Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Makanan dan minuman merupakan bahan pokok yang penting dalam


kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, makanan dan minuman
dibutuhkan manusia untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berproduksi. Tanpa
makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga
pada gilirannya menjadi tidak produktif dan membebani masyarakat luas. Tingkat
produktifitas manusia merupakan faktor yang mendukung nilai ekonomi dalam
kehidupan masyarakat. (Depkes RI, 2004).

Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, karena


mengandung senyawa-senyawa yang diperlukan oleh tubuh. Fungsi makanan
diantaranya untuk pertumbuhan, memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh yang
telah rusak, mengatur proses di dalam tubuh, perkembangbiakan serta sebagai
sumber energi. Senyawa utama yang menyusun bahan makanan adalah protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Salah satu jenis makanan yang
mengandung protein adalah telur.

Telur merupakan salah satu bahan makanan yang paling praktis digunakan,
karena tidak memerlukan pengolahan yang sulit dan mudah didapat. Dari sekian
banyak telur yang kita kenal diantaranya adalah telur ayam ras, telur ayam
kampung, telur itik/bebek dan telur puyuh. Telur yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat adalah telur ayam ras, tapi telur ayam kampung, telur bebek dan telur
puyuh pun di komsumsi oleh masyarakat, terutama telur ayam kampung dan telur
puyuh sering diminum mentah bersama jamu.

Menurut Syamsir (2010), dibalik penampilan kulit telur yang mulus telur
ternyata mudah rusak akibat bakteri, Jumlah mikroba pada kulit telur sekitar 102
107 koloni/gram (dinyatakan sebagai angka lempeng total). Beberapa bakteri
patogen yang mungkin terdapat pada kulit telur adalah Salmonella, Campylobacter
dan Listeria. Dari berbagai jenis patogen tersebut, Salmonella merupakan patogen
utama yang mengontaminasi telur dan produk olahan telur. Genus Salmonella
termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, adalah bakteri gram negatif berbentuk
batang langsing (0.7 1.52-5 m), fakultatif anaerobik, oxidase negatif, dan
katalase positif. Ini merupakan alasan utama, mengapa telur mentah atau setengah
matang tidak baik untuk dikonsumsi, karena pada telur terdapat bakteri Salmonella
sp.

Banyak penjual telur mentah bahakan olahan dari telur, pembuatan yang
praktik yang membuat telur sebagai makanan yang selalu ada dalam masakan.
Seperti pada kanti kampus Kesehatan Lingkungan yang menjual telur mentah untuk
diolah.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Apakah terdapat bakteri Salmonella sp pada telur ayam mentah yang dijual oleh kantin
Kesehatan Lingkungan ?

1.3 TUJUAN

Mengetahui apakah terdapat bakteri Salmonella sp pada telur ayam mentah dikantin
Kesehatan Lingkungan.

1.4 MANFAAT

1. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang adanya Salmonella pada


telur ayam mentah.
2. Sebagai masukan kepada masyarakat tentang mutu telur ayam mentah.
3. Dapat memperluas pengetahuan penulis dalam bidang mikrobiologi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SALMONELLA SP

Salmonella adalah bakteri yang termasuk mikroorganisme yang amat kecil dan
tidak terlihat oleh mata. Selain itu bakteri ini tidak meninggalkan bau maupun rasa
apapun pada makanan. Kecuali jika bahan makanan (daging ayam) mengandung
Salmonella dalam jumlah besar, barulah terjadi perubahan warna dan bau (merah
muda pucat sampai kehijauan, berbau busuk). Biasanya bakteri dapat dideteksi melalui
pemeriksaan Laboratorium.

Menurut Brooks (1996 : 243) bahwa Salmonella sering bersifat patogen untuk
manusia atau hewan bila masuk melalui mulut. Infeksi oleh bakteri genus Salmonella
(oleh sebab itu disebut Salmonellosis) menyerang saluran gastrointestin yang
mencakup perut, usus halus, dan usus besar atau kolon, yang dapat menyebabkan
enteritidis, infeksi sitonik dan demam enterik.

