Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIKUM

TAKSONOMI HEWAN VERTEBRATA


IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN KUNCI DETERMINASI KELAS
REPTILIA

OLEH :
LISA NOVITA (1310422044)
KELOMPOK : I D GENAP

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :


1. HAFFI INDRA FITRIADI (1310421016)
2. REVINA MONITA (1310421028)
3. NORA REZITA (1310421036)
4. WILDA SASRA YULITA (1310421056)

ASISTEN PENDAMPING :
1. MUHAMMAD ANUGRAH SAPUTRA
2. ROZA PUSPITA

LABORATORIUM TAKSONOMI HEWAN


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2015
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Reptilia (binatang melata) adalah sebuah kelompok hewan vertebrata yang
berdarah dingin dan memiliki sisik yang menutupi tubuhnya. Reptilia adalah
tetrapoda (hewan dengan empat tungkai) dan menelurkan telur yang embrionya
diselubungi oleh membran amniotik ( Benton, Michael J. 2004 ).
Reptilia merupakan salah satu hewan kelas vertebrata dalam kelompok
hewan yang melata. Seluruh hidupnya sudah menyesuaikan diri dengan kehidupan
darat, tidak membutuhkan air lagi untuk pertumbuhan embrionya karena tidak
memiliki tingkat larva. Kulit diselaputi sisik keras atau kepingan dari bahan
tanduk. Pada yang bertubuh besar dibawah sisik ada kepingan tulang, untuk
memperkuat daya perlindungan dilengkapi dengan eksoskelet, ekor panjang, jari-
jari bercakar, poikiloterm, bernafas dengan paru-paru saja, pembuahan di dalam
tubuh dan ovipar. Kromatofora pada beberapa jenis dapat mengembang dan
menguncup sehingga warna kulit berubah sesuai dengan keadaan lingkungan
didekatnya. Kulit tidak memiliki lendir, anggota berjari lima dan beberapa jenis
anggota hilang, memiliki kloaka, kemih dan beberapa jenis asam urat dalam fase
padat bergabung dengan tinja dan keluar bersama-sama lewat dubur, tidak minum
dan menyesuaikan diri hidup di tempat kering. Terdiri dari empat ordo yaitu
lacertillia (kadal), ophidia (Ular), chrocodilia (buaya) dan chelonia (penyu)
(Iskandar, 2000).
Tubuh reptilia tertutup dengan sisik tanduk, kecuali ular, kebanyakan
reptilia mempunyai cakar dan rusuk-rusuk yang digunakan untuk menyedot udara
ke dalam paru-paru. Columna vertebralis yang melekat pada gelang pinggul lebih
kokoh daripada nenek moyangnya yang berupa amphibia. Padanya ada bagian-
bagian dari jantung dan pembuluh darah yang bertalian merupakan struktur
tunggal yang khas untuk kelas ini, tidak memberikan kepastian yang cukup untuk
membedakan vertebrata lainnya (Djuhanda, 1982).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum taksonomi hewan vertebrata kelas reptilia ini
adalah untuk mengenal morfologi dari jenis-jenis reptilia, melakukan identifikasi
dan membuat kunci determinasi dari jenis-jenis reptilia yang didapatkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Reptilia merupakan kelompok hewan darat pertama yang sepanjang hidupnya


