Anda di halaman 1dari 25

1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya yang telah memberikan kemudahan dan kekuatan sehingga dapat
menyelesaikan buku monograf ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya hingga
akhir zaman. Aamin.

Seperti kita ketahui infeksi akibat Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-
2 (SARS-CoV-2) mulai mewabah pada Desember 2019 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei,
China. Penyakit akibat infeksi SARS-CoV-2 ini kemudian dikenal dengan nama Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) yang pada awal 2020 mulai menyebar ke beberapa
negara dan akhirnya meluas sampai ke seluruh negara di dunia. Pada tanggal 11 Maret
2020, WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemic global. Maka dari itu penulis
menyusun buku monograf ini dengan judul “Struktur, Fungsi dan Peran Protein Spike
pada SARS-CoV-2” sebagai tugas dari mata kuliah Fisiologi Mikroba.

Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Hj. Yani Suryani, S.Pd, M.Si.
Selaku dosen pada mata kuliah Fisiologi Mikroba atas kontibusinya dalam penyusunan
buku monograf ini sehingga dapat terselesaikan.

Akhir kata, penulis berharap semoga buku ini bermanfaat bagi penulis khususnya,
dan umumnya bagi pembaca. Aamiin.

Batam, 07 September 2021

Fezaa Ashelia Zakia A

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................iii
DAFTAR GAMBAR............................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................6
BAB II PROTEIN SPIKE................................................8
2.1 Struktur Protein Spike............................................................................8
2.1.1 Struktur subunit S1..............................................................................10
2.1.2 Struktur subunit S2..............................................................................11
2.2 Fungsi Protein Spike.............................................................................13
2.3.1 Pengikatan Reseptor............................................................................13
2.3.2 Fusi Virus.............................................................................................14
2.3 Mekanisme Masuknya Virus Corona pada Manusia........................15
BAB III TERAPI OBAT..................................................18
3.1 Potensial Obat untuk Protein Spike....................................................18
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN..........................23
4.1 Kesimpulan............................................................................................23
4.2 Saran.......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................24

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1. Skema Protein Spike SARS-CoV-2. a. Struktur Spike protein; b. Spike
protein berikatan dengan reseptor ACE2; c. Pengikatan dan proses fusi sel virus yang
dimediasi oleh Spike protein; d. Siklus hidup SARS-CoV-2 di dalam sel inang. 9
Gambar II.2 Struktur dari Spike protein pada SARS-CoV-2. a. Spike protein
digambarkan secara skematis; b-c. RBP pada protein Spike ketika status menutup dan
membuka; d. Spike protein berikatan dengan ACE2 dengan RBD yang membuka di
subunit S1; e. Struktur enak heliks yang dibentuk oleh HR1 dan HR2 dari subunit S2. 10
Gambar II.4. Jalur metabolisme angiotensin menjadi Angiotensin II dan Angiotensin (1-
7) yang melibatkan ACE dan ACE2. 16
Gambar II.5. Ikatan virus SARS-CoV dengan reseptor ACE2 di permukaan sel menjadi
jalan masuk virus ke dalam sel. 17
Gambar III.1. Obat potensial yang menargetkan protein spike SARS-CoV-2. a
Potensi mAbs menargetkan berbagai epitop protein spike. b Ringkasan inhibitor SARS-
CoV-2 saat ini 18

DAFTAR ISTILAH

Istilah Arti / Maksud

Metagenomik Suatu teknik yang secara khusus ditujukan untuk


mengumpulkan gen-gen secara langsung dari
suatu lingkungan, diikuti dengan menganalisis
informasi genetika yang terkandung di
dalamnya.

Trimer Polimer yang terdiri dari tiga unit monomer

Spike Protein / Protein Letak pengikatan reseptor pada virus untuk


S memediasi perlekatan virus ke reseptor sel
inangnya

RBM (Receptor- Komponen RBD yang membuat kontak langsung


Binding Motif) dengan ACE2

ACE2 (Angiotensin Enzim yang menempel pada permukaan luar

4
converting enzyme 2) (membran) sel-sel di beberapa organ, seperti
paru-paru, arteri, jantung, ginjal, dan usus

Epitop Bagian dari antigen yang secara langsung


berikatan dengan molekul reseptor (seperti
antibodi)

Viracept Inhibitor fusi molekul kecil pertama yang


dijelaskan.

Camostat mesilate Inhibitor protease serin TMPRSS2 yang efektif.

Vaksin Bahan antigenik yang digunakan untuk


menghasilkan kekebalan terhadap suatu penyakit
yang didapatkan dengan cara melemahkan
mikroba dari toksinnya

Genom Keseluruhan informasi genetik yang dimiliki


suatu sel atau organisme, atau khususnya
keseluruhan asam nukleat yang memuat
informasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN

Coronavirus termasuk famili Coronaviridae dalam urutan Nidovirales.


Corona memiliki paku seperti mahkota di permukaan luar virus; sehingga dinamai
sebagai coronavirus. Hal ini dikarenakan corona berasal dari bahasa Latin, yaitu
“corona” yang mempunyai arti mahkota. Coronavirus berukuran kecil
(berdiameter 65-125 nm) dan mengandung RNA untai tunggal sebagai bahan
nukleat, ukurannya berkisar antara 26 hingga 32kb. Subdivisi dari Famili
coronavirus yaitu alfa (α), beta (β), gamma (γ) dan delta (δ) coronavirus.

Coronavirus Diseases-19 (COVID-19) yang disebabkan oleh infeksi severe

5
acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) muncul pertama kali di
Wuhan Cina pada akhir tahun 2019. Penyebaran global yang cepat disertai gejala
klinis yang berat membuat World Health Organisation menetapkan status
pandemi COVID-19 pada 11 Maret 2020 hingga saat ini. Kasus positif SARS-
CoV-2 pada pertengahan Mei 2020 dilaporkan telah mencapai lebih dari 4 juta
orang dari 215 negara, dengan angka kematian 6.8% (https://www.who.int).

