Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM REPRODUKSI DAN PERKEMBANGAN HEWAN

SPERMATOGENESIS DAN SPERMA

Dosen Pengampu: Risda Arba Ulfa M.Si

Disusun oleh:

Fezaa Ashelia Zakia Ameliee (1197020034)


Gina Fauziah Rahmatilah (1197020038)
Hana Kurnia S. (1197020040)
Hani Khoirunnisa (1197020042)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2021
I. TUJUAN
1. Mencari bentuk sel-sel pada tiap tahap perkembangan hingga dapat berfungsi sebagai
sel kelamin jantan
2. Membandingkan bentuk sel sperma pada beberapa sel sperma pada beberapa jenis
hewan
3. Mengamati motilitas sperma

II. DASAR TEORI


Spermatogenesis merupakan proses yang kompleks dan melibatkan pembelahan baik
mitosis dan meiosis. Spermatogenesis berlangsung di tubulus seminiferus. Hampir 90%
volume testis di tempati oleh tubulus seminiferus dengan berbagai tahapan perkembangan sel
gamet jantan. Di dalam tubulus seminiferus, sel-sel gamet jantan yang berkembang tersebut,
tersusun dengan urutan yang beraturan, dimulai dari bagian membran basalis menuju lumen.
Secara umum spermatogenesis dibedakan menjadi tiga tahap yaitu, tahap spermatositogenesis,
tahap meiosis, tahap spermiogenesis(Nugroho 2015). Tahapan diferensiasi yang diamati
melalui siklus tahapan epitel tubulus seminiferous dimulai dari sperma togonia hingga
menjadi spermatid dan akhirnya menjadi spermatozoa. Pada beberapa jenis hewan, jumlah
tahapan epitel seminiferous bervariasi dari VIII tahapan hingga XIV tahapan . Hewan dengan
epitel seminiferous delapan tahapan di antaranya marmut Callithrix penicillata, kelelawar
Molossus molossus, musang luak, serta biawak air. Sedangkan bandikut memiliki sembilan
(IX) tahapan, sapi dan mencit memiliki duabelas (XII) tahapan (Akmal, Y. 2013)
(Christijanti, W., & Marianti 2013) menerangkan, bahwa spermatozoa terbentuk atas
tiga bagian, yaitu kepala, leher dan ekor yang dibentuk dalam proses spermatogenesis.
Kualitas spermatozoa yang fertil/baik pada manusia adalah jika jumlah/ konsentrasi
spermatozoa >20 juta/ml, motilitas >60% dengan gerak lurus ke depan, dan morfologi 50-60%
normal. Spermatozoa pada masing-masing spesies menurut (Susilawati 2011) mempunyai
ukuran yang berbeda-beda akan tetapi bentuknya hampir sama. Perbedaan ukuran dan bentuk
spermatozoa pada berbagai hewan tersebut relatif. Dalam morfologinya, pada kepala
spermatozoa terdapat akrosom, sedangkan dan pada ekor secara anatomis terdapat bagian
midle piece, principal piece dan bagian ekor yang terdapat central axonemal yang terdapat
9+2 mikrotubulus, dan dibalut dengan outer ibril, lapisan mitokondria yang membentuk
kolom longitudinal pada dorsal dan ventral dan circumferial ribs .
Morfologi spermatozoa dan pola metaboliknya yang khusus dengan dasar produksi
energi spermatozoa hidup dapat mendorong dirinya sendiri maju ke depan di dalam
lingkungan zat cair. Transport kilat spermatozoa dari serviks ke infundibulum terjadi secara
otomatik rangsangan oxitocyn, terhadap konsentrasi saluran reproduksi. Motilitas
spermatozoa di dalam infundibulum bertugas sebagai alat penyebaran spermatozoa secara
acak ke seluruh daerah saluran kelamin betina. Faktor-faktor yang mempengaruhi motilitas
spermatozoa adalah umur sperma, maturasi (pematangan) sperma, penyimpanan energi ATP
(Adenosin Triphosfat), agen aktif, biofisik dan fisiologik, cairan suspensi dan adanya
rangsangan hambatan. Spermatozoa dalam suatu kelompok mempunyai kecenderungan untuk
bergerak bersama-sama ke satu arah yang menyerupai gelombang-gelombang yang tebal dan
tipis, bergerak cepat atau lamban tergantung dari konsentrasi spermatozoa hidup di dalamnya
(Husni 2017).