bernafas dengan paru-paru. Ciri umum kelas ini yang membedakan dengan kelas
yang lain adalah seluruh tubuhnya tertutup oleh kulit kering atau sisik. Kulit
reptilia ini menutupi seluruh permukaan tubuhnya dan pada beberapa anggota
ordo atau sub-ordo tertentu dapat mengelupas atau melakukan pergantian kulit
baik secara total yaitu pada anggota sub-ordo ophidia dan pengelupasan sebagian
pada anggota sub-ordo lacertilia. Sedangkan pada ordo chelonia dan crocodilia
sisiknya hampir tidak pernah mengalami pergantian atau pengelupasan. Kulit pada
reptil memiliki sedikit sekali kelenjar kulit (Zug, 1993).
Kebanyakan dari reptilia adalah ovipar yaitu bereproduksi dengan
bertelur ,meski beberapa spesies squamata bersifat vivipar atau melahirkan.
Reptilia yang bereproduksi dengan vivipar memberi makan janin mereka
menggunakan sejenis plasenta yang mirip dengan mamalia.Ukuran reptil
bervariasi, dari yang berukuran hingga 1,6 cm contohnya tokek kecil,
Sphaerodactylus ariasae, hingga berukuran 6 m dan mencapai berat 1 ton yaitu
buaya air asin, Crocodylus porosus. Cabang ilmu pengetahuan alam yang
mempelajari reptilia adalah herpetologi (Berkeley, 2011).
Reptilia termasuk dalam vertebrata yang pada umumnya tetrapoda, akan
tetapi pada beberapa diantaranya tungkainya mengalami reduksi atau hilang sama
sekali seperti pada serpentes dan sebagian lacertilia. Reptilia yang tidak
mengalami reduksi tungkai umumnya memiliki 5 jari atau pentadactylus dan
setiap jarinya bercakar. Rangkanya pada reptilia mengalami osifikasi sempurna
dan bernafas dengan paru-paru (Rodrigues, 2003).
Habitat dari kelas Reptilia ini bermacam-macam. Ada yang merupakan
hewan akuatik seperi penyu dan beberapa jenis ular, semi akuatik yaitu ordo
crocodilia dan beberapa anggota ordo chelonia, beberapa sub-ordo ophidia,
terrestrial yaitu pada kebanyakan sub-kelas lacertilia dan ophidia, beberapa
anggota ordo testudinata, sub terran pada sebagian kecil anggota sub-kelas
ophidia, dan arboreal pada sebagian kecil sub-ordo ophidia dan lacertilia (Iskandar,
2000).
Kelas reptilia dibagai menjadi 4 ordo, yaitu rhyncocephalia, testudinata
chelonia, squamata, dan crocodilia. Rhynchocephalia merupakan ordo yang
diketahui berdasarkan catatan fosil pada Era Triasik Akhir yaitu antara 210 – 220
juta tahun yang lalu. Ordo rhynchocephalia memiliki tipe tengkorak diapsid.
Morfologinya mirip dengan anggota lacertilia dan panjang dewasanya mencapai
30 cm. Anggota ordo ini semuanya karnivora dan mencari makan di malam hari.
Habitat hidupnya di air atau di daratan. Ordo rhynchocephalia bereproduksi secara
ovipar dengan fertilisasi internal. Telurnya ditempatkan dalam suatu lubang
seperti kebanyakan anggota Kelas Reptilia lainnya dan menetas dalam waktu 1
tahun (Rodrigues, 2003)..
Ordo testudinata memiliki ciri yang spesifik yaitu tubuhnya dilindungi
oleh bangunan yang disebut cangkang atau tempurung. Dalam bahasa Indonesia,
dikenal empat kelompok hewan yang termasuk bangsa ini, yaitu penyu (sea turtle),
labi-labi (Shoftshell Turtle), kura-kura air tawar (Fresh water Turtle atau
Terrapine), kura-kura darat (Tortoise). Tempurung kura-kura terdiri dari karapaks,
yang berbentuk cembung di bagian dorsal, dan plastron yang bentuknya relatif
datar atau rata di bagian ventral. Pada bagian karapaks terdapat tulang vertebra
atau neural, tulang pleural, tulang suprapygal, tulang pygal, tulang nuchal dan
tulang peripheral. Pada bagian plastron terdapat tulang epiplastron, tulang
entoplastron, tulang hyoplastron, tulang mesoplastron, dan tulang xiphiplastron.
( Pough et. al, 1998; Zangler, 1969).
Pada ordo testudinata, di bagian atas tulang-tulang penyusun karapaks dan
plastron terdapat lapisan yang disebut keping perisai. Keping perisai pada
karapaks terdiri dari keping vertebral, keping costal, keping marginal, keping
nuchal, dan keping supracaudal. Keping perisai pada plastron terdiri dari keping
gular, keping humeral, keping pectoral, keping abdominal, keping anal,dan keping
femoral. Pada beberapa famili ada yang tidak dilapisi dengan keping perisai
seperti pada Famili Trionychidae dan Famili Charettochelydae (Iskandar, 2003).
Pada bagian ekstremitas ordo testudinata termodifikasi sesuai dengan
habitat hidupnya. Untuk anggota Ordo Testudinata yang hidup di laut,
ekstremitasnya termodifikasi menjadi bentuk seperti dayung untuk memudahkan
hewan tersebut dalam bergerak di air (berenang). Sedangkan untuk anggota yang
hidup di darat, alat geraknya termodifikasi menjadi bentuk batang atau tonggak,
tanpa selaput dan untuk yang hidup pada habitat semiakuatik, terdapat selaput
renang diantara jari-jarinya. Untuk hewan yang hidup di darat, jari-jarinya
dilengkapi dengan cakar yang pada jantan, cakar ini lebih panjang yang fungsinya
antara lain sebagai alat untuk berpegangan pada pasangannya pada saat kopulasi
(Zug, 1993).
Pembagian ordo testudinata terdiri dari sub-ordo Cryptodira merupakan
kura-kura darat, semi akuatik dan ada pula yang akuatik. Keistimewaan dari
anggota subordo ini adalah kepalanya dapat ditarik ke dalam cangkang
membentuk huruf S, mempunyai 12 sisik plastral, dan 9-8 tulang plastral. Pada
sebangsa kura-kura, jumlah sisik, keping maupun susunan tulang sangat penting
artinya terutama dalam mengidentifikasi jenisnya. Karapaks Subordo Cryptodira
bermacam-macam, mulai dari tipis hingga tebal, dengan warna dan bentuk yang
bermacam-macam pula (cembung, kotak, bulat, tebal) sesuai dengan lingkungan
hidup masing-masing jenisnya (Iskandar, 2003).
Sebagian besar anggota famili emydidae merupakan kura-kura semiakuatik.
Ada beberapa jenis yang hidup di air laut (Malaclemys terrapin), ada yang hidup
di darat (beberapa spesies Terrapene) dan ada yang sepenuhnya akuatik
(Terrapene coabuila). Sebagaian besar merupakan omnivora akan tetapi terdapat
beberapa jenis yang murni karnivora (misalnya genus Emydoidea dan
Deirochelys). Anggota famili ini mempunyai cangkang yang keras. Terdiri dari 12
genera dan kurang lebih 39 spesies. Di indonesia, beberapa jenis kura-kura
anggota famili ini merupakan hewan import yang diperdagangkan bebas,
misalnya Trachemys scripta (kura-kura brazil) (Goin, 1971).
Famili Cheloniidae hidup di laut tropik, subtopik, terkadang ada di daerah
dengan iklim temperate. Penyu ini tersebar luas di samudra-samudra di seluruh
dunia. Dari tujuh spesies anggota famili ini, enam diantaraya ditemukan di
Indonesia. Adapun contoh spesies anggota famili ini antara lain Penyu Lekang
(Lepidochelys olivacea), Penyu Sisik ( Eretmochelys imbricata), Penyu hijau
(Chelonia mydas), dan penyu tempayan (Caretta caretta). Perkawinan terjadi di
laut, karenanya hewan yang jantan tidak pernah naik ke daratan, hanya yang
betina saja yang naik untuk bertelur (Rodrigues, 2003).
Satu-satunya anggota dari famili famili dermochelyidae yang masih tersisa
adalah penyu belimbing. Penyu ini mempunyai persebaran yang luas, hingga ke
daerah beriklim dingin. Ciri–ciri penyu ini adalah warna tubuh hitam sampai abu–
abu kehijauan, kaki tidak bercakar dan perisai ditutupi oleh kulit sebanyak tujuh
lipatan memanjang dan berbintik putih tanpa keping yang jelas. Penyu ini dapat
dengan mudah dibedakan dengan ciri perisainya yang dibentuk oleh tulang–tulang
kecil yang tertanam dibawah kulit yang tersusun dalam tujuh baris yang
membentuk lunas pada perisai punggungnya. Perisai perutnya pun tersusun
sedemikian rupa sehingga terdapat dua baris yang rapat bersebelahan. Anakannya
berwarna hitam dengan bagian bawahnya berwarna coklat. Contoh spesies
anggota famili ini adalah Dermochelys coriacea (Iskandar, 2000).
Sub-ordo Pleurodira merupakan kura-kura akuatik dengan ciri memiliki
leher yang panjang. Kepalanya dapat dilipat ke samping badan namun tidak dapat
ditarik ke dalam tempurungnya. Karapaks biasanya berbentuk oval dan berwarna
gelap, memiliki 13 sisik plastral dan 9-11 tulang plastral. Pelvisnya bersatu
dengan tempurung. Merupakan hewan karnivora, pemakan siput, kura-kura, dan
amphibi. Sub-ordo Pleurodira dibagi menjadi 3 Famili yaitu famili chelidae,
famili pelomedusidae, famili Podocnemididae. Contoh dari Subordo Pleurodira
antara lain Chelodina oblonga, Eydura subglobosa (Famili Chelidae),
dan Pelomedusa subrufa (Famili Pelomedusidae) (Pope, 1956).
Ordo Squamata dibedakan menjadi 3 sub ordo yaitu sub-ordo lacertilia
atau sauria, sub-ordo serpentes dan sub-ordo amphisbaenia Adapun ciri-ciri umum
anggota ordo squamata antara lain tubuhnya ditutupi oleh sisik yang terbuat dari
bahan tanduk. Sisik ini mengalami pergantian secara periodik yang disebut
molting. Sebelum mengelupas, stratum germinativum membentuk lapisan
kultikula baru di bawah lapisan yang lama. Pada sub-ordo ophidia, kulit atau
sisiknya terkelupas secara keseluruhan, sedangkan pada sub-ordo lacertilia,
sisiknya terkelupas sebagian. Bentuk dan susunan sisik-sisik ini penting sekali
sebagai dasar klasifikasi karena polanya cenderung tetap. Pada ular sisik ventral
melebar ke arah transversal, sedangkan pada tokek sisik mereduksi menjadi
tonjolan atau tuberkulum. Anggota squamata memiliki tulang kuadrat, memiliki
ekstrimitas kecuali pada sub-ordo ophidia, sub-ordo amphisbaenia, dan beberapa
spesies sub-ordo lacertilia. Perkembangbiakan ordo squamata secara ovovivipar
atau ovipar dengan vertilisasi internal. Persebaran squamata sangat luas, hampir
terdapat di seluruh dunia kecuali Arktik, Antartika, Irlandia, Selandia Baru, dan
beberapa pulau di Oceania (Rodrigues, 2003).
Sub ordo lacertalia memiliki tubuh berbentuk silindris, mempunyai dua
pasang extremitas. Cingulum anterior (pectoral girdle) dan cingulum posterior
(pelvic girdle) tumbuh baik. Makanannya berupa insecta atau Invertebrata lainnya,
ada yang herbivore. Terdapat di daerah tropis. Dari kesemua famili anggota
lacertilia, terdapat 4 famili yang ada di indonesia, yaitu Agamidae, Gekkonidae,
Scincidae, Varanidae. Famili Agamidae memiliki ciri badan pipih, tubuhnya
ditutup sisik bentuk bintil atau yang tersusun seperti genting, demikian pula
dengan kepalanya penuh tertutup sisik.Lidahnya pendek, tebal, sedikit berlekuk di
ujung sertabervilli. Jari-jarinya kadang bergerigi atau berlunas Tipe gigi acrodont.
Pada Draco volans memiliki pelebaran tulang rusuk dengan lipatan kulit.
Habitatnya di pohon dan semak (Manthey, 1997).
Famili Scincidae memiliki ciri umum yaitu adalah badannya tertutup oleh
sisik sikloid yang sama besar, demikian pula dengan kepalanya yang tertutup oleh
sisik yang besar dan simetris. Lidahnya tipis dengan papilla yang berbentuk
seperti belah ketupat dan tersusun seperti genting. Tipe giginya pleurodont.
Matanya memiliki pupil yang membulat dengan kelopak mata yang jelas.Ekornya
panjang dan rapuh. Contoh spesies famili ini adalah Eutropis multifasciata
(Rodrigues, 2003).
Famili varanidae memiliki ciri-ciri badannya yang besar dengan sisik yang
bulat di bagian dorsalnya sedang di bagian ventral sisik melintang dan terkadang
terdapat lipatan kulit di bagian leher dan badannnya.Lehernya panjang dengan
kepala yang tertutup oleh sisik yang berbentuk polygonal.Lidahnya panjang
bercabang dan tipe giginya pleurodont.Pupil matanya bulat dengan kelopak dan
lubang telinga yang nyata. Anggota famili ini yang terbesar adalah komodo
( Varanus komodoensis ) yang panjangnya dapat lebih dari 3 meter. Komodo
persebarannya terbatas di beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara. Suku varanidae
terdiri dari dua kelompok yang sedikit berbeda, yaitu marga Varanus yang besar
( lebih dari 35 spesies di seluruh dunia) dan marga Lanthanous yang sejauh ini
berisi spesies tunggal L. Borneensis yang berasal dari kalimantan. Marga
Lanthanous ini merupakan biawak yang bertubuh kecil dan tanpa lubang telinga.
Famili Gekkonidae banyak ditemukan di iklim yang hangat. Memiliki
keunikan yang berbeda dengan famili yang lain dari vokalisasinya, ketika
bersosialisasi dengan gecko yang lain. Kebanyakan gecko tidak mempunyai
kelopak mata, melainkan matanya dilapisi membrane transparan yang dibersihkan
dengan cara dijilat. Banyak spesies anggota gekkonidae yang memiliki jari khusus
yang termodifikasi untuk memudahkannya memanjat permukaan vertikal maupun
melewati langit-langit dengan mudah Kebanyakan gecko berwarna gelap namun
ada pula yang berwarna terang.Beberapa spesies dapat mengubah warna kulitnya
untuk membaur dengan lingkungannya ataupun dengan temperature
lingkungannya.Beberapa spesies dapat melakukan parthenogenesis dan juga
beberapa spesies betina dapat berkembang biak tanpa pembuahan (Zug, 1993).
Sub ordo Serpentes (ular) tidak memiliki extremitas, walaupun sisanya
ditemukan pada spesies tertentu. Mandibula (rahang bawah) terikat seluruhnya
dengan ligament gigi bulat panjang. Diantara spesies yang berbisa memiliki gigi
taring, taring atas berfungsi alat penyuntik bisa. Anggota sub ordo kurang lebih
2500 spesies. Keunikan lain yang dimiliki oleh subordo ini adalah seluruh organ
tubuhnya termodifikasi memanjang. Dengan paru-paru yang asimetris, paru-paru
kiri umumnya vestigial atau mereduksi. Memiliki organ perasa sentuhan (tactile
organ) dan reseptor yang disebut Organ Jacobson ada pula pada beberapa jenis
yang dilengkapi dengan Thermosensor. Ada sebagian famili yang memiliki gigi
bisa yang fungsinya utamanya untuk melumpuhkan mangsa dengan jalan
mengalirkan bisa ke dalam aliran darah mangsa.
Subordo Serpentes dimiliki 4 tipe gigi yaitu, Aglypha merupakan reptilia tidak
memiliki gigi bisa. Contohnya pada Famili Pythonidae, dan Boidae.
Proteroglypha yaitu reptilia memiliki gigi bisa yang terdapat di deretan gigi muka
(bagian depan). Contohnya pada Famili Elapidae dan Colubridae. Solenoglypha
yaitu reptilia memiliki gigi bisa yang bisa dilipat sedemikian rupa pada saat tidak
dibutuhkan. Contohnya pada Famili Viperidae dan Ophistoglypha yaitu reptilia
yang memiliki gigi bisanya yang terdapat di deretan gigi belakangnya. Contohnya
pada Famili Hydrophiidae.
Ordo crocodilia mencakup hewan reptil yang berukuran paling besar di antara
reptil lain. Kulit mengandung sisik dari bahan tanduk. Di daerah punggung sisik-
sisik itu tersusun teratur berderat ke arah ternversal dan mengalami penulangan
membentuk perisai dermal. Sisik pada bagian dorsal berlunas, pada bagian lateral
bulat dan pada bagian ventral berbentuk segi empat. Kepala berbentuk piramida,
keras dan kuat, dilengkapi dengan gigi-gigi runcing bertipe gigi tecodont. Mata
kecil terletak di bagian kepala yang menonjol ke dorso-lateral. Pupil vertikal
dilengkapi selaput mata, tertutup oleh lipatan kulit yang membungkus tulang
sehingga lubang tersebut hanya nampak seperti celah. Lubang hidung terletak
pada sisi dorsal ujung moncong dan dilengkapi dengan suatu penutup dari otot
yang dapat berkontraksi secara otomatis pada saat buaya menyelam. Ekor panjang
dan kuat. Tungkai relatif pendek tetapi cukup kuat. Tungkai belakang lebih
panjang, berjari 4 dan berselaput. Tungkai depan berjari 5 tanpa selaput (Iskandar,
2000).
Crocodilia merupakan hewan poikilotermik sehingga kebanyakan akan
berjemur di siang hari unutk menjaga suhu tubuhnya. Mereka berburu di malam
hari. Crocodilia dewasa terutama yang dominan memiliki teritori tersendiri,
namun pada musim kering teritori tersebut dilupakan karena daerah mereka
menyempit akibat kekeringan (Zug, 1993).
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum identifikasi morfologi, klasifikasi dan kunci determinasi kelas reptilia
ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 24 Maret 2015 dan hari Selasa, tanggal
15 April 2015 di Laboratorium Teaching I, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah busa hitam, penggaris, data sheet,
alat tulis, dan kamera. Sedangkan bahan yang digunakan adalah Dogania
subplana, Eutropis multifasciata, Gecko monarchus, Gonocephalus grandis,
Bronchocella cristatella, Draco melanopogon, Draco volans, Eutropis rudis,
Hemidactylus prenatus, Hemidactylus platyurus, Cuora amboinensis, Heosemys
spinosa, Trachemys scripta, Dendrelapis pictus, Boiga cynodon, Naja sumatrana,
Phyton curtus, Pelamis planatus, dan Tropidoleimus wagler.