Brooks (1996 : 245) menjelaskan bahwa pada manusia, Salmonella menyebabkan tiga
macam penyakit utama, tetapi sering juga ditemukan bentuk.Tabel:

Penyakit Klinik yang disebabkan oleh Salmonella

Demam Enterik Septikemia Enterokolitis

Masa inkubasi 7-20 hari Bervariasi 8-48 jam


Permulaan Perlahan-lahan Mendadak Mendadak
penyakit
Demam Lambat, kemudian Cepat naik, Biasanya rendah
tetap tinggi,dengan kemudian
stadium memuncak
tifoid kesuhu
sepsis
Masa sakit Beberapa minggu Bervariasi 2-5 hari

Gejala-gejala Permulaan sering Sering tidak Mual,muntah,


gastrointestinal konstipasi;kemudian ada diare pada
diare beradarah permulaan
Biakan darah Positif dalam Positif selama Negatif
minggu 12 demam tinggi
Biakan Tinja Positif mulai Jarang positif Positif segara
minggu kedua, setelah timbul
negatif pada masa penyakit
lebih dini
Sumber : Brooks (1996 : 245)

2.2 BakteriSalmonella Sebagai Sumber Kontaminan Telur

Telur merupakan bahan pangan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang
paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap infeksi mikroba.
Mekanisme ini sebenarnya dibuat untuk melindungi embrio unggas sehingga
menjamin pertumbuhannya.Tetapi bila telur retak atau pecah, perlindungan alamiah
ini akan hilang dan telur akan menjadi bahan pangan yang mudah rusak seperti bahan
pangan hewani lainnya. Salah satu penyebab kerusakan telur adalah bakteri
diantaranya bakteri Salmonella sp.

Bakteri Salmonella merupakan kuman penyakit yang menyebabkan penyakit


Salmonellosis. Salmonella dapat berasal dari ekskreta manusia maupun hewan dan air
yang terkontaminasi oleh limbah. Salmonella sering ditemukan dalam bahan makanan
asal hewan, terutama daging, daging unggas dan telur, yang belum atau masih
setengah masak dan disebarkan ke makanan lain melalui kontaminasi silang (Anonim,
2007).

Kerusakan telur oleh bakteri terjadi ketika mikroorganisme masuk ke dalam


telur melalui lubang kecil yang terdapat pada permukaan kulit telur. Menurut

Winarno (2002 : 42) bahwa Ada dua cara masukknya Salmonella ke dalam
telur, yaitu secara langsung (vertical), melalui kuning telur dan albumen (putih telur
dari ovari induk ayam yang terinfeksi Salmonella, sebelum telur tertutup oleh kulit
(cangkang) telur. Yang kedua secara horizontal, Salmonella masuk melalui poripori
kulit (cangkang) setelah telur tertutup kulit (cangkang).
Sumber pencemaran pada telur berasal dari unggas yang sakit, kloaka, alas
kandang/sangkar, wadah telur (peti, egg tray), debu, tanah (lingkungan),
penyimpanan, sanitasi dan higiene serta pekerja (Anonim, 2007). Lebih lanjut Pelczar
dan Chan (1988 : 908) menyatakan bahwa Kerusakan pada telur umumnya
disebabkan oleh bakteri yang masuk melalui kulit yang retak atau menembus kulit
ketika lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur telah rusak. Telur yang telah
terkontaminasi oleh bakteri biasanya akan mudah mengalami kerusakan. Winarno
(2002 : 21) mengatakan bahwa:

Kerusakan pada telur dapat digolongkan menjadi 5 (lima) macam tipe yakni Green
rot (disebabkan oleh bakteri Pseudomonas fluoresceus), Colourless rot (disebabkan
oleh bakteri Pseudomonas, Achromobacter), Black rot (disebabkan oleh bakteri
Proteus, Pseudomonas, Aeromonas), Pink rot (disebabkan oleh bakteri Pseudomonas)
dan Red rot (disebabkan oleh bakteri Serratia).