SARS-CoV-2 adalah virus RNA beruntai tunggal [5]. Berdasarkan


pendekatan sekuensing lebih lanjut, dengan metagenomic berbasis RNA telah
dikarakterisasi, seluruh genom SARS-CoV-2 memiliki panjang 29.881 bp dan
mengkodekan 9860 asam amino [6]. Fragmen gen dapat mengekspresikan protein
structural dan protein nonstruktural. Diantaranya gen S, E, M dan N mengkode
protein structural, sedangkan protein non-struktural yaitu 3-chymotrypsin-like
protease, papain-like protease, dan RNA-dependent RNA polymerase, dikodekan
oleh ORF region [7].

Sebagian besar protein S yang terglikosilasi akan menutupi permukaan


SARS-CoV-2 dan mengikat reseptor inang sel angiotensin-converting enzyme 2
(ACE2) untuk kemudian membuka jalan masuk SARS-CoV-2 ke dalam sel inang
[8]. Dimana Ketika protein spike berikatan dengan reseptor yaotu TM protease
serine 2 yang terletak di membrane sel inang, maka akan mendorong masuknya
virus ke dalam sel dengan mengaktifkan protein spike. Kemudian setelah virus
memasuki sel, RNA virus dilepaskan lalu polyprotein akan ditranslate dari genom
RNA dan replikasi serta transkripsi genom RNA virus terjadi melalui pembelahan
protein dan perakitan replikasi dan transkripsi yang kompleks. Setelah RNA virus
direplikasi dan terjadi sintesis protein structural, lalu disusun dan dikemas di
dalam sel inang, maka partikel virus kemudian dilepaskan [9].

Protein ini sangat penting untuk siklus hidup virus dan memberikan target
potensial untuk terapi obat. Misalnya, peptida berbasis ACE2, inhibitor 3CLpro
(3CLpro-1), dan inhibitor protease vinilsulfon yang telah dibuktikan secara
eksperimental efektif melawan SARS-CoV-2 [10]. Spike Protein pada SARS-
CoV-2 merupakan spike protein yang paling terkonservasi di antara semua

6
coronavirus manusia (HCoVs) dan terlibat dalam pengenalan reseptor, perlekatan
virus, dan akan masuk ke sel inang. Karena fungsinya yang sangat diperlukan, ini
merupakan salah satu target terpenting untuk vaksin COVID-19 dan penelitian
terapeutik. Pada ulasan ini, penulis merangkum kemajuan dalam penelitian protein
spike SARS-CoV-2 dan penargetan terapeutiknya.

BAB II PROTEIN SPIKE

2.1 Struktur Protein Spike

Dengan ukuran 180-200 kDa, protein S terdiri dari N-terminus ekstraseluler,


domain transmembran (TM) berlabuh di membran virus, dan terminal-C
intraseluler pendek segmen [11]. S biasanya berada dalam konformasi prefusi
metastabil, dimana ketika virus kontak dengan sel inang, Protein S akan
mengalami perubahan struktural signifikan yang memungkinkan virus untuk
menyatu dengan membran sel inang. Spike dilapisi dengan molekul polisakarida
yang berguna sebagai penyamaran untuk menghindari deteksi oleh system imun
inang saat masuk ke dalam sel inang [12].

SARS-CoV-2 S memiliki panjang total 1273 aa dan terdiri dari peptida


sinyal (asam amino 1-13) yang terletak di N-terminus, subunit S1 (14-685 residu),

7
dan subunit S2 (686 –1273 residu) dimana region dua wilayah terakhir tersebut
bertanggung jawab untuk pengikatan reseptor dan fusi membrane. Pada subunit
S1 terdapat domain N-terminal (14-305 residu) dan domain pengikat reseptor
(RBD, 319-541 residu) di subunit S1; fusion peptide (FP) (788–806 residu),
heptapeptide repeat sequence 1 (HR1) (912–984 residu), HR2 (1163–1213
residu), domain TM (1213–1237 residu), dan domain sitoplasma (1237– 1273
residu).

Gambar II.1. Skema Protein Spike SARS-CoV-2. a. Struktur Spike protein; b. Spike
protein berikatan dengan reseptor ACE2; c. Pengikatan dan proses fusi sel virus yang
dimediasi oleh Spike protein; d. Siklus hidup SARS-CoV-2 di dalam sel inang.

8
Trimer Protein Spike tampak membentuk lingkaran bulat seperti mahkota di
sekitar partikel virus (Gbr. 1a). Area kepala dan tangkai bulat dibentuk oleh
subunit S1 dan S2 berdasarkan struktur monomer protein S coronavirus [14].
Mikroskop cryo-elektron digunakan untuk menetapkan struktur atom protein S
trimerik SARS-CoV-2 dimana hasil pengamatan menunjukkan konformasi yang
berbeda dari domain S RBD dalam keadaan terbuka dan tertutup dan fungsi
terkaitnya (Gbr. 2b, c) [15, 16].

Pada keadaan alami, protein spike pada coronavirus berupa precursor yang
tidak aktif, namun selama infeksi virus protease sel target mengaktifkan protein
spike dengan memecahnya menjadi subnit S1 dan S2 [17] yang kemudian
diperlukan untuk mengaktifkan domain fusi membrane steleh virus masuk ke sel
target [18]. Serupa dengan coronavirus lainnya, protein spike pada SARS-CoV-2
dipecah menjadi subunit S1 dan S2 oleh protease seluler dan protease serin
TMPRSS2 yang digunakan sebagai protein primer.

9
Gambar II.2 Struktur dari Spike protein pada SARS-CoV-2. a. Spike protein
digambarkan secara skematis; b-c. RBP pada protein Spike ketika status menutup
dan membuka; d. Spike protein berikatan dengan ACE2 dengan RBD yang
membuka di subunit S1; e. Struktur enak heliks yang dibentuk oleh HR1 dan HR2
dari subunit S2.