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Cara Kerja Reptilia Non Serpentes
3.3.2. Cara Kerja Reptilia Serpentes
Untuk pengamatan pada praktikum ini disediakan alat dan bahan praktikum.
Diletakkan reptilia pada bak bedah. Diamati reptilia tersebut, kemudian difoto dan
diletakkan penggaris sebagai pembanding serta dilakukan pengukuran dan
perhitungan terhadap setiap karakter reptil, yaitu Total length (TL), Snout-to-vent
length (SVL), Tail length (TAIL), Fore foot length (FFL), Hind food length
(HFL), Head length (HL), Head width (HW), Snout length (SL), Eye diameter
(ED), Tympanum diameter (TD), Wing span (WS), Limb front-foot length (LFL),
Upper front-foot length (UFL), Limb hind-foot length (LHL), Upper hindt-foot
length (UHL), Boddy length (BL), Total supra labial scale (TSLS), Total infra
labial scale (TILS), jumlah sisik lingkar badan (MSR), jumlah sisik ventral (VEN),
jumlah sisi ekor (SC), jumlah sisik supra labial (SSL), jumlah sisik labial (IL),
panjang moncong (SNL), color bentuk pupil, bentuk sisik, anal plate, bentuk sisik
ekor, bentuk kepala, bentuk rostral, bentuk tubuh, sisik loreal, lorealpit, benuk
sisik anal, habitat dan bentuk morfologi lain yang dimiliki. Setelah seluruh
parameter tersebut diukur, kemudian dibuat klasifikasi deskripsi dan kunci
determinasi dari spesies-spesies tersebut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi
4.1.1 Famili Tryonichidae
4.1.1.1 Dogania subplana (Geoffroy,
1809)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudinata
Famili : Trionychidae
Genus : Dogania Gambar 1. Dogania subplana
Species : Dogania subplana (Geoffroy, 1809)
Sumber : Pough, 1998
Status : least concern
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, Dogania subplana memiliki total length
(TL) 210 mm, Snout-to-Vent Length (SVL) 140 mm, Tail Length (TAIL) 18 mm,
tympanum diameter (TD) 4 mm, eye diameter (ED) 3 mm, head width (HW) 25
mm, head length (HL) 50 mm, snout length (SL) 20 mm, fore foot length (FFL)
30 mm, limb front-foot length (LFL) 20 mm, upper front-foot length (UFL) 20
mm, UHL 60 mm, BL 140 mm, TVST 5, warna tubuh coklat kehitaman dan tidak
memiliki HFL, LHl, TSLS, TILS, TPST dan TMST.
Menurut Iskandar (2000), Dogania subplana memiliki cangkang yang
lunak dengan panjang tubuh 220 mm. Gigi hewan ini menyatu dan memiliki
hidung yang menyerupai belalai. Selain itu, Hewan yang di kenal dengan labi –
labi ini memiliki cakar dan memiliki tulang rawan. Dogania subplana ini hidup di
air yang berlumpur dan berarus tenang. Lehernya panjang dengan permukaan
atasnya mempunyai ruang dan garis longitudinal dan bagian bawahnya berwarna
orange. Kepalanya relatif besar dan hidung berbentuk tubular, sehingga
penampilannya yang menawan. Labi-labi yang berukuran sedang, jarang besar,
paling-paling hanya sekitar 250-400 mm. Perisai berbentuk jorong atau
memanjang, pipih datar. Warna punggungnya abu-abu kehitaman, kecoklatan atau
kemerahan dengan pola atau bintik-bintik halus. Sebuah garis lebar coklat tua
terdapat di wilayah vertebral, memanjang dari depan ke belakang. Kadang-kadang
terdapat empat bercak yang tersusun berpasangan di tengah punggung. Umumnya
ditemukan di sungai-sungai kecil dengan naungan, terutama di dalam hutan.
Hewan ini biasanya bersifat nokturnal, di siang hari lebih banyak bersembunyi
dalam lumpur. Labi-labi hutan menyebar luas mulai
dari Burma, Malaysia, Singapura, Filipina,dan Indonesia (Sumatra,Singkep, Natu
na, Kalimantan, dan Jawa).