Untuk memperbaiki mutu mikrobiologi telur, maka perlu ada persyaratan


standar mikrobiologis yang harus dipenuhi. Oleh karena itu telah ditetapkan peraturan-
peraturan rekomendasi tentang persyaratan kandungan bakteri. Persyaratan mikroba
oleh DEPTAN (SNI. NO. 4-6366-2000) seperti tercantum pada. Tabel,

Tabel 4. Persyaratan Cemaran Mikroba Pada Telur

Batas Maksimum
No Jenis Cemaran Cemaran Mikroba
Mikroba (BMCM)
(CFU/gram)
Telur segar

1 Jumlah total bakteri 1 x 10 5


2 Colliform 1 x 10 2
3 Escherichia colli (*) 1 x 10 1
4 Enteroccoci 1 x 10 2
5 Staphylococcus aureus 1 x 10 2
6 Closridium sp 0
7 Salmonellasp (**) Negatif
8 Camphylobactersp 0
9 Listeriasp 0

Sumber : Deptan Pertanian (2004)

Keterangan :
(*) : Dalam satuan MPN/gram

(**) : Dalam satuan kualitatif

CFU : Colony Forming Unit

2.3 Struktur Telur

Telur unggas umumnya memiliki bentuk hampir bulat sampai lonjong.


Perbedaan bentuk itu dapat terjadi karena adanya berbagai faktor yang
mempengaruhi antara lain sifat genetik (keturunan), umur hewan sewaktu
bertelur, sifat-sifat fisiologis waktu bertelur, dan sifat-sifat fisiologis yang
terdapat pada sang induk (Sarwono, 1994 : 5). Selain bentuk, ukuran telur juga
bermacam-macam ada yang telur isinya berat, adapula yang ringan. Umumnya
telur bebek lebih besar dari telur ayam puyuh dan telur ayam kampung. Semua
jenis telur unggas mempunyai stuktur yang sama.

Struktur telur terdiri atas kulit telur, lapisan telur (kutikula), membran
kulit telur, putih telur (albumen), kuning telur (yolk), bakal anak ayam (germ
spot), dan kantong udara (Winarno, 2002 : 2). Umumnya semua jenis telur unggas
dan hewan lain yang dalam perkembangbiakkannya dengan cara bertelur
mempunyai struktur yang sama.

2.3.1 Kulit Telur

Kulit telur merupakan bagian telur yang paling keras, permukaannya


halus dan juga mempunyai warna kulit yang berbeda-beda (kulit telur ayam
berwarna putih, kuning, sampai coklat, telur itik berwarna kehijauan dan warna
kulit telur burung puyuh ditandai dengan adanya bercak-bercak dengan warna
tertentu). Kulit telur terdiri dari 4 bagian yaitu lapisan kutikula, lapisan kulit
terang, lapisan mamilaris, dan lapisan membran. Menurut Sarwono (1994 : 8)
bahwa Lapisan kutikula merupakan lapisan paling luar yang menyelubungi
seluruh permukaan
telur.

Kulit telur selain terdiri dari bagian yang sangat kuat dan kaku, juga kulit
telur berfungsi sebagai penghalang atau penjaga isi telur dari serangan bakteri
perusak dari luar. Kulit telur yang sedikit saja mengalami kerusakan
(retak/berlubang), akan memudahkan mikroba masuk dan dapat membusukkan
seluruh isi telur. Pada bagian kulit telur terdapat banyak pori-pori dengan besar
yang berbeda-beda. Menurut Winarno (2002 : 3) bahwa Jumlah pori-pori telur
bervariasi antara 100-200 buah per cm. Setiap cm kulit telur ayam atau bebek
terdapat 7500 buah pori dengan penyebaran yang berbeda-beda. Menurut
Mustadi (124 : 125) bahwa Ukuran pori telur ayam dan bebek memiliki lebar 9-
38 mikron dan panjang 13-54 mikron. Dengan banyaknya pori-pori dan ukuran
bakteri lebih kecil dari pori menyebabkan bakteri dapat masuk ke dalam bagian
telur.

2.3.2 Putih Telur

Putih telur terdapat di antara kulit telur dan kuning telur. Bagian putih
telur ini sering disebut dengan albumin. Pada putih telur ini lebih banyak
mengandung protein. Menurut Sarwono (1994 : 10) bahwa Putih telur
mengandung lima jenis protein, yakni ovalbumin, ovomakoid, ovomucin,
ovokonalbumin, dan ovoglobulin. ovolbumin merupakan zat protein yang paling
banyak terdapat pada bagian putih telur, yaitu dapat mencapai sekitar 75%.