2.1.1 Struktur subunit S1

Infeksi virus dimulai dengan pengikatan partikel virus ke reseptor sel pada
permukaan sel inang; karenanya, pengenalan reseptor merupakan penentu penting
dari masuknya virus dan target desain terapeutik.

RBD di subunit S1 berinteraksi dengan reseptor sel ACE2 di wilayah


aminopeptidase N. NTD dan CTD ditemukan di wilayah S1, dan detail atom pada
antarmuka pengikatan menunjukkan perubahan residu penting pada SARS-CoV-
2-CTD. Selanjutnya, antarmuka pengikatan CTD SARS-CoV-2 S memiliki lebih
banyak residu yang secara langsung terlibat dengan reseptor ACE2 daripada
antarmuka pengikatan SARS-RBD, dan CTD SARS-CoV-2 S dalam kombinasi
dengan ACE2 mengubur area permukaan yang lebih besar daripada SARS S
RBD. Mutasi residu kunci memiliki fungsi penting dalam meningkatkan interaksi
dengan ACE2. F486 di SARS-CoV-2, bukan I472 di SARS RBD, menciptakan
kontak aromatik-aromatik yang kuat dengan ACE2 Y83, dan E484 di SARS-
CoV-2-CTD, daripada P470 di SARS RBD, menghasilkan interaksi ionik dengan
K31, menghasilkan dalam afinitas yang lebih besar untuk mengikat reseptor dari
SARS-CoV RBD (Gbr. 2d) [15, 16, 20, 21].

Wilayah RBD adalah target signifikan untuk antibodi penetralisir (nAbs),


dan urutan RBD SARS-CoV-2 dan SARS-CoV adalah identik 73%–76%. Dalam
CoV RBD, sembilan residu yang berhubungan dengan ACE2 dipertahankan
sepenuhnya, sedangkan empat hanya sebagian bersifat konservatif. RBM
(receptor-binding motif merupakan komponen RBD yang membuat kontak
langsung dengan ACE2) dari SARS-CoV dan SARS-CoV-2 menunjukkan bahwa
sebagian besar residu yang diperlukan untuk pengikatan ACE2 dalam protein
spike SARS-CoV dipertahankan dalam protein spike SARS-CoV-2. Namun,

10
penelitian lain menunjukkan bahwa antibodi monoklonal murine (mAbs) dan
antibodi poliklonal (antibodi poliklonal) terhadap SARS-RBD tidak dapat
berikatan dengan protein spike SARS-CoV-2, dimana menunjukkan perbedaan
antigenik antara SARS-CoV dan SARS-CoV-2 [20]. Demikian pula, antibodi
spesifik RBD SARS-CoV gagal mencegah infeksi yang disebabkan oleh protein
spike dari SL-CoV-SHC014 [22], hal tersebut menunjukkan bahwa S1 RBD
diperkirakan bukan target terapi yang tepat karena sifatnya yang luas dan tidak
konservatif.

2.1.2 Struktur subunit S2

Subunit S2 terdiri dari domain FP, HR1, HR2, TM, dan fusi domain
sitoplasma (CT) yang bertanggung jawab atas fusi dan pintu masuk virus.

FP adalah bagian singkat dari 15-20 asam amino yang bersifat konservatif
dari famili virus, terutama terdiri dari residu hidrofobik seperti glisin (G) atau
alanin (A) yang melekat pada membran target ketika protein spike memasuki
konformasi prehairpin. Studi sebelumnya telah mengungkapkan bahwa FP
memainkan peran penting dalam memediasi fusi membran dengan memecah dan
menghubungkan bilayers lipid membran sel inang [23].

HR1 dan HR2 terdiri dari heptapeptide yang berulang: HPPHCPC, di mana H
adalah residu hidrofobik atau konvensional besar, P adalah residu polar atau
hidrofilik, dan C adalah residu bermuatan lain [24]. HR1 dan HR2 membentuk
bundel enam heliks (6-HB) (Gbr. 2e), yang diperlukan untuk fusi virus subunit S2
dan fungsi masuk [13]. HR1 ditemukan di C-terminus dari FP hidrofobik,
sedangkan HR2 ditemukan di N-terminus domain TM [25]. Protein spike
ditambatkan ke membran virus oleh domain TM hilir, dan subunit S2 berakhir di
ekor CT [14].

RBD berikatan dengan ACE2, dan S2 mengubah konformasi dengan


memasukkan FP ke dalam membran sel target, memperlihatkan coiledcoil
prehairpin dari domain HR1 dan mengaktifkan interaksi antara domain HR2 dan
trimer HR1 untuk membentuk 6-HB, membawa amplop virus dan membran sel ke

11
dalam dekat untuk fusi virus dan masuknya [26]. HR1 membentuk rakitan
homotrimerik dengan tiga alur hidrofobik yang sangat terkonservasi di permukaan
yang mengikat HR2. Untuk berinteraksi dengan domain HR1, domain HR2
membentuk heliks keras dan loop fleksibel. Ada banyak kontak kuat antara
domain HR1 dan HR2 di dalam area heliks yang disebut "wilayah inti fusi"
(masing-masing wilayah HR1core dan HR2core) dalam konformasi jepit rambut
postfusion dari CoVs.