4.1.2 Famili Geomydidae


4.1.2.1 Cuora amboinensis (Riche in Daudin,
1801)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudinata
Famili : Geomydidae
Genus : Cuora Gambar 2. Cuora amboinensis
Species : Cuora amboinensis (Riche in Daudin, 1801)
Sumber : Barbour, 1992
Status : Vulnerable
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, Cuora amboinensis memiliki total length
(TL) 220 mm, Snout-to-Vent Length (SVL) 190 mm, Tail Length (TAIL) 30 mm,
tympanum diameter (TD) 4 mm, eye diameter (ED) 8 mm, head width (HW) 35
mm, head length (HL) 35 mm, snout length (SL) 20 mm, fore foot length (FFL)
80 mm, limb front-foot length (LFL) 50 mm, upper front-foot length (UFL) 30
mm, hind foot length (HFL) 75 mm, limb hind-foot length (LHL) 50 mm, upper
front-foot length (UHL) 25 mm, BL 180, TVST 5 buah, TPST 8 buah, TMST 23
buah dan warna tubuh hitam.
Menurut Barbour (1992) yang menyatakan bahwa spesies ini memiliki
ukuran tubuh spesies ini dapar mencapai 20 cm atau 200 mm. Karapaks berwarna
zaitun gelap atau hitam, dan karapaks rendah, warna plastron kuning sampai
coklat muda dengan bercak coklat gelap atau hitam besar terhadap luar setiap
karapaks. Kepala berukuran kecil dengan warna bagian atas zaitun sampai coklat
tua dan bagian bawah dengan warna kuning dengan tiga garis- garis hitam di
sepanjang sisi kepala dari lubang hidung ke leher. Spesies ini memiliki moncong
yang menonjol. Perbedaan antara jantan dengan
betina yaitu dengan panjang, ekor yang tebal dan
ukuran yang sedikit lebih.

4.1.2.2 Heosemys spinosa (Gray, 1830)


Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudinata
Famili : Geomydidae
Genus : Heosemys Gambar 3. Heosemys spinosa
Species : Heosemys spinosa (Gray, 1830)
Sumber : Reptil database, 2015
Status : Endangered
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, Heosemys spinosa memiliki total length
(TL) 200 mm, Snout-to-Vent Length (SVL) 185 mm, Tail Length (TAIL) 15 mm,
tympanum diameter (TD) 10 mm, eye diameter (ED) 5 mm, head width (HW) 1
mm, head length (HL) 25 mm, snout length (SL) 30 mm, fore foot length (FFL)
70 mm, limb front-foot length (LFL) 35 mm, upper front-foot length (UFL) 35
mm, hind foot length (HFL) 70 mm, limb hind-foot length (LHL) 35 mm, upper
front-foot length (UFL) 35 mm, BL 10, TVST 5 buah, TPST 9 buah, TMST 24
buah dan warna tubuh oren coklat.
Menurut Iskandar (2003), Heosemys spinosa memiliki panjang karapaks
mencapai 22 cm. Plastron pada spesies yang masih muda ditandai dengan pola
pada karapaks, namun pada saat dewasa atau tua pola tersebut menghilang dan
menyisakan warna coklat kehitaman yang seragam. Di bagian margin karapaks
terdapat seperti duri, pada saat dewasa duri menjadi kurang jelas dan sering
menghilang karena pertumbuhan. Spesies ini tersebar dari Tenasserim, Myanmar
dan Thailnad Selatan, Malaysia, Sumatera dan Kalimantan. Habitat dari spesies
ini di hutan hujan tropis. Ukuran tubuh dewasa berkisar dari 175 mm sampai 220
mm dengan panjang karapaks.

4.1.3 Famili Emydidae


4.2.3.1 Trachemys scripta
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudines
Famili : Emydidae
Gambar 4. Trachemys scripta
Genus : Trachemys
Species : Trachemys scripta (Schoepff, 1792)
Sumber : iucnredlist.org
Status : Least concern
Dari hasil pengkuran, didapatkan hasil sebagai berikut Trachemys scripta
memiliki total length (TL) 60 mm, snout-to-vent length (SVL) 45 mm, tail length
(TAIL) 65 mm, tympanium diameter (TD) -, eye diameter (ED) 2 mm, head width
(HW) 10 mm, head length (HL) 20 mm, snout length (SL) -, fore foot length
(FFL) -, limb front-foot length (LFL) 10 mm, upper front-foot length (UFL) 15
mm, hind foot length (HFL) -, limb hint-foot length (LHL) 8 mm, upper hind-foot
length (UHL) 6 mm, body length (BL) 15 mm, total supra labial scales (TSLS) -,
total infra labial scales (TILS) -, total vertebral shell turtle (TVST) 5mm, Total
pleural shell turtle (TPST) 8mm, Total marginal shell turtle (TMST) 26 mm,
berwarna hijau dengan corak kuning.
Menurut Rosmaningrum (2013), Trachemys scripta memiliki karapak
berwarna olive coklat terhias tanda berbentuk garis ataupun bintik noktah
berwarna kuning pada pinggiran plastron. Karapas kura dewasa berkeriput
berbentuk oval. Bentuk Plastron mendatar dan secara ukuran sedikit lebih kecil
dari kerapasnya. Setiap sisi bawah marginals melandai. Kulit berwarna coklat
yang terkombinasi dengan warna zaitun kehijauan terhias strip berwarna kuning.
Ada sebuah pola bidang yang berbeda di belakang mata yang dapat bervariasi
warnanya dari kuning ke merah yang bentuknya meramping sempit atau lebar.
Pada plastron memiliki bintik-bintik gelap yang juga terjadi pada kerapasnya juga.
Juga pada plastron memiliki bidang atau garis-garis kuning. Kaki depan memiliki
garis-garis kuning yang lebih besar daripada kebanyakan spesies slider, dan mata
memiliki garis kuning dan oranye tepat di belakang setiap mata. Stripe tidak
pernah sepenuhnya satu warna, pertama mulai keluar akan berwarna kuning yang
kemudian memudar menjadi warna orange lalu ke arah merah tua bila mendekati
bagian belakang leher.

4.1.4 Famili Scincidae


4.1.4.1 Eutropis multifasciata (Gunther, 1867)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Scincidae Gambar 5. Eutropis multifasciata
Genus : Eutropis
Species : Eutropis multifasciata (Gunther, 1867)
Sumber : Zipcodezoo.2015
Status : Least concern
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, Eutropis multifasciata memiliki total
lenght (TL) 170 mm, Snout to vent lenght (SVL) 65mm, Tail Length (TAIL) 110
mm, tympanum diameter (TD) 10 mm, eye diameter (ED) 2 mm, head width
(HW) 9 mm, head length (HL) 16 mm, snout length (SL) 13 mm, fore foot length
(FFL) 20 mm, limb front-foot length (LFL) 10 mm, upper front-foot length (UFL)
5 mm, hind foot length (HFL) 20 mm, limb hind-foot length (LHL) 7 mm, upper
front-foot length (UFL) 10 mm, hind foot length (HFL) 40 mm. Selain itu diamati
pengamatan morfologi seperti warna tubuh coklat kemerahan, TSLS 6 buah, TILS
5 buah, tidak memiliki TVST, TPST dan TMST.
Menurut Roij (1917), Eutropis multifasciata banyak ditemukan di
pekarangan, kebun-kebun, tegalan, rerumputan atau persawahan, sampai ke hutan
belukar. Gesit dan agak gemuk, kepala seolah-olah menyatu dengan leher yang
gemuk kokoh; penampang tubuh nampak bersegi empat tumpul. Total panjangnya
hingga sekitar 22 cm, kurang-lebih 60% daripadanya adalah ekor. Sisi atas tubuh
berwarna coklat tembaga keemasan, kerap dengan bercak-bercak kehitaman di
tepi sisik yang membentuk pola garis memanjang yang kabur terputus-putus. Sisi
lateral tubuh dengan warna gelap kehitaman atau kecoklatan berbintik-bintik putih
(pada yang betina atau hewan muda), atau keputihan dengan saputan warna
kuning terang hingga jingga kemerahan (pada kadal jantan). Sisi bawah tubuh
abu-abu keputihan atau kekuningan.

4.1.4.2 Eutropis rudis (Bouhlenger, 1887)


Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Scincidae
Genus : Eutropis Gambar 6. Eutropis rudis
Species : Eutropis rudis (Bouhlenger, 1887)
Sumber : Zipcodezoo.2015
Status : LeastConcern
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan Eutropis rudis secara morfometrik
tubuh memiliki Total Lenght (TL) 233 mm, Snout-to-Vent-Lenght (SVL) 90 mm,
Tail Lenght (TAIL) 143 mm, Tympanium Diameter (TD) 2 mm, Eye Diameter
(ED) 5mm, Head Width (HW) 15 mm, Head Lenght (HL) 35 mm, Snout Lenght
(SL) 17 mm, Fore Foot Lenght (FFL) 23 mm, Limb-Front foot Lenght (LFL) 12
mm, Upper-Front food Lenght (UFL) 10 mm, Hind Foot Lenght (HFL) 15 mm,
Limb-Hind foot Lenght (LHL) 13 mm, Upper-Hind foot Lenght (UHL) 25 mm,
Body Lenght (BL) 40 mm, Total Supra Labial Scales (TSLS) 15 , Total Infra
Labial Scales (TILS) 11.
Menurut Pough (1998), Eutropis rudis hidup di daerah tanah basah atau
lembab. Tubuh Eutropis rudis memanjang tertekan lateral, kaki empat, kuat dapat
digunakan untuk memanjat.madibula bersatu dengan anterior. Tulang pterigoid
berkotak dengan tulang kuadrat. Kelopak mata dapat digerakkan. Sabuk pektoral
berkembang dengan baik. Mulut lengkap. Mempunyai kandung kemih. Gendang
telinga terlihat dari luar. Ekornya digunakan untuk keseimbangan gerak ketika
berlari. Kulit tertutup sisik yang tersusun seperti susunan genting, sisik-sisik ini
lunak. Terdapat 3.000 spesies, ekor tidak menulang secara sempurna, ekor mudah
putus, tetapi cacat mengalami regenerasi. Columna vertebrae terbagi menjadi
servikal, toraks, lumbar, sacral, dan kaudal. Ada tulang rusuk yang bebas. Tulang-
tulang sebagian terdiri atas kartilago. Kolumna vertebralis dengan otot-otot
segmental yang nampak jelas (Djarubito, 1996).