Bagian putih telur terdiri atas tiga lapisan yang berbeda, yaitu lapisan
tipis putih telur bagian dalam (30%), lapisan tebal putih telur (50%), dan lapisan
tipis telur luar (20%). Pada telur segar, lapisan putih telur tebal bagian ujungnya
akan menempel pada kulit telur. Putih telur tebal dekat kuning telur membentuk
struktur seperti label yang disebut kalaza. Di bagian putih telur juga terdapat
protein antimikroba yang disebut lisozim. Fungsi protein tersebut adalah
membantu memperlambat proses kerusakan telur.

2.3.3 Kuning Telur

Kuning telur merupakan bagian yang paling penting pada isi telur. Kuning
telur ini umumnya banyak disukai oleh masyarakat. Karena mempunyai nilai gizi
yang tinggi dan rasanya yang enak. Menurut Sarwono (1994 : 12) bahwa
Komposisi gizi kuning telur terdiri dari air, protein, lemak, karbohidrat, mineral,
dan vitamin. Kuning telur berbatasan dengan putih telur dan dibungkus oleh
suatu lapisan yang disebut membran vitelin. Membran ini tersusun oleh protein
yang disebut keratin.

Keratin umumnya kuning telur berbentuk bulat, berwarna kuning atau

orange terletak pada pusat telur dan bersifat elastis. Warna kuning pada kuning
telur disebabkan oleh kandungan santrofil yang berasal dari makanan ayam.
Pigmen lain yang banyak terdapat di dalamnya adalah pigmen karatenoid.

Kuning telur pada telur segar berbentuk utuh dikelilingi oleh membran vitelin yang
kuat. Sebenarnya, kuning telur tersusun atas dua lapisan yaitu lapisan putih dari kuning
telur dan lapisan kuning dari kuning telur. Kedua lapisan tersebut memiliki pusat yang
sama.

2.3.4 Nilai Gizi Telur

Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya.
Pada umumnya telur mengandung komponen utama yang terdiri atas air, protein,
lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Aryasutami (1994 : 7) menjelaskan
bahwa Telur merupakan sumber protein terbaik karena mengandung semua
unsur asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Asam amino sangat
penting untuk tubuh manusia, karena tidak dapat dibentuk sendiri oleh tubuh,
sehingga harus dipenuhi oleh makanan.

Menurut Hariyoto (1996 : 10) bahwa Kandungan gizi sebutir telur ayam
seberat 100 gram terdiri dari protein 12,8 gram, karbohidrat 0,7 gram, lemak 11,5
gram, vitamin dan mineral. Kandungan gizi yang terdapat pada telur ayam
selengkapnya dapat dilihat pada Tabez.

Tabel : Daftar Analisis Kandungan Telur Ayam (100 gr)

No Zat gizi Telur ayam


1 Kalori (kal) 162
2 Potein (gr) 12,8
3 Lemak (gr) 11,5
4 Karbohidrat (gr) 0,7
5 Kalsium (gr) 54
6 Fosfor (gr) 180 27
7 Besi (mg) 900
8 Vitamin A (mg) 0,1
9 Vitamin B (mg) 70
10 Air (gr) -
Sumber : Hariyoto (1996 : 10)
BAB III
METODE