Pengulangan heptad (HR) telah memicu minat paling besar dalam


pengembangan obat obat. Protein S adalah protein target penting untuk
pengembangan obat-obatan tertentu, tetapi domain S1 RBD terletak di area yang
sangat mudah berubah dan bukan lokasi target yang cocok untuk pembuatan
inhibitor antivirus spektrum luas [27]. Wilayah HR subunit S2, di sisi lain,
memainkan peran penting dalam infeksi HCoV dan dilestarikan di antara HCoVs,
seperti cara interaksi antara HR1 dan HR2 [28]. Pada tahun 2017, peptida sintetik
yang dihasilkan dari daerah batang protein amplop ZIKV terbukti ampuh
menekan infeksi oleh ZIKV dan flavivirus lainnya secara in vitro [29],
menunjukkan bahwa peptida yang dihasilkan dari area protein virus yang
dilestarikan memiliki kemanjuran antivirus. Peptida yang dihasilkan dari wilayah
HR2 dari protein fusi virus kelas I yang diselimuti secara kompetitif mengikat
HR1 virus dan secara efisien menekan infeksi virus [22]. Akibatnya, HR1 adalah
target yang layak untuk pengembangan inhibitor fusi SARS-CoV-2.

2.2 Fungsi Protein Spike

Protein Spike pada permukaan virus merupakan komponen penting dalam


infeksi. Ini adalah glikoprotein TM kelas I trimerik yang bertanggung jawab untuk
masuknya virus dan ditemukan di semua HCoV serta virus lain seperti HIV (HIV
glikoprotein 160, Env), virus influenza (influenza hemagglutinin, HA),
paramyxovirus (paramyxovirus F), dan glikoprotein virus Ebola [30]. Protein
SARS-S CoV-2, seperti virus corona lainnya, memfasilitasi identifikasi reseptor,
perlekatan sel, dan fusi selama infeksi virus [16, 20, 21, 31-33].

12
Unit dasar di mana protein spike berinteraksi dengan reseptor adalah trimer
protein spike yang terletak di permukaan amplop virus [16, 33]. RBD ditemukan
di domain S1 dan bertanggung jawab untuk pengikatan virus ke reseptor,
sementara domain HR, yang terdiri dari HR1 dan HR2, ditemukan di domain S2
dan sangat terkait dengan fusi virus [34].

2.3.1 Pengikatan Reseptor

Seperti yang dinyatakan sebelumnya, protein SARS-CoV-2 S berinteraksi


dengan sel inang melalui penargetan reseptor ACE2 [33]. ACE2 adalah homolog
ACE yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin 1-9 [35]. ACE2 paling
banyak ditemukan di paru-paru, usus, jantung, dan ginjal, dengan sel epitel
alveolus tipe II yang paling banyak [36]. Komponen S1 dari protein SARS-CoV S
berinteraksi dengan ACE2 untuk meningkatkan pembentukan endosom, yang
menghasilkan aktivitas fusi virus pada pH rendah (Gbr. 1a, b) [37].

Protein spike berinteraksi dengan ACE2 melalui regio RBD dari subunit S1,
menghasilkan perlekatan trimer virus ke sel inang [15]. SARS-CoV-2 S mengikat
ACE2 manusia dengan konstanta disosiasi (KD) 14,7 nM, sedangkan protein
spike pada SARS-CoV memiliki KD 325,8 nM [15], yang menunjukkan bahwa
protein spike SARS-CoV-2 lebih rentan terhadap ACE2. Para peneliti
menemukan perbedaan 24% dalam spike antara SARS-CoV-2 dan SARS-CoV
dengan penemuan protein SARS-CoV2, sedangkan RBD memiliki perbedaan
23% [39].

2.3.2 Fusi Virus

Fusi atau penggabungan membran virus dengan membran sel inang


menghasilkan pelepasan genom virus ke dalam sel inang. Fusi disebabkan oleh
pembelahan subunit SARS-CoV-2 S1 dan S2. Protease host membagi protein
spike menjadi dua bagian, subunit S1 dan subunit S2, dan subunit ada dalam
keadaan nonkovalen sampai terjadi fusi virus [40]. Para peneliti menemukan
bahwa situs pembelahan furin yang unik ditemukan di situs pembelahan SARS-
CoV-2 tetapi tidak pada CoV serupa SARS lainnya [41, 42]. Mutasi di situs

13
pembelahan SARS-CoV-2 atau CoV mirip SARS telah mengungkapkan bahwa
protein spike dari SARS-CoV-2 bertahan dalam keadaan tidak terpotong,
sedangkan yang lain sebagian besar terbelah.

Protein spike SARS-CoV-2 memiliki banyak situs pembelahan furin dan


meningkatkan kemungkinan terjadinya pembelahan oleh protease mirip furin
sehingga dapat meningkatkan infektivitasnya [43, 44]. Domain pembelahan
seperti furin juga terlihat pada virus influenza yang sangat patogen dan telah
dikaitkan dengan virulensi, seperti yang terlihat pada epidemi flu burung 1997 di
Hong Kong [45, 46]. Selanjutnya, protease sel inang seperti TMPRSS2 diperlukan
untuk priming protein S dan telah terbukti diaktifkan selama masuknya virus
SARS-CoV dan influenza A [18, 47, 48]. Protease sel inang lain yang telah
terbukti dapat membelah protein spike virus adalah tripsin [49]. Secara singkat
dapat dijelaskan bahwa protein spike dari SARS-CoV-2 identik dengan SARS-
CoV kemudian protease sel inang berfungsi untuk pembelahan protein spike pada
SARS-CoV-2 dan SARS-CoV. Adanya situs pembelahan furin tertentu pada
protein spike SARS-CoV-2 diperkirakan menjadi salah satu alasan bahwa SARS-
CoV-2 lebih menular daripada SARS-CoV.

Penyusunan 6-HB diperlukan untuk berlangsungnya proses penggabungan


atau fusi virus. Selain itu FP di N-terminus SARS-CoV-2, serta dua domain HR
pada S2 juga diperlukan untuk fusi virus [50]. FP SARS-CoV-2 terpapar setelah
protein spike dibelah yang kemudian memicu fusi virus. Protein fusi mengalami
pergeseran konformasi dan kemudian disisipkan ke dalam membran sel inang di
bawah pengaruh beberapa ligan tertentu (Gbr. 1c) [51].