4.1.5 Famili Gekkonidae


4.1.5.1 Gekko monarchus (Linnaeus, 1758)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Gekkonidae
Genus : Gekko Gambar 7. Gekko monarchus
Species : Gekko monarchus (Linnaeus, 1758)
Sumber : Zipcodezoo.2015
Status : Least concern
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, Gekko monarchus memiliki total lenght
(TL) 180 mm, Snout to vent lenght , Tail Length (TAIL) 95 mm, tympanum
diameter (TD) 2 mm, eye diameter (ED) 4 mm, head width (HW) 13 mm, head
length (HL) 25 mm, snout length (SL) 15 mm, fore foot length (FFL) - mm, limb
front-foot length (LFL) 10 mm, upper front-foot length (UFL) 10 mm, LHL 10
mm, UHL 10 mm, BL 45 mm, warna tubuh abu-abu kehitaman, kulit kasar.
Menurut Zug (2003), tokek adalah nama umum untuk menyebut cecak
besar. Ada beberapa jenis tokek, namun istilah tokek biasanya merujuk kepada
jenis tokek rumah. Tokek rumah adalah sejenis reptil yang masuk ke dalam
golongan cecak besar, suku Gekkonidae. Cecak yang berukuran besar, berkepala
besar. Panjang total mencapai 340 mm, hampir setengahnya adalah ekornya.
Dorsal (sisi punggung) kasar, dengan banyak bintil besar-besar. Abu-abu
kebiruan sampai kecoklatan, dengan bintik-bintik berwarna merah bata sampai
jingga. Ventral (perut, sisi bawah tubuh) abu-abu biru keputihan atau kekuningan.
Ekor membulat, dengan enam baris bintil; berbelang-belang. Jari-jari kaki depan
dan belakang dilengkapi dengan bantalan pengisap yang disebut scansor, yang
terletak di sisi bawah jari. Gunanya untuk melekat pada permukaan yang licin.
Maka, dari sisi atas jari-jari tokek nampak melebar.

4.1.5.2 Hemidactilus frenatus


Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Gekkonidae
Genus : Hemidactilus Gambar 8. Hemidactilus frenatus
Spesies : Hemidactilus frenatus
Sumber : Reptile database, 2015
Status : Least concern
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, Hemidactilus frenatus memiliki total
lenght (TL) 120 mm, Snout to vent lenght (SVL) 60 mm, Tail Length (TAIL) 60
mm, tympanum diameter (TD) 1 mm, eye diameter (ED) 3 mm, head width (HW)
1 mm, head length (HL) 18 mm, snout length (SL) 11 mm, fore foot length (FFL)
8 mm, limb front-foot length (LFL) 10 mm, upper front-foot length (UFL) 16 mm,
LHL 10 mm, UHL 10 mm, BL 30 mm, warna tubuh abu-abu kehitaman, bentuk
pupil oval vetical.
Menurut Goin, (1971) Hemidactylus frenatus memiliki panjang tubuh 7,5
15 cm dimana ukuran tubuh jantan lebih besar dibandingkan dengan betina.
Warna tubuh abu-abu atau coklat muda. Pupil vertikal, digiti melebar dengan
subdigital lamella, lamella sub digiti dari digiti ke 4 melebar ke dasar digiti.
Memiliki tubercle di bagian punggung yang kecil, yang dibatasi dengan baris
dorsolateral. Pada cicak, sisik mereduksi menjadi tonjolan atau tuberkulum. Pada
lidah terdapat lekukan dangkal pada ujung lidah. Hemydactylus frenatus sering
dijumpai di rumah- rumah yang merayap pada dinding. Cicak rumah memiliki
warna yang lebih terang dan halus dari tokek. Cicak mendapatkan makanannya
dengan cara menangkap atau memburu mangsa menggunakan mulut dan mangsa
ditelan secara utuh (raptoral). Beberapa spesies cicak memakan serangga, laba-
laba, buah-buahan, madu, bangkai (carrion eating), dan menjilat cairan.

4.1.5.3 Hemidactylus platyurus (Schneider, 1792)


Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum :Chordata
Kelas : Reptilia
Order : Squamata
Famili : Gekkonidae
Genus : Hemidactylus Gambar 9. Hemidactylus platyurus

Species : Hemidactylus platyurus


(Schneider, 1792)
Sumber : Zipcodezoo.2015
Status : Least concern
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka didapatkan hasil pengukuran
secara morfometrik tubuh yaitu Total Lenght (TL) 120 mm, Snout-to-Vent-
Lenght (SVL) 100 mm, Tail Lenght (TAIL) 60 mm, Tympanium Diameter (TD) 1
mm, Eye Diameter (ED) 4 mm, Head Width (HW) 11 mm, Head Lenght (HL) 19
mm, Snout Lenght (SL) 11 mm, Fore Foot Lenght (FFL) 5 mm, Limb-Front foot
Lenght (LFL) 7 mm, Upper-Front food Lenght (UFL) 6 mm, Hind Foot Lenght
(HFL) 7 mm, Limb-Hind foot Lenght (LHL) 6 mm, Upper-Hind foot Lenght
(UHL) 9 mm, Body Lenght (BL) 48 mm.
Menurut Carr (1977), Hemidactylus platyrus memiliki tubuh berwarna
coklat muda yang memiliki ukuran 7,5-15 cm panjang dengan jantan lebih besar
daripada betina. Memiliki tuberkel punggung kecil yang dibatasi untuk baris
dorso-lateral, dan sepasang kedua perisai dagu anterior kontak dengan infralabials.
Karakter lain termasuk lamellae, dorsum dan venter cahaya, kadang-kadang semi-
transparan, garis cahaya melalui mata, dan ukuran maksimum 60 mm SVL. Jenis
ini terdistribusi sangat luas, yaitu meliputi Asia Selatan, Thailand, Malaysia,
Indonesia, Philiphina, Papua New Guinea, Australia and Pasifik dan di Halmahera
dijumpai di Halamahera Barat, Timur dan Selatan.

4.1.6 Famili Agamidae


4.1.6.1 Gonochepalus grandis (Gray 1845 )
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Agamidae
Genus : Gonochepalus Gambar 10. Gonochepalus grandis
Species : Gonochepalus grandis (Gray 1845 )
Sumber : Zipcodezoo.2015
Status : Least concern
Dari praktikum yang telah dilaksakan, Gonochepalus grandis memiliki total
lenght (TL) 53 mm, Snout to vent lenght (SVL) 135 mm, tail length (TAIL) 37
mm, tympanium diameter (TD) 5 mm, eye diameter (ED) 10 mm, head width
(HW) 30 mm, head length (HL) 50 mm, snout length (SL) 25 mm, fore foot
length (FFL) 75 mm, limb front-foot length (LFL) 28 mm, upper front-foot length
(UFL) 25 mm, hind foot length (HFL) 40 mm, limb hint-foot length (LHL) 40
mm, upper hind-foot length (UHL) 35 mm, body length (BL) 80 mm. Kadal ini
berbadan panjang dan ramping, memiliki surai, dan memiliki warna kecoklatan
dengan garis-garis belang kuning kehijauan.
Menurut Iskandar (2003), secara umum Gonochepalus grandis merupakan
kadal pemakan serangga untuk penghuni hutan hujan omnivora, hidup terutama di
pohon dan tergantung pada siklus hujan harian dan penumpukan embun untuk
hidrasi mereka. Banyak ditemukan di dekat sungai dan sungai, dan beberapa cara
di kanopi. Kadal ini berbadan panjang dan ramping dan memiliki warna
kecoklatan dengan garis-garis belang kuning kehijauan. Ukuran panjang dari
moncong sampai ventral 55 mm, ekor 405 mm, moncong lebih panjang dari pada
lingkar mata, bibir atas dan bawah 10 atau 13, surai bagian atasnya
terpisah.Warna, coklat atau hijau pudar bagian atas, seragam atau bergais-garis
melintang, bagian sisi bergaris coklat atau berbintik-bintik kuning, betina
mempunyai garis gelap dari belakang mata sampai timpanum bertemu dengan
warna terang, bagian bawah kecoklatan atau kekuningan, tenggorokan kadang-
kadang dengan garis gelap.