III. METODE KERJA


Prosedur kerja yang di lakukan pada praktikum kali ini terdapat tiga bentuk kegiatan yang
dilakukan di rumah. Kegiatan 1 menentukan bentuk sel-sel pada tiap tahap perkembangannya
hingga sel tersebut dapat berfungsi sebagai sel kelamin jantan lalu gambar penampang struktur
tubulus seminiferous dan gamet jantan serta lengkapi dengan identitas tiap-tiap selnya,
selanjutnya kegiatan 2 membedakan bentuk sel sperma pada beberapa jenis hewan lalu gambar
masing masing bentuk sel sperma dari hewan (katak, burung, mencit, manusia, dan bintang
laut) kemudian identifikasi perbedaan morfologi dan morfometri dari ke 5 sel sperma tersebut.
Terakhir kegiatan 3 dengan menyimak video motilitas sperma manusia kemudian amati
bagaimana sperma tersebut bergerak meliputi arah dan kecepatan serta adakah sperma yang
diam ditempat tidak bergerak sama sekali.

IV. HASIL
A. Kegiatan 1
Menentukan bentuk sel-sel tiap tahap perkembangan sperma
Literatur Gambar Keterangan
Sayatan Tubulus Seminiferus
G : Germ
Ez :
Spermatozoa

Sumber : (Mari et al. 2018) Dokumentasi Pribadi, 2021


Eg :
Spermatogonia
Et :
Spermatosit
Ez :
Spermatozoa
Fs : Folikular
septa
Dokumentasi Pribadi, 2021
Sumber :(Mari et al. 2018)

Spermatogenesis
Literatur Gambar Keterangan
1 : Developing
acrosomal cap
2. Spermatid nucleus
3. Mitochondria
4. Developing
acrosomal cap
5. Spermatid nucleus
6. Developing
flagellum
7. Acrosomal cap
8.Spermatid nucleus
9. Developing
flagellum
10. Acrosome
11. Nucleus
(Mescher, 2019) 12. Mitochondria
13. Excess cytoplasm
14. Acrosome
15. Nucleus
16. Mitochondria
17. Head
18. Midpiece
19. Tail (Flagellum)
B. Kegiatan 2
Membandingkan bentuk sel sperma pada beberapa jenis hewan
No. Hewan Literatur Gambar Karakteristik
• Spermatozoa umumnya lebih filiform,
menunjukkan kepala memanjang,
akrosom meruncing dan perforatorium.
Bagian tengah dan ekor berkembang
dengan baik dan menunjukkan adaptasi
morfologi spesifik seperti 'batang
aksial' kaku yang membentuk sumbu
utama ekor, yang mana menggantikan
1. Katak aksonem ke lateral dan membran
plasma bergelombang yang disebut
'lamellipodium' yang melintasi panjang
aksonem menghasilkan kekuatan
pendorong yang membawa motilitas
spermatozoa.
(Horta, Temple- • Motilitas spermatozoa kurang
smith, and
Ravichandran
signifikan. Pada Anura spermatozoa
2018) umumnya pendek (40 µm).

• Kepala spermatozoa silindris dengan


akrosom runcing, perforatorium,
nukleus memanjang dengan kanal
endonuklear yang dalam, bagian tengah
menonjol dengan mitokondria
2. Burung berlimpah yang mengelilingi sentriol
distal yang panjang dan sembilan serat
padat di bagian utama. Kerucut sub-
akrosom tidak ada pada burung dan
mitokondria memiliki krista linier,
(Horta et al.
2018)
bukan pola konsentris.