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Metode praktikum
Metode yang digunakan dalam praktikum uji salmonella pada susu sapi murni
adalah metode pemeriksaan koloni pada media penyubur dengan menumbuhkannya
pada media penyubur seperti SBB (Selenite Broth Bise) dan menyeleksi dengan media
BSA(Bismuth Sulfit Agar).
Prinsip kerjanya yaitu sampel yang diperiksa dimasukan media penyubur
terlebih dahulu yaitu SBB ( Selenite Broth Bise ). Selanjutnya media diinkubasi pada
inkubator pada suhu 37 C selama 1 x 24 jam ,kemudian dilanjutkan dengan
menggoreskan sampel pada media selektif yaitu BSA (Bismuth Sulfit Agar ) setelah
itu diinkubasi pada inkubator kembali selama 1x 24 jam sehingga dapat diamati
koloni-koloni yang tumbuh pada media.
3.2 Pelaksanaan Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada 22-24 Mei 2017 di Laboratorium Mikrobiologi
Program Studi Kesehatan Lingkungan Surabaya Jurusan Kesehatan Lingkungan
Poltekkes Kemenkes Surabaya.
Praktikum 1
Hari/Tanggal : Rabu, 24 Mei 2017
Kegiatan : Penanaman sampel susu ke media SBB dan pembuatan
media BSA
Praktikum 2
Hari/Tanggal : Kamis, 25 Mei 2017
Kegiatan : Penggoresan sampel SBB ke media BSA
Praktikum 3
Hari/Tanggal : Jumat, 26 Mei 2017
Kegiatan : Hasil inkubasi sampel BSA selama 24 pada suhu 370C

3.3 Prosedur Kerja


3.2.1 Alat
a. Cawan petridish c. Tabung reaksi
b. Lampu spirtus d. Pipet steril 10 ml
e. Autoclave 1210C
f. Ose
g. Incubator 370C
h. Timbangan steril
i. Labu enlenmeyer
j. Gelas ukur
k. Push ball
l. Gelas bekker
m. Etiket
3.2.2 Bahan
a. BSA (Bismuth Sulfit Agar)
b. SBB (Selenite Broth Bise)
c. Pepton Water
d. Susu sapi murni
3.3 Langkah kerja
a. Pembuatan media
1) Pembuatan pepton/Air Pengencer
Menyiapkan 90 ml air aquadest dalam gelas ukur
15
Pepton water dengan standart 1000 =90 =1,35 gr
Memasukkan 1,35 gram pepton water ke dalam aquadest dan mengaduk secara
rata
Memasukkan larutan tersebut ke dalam labu enlenmeyer
Menutup labu erlenmeyer dengan kapas dan aluminium foil ,lalu menyeterilkan
ke dalam autoclave 1210C selama 15 menit

2) Pembuatan SBB (Selenite Broth Base)/Media Penyubur


Mengukur 10 ml air aquades menggunakan gelas ukur dan menuang ke labu
erlenmeyer
19
SBB dengan standart 1000 =10 =0,19 gr
Menimbang SBB 0,19 gram
Mendidihkan aquades dalam autoclave dan mengangkatnya
Memasukkan SBB lalu mengaduknya
Melarutkan dengan cara memasukkan ke dalam waterbath
Memasukkan media SBB ke dalam tabung reaksi steril
Menutup dengan kapas dan aluminium foil
3) Pembutan BSA (Bismuth Sulfit Agar)/Media penyelektif
Mengukur 40 ml air aquades menggunakan gelas ukur lalu menuang ke dalam
labu erlenmeyer
47,5
BSA dengan standart 1000 =40 =1,9 gr
Menimbang BSA 1,9 gram
Mendidihkan aquadest dalam autoclave dan mengangkatnya
Memasukkan BSA dan mengaduknya
Melarutkan dengan cara memasukkan ke dalam waterbath
Memasukkan media BSA ke dalam cawan petridish
Setelah media memadat seperti agar, membungkus cawan petridish kemudian
memasukkan dalam kulkas
b. Prosedur pemeriksaan
1. Mengukur 10 ml susu sapi murni menggunakan gelas ukur
2. Mencampurkan susu sapi murni dengan pepton water 90 ml secara steril
3. Memindahkan sampel susu sebanyak 2 mata ose ke dalam media SBB dengan cara
:
a) Memijarkan jarum ose diatas lampu spirtus dan mendinginkan dengan cara
dikibas-kibaskan
b) Membakar mulut tabung reaksi bagian tepi dengan memutar diatas api
c) Membuka tutup tabung reaksi dan mengambil koloni tunggal dengan
memasukkan ujung jarum ose
d) Menginokulasikan ke dalam media baru dengan cara mencelupkan ke media
SBB
e) Memanaskan kembali mulut tabung reaksi
f) Kemudian menutup kembali tabung reaksi dengan kapas dan aluminium
g) Mengulangi satu kali lagi dengan langkah a,b,c,d,e,f
4. Mengeramkannya dalam inkubator pada temperatur 350C selama jangka waktu 1x
24 jam
5. Sesudah 24 jam kemudian sampel dikeluarkan dari inkubator dan dilanjutkan
proses penggoresan pada media penyeleksi.
6. Mengoven media BSA dalam cawan petridish dengan suhu 600C selama 10 menit
supaya uapnya tidak menjadi faktor pertambahan bakteri
7. Menyalakan lampu spirtus
8. Memijarkan jarum ose diatas spirtus
9. Membakar mulut tabung reaksi bagian tepi dengan memutar diatas api
10. Membuka tutup tabung reaksi dan mengambil koloni tunggal dengan memasukkan
ujung jarum ose
11. Kemudian menutup dengan kapas
12. Memflambir mulut cawan petridish
13. Menginokulasikan ke dalam media BSA dalam petridish dengan cara menggores
diatas media agar.
14. Memflambir mulut cawan petridish kemudian menutupnya
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