4.1.6.2 Draco volans (Schlegel, 1844)


Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Agamidae
Genus : Draco Gambar 11. Draco volans
Spesies : Draco volans (Schlegel, 1844)
Sumber : Reptile database, 2015
Status : Least concern
Dari praktikum yang telah dilaksakan, Draco volans memiliki total lenght (TL)
170 mm, Snout to vent lenght (SVL) 70 mm, Tail Length (TAIL) 100 mm, 10.
tympanum diameter (TD) 1 mm, eye diameter (ED) 3 mm, head width (HW) 10
mm, head length (HL) 20 mm, snout length (SL) 10 mm, fore foot length (FFL)
20 mm, limb front-foot length (LFL) 10 mm, upper front-foot length (UFL) 10
mm, hind foot length (HFL) 30 mm, limb hind-foot length (LHL) 10 mm, upper
front-foot length (UFL) 10 mm, hind foot length (HFL) 30 mm, limb hind-foot
length (LHL) 10 mm, upper hind-foot length (UHL) 10 mm, body length (BL) 35
mm, WS 65. Selain itu dilakukan pengamatan morfologi seperti warna tubuh abu-
abu bercak hitam, mempunyai sayap, tidak memiliki TSLS, TILS, TVST, TPST
dan TMST.
Menurut McGuire (2001) menyatakan bahwa Draco volans memiliki
memiliki panjang tubuh sekitar 9 cm atau 90 mm dengan ekor yang sedikit lebih
panjang. Warna tubuh dari spesies ini adalah abu-abu kehitaman atau coklat gelap
dengan garis-garis dan pola yang berfungsi dalam melakukan kamuflase terhadap
predator. Pada jantan terdapat lipatan yang berwarna kuning di bawah dagu yang
disebut lipatan gular. Lipatan tersebut digunakan untuk berkomunikasi dengan
spesies lainnya dan digunakan juga untuk kawin. Ukuran tubuh betina lebih kecil
dibandingkan tubuh jantan. Spesies ini memakan hewan insekta kecil, habitatnya
di hutan, di perkotaan di atas pohon-pohon. Spesies ini tersebar di wilayah Asia
seperti Singapura, Malaysia, Sumatra, Borneo dan Palawan.

4.1.6.3 Bronchocella cristatella (Kuhl, 1982)


Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Agamidae Gambar 12. Bronchocella cristatella
Genus : Bronchocella
Species : Bronchocella cristatella (Kuhl, 1982)
Sumber : Reptile database, 2015
Status : Least concern
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, Bronchocella cristatella memiliki total
length (TL) 431 mm, snout-to-vent length (SVL) 100 mm, tail length (TAIL) 331
mm, tympanium diameter (TD) 3 mm, eye diameter (ED) 5 mm, head width
(HW) 10 mm, head length (HL) 20 mm, snout length (SL) 20 mm, fore foot
length (FFL) 70 mm, limb front-foot length (LFL) 20 mm, upper front-foot length
(UFL) 20 mm, hind foot length (HFL) 50 mm, limb hint-foot length (LHL) 30
mm, upper hind-foot length (UHL) 40 mm, body length (BL) 60 mm, total supra
labial scales (TSLS) 4, total infra labial scales (TILS) 5. Bronchocella cristatella
biasanya memiliki tubuh yang ramping dan kuat, berwarna hijau dan bisa berubah
warna menjadi hitam jika merasa dalam keadaan terancam.
Menurut Iskandar (2003), Bronchocella cristatella berukuran kecil,
berekor panjang menjuntai. Sisik ventral lebih lebar dalam 14 deret sisik
longitudinal. Panjang total hingga 500 mm dan panjang ekornya 381 mm. Yang
membedakan dengan Bronchocella jubata salah satunya adalah gerigi di tengkuk
dan punggungnya yang pendek menyerupai gergaji, tidak seperti Bronchocella
jubata yang memiliki gerigi lebih panjang. Gerigi ini terdiri dari banyak sisik
yang pipih pendek meruncing dan kaku. Kepalanya bersegi-segi dan bersudut.
Dagu dengan kantung lebar, bertulang lunak. Pelupuk mata cukup lebar, lentur,
tersusun dari sisik-sisik berupa bintik-bintik halus yang indah. sisi atas tubuh
(Dorsal) berwarna hijau muda sampai hijau tua, yang bisa berubah menjadi coklat
sampai kehitaman bila merasa terganggu. Sebuah bercak coklat kemerahan serupa
karat terdapat di belakang mulut di bawah telinga (tympanum). Ekor di pangkal
berwarna hijau belang-belang kebiruan, ke belakang makin kecoklatan kusam
dengan belang-belang keputihan di ujungnya.

4.1.6.4 Draco melanopogon (Boulenger, 1887)


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptil
Ordo : Squamata
Famili : Agamidae
Genus : Draco Gambar 13. Draco melanopogon
Species : Draco melanopogon (Boulenger, 1887)
Sumber : iucnredlist.org
Status : Least concern
Dari hasil pengkuran, didapatkan hasil sebagai berikut Draco melanomorpogon
memiliki total length (TL) 170 mm, snout-to-vent length (SVL) 63 mm, tail length
(TAIL) 100, tympanium diameter (TD) 3 mm, eye diameter (ED) 3 mm, head
width (HW) 9 mm, head length (HL) 11 mm, snout length (SL) 10 mm, fore foot
length (FFL) 9 mm, limb front-foot length (LFL) 8 mm, upper front-foot length
(UFL) 7 mm, hind foot length (HFL) 13 mm, limb hint-foot length (LHL) 8 mm,
upper hind-foot length (UHL) 10 mm, body length (BL) 32 mm, wing span (WS)
34 mm, total supra labial scales (TSLS) 13, total infra labial scales (TILS) 12,
total vertebral shell turtle (TVST) -, total pleural shell turtle (TPST) -, total
marginal shell turtle (TMST) Draco melanomorpogon berwarna abu-abu,
permukaan dorsal dengan bintik-bintik hitam, mempunyai sayap.
Menurut Pough (1998), Draco Melanopogon memiliki ukuran tubuh kecil dan
panjangnya skitar 20 cm. Sayap rusuknya sebenarnya merupakan perpanjangan
tulang - tulang rusuknya. Diantara tulang -tulang itu terdapat kulit yang pipih.
Tulang rusuk dan kulit itu bisa di bentangkan dan dilipat lagi, seperti sayap.
Dengan sayapnya Draco bisa terbang sejauh sekitar 9 meter. Kecepatan
terbangnya tergantung dari lebar sayap dan besar badanya. Saat terbang,
kecepatan nya rendah, tetapi gerakanya lincah. Jenis ini sering terlihat pada batang
dan kanopi pohon. Kadal ini adalah satwa arboreal dan lebih memilih hutan
dataran rendah dan sedang sampai ketinggian 800 mdpl. Penyebaran Regionalnya
yaitu di Thailand selatan, Malaysia, Singapura, Indonesia (Sumatera, Kep Natuna,
Kalimantan).

4.1.7 Famili Colubridae


4.1.7.1 Dendrelaphis pictus (G Melin, 1789)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Colubridae Gambar 14. Dendrelaphis pictus
Genus : Dendrelapis
Spesies : Dendrelaphis pictus (G Melin, 1789)
Sumber : Jurgen, 1988
Status : Least concern
Dari praktikum yang telah dilakukan, Dendrelaphis pictus memiliki panjang
standar (SVL) 470 mm, panjang ekor (Tal), 265 mm, panjang total (TL) 735 mm,
diameter mata (ED) 4 mm, lebar kepala (HW) 9 mm, jarak intra nares (D-In) 3
mm, jarak antar mata (D-spoc) 7 mm, jumlah sisik lingkar badan (MSR) 17 buah,
jumlah sisik ventral (VEN) 7 buah, jumlah sisik ekor (SC) 13 buah, jumlah sisik
supra labial (SSL) 9 buah, jumlah sisik labial (IL) 8 buah, pajang kepala (HL) 15
mm, panjang moncong (SNL) 4 mm, bentuk pupil round, bentuk sisik smoout,
anal plate bivade, bentuk sisik ekor double raw, bentuk kepala medium headed,
bentuk rostral tumpul, bentuk tubuh slender, sisik oreal tidak ada, loreal pit 1
pasang, bentuk sisik anal bivide, dan habitat arboreal.
Menurut Djuhanda (1982) bahwa Dendrelaphis pictus merupakan ular
yang kurus ramping, panjang hingga sekitar 800 sampai 1500. Ekornya panjang,
mencapai sepertiga dari panjang tubuh keseluruhan. Dendrelaphis pictus
mempunyai warna tubuh coklat zaitun seperti logam perunggu di bagian
punggung. Pada masing-masing sisi tubuh bagian bawah terdapat pita tipis kuning
terang keputihan, dipisahkan dari sisik ventral (perut) yang sewarna oleh sebuah
garis hitam tipis memanjang hingga ke ekor. Kepala kecoklatan perunggu di
sebelah atas, dan kuning terang di bibir dan dagu, diantarai oleh coret hitam mulai
dari pipi yang melintasi mata dan melebar di pelipis belakang, kemudian terpecah
menjadi noktah-noktah besar dan mengabur di leher bagian belakang. Terdapat
warna-warna peringatan berupa bintik-bintik
hijau terang kebiruan di bagian leher hingga
tubuh bagian muka, yang biasanya
tersembunyi di bawah sisik-sisik hitam atau
perunggu dan baru nampak jelas apabila si ular
merasa terancam. Sisik-sisik ventral putih
kekuningan atau kehijauan.
4.1.7.2 Boiga cynodon
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Colubridae
Genus : Boiga Gambar 15. Boiga cynodon
Spesies : Boiga cynodon (BOIE, 1827)
Sumber : Jurgen, 1988
Status :

