PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia sekarang ini mulai sadar akan kebutuhan gizi dalam
makanan yang dikonsumsi, terutama gizi yang berasal dari hewani atau daging
terutama daging sapi. Hal ini menyebabkan permintaan akan daging semakin terus
menigkat. Permintaan akan daging yang semakin meningkat ini membuat beberapa
Rumah Potong Hewan ( RPH ) selalu melakukan pemotongan sapi yang
menyisakan ruminansia yang memiliki kompenen yang terdiri dari empat bagian
yaitu rumen, retikulum, omasum dan obamasum.
Setelah pemotongan sapi terkadang ditemukan limbah isi rumen yang tidak
digunakan. Rumen terdapat mikroflora rumen yang berfungsi mencerna selulosa
dan hemisellulosa menjadi VFA, CO2, CH4, dan energi panas. Isi rumen sapi terdiri
atas dua bentuk yaitu bentuk padat dan bentuk cair. Sapi dan kandungannya, limbah
rumen sapi berpotensi menimbulkan masalah bagi lingkungan. Oleh karena itu,
perlu adanya pengolahan limbah padat RPH. Salah satu alternatif pengelolaan
limbah padat rumen sapi adalah pengomposan dengan bantuan cacing tanah atau
disebut juga vermikomposting. Vermikomposting merupakan sebuah proses
aerobik, biooksidasi dan stabilisasi non termofilik dari dekomposisi sampah
organik yang tergantung pada cacing tanah untuk memotong, mencampur dan
meningkatkan kerja mikroorganisme.
Menurut Anwar cacing tanah juga dapat menurunkan rasio C/N bahan
organik, dan mengubah nitrogen tidak tersedia menjadi nitrogen tersedia setelah
dikeluarkan berupa kotoran (kascing). Bahan organik yang dimakan oleh cacing
tanah akan mengalami perombakan dalam alat pencernaannya sehingga menjadi
halus dan setelah dicerna sisanya akan disekresikan menjadi kotoran atau kascing.
Selain kascing, hasil dari proses vermikomposting juga berupa cacing.
1
media jamur, limbah hijauan, kotoran ternak, pelepah, daun, batang dan bongkol
pisang, limbah jerami padi, dan ampas tahu. Limbah sayuran pada umumnya
mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh cacing tanah. Limbah sayur yang paling
sering dijumpai di pasar – pasar tradisional diantaranya limbah kubis dan limbah
sawi.
1.2 Tujuan
2. Untuk mengetahui pengaruh limbah pasar dan cacing tanah pada parameter yang
digunakan ( pH dan suhu )
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Aklimatisasi
3
kelapa sawit yang telah disiapkan. Selama masa aklimatisasi kondisi dalam reaktor
dibuat tetap aerob dengan menjaga konsentrasi, temperatur, dan pH
(Dwidjoseputro, 2010).
2.3 Vermikomposting
2.4 Kompos
4
bertahun-tahun. Kebutuhan akan tanah subur padahal sudah semakin mendesa, oleh
karenanya proses tersebut perlu dipercepat dengan bantuan manusia. Dengan cara
yang baik, proses mempercepat pembuatan kompos berlangsung wajar sehingga
diperoleh kompos yang berkualitas baik (Murbandono, 2010).
Pupuk kimia adalah zat substansi kandungan hara yang dibutuhkan oleh
tanaman. Akan tetapi, seharusnya unsur hara yang dibutuhkan tersebut tersedia
secara alami di dalam tanah melalui siklus hara tanah. Siklus hara tersebut seperti
tanaman yang telah mati dimakan hewan herbivora, kotoran atau sisa tumbuhan
tersebut diuraikan oleh organisme tanah seperti bakteri, jamur, mesofauna, cacing,
dan lainnya. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan akan memutuskan siklus
hara tanah tersebut dan dapat mematikan organisme tanah. Efek lain dari pengunaan
pupuk kimia juga dapat mengurangi dan menekan pupolasi organisme tanah yang
sangat bermanfaat bagi tanah dan tanaman (Erianto, 2009).
