Anda di halaman 1dari 6

METODE PERANGKAP JEBAK (PITFALL TRAP)

LAPORAN PRAKTIKUM
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi
yang dibimbing oleh Dr. Fatchur Rohman, M.Si. dan Dra. Hj.Hawa Tuarita, M.S.

Kelompok 5
Offering B
Anggota:
Auliyah Shofiyah
Dinar Valentin D.A.M.P.P.
Firmanya Marsudi W.
Lenny Masitoh
Sri Wahyuni Umar L.

130341614790
130341614791
130341614810
130341614806
130341603398

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2015

A. Topik

: Menentukan Keanekaragaman Fauna Tanah dan Pola Sebarannya

Menggunakan Metode Perangkap Jebak (Pitfall Trap)


B. Tujuan
1. Mempraktikkan salah satu cara pengambilan sampel hewan tanah
2. Mengidentifikasi jenis-jenis hewan tanah
3. Menentukan kelimpahan/kerapatan fauna tanah
4. Menentukan nilai indeks keanekaragaman fauna tanah
5. Menentukan sifat distribusi internal fauna tanah
6. Menentukan sifat distribusi fauna tanah brdasarkan gradient lingkungan
7. Menentukan hubungan antara berbagai faktor abiotik tanah/habitat dengan
keanekaragaman dan distribusi fauna tanah.
C. Dasar Teori
Metode pitfall trap digunakan untuk mengumpulkan serangga tanah yang
aktif di permukaan tanah (Sari, 2014). Metode ini sederhana, murah dan banyak
digunakan (Pekar 2002). Hal ini biasanya digunakan untuk memberikan informasi
pada

fenologi,

kelimpahan

dan

aktivitas

diurnal

spesies

dan

untuk

membandingkan beberapa populasi (Topping & Sunderland 1992). Pengambilan


sampel dengan pitfall trap sangat efektif, karena pengambilan sampel kontinyu,
pasif (bila menggunakan cairan non-attracting), dan hanya menyebabkan sedikit
gangguan terhadap lingkungan (Lange et al. 2011). Metode ini juga memiliki
keuntungan menjadi cepat dan murah. Hasil tangkapan dari pitfall trap
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, misalnya desain perangkap (Work et al. 2002)
dan penempatan perangkap (Perner dan Schueler 2004). Ruslan (2009)
mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah
di hutan, adalah, struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi,
kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan
dalam daur hidup, suhu tanah mempengaruhi peletakan telur,cahaya dan tata udara
mempengaruhi kegiatannya.
Keanekaragaman hayati berperan penting dalam menjaga kestabilan
ekosistem. Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu
komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi. Interaksi akan melibatkan transfer
energi (jaring makanan), predasi, kompetisi, dan pembagian relung (Soegianto,

1994). Keanekaragaman serangga tanah di setiap tempat berbeda beda,


sebagaimana disebutkan oleh Sari (2014), keanekaragaman rendah terdapat pada
komunitas dengan lingkungan yang ekstrim, misalnya daerah kering, tanah
miskin, dan pegunungan tinggi. Sedangkan keanekaragaman tinggi terdapat di
daerah dengan komunitas lingkungan optimum, misalnya daerah subur, tanah
kaya,

dan

daerah

pegunungan.