• Pada dasarnya morfologi spermatozoa


mencit menyerupai spermatozoa
3. Mencit manusia.
• Ujung kepala spermatozoa mencit
berbentuk seperti pengait.
(Horta et al.
2018)
• Kepala (head) yang terdiri dari inti sel
tebal dan memiliki sedikit sitoplasma
yang diselubungi dengan selubung
tebal dan nukleus mengandung
kromosom dan gen.
• Leher terdiri dari sembilan segmen
kolom materi berserat.
• Badan (midpiece) mengandung
mitokondria yang berfungsi sebagai
penghasil energi untuk pergerakan
spermatozoa.
• Ekor terdiri dari axial filament di
bagian dalam dan membran plasma
4. Manusia dibagian luar yang berfungsi untuk
pergerakan spermatozoa. Pada bagian
ekor terdapat sedikit sitoplasma dan
mengandung rangka poros yang disebut
aksonema.
• Spermatozoa manusia memiliki
panjang sekitar 60 µm, panjang kepala
spermatozoa sekitar 5 µm dan tebal
sekitar 3 µm, bagian leher spermatozoa
(Visco, V., Raffa,
S., Elia, J., sekitar 1 µm dan ekor terbagi menjadi 3
Delfino, M., bagian (bagian utama sekitar 45 µm,
Imbrogno, N., bagian tengah sekitar 5 µm dan bagian
Torrisi, M. R., & terminal sekitar 5 µm).
Mazzilli 2010)
• Kepala spermatozoa berbentuk elips.

• Struktur kepala pada dasarnya bulat


dengan akrosom terletak di ujung
5. Starfish anterior nucleus, sedangkan
mitokondria bagian tengah berbentuk
(Chia, F. S., annular pita di ujung posterior nukleus
Atwood, D.,
Crawford 1975)

C. Kegiatan 3
Mengamati video motilitas sperma manusia
Motilitas Sperma Checklist Perkiraan jumlah
Spermatozoa bergerak lurus ✓ ± 10
cepat
Spermatozoa bergerak tidak ✓ ±5
lurus dan lambat
Spermatozoa bergerak di tempat ✓ ±6
Spermatozoa tidak ✓ ± 12
bergerak sama sekali

V. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil kegiatan 2, terdapat perbedaan morfologi pada beberapa kelompok
hewan diantaranya kelompok hewan amphibi, aves, mamalia dan kelompok invertebrate
yaitu Echinodermata. Adanya perbedaan morfologi pada sperma tersebut berkaitan dengan
mekanisme fertilisasi pada masing-masing hewan, termasuk Amphibi. Sperma pada katak
dimana terdapat 3 ordo yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda yang
bergantung kepada jenis fertilisasi yang dilakukan. Pada anuran yang berkembang biak
dengan fertilisasi eksternal, dimana motilitas sperma kurang signifikan, spermatozoa
umumnya pendek (40 mm). Pada anuran primitif, yaitu yang termasuk ke dalam famili
Ascaphidae dan Discoglossidae, kepala sperma memiliki akrosom berbentuk kerucut,
nukleus dengan kromatin yang dipadatkan dengan tidak teratur serta perforator dan kanal
endonuklear tidak jelas serta batang aksial pendek dan dikelilingi oleh mitokondria.
Sebaliknya, pada anuran yang lebih tinggi yaitu Sub-ordo Neobatrachia, menunjukkan
struktur evolusi ditandai dengan hilangnya perforatorium, kanal endonuklear dan batang
aksial. Selain itu spermatozoa berukuran lebih panjang yaitu sekitar 290 mm dan kepala
terdiri dari akrosom berbentuk semanggi, batang aksial lebih panjang dan lebih kaku
dengan mitokondria yang banyak dan mengelilingi batang aksial di sebagian besar famili.
Struktur ini menunjukkan adanya adaptasi filogenetik untuk mendukung kinetika sperma
yang membantu fertilisasi internal pada urodeles. Sesilia menyerupai struktur urodeles,
dengan spermatozoa berukuran panjang 75-105 mm. akrosom vesikel menunjukkan tiga
zona yang berbeda dan pelat dasar. Flagel terdiri dari aksonem 9þ2 dan batang aksial yang
dikelilingi oleh plasma selaput. Secara anterior, kedua struktur terletak berdekatan di
bagian tengah tetapi ketika ditelusuri ke belakang sepanjang ekor, keduanya menyimpang
dan daun membran bergelombang menjadi dipisahkan oleh lapisan sitoplasma yang
melimpah (Scheltinga, D. M., Wilkinson, M., Jamieson, B. G., & Oommen 2003).
Sedangkan pada mamalia kelompok eutherians, pematangan kompleks spermatozoa
terjadi saat spermatozoa berpindah di epididymis termasuk pengerasan kepala sperma,
kulit terluar mitokondria dan serta terdapat ikatan silang sulfida dari protein di ekor sperma
pada struktur sperma eutherians. Spesialisasi ini dianggap telah berevolusi untuk
membantu penetrasi sperma melalui zona eutherian pellucida, yang jauh lebih tebal (6–16
mm, tergantung pada spesies) daripada di kelompok vertebrata lainnya termasuk marsupial
(2–4 mm). Proses ini memungkinkan spermatozoa yang membuahi memasuki ruang
perivitelin di dalam zona dan melakukan kontak antara spermatozoa dengan permukaan
oosit. Daerah ekuator yang stabil dari kepala sperma bertanggung jawab untuk mengikat
spermatozoa ke membrane oosit dan mengaktifkan oosit sebagai awal keberhasilan
pembuahan pada mamalia eutherian. Membran sperma di atas daerah pascaakrosom
menyatu dengan membran oosit dan melepaskan isi nukleus ke dalam sitoplasma oosit
untuk menyelesaikan proses pembuahan. Ukuran dan posisi akrosom dapat menjadi
spesifik pada beberapa spesies tikus yang memiliki akrosom yang sangat besar
dibandingkan dengan eutherian lainnya (Bedford 2004).
Pada kingdom Animalia, termasuk kelompok hewan vertebrata, struktur dari sperma
terkonservasi dan terdiri dari kepala yang tersusun atas informasi genetic berbentuk DNA
yang tersusun dalam bentuk kromosom dan dikemas di nuklues tepatnya di kepala sperma.
Sementara ekor sperma terbagi menjadi bagian tengah dan bagian bagian utama dan
memiliki kemampuan untuk menghasilkan energi kimia berupa ATP dari mitokondria.
Bagian utama merupakan bagian terpanjang dari spermatozoa dimana energi berupa ATP
digunakan untuk memberikan gaya penggerak memlalui struktur yang disebut aksonem
atau filamen aksial. Aksonem biasanya memanjang dari leher ke ujung ekor dan pada
sebagian besar spermatozoa mrmiliki struktur mikrotubulus 9þ2 yang umumnya terdapat
pada organel motil di dalam tubuh contohnya silia. Fungsi penting pada aksonem yang
berada pada semua organel motil seperti spermatozoa ialah untuk memecah molekul fosfat
dengan energi tinggi dari ATP dan mengubah energi kimia yang dilepaskan dari ATP
mejadi energi mekanik yang akan menggerakkan ekor dan menciptakan motilitas maju