5
Sampah pasar terutama sampah sayuran sebenarnya merupakan potensi
bahan baku lokal yang dapat diolah menjadi pupuk organik melalui proses
pengomposan. Pemanfaatan sampah sayur pasar menjadi pupuk dalam bentuk
kompos merupakan alternatif yang sangat baik. Pengelolaan sampah dengan cara
pengomposan tradisional membutuhkan waktu yang cukup lama. Mikroorganisme
yang terlibat didalamnya aktif pada suhu termofilik (45-65ºC) (Ilyas, 2009).
2. Suhu akan terjadi peningkatan secara cepat dalam tumpukan kompos pada
kisaran 30ºC sampai dengan 60ºC
6
BAB III
METODOLOGI
3.1.1 Alat
3.1.2 Bahan
7
3.2.2 Limbah Pasar
Sebagai media tanam, tanah liat atau pasir kurang baik untuk pertumbuhan
tanaman sehingga perlu dilakukan perbaikan struktur tanah untuk meningkatkan
aerasi dan kesuburan tanah.Salah satu cara untuk memperbaiki struktur tanah yaitu
dengan pemberian kompos. Pemberian kompos pada tanah liat dapat mengurangi
ikatan partikel tanah sehingga strukturnya menjadi remah, sedangkan pada tanah
8
pasir pemberian kompos dapat menambah ikatan partikel-partikel tanah sehingga
dapat menahan air atau unsur haraagar tersedia di dalam tanah
3.2.5 Kedelai
Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan
jagung. Kedelai bahan pangan sumber protein nabati utama bagi masyarakat.
Dalam 100 gram biji kedelai mengan-dung: kalori 331 kkal, protein 34,4 gram,
lemak 18,1 gram, karbohidrat 34,8 gram, kalsium 227 mg, P 585 mg, Fe 8 mg,
vitamin A 110, thiamin 107 dan Air 7,5% (Suprapto, 1995). Bibit kedelai pada
praktikum ini berfungsi sebagai media uji coba tanaman untuk hasil pembuatan
kompos.
9
dan suhu setiap hari selama kurang lebih 3 minggu. Setiap pengecekan suhu dan
pH diaduh kompos untuk menjaga kelembaban kompos tersebut.
10
BAB IV
4.1 Hasil
SEEDING
BAK 1 BAK 2
NO
Suhu (ºC) pH Suhu (ºC) pH
Rata-rata 30 8 32 8,4
AKLIMATISASI + RUNNING
BAK 1 BAK 2 + Cacing
NO
Suhu (ºC) pH Suhu (ºC) pH
Rata-rata 28 7,4 28 7,2
4.2 Pembahasan
11
dan pisahkan dari reticulum oleh lipatan-lipatan ruminoreticular. Secara tidak
lengkap terbagi lagi menjadi ruangan atau kantong-kantong pilar. Mikroorganisme
ditemukan didalam rumen dan di rumen proses fermentasi berlangsung. Rumen
terletak di Sebelah kiri rongga perut, memanjang dari tuluang rusuk ke 7 dan 8 sd
tulang punggang. Menempati ¾ bagian rongga perut.
12
pasar. Volume yang digunakan sebanyak 15 liter. Kedua limbah dicampur merata
kemudian dibiarkan selama proses seeding kurang lebih 1 minggu dengan dikontrol
parameter pH dan suhu secara aerobik. Aerobik yaitu suatu pengolahan
menggunakan oksigen yang cukup untuk mempercepat proses degradasi yang
berlangsung dibandingkan dengan proses anaerob yang memakan waktu lama.