Sedangkan

menurut

Odum

(1994),

keanekaragaman jenis cenderung akan rendah dalam ekosistem yang secara fisik
terkendali yaitu yang memiliki faktor pembatas fisika kimia yang kuat dan akan
tinggi dalam ekosistem yang diatur secara alami.
Indeks diversitas adalah hasil dari kombinasi kekayaan dan kesamaan
spesies. Ada nilai indeks diversitas yang sama didapat dari komunitas dengan
kekayaan yang rendah dan tinggi kesamaan jika suatu komunitas yang sama
didapat dari komunitas dengan kekayaan tinggi dan kesamaan rendah. Jika
hanya memberikan nilai indeks diversitas, tidak mungkin untuk mengatakan apa
pentingnya relatif kekayaan dan kesamaan spesies. Diversitas dipresentasikan oleh
Hill (1973 b) dengan lebih mudah secara ekologi. Keanekaragaman spesies
meningkat dengan kompleksitas habitat. Keragaman ini menganggap baik
kekayaan dan kemerataan spesies. Kemerataan adalah ukuran kelimpahan relatif
spesies yang berbeda yang membentuk kekayaan daerah. Kemerataan ini
merupakan komponen penting dari indeks keanekaragaman (Leinster dan
Cobbold, 2012), dan mengungkapkan kemerataaan distribusi individu di antara
spesies yang berbeda (Bibi dan Ali, 2013).
H = - (Pi LnPi)
Pi = n/N
Keterangan:
N = total jumlah individu seluruh spesies
n = jumlah spesies tertentu
Pi = ukuran individu (atau biomas, dll) yang dimiliki oleh satu spesies.
Kriteria komunitas lingkungan berdasarkan indeks

Keanekaragaman

Jenis

menurut Lee et al. (1978) dalam Soegianto (1994) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Komunitas Lingkungan Berdasarkan Indeks Keanekaragaman
Indeks Keanekaragaman Jenis

Kriteria Indeks Keanekaragaman Jenis

> 2,0
Tinggi
2,0
Sedang
< 1,6
Rendah
< 1,0
Sangat rendah
Nilai indeks kemerataan jenis dapat menggambarkan kestabilan suatu
komunitas. Nilai indeks kemerataan (E) berkisar antara 0-1. Semakin kecil
nilai E atau mendekati nol, maka semakin tidak merata penyebaran
organismee dalam komunitas tersebut yang didominansi oleh jenis tertentu
dan sebaliknya semakin besar nilai E atau mendekati satu, maka organismee
dalam komunitas akan menyebar secara merata (Krebs, 1989). Rumus dari
indeks keseragaman Pielou (E) menurut Pielou (1966) dalam Odum (1994)
yaitu sebagai berikut :
E= H / lnS
Keterangan :
E = Indeks Keseragaman
H = Indeks Keanekaragaman
S = Jumlah spesies
Sebaran fauna seimbang atau merata apabila mempunyai nilai indeks
kemerataan jenis yang berkisar antara 0,6 - 0,8 (Odum, 1994). Berikut
disajikan tabel kondisi suatu komunitas perairan berdasarkan nilai indeks
kemerataan menurut Krebs (1989) pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria Komunitas Lingkungan Berdasarkan Indeks Kemerataan
Nilai Indeks Kemerataan (E) Kondisi Komunitas
0,00 < E 0,50
Komunitas berada pada kondisi tertekan
0,50 < E 0,75
Komunitas berada pada kondisi labil
0,75 < E 1,00
Komunitas berada pada kondisi stabil
Indeks kekayaan spesies (S), yaitu jumlah total spesies dalam satu
komunitas. S tergantung dari ukuran sampel (dan waktu yang diperlukan u
ntuk mencapainya), inidibatasi

sebagai

indeks

komperatif.

Karena

itu,

sejumlah indeks diusulkan untuk menghitung kekayaan spesies yang tergantung


pada ukuran sampel. Ini disebabkan karena hubungan antara S dan jumlah total
individu yang diobservasi , n, yang meningkat dengan meningkatnya ukuran
sampel).
R = S 1 / In (n)

Ketarangan:
N = total jumlah individu seluruh spesies
n = jumlah spesies tertentu
S = jumlah spesies
Tabel 3. Kriteria Komunitas Lingkungan Berdasarkan Indeks Kemerataan
Indeks Kekayaan Jenis
>4,0
2,5 4,0
< 2,5