Dari praktikum yang telah dilakukan, Boiga cynodon memiliki panjang standar
(SVL) 2170 mm, panjang ekor (Tal), 465 mm, panjang total (TL) 2635 mm,
diameter mata (ED) 9 mm, lebar kepala (HW) 20 mm, jarak intra nares (D-In) 10
mm, jarak antar mata (D-spoc) 17 mm, jumlah sisik lingkar badan (MSR) 25 buah,
jumlah sisik ventral (VEN) 299 buah, jumlah sisik ekor (SC) 286 buah, jumlah
sisik supra labial (SSL) 7 buah, jumlah sisik labial (IL) 6 buah, pajang kepala
(HL) 47 mm, panjang moncong (SNL) 4 mm, bentuk pupil oval, bentuk sisik
keeled, anal plate bivade, bentuk sisik ekor double raw, bentuk kepala broad head,
bentuk rostral tumpul, bentuk tubuh tipikal, sisik oreal tidak ada, loreal pit 1
pasang, bentuk sisik anal bivide, dan habitat arboreal.
Menurut Jurgen (1988), Boiga cynodon merupaka spesies yang agak
berbisa, memiliki tubuh coklat muda dengan palang-palang coklat atau hitam
yang gelap menjadi relatif lebih tebal ke arah ekor. Boiga cynodon ini dapat
ditemukan di daerah dataran rendah dan kebiasaan arboreal. Spesies ini ditemukan
beristirahat di cabang pohon, anak sungai menjorok ke Sungai Kinabatangan,
Sabah, Borneo. Perilaku Boiga ini hidup terutama di pohon-pohon hutan dataran
rendah, kita tidak akan pernah bertemu ular yang diolah di wilayah atau didekat
pemukiman manusia, pengecualian di tanah unggas. Boiga memakan sendiri
hampir secara ekslusif unggas dan telur ayam. Ini adalah spesies aktif pada senja
dan malam hari. Bahkan ketika menyerang ular ini biasanya tidak menggigit, jika
ia datang kegigitan keracunan pembengkakan dan rasa sakit akan terasa luka. Hal
ini dapat mengakibatkan masalah sirkulasi. Boiga cynodon disebut juga dengan
ular mangrove, ular pohon dari family colubridae. Dapat ditemui di hutan kering
dan hutan hujan tropic serta daerah mangrove. Bagian dorsal dari spesies ini
berwarna terang dan sisik saling berhimpitan. Beberapa jenis Boiga memiliki
perubahan warna yang mencolok sebagai tanda pertumbuhan dari kecil menuju
dewasa. Sebagian besar dari jenis ini memakan burung-burung kecil.

4.1.8 Famili Elapidae


4.1.8.1 Naja sumatrana (Muller, 1890)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Elapidae
Genus : Naja Gambar 16. Naja Sumatrana
Spesies : Naja Sumatrana (Muller, 1890)
Sumber : Zipcodezoo, 2015
Status :
Dari praktikum yang telah dilakukan, Naja Sumatrana memiliki panjang standar
(SVL) 400 mm, panjang ekor (Tal), 80 mm, panjang total (TL) 480 mm, diameter
mata (ED) 3 mm, lebar kepala (HW) 10 mm, jarak intra nares (D-In) 4 mm, jarak
antar mata (D-spoc) 3 mm, jumlah sisik lingkar badan (MSR) 17 buah, jumlah
sisik ventral (VEN) 18 buah, jumlah sisik ekor (SC) 53 buah, jumlah sisik supra
labial (SSL) 7 buah, jumlah sisik labial (IL) 7 buah, pajang kepala (HL) 25 mm,
panjang moncong (SNL) 5 mm, bentuk pupil bulat, bentuk sisik smooth, anal
plate takterbentuk, bentuk sisik ekor double raw, bentuk kepala rounded, bentuk
rostral tumpul, bentuk tubuh tipikal, sisik oreal -, loreal pit -, bentuk sisik anal
double, dan habitat teristerial.
Menurut Naja Sumatrana atau ular kobra (Family elapidae) adalah ular
yang sudah dikenal di masyarakat atas keganasan dan efek bisanya. Kobra akan
mengangkat tubuh sambil memipihkan lehernya jika merasa terancam sehingga
dapat terlihat lebih besar. Kobra biasanya berhabitat daerah tropis dan gurun
di Asia dan Afrika. Beberapa jenis kobra dapat mencapai panjang 1,2–2,5
meter. Meskipun tidak agresif di alam, ular ini bisa meludahkan suatu racun
neurotoksik kuat ke mata yang dapat menyebabkan kebutaan
sementara. menggigit, bagaimanapun, bisa fatal. Ada dua tahap warna: kuning
bentuk yang umum ditemukan di Thailand, dan bentuk hitam yang ditemukan di
Semenanjung, Malaysia, dan Singapura.

4.1.9 Famili Phytonidae


4.1.9.1 Phyton curtus(Schneider, 1801)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Phytonidae Gambar 17. Phyton curtus
Genus : Phyton
Species : Phyton curtus (Schneider, 1801)
Sumber : Zipcodezoo, 2015
Status :
Dari praktikum yang telah dilakukan, Phyton curtus memiliki panjang standar
(SVL) 2353 mm, panjang ekor (Tal), 110 mm, panjang total (TL) 2463 mm,
diameter mata (ED) 6 mm, lebar kepala (HW) 40 mm, jarak intra nares (D-In) 15
mm, jarak antar mata (D-spoc) 20 mm, jumlah sisik lingkar badan (MSR) 55 buah,
jumlah sisik ventral (VEN) 170 buah, jumlah sisik ekor (SC) 27 buah, jumlah
sisik supra labial (SSL) 6 buah, jumlah sisik labial (IL) 17 buah, pajang kepala
(HL) 32 mm, panjang moncong (SNL) 23 mm, labial pit 3, bentuk pupil vertikal,
bentuk sisik smooth, anal plate double, bentuk sisik ekor double raw, bentuk
kepala medium, bentuk rostral tumpul, bentuk tubuh snout, sisik oreal 3 pasang,
loreal pit -, bentuk sisik anal double, dan habitat teristerial.
Menurut Pope (1956), Phyton curtus memiliki warna menarik, terdapat
kaki rudimenter (kaki yang terreduksi). Ciri-ciri Tubuh bagian dorsal berwarna
coklat gelap dengan corak kehitaman, tubuh bagian ventral berwarna coklat
kekuningan pada kepala terdapat corak seperti mata tombak (segitiga) berwarna
coklat gelap, Terdapat garis hitam dari belakang hidung melewati mata sampai
kepala bagian belakang, memiliki mata bulat besar, pupil mata elips vertical,
panjangnyabisamencapai800mm. Hewan betina berkembang biak secara bertelur
(ovipar). Hewan betina tetap melingkari telur-telurnya selama masa inkubasi dan
mungkin saja menggetarkan tubuhnya untuk menghasilkan panas. Namun
tindakan ini memerlukan banyak tenaga dan hewan betina hanya akan
melakukannya apabila temperatur disekitarnya turun dibawah 90°F (32°C). Telur
akan menetas setelah 2,5-3 bulan dengan panjang tubuh anak ular 30 cm (12 inci).