Sebagai contoh, ligan untuk virus influenza A adalah H+, sedangkan ligan
untuk HIV adalah koreseptor seperti CCR5 atau CXCR4 [14]. Jarak antara
membran virus dan membran sel inang berkurang, dan domain HR1 protein spike
dekat dengan membran sel inang, sedangkan domain HR2 lebih dekat ke
membran virus. Kemudian, HR2 melipat kembali ke HR1, dua domain HR
membentuk struktur enam heliks dalam format antiparalel dari inti fusi, membran

14
virus ditarik ke arah membran sel inang dan terikat erat padanya kemudian kedua
membran menyatu [52].

2.3 Mekanisme Masuknya Virus Corona pada Manusia

Berdasarkan kemiripan dengan virus corona sebelumnya yaitu SARS-CoV


yang menyebabkan penyakit SARS pada tahun 2002-2003 yang lalu, diperkirakan
bahwa virus ini memasuki sel yang diinfeksinya melalui suatu reseptor di
permukaan sel yang disebut Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2).

Angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) adalah enzim yang menempel


pada permukaan luar (membran) sel-sel di beberapa organ, seperti paru-paru,
arteri, jantung, ginjal, dan usus. ACE2 bekerja mengkatalisis perubahan
angiotensin II (suatu vasokonstriktor peptida) menjadi angiotensin 1-7 (suatu
vasodilator). ACE2 melawan aktivitas enzim angiotensin converting enzyme
(ACE) dengan mengurangi jumlah angiotensin-II dan meningkatkan Angiotensin
(1-7)[19]. Angiotensin (1-7) bekerja pada reseptornya dan memberikan efek
vasodilatasi. Dengan demikian, enzim ACE dan ACE2 bekerja secara berlawanan
dalam pengaturan tekanan darah.

Gambar II.3. Jalur metabolisme angiotensin menjadi Angiotensin II dan


Angiotensin (1-7) yang melibatkan ACE dan ACE2.

ACE2 merupakan suatu protein membran tipe I yang menembus membrane


sebanyak sekali (single transmembrane), dengan bagian yang aktif secara

15
enzimatik berada pada permukaan sel di paru-paru dan jaringan lain. Bagian
ekstrasel ACE2 dapat dipotong dari bagian trans-membrannya oleh enzim lain
yang dikenal dengan nama sheddase, membentuk protein yang larut dan akan
masuk ke pembuluh darah untuk kemudian diekskresikan melalui urin [20]

Dari kejadian epidemi SARS pada tahun 2002-2003, para peneliti telah
menemukan bahwa virus SARS-CoV dapat masuk ke dalam sel inangnya dengan
berikatan dengan ACE2 sebagai reseptornya[21]. Protein spike virus SARS-CoV
memiliki afinitas ikatan yang kuat dengan ACE2 manusia berdasarkan studi
interaksi biokimia dan analisis struktur kristal[22]. Ikatan dengan reseptor ACE2
inilah yang akan membantu virus SARS-CoV masuk ke dalam sel inangnya.

Jika dibandingkan, ternyata protein spike SARS-CoV2 (atau virus Covid-


19) memiliki 76,5% kesamaan sekuen asam amino dengan SARS-CoV[23], dan
protein spike mereka benar-benar homolog. Hal ini artinya kedua coronavirus ini
memiliki cara yang sama untuk menginfeksi sel inangnya. Yang lebih menarik
adalah penemuan bahwa nampaknya virus SARS-CoV-2 dapat mengenali reseptor
ACE2 manusia secara lebih efisien dari pada SARS-CoV, yang menyebabkan
lebih tingginya kemampuan SARS-CoV2 untuk menular dari manusia ke
manusia[24]. Hal ini dibuktikan dengan sangat mudahnya virus Covid-19 ini
menyebar ke seluruh dunia sampai menyebabkan pandemik dibandingkan SARS-
CoV. Adapun adanya ekspresi ACE2 yang berlebihan pada manusia akan
meningkatkan keparahan dari penyakit infeksi Covid-19[25].

16
Gambar II.4. Ikatan virus SARS-CoV dengan reseptor ACE2 di permukaan sel
menjadi jalan masuk virus ke dalam sel.

Kemudian dilaporkan juga bahwa Spike Glikoprotein dari Wuhan


coronavirus telah dimodifikasi melalui rekombinasi homolog. Spike Glikoprotein
pada SARS-CoV-2 adalah campuran dari SARS-CoV dan Beta-CoV yang tidak
diketahui. Dalam sebuah penelitian fluoresens, dipastikan bahwa SARS-CoV-2
juga menggunakan reseptor sel dan mekanisme sel ACE2 yang sama untuk masuk
ke sel inang yang sebelumnya digunakan oleh SARS-CoV[26]. Mutasi N501T
tunggal dalam protein Spike SARS-CoV-2 mungkin terjadi secara signifikan dan
meningkatkan afinitas pengikatannya untuk ACE2.

BAB III TERAPI OBAT

3.1 Potensial Obat untuk Protein Spike

Peran mendasar dari protein spike pada proses infeksi virus menunjukkan
bahwa hal tersebut dapat menjadi target potensial untuk pengembangan vaksin,
terapi penghambat antibodi, dan inhibitor kimiawi. Karena SARS-CoV dan
MERS-CoV memiliki kemiripan tinggi, kemungkinan nAbs dan inhibitor untuk
SARS-CoV-2 S disertakan di bawah ini (Gbr. 3).