yang nantinya diperlukan untuk proses fertilisasi oosit(Horta et al. 2018).
Meskipun memiliki bentuk morfologi yang berbeda, ditinjau dari bentuk kepala maupun
ukuran sperma pada kelompok hewan yang berbeda, sperma memiliki struktur fungsional
yang utama yaitu kemampuan untuk bergerak mendekati ovum. Dimana baik pada
fertilisasi eksternal maupun internal motilitas spermatozoa menjadi penting dalam hal
berovulasi dan membuahi sel telur. Secara umum pada fertilisasi eksternal peran utama
dari ekor spermatozoa ialah untuk memindahkan spermatozoa menuju permukaan oosit.
Pada spesies dengan fertilisasi internal, ekor diperlukan unutuk memindahkan
spermatozoa dari kloka, sinus urogenital ataupun vagina. Namun, beberapa spesies ada
pula yang langsung menuju oterus dan oviduk untuk menerima oosit saat ovulasi. Jarak
menuju sel ovum dapat berbeda beberapa milimeter atau sentimeter pada spesies kecil
seperti ikan, reptil, burung dan mamalia hingga satu meter atau lebih pada spesies besar
seperti gajah dan paus. Untuk jarak yang relative jauh, motilitas sperma progresif kedepan
merupakan hal yang harus terpenuhi, meskipun kontraksi pada otot polos dapat berperan
dalam transportasi sperma menuju saluran wanita.
Faktor yang penting dalam proses fertilisasi adalah keberhasilan penetrasi spermatozoa
melalui selubung di sekitar oosit, seperti lapisan sel foliker dan zona pelusida yang
nantinya akan membuat sperma mencapai permukaan oosit untuk menembus membrane
plasma yang membungkus oosit. Fusi sperma dan membrane sel telur kemudian menjadi
langkah pembuahan dimana inti sperma akan bergabung dengan sitoplasma oosit.
Spermatozoa memiliki enzim yang dilepaskan dari akrosom yang berperan pula dalam
motilitas sperma dan membantu spermatozoa membuahi oosit dan memasukkan
nucleusnya ke dalam sitoplasme oosit. Akrosom menutupi ujung kepala sperma, pada
beberapa vertebrata yaitu kelompok mamalia, akrosom dapat menutup hingga 2/3 bagian
anterior kepala. Akrosom adalah kantung enzim yang sebgaian besar dapat memecah
protein. Ketika sperma mendeketi oosit, akrosom akan mengalami reaksi akrosom untuk
melepaskan isinya dan dibantu oleh motilitas dari spermatozoa yang akan menciptakan
energi yang dihasilkan oleh miokondria dan filamen aksial di bagian ekor untuk mencapai
oosit dan melakukan fertilisasi(Horta et al. 2018).
Sehingga bentuk dari sperma yang berbeda-beda pada hewan berkaitan pula dengan
mekanisme fertilisasinya dapat berupa internal maupun eksternal.
Selain itu jumlah dari spermatozoa yang dikeluarkan akan berpengaruh terhadap proses
fertilisasi, dimana faktor penyebab rendahnya konsentrasi sperma, salah satunya adalah
kurangnya asupan nutrisi, karena makanan bergizi diperlukan untuk mendukung fungsi
endokrin. Hal tersebut seusai dengan pernyataan (Yendraliza 2013) yaitu jika nutrisi yang
diperlukan tidak terpenuhi maka sperma akan lambat mengalami perkembangan dan
pematangan, sehingga konsentrasi sperma sedikit. sehingga akan menyebabkan sedikit
pula sperma yang dapat menembus ovum dan akan mengalami fertilisasi.
Motilitas dari sperma juga mempengaruhi fertilitas. Sperma yang memiliki kemampuan
motilitas progresif yang tinggi menunjukan kualitas sperma yang tinggi karena sangat
menentukan keberhasilan pada proses fertilisasi. Sperma unprogresif dan sperma yang
tidak bergerak tidak dapat mencapai sel telur namun persentasinya sangat tinggi. Sehingga
kemampuan motilitas progresif salah satu penentu jumlah individu pada setiap spesies.
Menurut (Yulnawati, & Setiadi 2005), penurunan motilitas progresif maupun keutuhan
membran plasma diduga akibat banyaknya spermatozoa yang mati dan menjadi toksik
terhadap spermatozoa lain yang masih hidup, sehingga secara umum kualitasnya menjadi
menurun. Selain itu, berdasarkan analisis fisiologis dari sperma, meskipun terdapat
persamaan struktur dan morfologi, pada tiap sperma akan memiliki perbedaan ukuran
masing-masing atau disebut dengan morfometrik. Hal tersebut berakibat kepada
kemampuan fertilisasi pada tiap hewan, contohnya pada sperma kelinci yang memiliki
ukuran kepala sperma yang lebih kecil menunjukkan fertilitas yang lebih rendah. Akan
tetapi hal morfometrik tidak dapat menjadi acuan terhadap keberhasilan fertilitas karena
selian bentuk morofologi, motilitas serta morfometrik dari sperma, serta abnormalitas,
fertilisasi juga ditentukan oleh kesesuaian sel telur untuk dapat menerima sperma.