Setelah sampel dibiarkan selama kurang lebih satu minggu dan diukur suhu
menggunakan termometer dan pH menggunakan pHmeter diperoleh rata-rata suhu
30ºC dan pH rata-rata sebesar 8 ( basa ) untuk baskom pertama. Suhu rata-rata
baskom kedua 32ºC dan pH rata-rata sebesar 8,4 ( basa ). Fungsi dari pengukuran
pH dan suhu ini sendiri yaitu untuk mengetahui apakah kompos tersebut dalam
keadaan asam atau basa atau netral dan pengukuran suhu bertujuan apakah kompos
tersebut pada suhu yang optimum. Suhu akan terjadi peningkatan secara cepat
dalam tumpukan kompos pada kisaran 30ºC sampai dengan 60ºC. PH
pengomposan terjadi pada kisaran pH 6.6-7.5 Kompos yang sudah matang biasanya
memiliki pH netral. Selama pengukuran 1 minggu suhu dan pH selalu berubah-ubah
dikarenakan kondisi lingkungan terkadang panas dan terkadang hujan serta lokasi
penyimpanan yang kurang aman untuk pembuatan kompos. Ketika kondisi hujan,
tepisan hujan terkena media kompos menyebabkan kompos sedikit basah.
Secara fisik kompos yang sudah jadi pada percobaan sudah tidak memiliki
bau yang menyengat seperti bahan mentahnya, untuk bak 1 warna sedikit coklat
13
kekuningandan untuk bak 2 (cacing) warna coklat kehitaman, tekstur lunak.
Secara kimia berpengaruh pada rasi C/N, tetapi pada percobaan ini tidak dilakukan
tes terhadap rasio C/N dikarenakan waktu hasil pengukuran yang tidak bisa
diperkirakan untuk tepat pada waktunya. Alternatif lain yang dilakukan dengan uji
coba pada tanaman langsung yaitu menggunakan bibit kedelai. Bibit yang
digunakan sebanyak 16 butir. Bibit kedelai tersebut direndam selama 1-2 hari (26-
27 November 2018) dan diletakkan diatas media tanam (28 November 2018).
Media tanam menggunakan tanah liat dibelakang gedung WS Fakultas Teknik
Untan dan kompos yang sudah matang. Media pertama 100% tanah liat, media
kedua 70% tanah liat dan 30% kompos (duplo). Media tanam 100% tanah liat
diletakkan masing-masing 2 butir jadi total bibit sebanyak 4 butir dan media tanam
kedua 70:30 diletakkan masing-masing 3 butir jadi total bibit sebanyak 12 butir.
Hari pertama (29 November 2018) belum ada tanda-tanda pertumbuhan dari bibit
kedelai. Hari kedua sudah mulai terlihat pertumbuhan dari bibit kedelai pada media
tanam 70:30 untuk bak 2 (cacing).
14
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Proses pembuatan pupuk dengan rumen sapi yaitu memasukkan bahan rumen
sapi dan sampah pasar dengan perbandingan 1:1, lalu dibiarkan selama kurang lebih
1 minggu (cek suhu dan pH), selanjutnya ditambahkan cacing pada salah satu bak
dan dibiarkan selama 21 hari (cek suhu dan pH) kemudian cek fisik dari kompos
tersebut apakah sudah matang atau belum.
3. Hasil pertumbuhan yang terjadi menunjukkan bahwa tanah yang diberi kompos
yang berisi cacing tanah lebih baik dibanding dengan kompos tanpa cacing tanah
dan lebih baik dibanding hanya mengguanakan media tanam tanah liat.
5.2 Saran
Saran untuk percobaan pembuatan kompos yaitu jika waktu lebih panjang
lebih baik menggunakan berbagai macam bibit tanaman untuk melihat lebih
efektifitas pertumbuhan yang menggunakan media tanam menggunakan kompos
atau tidak dan lokasi penyimpanan sebaiknya yang lebiha aman terhadap panas dan
dingin.
15
Daftar pustaka
Afriyansyah, Budi. 2010. ‘’Vermicomposting oleh cacing tanah (Eisenia Fetida dan
Herald, Denny. 2010. ‘’Pengaruh Rasio Waktu Reaksi Terhadap Waktu Stabilisasi
16
Murbandono. 2010. ‘’Membuat Kompos”. Edisi revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Press
17