Hasil uji salmonella sp mengguanakan selenit pada tabel dibawah ini.

No. TABUNG KE - KETERANGAN


1. 1 Negatif
2. 2 Negatif
3. 3 Negatif

Hasil uji penegasaan mengguakan BGA pada tabel berikut.

No. PATRIDISH KE - KETERANGAN


1. Negatif

2. Negatif
3. Negatif

4.2 PEMBAHASAN

Hasil uji salmonella sp pada telur mentah dinyatakan negatif karena pada uji awal
medeia selenit tidak berubah menjadi keruh selama di inubasi selama 1 x 24 jam. Dan pada uji
penegasan juga menghasilkan hasil yang negatif pada media BGA. Kemungkinan besar telur
belum tercemar oleh bekteri salmonella, karena pada induk ayam telah diberi asupan yang baik.
Pada cangkang telur atau kulit telur tidak mengalami kerusakan yang mengakibatkan kualitas
telur berkurang. Pada telur mentah yang bagus bakteri tidak akan bersarang dan seabilnya jika
telur mentah tersebut mengalami kerusakan maka bakteri akan berkembangbiak dengan baik.
Sumber pencemaran pada telur berasal dari unggas yang sakit, kloaka, alas kandang/sangkar,
wadah telur (peti, egg tray), debu, tanah (lingkungan), penyimpanan, sanitasi dan higiene serta
pekerja (Anonim, 2007).
BAB V

PENUTUP

5.1 SIMPULAN

1. Uji salmonella menggunakan media SBB (selenit broth bise) negatif dan melakukan
uji penegasan menggunakan media BGA (bismuth sulfit agar).
2. Pada media SBB tidak mengalami perubahan (warna seperti kontrol) atau sama
dengan negatif.
3. Pada uji penegasan menggunakan media gores BGA juga tidak menimbulkan koloni
bakteri Salmonella.
4. Telur yang sehat tidak akan teridentifikasi bakteri, karena cangkang yang kuat akan
melindungi isi telur tersebut.
5. Penyimpanan yang baik juga akan mempengaruhi kualitas dari telur mentah.

5.2 SARAN

Sebaiknya dalam melakukan praktikum hendaknya dilakukan secara tersruktur dan sesuai
dengan SOPnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. Cemaran Mikroba Terhadap Telur Dan Daging Ayam.(Online).


Sumber:http://www.disnaksumbar.org/content/view/143/84/.
(Diakses 26 mei 2017)

Anonim, 2007. Cara Pemeriksaan Sifat Biokimia.(Online).


Sumber:http://www.sonic-stu.com. (Diakses 26 Mei 2017)

Aryasutami, K. 1994. Telur Dan Kandungan Gizinya. Dharmawanita.

Brooks, F. Geo 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.

Depkes RI. 2004. Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Dirjen PPL dan PM. Jakarta.

Badan Standart Nasional. 2000. (SNI) 01-6366-2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba
dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Jakarta.

Hariyoto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Jogyakarta : Canesius.