VI. KESIMPULAN
Tingkat keberhasilan fertilisasi dapat disebabkan oleh beberapa factor diantaranya ialah
bentuk morfologi dari sperma yang berbeda-beda pada tiap kelompok hewan. Hal tersebut
disebabkan karena adanya perbedaan mekanisme fertilisasi yaitu fertilisasi internal dan
fertilisasi eksternal. Selain itu, factor penting yang mempengaruhi fertilisasi ialah motilitas
sperma, dimana pergerakan progresif pada sperma akan menyebabkan sperma dapat
bergerak lurus dan menembus ovum sehingga terjadi fertilisasi. Kemudian pada beberapa
spesies, morfometrik sperma dapat menyebabkan perbedaan tingkat fertilisasi misalnya
pada sperma kelinci dengan kepala yang lebih kecil mengakibatkan tingkat keberhasilan
fertilisasi lebih rendah. Akan tetapi hal morfometrik tidak dapat menjadi acuan terhadap
keberhasilan fertilitas karena selian bentuk morofologi, motilitas serta morfometrik dari
sperma, serta abnormalitas, fertilisasi juga ditentukan oleh kesesuaian sel telur untuk dapat
menerima sperma.
DAFTAR PUSTAKA

Akmal, Y., &. Mahfud. 2013. “Spermatogenesis Dan Histologi Testis Trenggiling Jantan
(Manis Javanica).” Semdi Unaya 3(1):563–75.
Bedford, J. M. 2004. “Enigmas of Mammalian Gamete Form and Function.” Biol Rev 79:429–
60.
Chia, F. S., Atwood, D., Crawford, B. 1975. “Comparative Morphology of Echinoderm Sperm
and Possible Phylogenetic Implication.” Integrative and Comparative Biology 15(3):533–
65.
Christijanti, W., & Marianti, A. 2013. “Aktivitas Spermatoprotective Ekstrak Daun Jambu Biji
(Psidium Guajava) Pada Jumlah Spermatozoa Tikus Putih Terinduksi Kadmium.” Jurnal
MIPA 36(2):107–11.
Horta, Fabrizzio, Peter D. Temple-smith, and Aravind Ravichandran. 2018. “Sperm :
Comparative Vertebrate Author ’ s Personal Copy.” Encyclopedia of Reproduction
(July):210–220.
Husni, M. 2017. “Hubungan Antara Motilitas Dan Pola Pergerakan Spermatozoa Semen Segar
Sapi Bali Jantan.”
Mari, Isabelle Pereira, Adriana Aparecida Sinópolis Gigliolli, Satiko Nanya, and Ana Luiza de
Brito Portela-Castro. 2018. “Histological and Electron Microscopy Observations on the
Testis and Spermatogenesis of the Butterfly Dione Juno (Cramer, 1779) and Agraulis
Vanillae (Linnaeus, 1758) (Lepidoptera: Nymphalidae).” Micron 109:11–21.
Nugroho, R. A. 2015. Reproduksi Perkembangan Hewan (1st Ed.). Cahaya Atma Pusaka.
Scheltinga, D. M., Wilkinson, M., Jamieson, B. G., & Oommen, O. V. 2003. “Ultrastructure
of the Mature Spermatozoa of Caecilians (Amphibia: Gymnophiona).” J Morphol
258(2):179–92.
Susilawati, T. 2011. Spermatologi. UB Press.
Visco, V., Raffa, S., Elia, J., Delfino, M., Imbrogno, N., Torrisi, M. R., & Mazzilli, F. 2010.
“Morphological Sperm Defects Analyzed by Light Microscopy and Transmission
Electron Microscopy and Their Correlation with Sperm Motility: Original Article:
Clinical Investigation.” International Journal of Urology 17(3):259–66.
Yendraliza. 2013. “Pengaruh Nutrisi Dalam Pengelolaan Reproduksi Ternak (Studi Literatur).”
Kutubkhanah 16(1).
Yulnawati, & Setiadi, M. A. 2005. “Motilitas Dan Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa
Epididimis Kucing Selama Penyimpanan Pada Suhu 4 ° C Metode Penelitian.” Journal
Universitas Airlangga 21(3):100–104.

Anda mungkin juga menyukai