17
Gambar III.5. Obat potensial yang menargetkan protein spike SARS-CoV-2. a
Potensi mAbs menargetkan berbagai epitop protein spike. b Ringkasan inhibitor SARS-
CoV-2 saat ini

3.1.1 Antibodi berdasarkan protein spike SARS-CoV-2


Protein spike merupakan komponen antigen utama diantara semua protein
struktural SARS-CoV-2. Tidak seperti protein fungsional lain dari SARS-CoV-2,
protein spike bertanggung jawab untuk menginduksi respon imun inang sementara
nAbs berperan untuk menargetkan protein spike dapat menginduksi kekebalan
protektif terhadap infeksi virus. nAbs SARS-CoV-2 terdiri dari mAbs, fragmen
pengikatan antigen, fragmen wilayah variabel rantai tunggal, dan antibodi domain
tunggal (Nbs) yang menargetkan bagian S1 RBD, S1-NTD, atau S2 untuk

18
menghambat fusi yang dimediasi S2, mirip dengan SARS -CoV dan MERS-CoV
[53, 54]. Di sisi lain, beberapa jenis vaksin SARS-CoV-2 sedang dikembangkan,
termasuk formulasi berbasis RNA/DNA, epitop virus rekombinan, vektor berbasis
adenovirus, dan vaksin inaktif murni virus [55].

Urutan dan kesamaan struktural yang mencolok antara protein spike pada
SARS-CoV-2 dan SARS-CoV menekankan hubungan erat antara kedua virus ini,
yang memberikan kemungkinan untuk mengobati COVID-19 dengan antibodi
yang menargetkan protein spike pada SARS-CoV [56]. SARS-CoV-2 berinteraksi
dengan hACE2 melalui domain terminal-C (SARS-CoV-2-CTD) dimana hal
tersebut menunjukkan bahwa afinitas pengikatan reseptor yang lebih besar
dibandingkan dengan SARS-CoV-2 RBD. RBD berpotensi untuk dikembangkan
sebagai vaksin subunit yang efisien dan aman terhadap SARS-CoV-2 karena
dapat menghasilkan respons nAb yang sangat kuat. Antibodi poliklonal SARS-
CoV S yang diperoleh dari tikus yang diimunisasi sepenuhnya menghambat invasi
SARS-CoV SMLV (virus leukemia murine), sedangkan tingkat invasi SARS-
CoV-2 S-MLV berkurang hingga ~ 10% [20]. Antibodi poliklonal anti-SARS S1
T62 menghambat masuknya protein spike pada SARS-CoV tetapi tidak
menghambat masuknya partikel pseudovirus protein spike SARS-CoV-2 [49].
Berdasarkan penelitian terbaru telah melaporkan hasil yang serupa dimana
menunjukkan bahwa tiga mAbs yang diarahkan pada SARS RBD, S230, m396,
dan 80R, tidak dapat mengikat RBD SARS-CoV-2 [16, 20, 21].

Di sisi lain, beberapa mAb telah menunjukkan hasil yang menjanjikan


dalam menetralkan SARS-CoV-2. CR3022, mAb manusia spesifik SARS-CoV,
berikatan kuat dengan SARS-CoV-2 (KD 6,3 nM, diukur dengan BLI dalam
OctetRED96) sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa CR3022 memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai kandidat terapi, baik digunakan tanpa
campuran maupun dikombinasikan dengan nAbs lainnya sebagai salah satu solusi
pencegahan dan pengobatan infeksi SARS-CoV-2 [57].

Infeksi SARS-CoV-2 dan SARS-CoV baru-baru ini dilaporkan dinetralisir


oleh mAb yang menargetkan S1 yang dihasilkan dari tikus transgenik yang

19
divaksinasi yang mengekspresikan rantai berat dan ringan variabel Ig manusia
melalui mekanisme yang tidak diketahui independen dari penghambatan interaksi
RBD-hACE2 [58] Baru-baru ini, banyak mAbs pemblokiran manusia (311mab
31B5, 311mab32D4, 47D11, n3130, n3088, S309, P2C-1F11, P2B-2F6, B38, H4)
telah berhasil dikloning dari sel B memori tunggal dari pasien COVID-19 yang
pulih [58– 63]. Agar berhasil menetralisir infeksi, mAb ini mengikat secara
eksklusif ke SARS-CoV-2 S. Selanjutnya, serum dari pasien SARS yang
menjalani rehabilitasi atau hewan yang divaksinasi secara khusus dengan SARS
CoV S1 dapat menetralkan silang SARS-CoV-2 dan mengurangi masuknya
SARS-CoV-2 yang dimediasi protein spike (Gbr. 3) [18].

3.1.2 Inhibitor Fusi


Protein SARS-CoV-2 S kurang stabil dibandingkan protein spike pada
SARS-CoV [42]. Beberapa urutan protein spike dari subgenus Sarbecovirus yang
telah dipetakan, menunjukkan bahwa wilayah fusi subunit S2 lebih terkonservasi
daripada subunit S1 dan bahwa subunit S1 lebih terpapar pada permukaan virus
[16]. Subunit SARS-CoV S2 memainkan peran kunci dalam memediasi fusi sel
virus dan integrasinya ke dalam sel inang, di mana HR1 dan HR2 berinteraksi
untuk membentuk 6 HB, sehingga memungkinkan virus untuk mengikat dan
menyatu dengan membran sel [28].

SARS-CoV-2 HR2 dan SARS-CoV HR2 memiliki urutan yang sama, sesuai
dengan urutannya. Akibatnya, SARS-CoV-2 HR2P (1168-1203 residu) dibuat
untuk mencegah fusi dan masuknya SARS-CoV-2 ke dalam sel target. Namun,
HR2P menghambat fusi yang dimediasi SARS-CoV-2 S dan replikasi pseudovirus
SARS-CoV-2, dengan nilai IC50 masing-masing 0,18 dan 0,98 M [13]. EK1
adalah inhibitor fusi pancoronavirus yang secara khusus menargetkan domain
HR1 dari HCoV S [22]. Struktur kristal sinar-X dari inti 6-HB dari domain HR1
dan HR2 dari subunit SARS-CoV-2 S2 telah diteliti, kemudian menunjukkan
bahwa banyak residu mutan di area HR1 mungkin terkait dengan peningkatan
interaksi di wilayah HR2 [64]. Selanjutnya EK1C4, lipopeptida yang berasal dari
EK1, dibuat dan diuji kemampuannya untuk memblokir fusi sel-sel yang

20
dimediasi protein spike dari SARS-CoV-2. EK1C4 mencegah masuknya
pseudovirus protein spike SARS-CoV-2, seperti yang diperkirakan, dengan IC50
15,8 nM, 149 kali lipat lebih efektif daripada peptida EK1 asli. Inhibitor fusi
lipopeptida berbasis urutan lainnya yaitu IPB02 dapat berpotensi menghambat
fusi sel-sel yang dimediasi protein spike SARS-CoV-2 dan infeksi pseudovirus
[65].