Mustadi dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institut Pertanian: Bogor

Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. Jakarta: Universitas
Indonesia.

Sarwono, B. 1994. Pengawetan Dan Pemanfaatan Telur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Winarno, F.G. dan Koswara Sutrisno. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan Dan
Pengolahannya. Bogor. M-Brio pres.
LAMPIRAN PENGAMBILAN DAN PEMERIKSAAN SAMPEL MAKANAN OLEH
BAKTERI SALMONELLA SP

Memakai handscone
dan mensterilkan
Mensterilkan tangan lagi dengan alkohol
dengan alkohol dan
kapas

Memasukkan
Mengambil sampel
sampel telur ke
telur yang akan diuji
dalam plastik steril

Memberi etiket pada plastik Membuka dan


sampel dan masukkan sampel ke memflambir bibir
dalam coolbox dan membawa ke erlenmeyer
laboratorium untuk uji
Membuka dan Menuangkan media BGA
memflambir petridish pada petridish

Mengulangi sebanyak 3x Memflambir bibir


erlenmeyer dan
petridish

Membungkus petridish Memasukkan petridish


yang berisi media BGA tersebut ke dalam inkubator
dengan kertas pembungkus
Mengambil sampel Mengukur sampel yang
terlur yang akan diuji akan diuji ke gelas ukur
10ml

Campurkan dan flambir Memasukkan sampel ke


bibire erlenmeyer lalu dalam erlenmeyer yang berisi
tutup dengan kapas pepton water

Siapkan media selenit dan Mengambil media selenit


flambir bibir erlenmeyer pada pipet ukur
Memflambir bibir Memasukkan media
tabung reaksi selenit pada tabung reaksi

Membuka tutup erlenmeyer Mengulangi sebanyak 3x


dan memflambir bibir dan tutup dengan kapas
erlenmeyer dan jarum ose

Mengambil sampel Membuka tutup tabung


dengan jarum ose reaksi dan memflambir
sebanyak 1-2 mata ose bbibir tabung reaksi
Celupkan sampel ke dalam masing-
Lalu mencelupkan jarum ose
masing tabung reaksi dan masukkan
tersebut ke dalam tabung
ke dalam inkubator selama 1x24 jam
reaksi yang berisi madia
selenit

Memflambir jarum ose Menyiapkan media BGA


sampai kemerahan dan media selenit

Membuka tutup tabung Mencelupkan jarum ose ke


reaksi dan memflambir tabung reaksi yang berisi
bibir tabung reaksi media selenit dan sampel dan
flambir lalu tutup kemabli
Memflambir petridish Goreskan jarum ose ke
media BGA dengan cara
zigzag. Ulangi sebanyak 3x

Lalu inkubasi selama Lalu bungkus


1x24 jam petridish tersebut
Pembuatan Media

1. Menimbang 2. Menyiapkan 3. Memasukkan


media BGA media BGA medai BGA ke
dalam erlenmeyer

4. Mencampurkan 5. Tutup 6. Menimbang


media BGA erlenmeyer dengan media selenit
dengan aquades kapas dan
aluminium foil

7. Menyiapkan 8. Tutup 9. Menimbang


aquades steril dan erlenmeyer pepton water
memasukkan media dengan kapas
selenit pada
erlenmeyer
10. Memasukkan 11. Mencampurkan 12. Tutup erlenmeyer
pepton water ke aquades dengan dengan kapas
dalam erlenmeyer pepton water

13. Menempatkan pada


keranjang autoclave beserta
alat yang akan di sterilkan
dan autoclave dengan suhu
1210C
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

UJI SALMONELLA SP PADA TELUR MENTAH

Dosen Pembimbing :

1. Narwati, S.Si., M.Kes


2. Drh. Koerniasari, M.Kes
3. Deddy Adam, SST

Disusun Oleh :

1. Dewi Fatimah (P27833116002)


2. Regita Ardania (P27833116008)
3. Atiyatus Eka P (P27833116023)
4. Nur Fadlila (P27833116029)
5. Yossiella Desi D R (P27833116047)

DIII KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA

POLETEKKES KEMENKES SURABAYA

TAHUN 2017

Anda mungkin juga menyukai