Kriteria
Baik
Moderat
Buruk

Bibi, F and Ali, Z. 2013. Measurement Of Diversity Indices Of Avian


Communities At Taunsa Barrage Wildlife Sanctuary, Pakistan. The Journal
Of Animal & Plant Sciences. (Online) 23(2): 469-474.
(http://www.thejaps.org.pk/docs/v-23-2/23.pdf) diakses pada 7 Maret
2015.
Krebs, C. J. 1985. Ecology. Third Edition. New York: Happer and Row Publisher.
Ruslan, Husni. 2009. Komposisi Dan Keanekaragaman Serangga Permukaan
Tanah Pada Habitat Hutan Homogen Dan Heterogen Di Pusat Pendidikan
Konservasi Alam (PPKA) Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat. Vis vitalis.
(Online) 2(1): 43-53 (http://biologi.unas.ac.id:8080/publikasi/Serangga
%20tanah.pdf) diakses pada 7 Maret 2015.
Lange, Markus, Martin M. Gossner and Wolfgang W. Weisser. 2011. Effect Of
Pitfall Trap Type And Diameter On Vertebrate By-Catches And Ground
Beetle (Coleoptera: Carabidae) And Spider (Araneae) Sampling. Methods
in Ecology and Evolution. (Online) 2: 185-190
(http://www.toek.wzw.tum.de/fileadmin/1_Datein/PDF_Publikationen/201
1-09.pdf) diakses pada 7 Maret 2015.
Lee, C. D., S. B. Wang and C. L. Kuo. 1978. Benthic Macroinvertebrate and Fish
as Biological Indicators of Water Quality, with Reference to Communinty
Diversity Index. Bangkok: Asian Institute Technology.
Leinster, T. and C. A. Cobbold. 2012. Measuring diversity: the importance of
species similarity. Ecology. (Online) 93(3): 477489
(http://www.esajournals.org/doi/pdf/10.1890/10-2402.1) diakses pada 7
Maret 2015.
Odum, E.P. 1994. Fundamental of Ecology. Philadelphia: W.B. Saunder Com.
Pekr S. 2002. Differential Effects Of Formaldehyde Concentration And
Detergent On The Catching Efficiency Of Surface Active Arthropods By
Pitfall Traps. Pedobiologia (Online) 46: 539547
(http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0031405604701675)
diakses pada 7 Maret 2015.
Perner, J. & Schueler, S. 2004. Estimating The Density Of Ground-Dwelling
Arthropods With Pitfall Traps Using A Nested-Cross Array. Journal of
Animal Ecology (Online) 73(3): 469477

(http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.00218790.2004.00821.x/epdf) diakses pada 7 Maret 2015.


Resosoedarmo, S. Kuswata, K., Aprilani, S. 1985. Pengantar Ekologi. Jakarta:
Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta dan Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional.
Sari, Martala. 2014. Identifikasi Serangga Dekomposer Di Permukaan Tanah
Hutan Tropis Dataran Rendah (Studi Kasus di Arboretum dan Komplek
Kampus UNILAK dengan Luas 9,2 Ha). Bio Lectura. (Online)2(1):63-72
(http://unilak.ac.id/media/file/23504472663JURNAL_martala_sari_tuju.pd
f) diakses pada 7 Maret 2015.
Topping C. J. dan Sunderland K. D. 1992. Limitations To The Use Of Pitfall Traps
In Ecological Studies Exemplified By A Study Of Spiders In A Field Of
Winter Wheat. Journal of Applied Ecology (Online) 29: 485491
(http://planet.botany.uwc.ac.za/nisl/Gwen%27s
%20Files/GeoCourse/Mentor/ToppingSunderland1992.pdf) diakses pada 7
Maret 2015.
Work, T.T., Buddle, C.M., Korinus, L.M. & Spence, J.R. 2002. Pitfall Trap Size
And Capture Of Three Taxa Of Litter-Dwelling Arthropods: Implications
For Biodiversity Studies. Environmental Entomology. (Online) 31(3): 438
448 (http://www.bioone.org/doi/abs/10.1603/0046-225X-31.3.438?
journalCode=enve) diakses pada 7 Maret 2015.

Anda mungkin juga menyukai