Selain inhibitor fusi peptida, anti-HIV protease inhibitor nelfinavir mesylate


(Viracept) dapat menghambat fusi sel yang dimediasi protein spike SARS-CoV-2
dan SARS-CoV. Selain inhibitor fusi peptida, Viracept adalah inhibitor fusi
molekul kecil pertama yang dijelaskan. Selain itu, nelfinavir dapat menghambat
fungsi TMPRSS2 dalam aktivasi protein spike [66]. Penemuan ini kemudian
membuka pintu untuk uji klinis terapi anti-SARS-CoV-2, terutama pada tahap
awal infeksi.

3.1.3 Inhibitor Protease yang Menargetkan Situs Pembelahan SARS-CoV-2


Masuknya SARS-CoV-2 membutuhkan pembelahan protein spike di situs
S1/S2 dan S2. Proteolisis oleh TMPRSS2 dan cathepsin B dan L sangat penting
dalam mempersiapkan protein spike SARS-CoV-2 untuk masuk. Camostat
mesilate adalah inhibitor protease serin TMPRSS2 yang efektif. Camostat
mesilate telah terbukti mencegah masuknya sel SARS-CoV-2 menggunakan studi
tentang mekanisme masuk sel SARS CoV dan SARS-CoV-2 [18, 67]. Terdapat
lima studi klinis yang sedang dilakukan untuk menilai efektivitas camostat
mesilate yang dilakukan oleh (ClinicalTrials.gov) dengan Identifier yaitu:
NCT04321096, NCT04353284, NCT04338906, NCT04355052, NCT04374019).
Selanjutnya, cathepsin dalam lisosom diperlukan untuk masuknya SARS-CoV
melalui endositosis. E-64d, inhibitor cathepsin L dapat mencegah infeksi SARS-
CoV dan SARS-CoV-2 PsV [68-70]. Penelitian dan uji coba lebih lanjut dengan
pasien COVID-19 akan dapat membantu menguji keefektifan terapi dari E-64d.

Phosphatidylinositol 3-phosphate 5-kinase (PIKfyve) adalah enzim utama


yang bertanggung jawab untuk sintesis PI(3,5)P2 pada endosom awal [71].
Apilimod dapat penghambat kuat PIKfyve35 selain itu dapat mengurangi

21
masuknya pseudovirus protein spike SARS-CoV ke dalam sel 293/hACE2 melalui
endosom awal dengan cara yang bergantung pada dosis [49]. YM201636 [72]
ialah inhibitor PIKfyve lainnya, menunjukkan dampak yang serupa pada sel
293/hACE2. Selain itu, efektor hilir utama PI (3,5)P2, subtipe saluran dua-pori 2
(TPC2) [73], diperlukan untuk masuknya SARS-CoV-2, dan tetrandrine (inhibitor
TPC2) dapat menghambat aktivitas pseudovirus protein spike SARS-CoV-2.

Sebagai anggota famili PC, furin (proprotein convertase (PC) subtilisin


kexin 3, PCSK3) dapat mengkatalisis hidrolisis substrat peptida dan protein pada
residu basa berpasangan [74]. Namun, protein spike pada SARS-CoV-2 memiliki
situs pembelahan furin (682-685 residu) di dekat perbatasan S1/S2, yang dapat
meningkatkan efisiensi transmisi SARS-CoV-2 [75]. Adanya situs pembelahan
seperti furin dalam protein spike pada SARS-CoV-2 diperkirakan memiliki
implikasi dari siklus hidup virus dan patogenisitasnya. Oleh karena itu, inhibitor
furin dapat digunakan sebagai pengobatan farmakologis untuk SARS-CoV-2 [41].
Hal tersebut sesuai dengan literatur yang telah dipatenkan sejak tahun 1994, yaitu
menjelaskan penggunaan furin atau inhibitornya dalam pengobatan penyakit, dan
beberapa inhibitor furin telah dilaporkan, diantaranya -1-PDX (antitrypsin
Portland) [76], hexa-D arginine (D6R) [77], inhibitor proteinase serpin 8 (PI8)
[78], dan inhibitor furin peptidomimetik [79].

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Protein spike pada SARS-CoV-2 S mengikat reseptor sel inang dan


menginduksi fusi membran sel virus yang berperan penting dalam proses invasi
virus. Selain itu, afinitas tinggi antara protein spike dan ACE2 meningkatkan
infektivitas SARS-CoV-2. Pada hewan mamalia termasuk trenggiling, hewan
peliharaan seperti anjing dan kucing serta anggota Cricetidae diperkirakan dapat
berperan untuk menentukan residu kunci pada asosiasi dengan protein spike dari

22
SARS-CoV dan SARS-CoV-2 [80]. Adanya kajian lebih lanjut mengenai struktur
dan fungsi protein spike pada SARS-CoV-2 akan memungkinkan informasi
tambahan tentang invasi dan patogenesis virus yang akan mendukung penemuan
terapi antivirus dan desain.

