. S. 2000. Tanah-tanah pertanian di Indonesia.
Bogor: Pusat Penelitian Tanah danAgroklimat.

Subagyo, H. 2006. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar


Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

Subiksa IGM, 2002. Pemanfaatan mikoriza untuk penanggulangan lahan kritis.

Sudaryono, 2006. PTT kedelai di lahan kering masam. Balai Penelitian Tanaman
KacangKacangan dan Umbi-Umbian, Malang. 25 hal.

Sugiyarto, 2000. Keanekaragaman Makrofauna Tanah pda berbabagai umur


tegakan sengon di RPH Jatirejo Kabupaten Kediri. Biodiversitas. 1(20): 11-
1.

Trappe, J. M. 1982. Synoptic keys to the genera and spesies of zygomycetous


mycorrhizal fungi. Phytopathology 72: 1102–1108.

Wibowo, C., & Slamet, S. A. (2017). Keanekaragaman makrofauna tanah pada


berbagai tipe tegakan di areal bekas tambang silika di holcim educational
forest, sukabumi, jawa barat. Silvikultur Tropika, 08(1), 26–34.

33

Anda mungkin juga menyukai