Informasi struktural juga akan membantu dalam menganalisis perubahan


protein spike SARS-CoV-2 dan mengidentifikasi apakah residu ini memiliki
paparan permukaan dan memetakan epitop antibodi protein spike yang diketahui
dari virus corona lain. Selain itu, adanya informasi structural dapat memastikan
bahwa protein penyusun bersifat homogen dan berpartisipasi dalam konformasi
prefusi, yang seharusnya mempertahankan epitop yang paling sensitif terhadap
netralisasi ketika digunakan sebagai vaksinasi potensial atau probe sel B untuk
mengidentifikasi penetralan mAb manusia. Selanjutnya, informasi tingkat atom
akan memungkinkan pembuatan dan pengujian senyawa kecil yang menghambat
fusi. Karena domain RBD SARS-CoV-2 dan SARS-CoV memiliki kesamaan
urutan asam amino sekitar 75%, maka adanya penelitian lebih lanjut akan
diperlukan untuk menentukan apakah salah satu dari Abs ini dapat menetralkan
virus corona yang baru muncul. Secara keseluruhan, interaksi antara protein spike
SARS-CoV-2 dan ACE2 harus dikaji lebih lanjut untuk membantu menjelaskan
mekanisme infeksi SARS-CoV-2. Demikian pula, penelitian pada ekspresi tinggi
protein spike atau domain pengikatan reseptornya sangat penting untuk
pengembangan vaksin.

Subunit S2 dari SARS-CoV-2 menunjukkan 88% urutan homologi dengan


subunit S2 pada SARS-CoV dan secara struktural terkonservasi. Oleh karena itu,
pengembangan antibodi yang menargetkan motif fungsional ini dapat mengikat
silang dan menetralisir kedua virus ini serta corona virus terkait. Peptida antivirus
mencegah fusi membran SARS-CoV-2 dan berpotensi digunakan untuk
pencegahan dan pengobatan infeksi. Perlu disebutkan bahwa EK1C4, yang
menargetkan domain HR1 yang sangat terkonservasi dari subunit S2, diharapkan
memiliki potensi terapeutik terhadap SARS-CoV-2. Lebih penting lagi, EK1C4
dapat digunakan sebagai obat tetes hidung, yang meningkatkan sifat obatnya,

23
EK1C4 memiliki penghalang genetik yang tinggi terhadap resistensi, dan tidak
mudah menyebabkan mutasi yang resistan terhadap obat. Di sisi lain, inhibitor
fusi peptida mungkin tidak digunakan secara luas secara klinis dan memiliki
bioavailabilitas yang rendah. Oleh karena itu, pengembangan inhibitor fusi
molekul kecil oral adalah arah utama

Kapasitas untuk menyesuaikan diri dengan stimulus eksternal adalah fitur


penting yang mempengaruhi penularan virus selama epidemi. Rekombinasi atau
mutasi pada gen RBD protein envelope protein spike dapat terjadi untuk
meningkatkan transmisi antara host yang berbeda dan menyebabkan tingkat
kematian yang lebih besar [81]. Mutasi aspartat (D) pada posisi 614 menjadi
glisin (G614) menghasilkan strain SARS-CoV-2 yang lebih patogen [82],
sehingga lebih sulit untuk mengembangkan antibodi atau vaksin yang
menargetkan lingkungan nonkonservatif. Untuk mengobati penyakit secara
efektif, digunakan kombinasi mAb yang mengenali epitop berbeda pada SARS-
CoV-2. Permukaan spike dapat digunakan untuk mengisolasi beberapa isolat,
termasuk mutan pelarian [83].

Sampai saat ini, belum ada Saat ini terapi atau profilaksis khusus yang
digunakan secara klinis untuk mengobati atau mencegah infeksi SARS-CoV-2.
Obat antivirus nonspesifik, seperti IFN-α (recombinant human IFN-α1b, IFNα2a),
remdesivir, chloroquine, favipiravir, dan lopinavir-ritonavir (Aluvia), telah
digunakan secara klinis untuk mengobati COVID-19 di Cina [84]. Namun
demikian, para ilmuwan NIAID-VRC sedang mengembangkan kandidat vaksin
yang mengekspresikan protein SARS-CoV-2 S dalam teknologi platform vaksin
mRNA. Uji klinis vaksin diharapkan dalam beberapa bulan mendatang. Penguatan
pemantauan protein SARS CoV-2 S yang berkelanjutan sangat penting untuk
pengembangan obat baru selanjutnya dan perlindungan terhadap COVID-19.

4.2 Saran

Larangan tegas untuk memanfaatkan hewan liar dan burung sebagai sumber
makanan diharapkan dapat diberlakukan. Selain pengembangan obat yang paling

24
efisien, strategi untuk mendiagnosis SARS-CoV-2 dengan cepat pada pasien yang
dicurigai juga diperlukan. Tanda dan gejala COVID-19 yang diinduksi SARS-
CoV-2 sedikit mirip dengan influenza dan alergi musiman (alergi serbuk sari).
Orang yang menderita influenza atau alergi musiman juga dapat menunjukkan
suhu tinggi yang dapat dideteksi oleh termo-scanner. Oleh karena itu, kit atau
meter diagnostik yang akurat dan cepat untuk mendeteksi SARS-CoV-2 pada
pasien yang dicurigai diperlukan, karena tes berbasis PCR tergolong memakan
biaya dan waktu yang besar. Tim dokter China yang berbeda harus segera dikirim
ke Eropa dan negara-negara lain, terutama Spanyol dan Italia untuk
mengendalikan penyebaran COVID-19, hal ini karena dokter Cina telah secara
efisien mengendalikan wabah di Cina dan membatasi tingkat kematian hingga
kurang dari 3%. Strategi terapi yang digunakan oleh orang Cina, juga harus diikuti
oleh negara lain. Selain itu dibutuhkan kesadaran yang tinggi dalam menjaga
kesehatan dan mengurangi aktivitas social yang melibatkan orang banyak. Hal ini
merupakan salah satu langkah yang paling mudah dilakukan oleh semua orang
utnuk mengurangi penyebaran dan memutuskan mata rantai penyebaran virus ini.
Diharapkan pemerintah dapat bertindak tegas dan warga juga dapat kooperatif
dengan himbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

25

Anda mungkin juga menyukai