4.1.10 Famili Viperidae


4.1.10.1 Tropidolaemus wagleri (Wagler, 1830)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Viperidae
Genus : Tripidolamus Gambar 18. Tropidolaemus wagleri
Spesies : Tropidolaemus wagleri (Wagler, 1830)
Sumber : Jurgen, 1988
Status :
Dari praktikum yang telah dilakukan, Tropidolaemus wagleri memiliki panjang
standar (SVL) 525 mm, panjang ekor (Tal), 105 mm, panjang total (TL) 630 mm,
diameter mata (ED) 4 mm, lebar kepala (HW) 33 mm, jarak intra nares (D-In) 30
mm, jarak antar mata (D-spoc) 20 mm, jumlah sisik lingkar badan (MSR) 25 buah,
jumlah sisik ventral (VEN) 134 buah, jumlah sisik ekor (SC) 50 buah, jumlah
sisik supra labial (SSL) 9 buah, jumlah sisik labial (IL) 11 buah, pajang kepala
(HL) 39 mm, panjang moncong (SNL) 23 mm, bentuk pupil vertikal, bentuk sisik
segi lima, anal plate tak berbentuk, bentuk sisik ekor segi lima, bentuk kepala segi
tiga, bentuk rostral tumpul, bentuk tubuh silindris, sisik oreal 5 pasang, loreal pit
ada, bentuk sisik anal berbintik, habitat arboreal dan warna hijau kebiruan.
Menurut Nabhitabhata (1998), Tropidolaemus wagleri memiliki warna
tubuh hijau, habitat di hutan primer, hutan sekunder matang dan hutan bakau,
aktif pada malam hari, siang hari umumnya terletak melingkar tinggi di
pepohonan.Istilah "pit viper" mengacu pada panas-sensing "lubang" yang terjadi
pada setiap pipi - ini digunakan untuk mencari mangsa. Seperti ular berbisa
lubang lain, jenis ini memiliki racun haemotoxic, berarti itu adalah racun untuk
sistem darah.Spesies yang dapat diidentifikasi oleh kepala segitiga. Terutama
berwarna hijau muda terang dengan band pucat sempit, dan orang dewasa hijau
tua dengan pita kuning tebal.Wagler's Pit Viper berkisar dari selatan Thailand,
Malaysia dan Singapura ke Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan pulau-pulau yang
lebih selatan dari Filipina.
Menurut Zug (1993), Ular ini diperkirakan masih juvenil karena betina
biasanya bisa mencapai ukuran sampai meteran, sedangkan yang jantan hanya
mencapai 75 cm. Ular ini berwarna hijau bercahaya dengan bercak warna-warni
pada sisi perutnya. Fase yang sangat bagus dari warna ular ini adalah saat
berwarna hitam dan campuran dasar warna hitam, dengan orange dan kuning
sebagai pola yang dicampur dengan dasar warna hijau bercahaya.

4.1.11 Famili Hydrophiidae


4.1.11.1 Pelamis platurus (Linnaeus, 1766)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Hydrophiidae
Genus : Pelamis
Gambar 19. Pelamis platurus
Spesies : Pelamis platarus (Linnaeus, 1766)
Sumber : Pough, 1998
Status :
Dari praktikum yang telah dilakukan, Pelamis planatus memiliki panjang standar
(SVL) 365 mm, panjang ekor (Tal), 45 mm, panjang total (TL) 410mm, diameter
mata (ED) 2 mm, lebar kepala (HW) 13 mm, jarak intra nares (D-In) 3 mm, jarak
antar mata (D-spoc) 8 mm, jumlah sisik lingkar badan (MSR) 23 buah, jumlah
sisik ventral (VEN) 57 buah, jumlah sisik ekor (SC) 45 buah, jumlah sisik supra
labial (SSL) 11 buah, jumlah sisik labial (IL) 10 buah, pajang kepala (HL) 2 mm,
panjang moncong (SNL) 1,8 mm, bentuk pupil oval, bentuk sisik keeled, anal
plate tunggal, bentuk sisik ekor single, bentuk kepala meruncing, bentuk rostral
meruncing, bentuk tubuh tipikal, sisik oreal 3 pasang, loreal pit -, bentuk sisik
anal bdouble, habitat air dan warna bagian atas hitam dan bagian bawah kuning
kehijauan.

4.2 Kunci Determinasi

1. a. Mempunyai gelambir pada bagian leher......................................Draco volans


b. Tidak mempunyai gelambir pada bagian leher...........Draco melanomorpogon
2. a. Mempunyai lipatan kulit berbentuk sayap...........................Draco sumatranus
b. Tidak mempunyai lipatan kulit berbentuk sayap.............................................3
3. a. Sisik kasar di seluruh permukaan tubuh........................Gonocephalus grandis
b. Tidak memiliki sisik kasar di seluruh permukaan tubuh.................................4
4. a. Kelopak mata bisa berputar........................................Bronchocella cristatella
b. Kelopak mata tidak bisa berputar....................................................................5
5. a. Marginal karapaks bergerigi.................................................Trachemys scripta
b. Marginal karapaks tidak bergerigi...................................................................7
6. a. Karapaks berbentuk oval.......................................................Heosemys spinosa
b. Karapaks tidak berbentuk oval...........................................Caura ambounensis
7. a. Cangkang lunak....................................................................Dagonia subplana
b. Tidak memilki cangkang lunak........................................................................8
8. a. Digit melebar..................................................................Hemidactylus frenatus
b. Digit tidak melebar..........................................................................................9
9. a. Ekor lebih panjang dibandingkan badan......................Hemidactylus platyurus
b. Ekor tidak lebih panjang dibandingkan badan........................Gecko monarcus
10. a. Tympanum tenggelam...............................................................Eutropis rudis
b. Tympanum tidak tenggelam...........................................Eutropis multifasciata

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Dogania subplana memiliki cakar dan memiliki tulang rawan, warna
tubuh coklat kehitaman.
2. Cuora amboinensis memiliki ukuran tubuh spesies ini dapar mencapai 20
cm atau 200 mm. Karapaks berwarna zaitun gelap atau hitam, dan
karapaks rendah, warna plastron kuning sampai coklat muda dengan
bercak coklat gelap atau hitam besar terhadap luar setiap karapaks.
3. Heosemys spinosa memiliki panjang karapaks mencapai 22 cm. Plastron
ditandai dengan pola pada karapaks, warna coklat kehitaman yang
seragam dani bagian margin karapaks terdapat seperti duri.
4. Eutropis multifascata, memiliki panjangn hingga sekitar 22 cm, sisi atas
tubuh berwarna coklat tembaga keemasan, sisi lateral tubuh dengan warna
gelap kehitaman atau kecoklatan berbintik-bintik putih.
5. Bronchocella cristatella biasanya memiliki tubuh yang ramping dan kuat,
berwarna hijau dan bisa berubah warna menjadi hitam jika merasa dalam
keadaan terancam.
6. Gecko monarchus memiliki panjang total mencapai 340 mm, dorsal (sisi
punggung) kasar, dengan banyak bintil besar-besar. Abu-abu kebiruan
sampai kecoklatan, dengan bintik-bintik berwarna merah bata sampai
jingga.
7. Hemidactylus frenatus memiliki panjang tubuh 75 mm, dimana ukuran
tubuh jantan lebih besar dibandingkan dengan betina. Warna tubuh abu-
abu atau coklat muda.
8. Gonochepalus grandis, meliki badan panjang dan ramping, memiliki surai,
dan memiliki warna kecoklatan dengan garis-garis belang kuning
kehijauan.
9. Draco volans, memiliki memiliki panjang tubuh sekitar 9 cm atau 90 mm
dengan ekor yang sedikit lebih panjang. Warna tubuh dari spesies ini
adalah abu-abu kehitaman atau coklat gelap.
10. Draco melanopogon berwarna abu-abu , permukaan dorsal dengan bintik-
bintik hitam, mempunyai sayap.
11. Hemidactylus platyrus memiliki tuberkel punggung kecil yang dibatasi
untuk baris dorso-lateral, dan sepasang kedua perisai dagu anterior kontak
dengan infralabials.
12. Trachemys scripta memiliki karapak berwarna olive coklat terhias tanda
berbentuk garis ataupun bintik noktah berwarna kuning pada pinggiran
plastron.
13. Eutropis rudis, memiliki penampang tubuh bersegi empat tumput, sisi atas
tubuh berwarna coklat tembaga emas dengan bercak-bercak kehitaman, di
tepi sisik membentuk pola garis memanjang yang kabur terputus-putus dan
sisi bawah tubuh berwarna abu-abu keputihan atau kekuningan.
14. Dendrelaphis pictus memiliki bentuk pupil round, bentuk sisik smoout,
anal plate bivade, bentuk sisik ekor double raw, bentuk kepala medium
headed, bentuk rostral tumpul, bentuk tubuh slender, sisik oreal tidak ada,
loreal pit 1 pasang.
15. Tropidolaemus wagleri memiliki bentuk pupil vertikal, bentuk sisik segi
lima, anal plate tak berbentuk, bentuk sisik ekor segi lima, bentuk kepala
segi tiga, bentuk rostral tumpul, bentuk tubuh silindris, sisik oreal 5 pasang,
loreal pit ada, bentuk sisik anal berbintik, habitat arboreal dan warna hijau
kebiruan.
16. Phyton curtus memiliki bentuk pupil vertikal, bentuk sisik smooth, anal
plate double, bentuk sisik ekor double raw, bentuk kepala medium, bentuk
rostral tumpul, bentuk tubuh snout, sisik oreal 3 pasang, dan habitat
teristerial.
17. Naja sumatrana, memiliki bentuk pupil bulat, bentuk sisik smooth, anal
plate takterbentuk, bentuk sisik ekor double raw, bentuk kepala rounded,
bentuk rostral tumpul, bentuk tubuh tipikal, sisik oreal -, loreal pit -,
bentuk sisik anal double, dan habitat teristerial.
18. Boiga cynodon, memiliki bentuk pupil oval, bentuk sisik keeled, anal plate
bivade, bentuk sisik ekor double raw, bentuk kepala broad head, bentuk
rostral tumpul, bentuk tubuh tipikal, loreal pit 1 pasang, bentuk sisik anal
bivide, dan habitat arboreal.
19. Pelamis planatus, memiliki bentuk pupil oval, bentuk sisik keeled, anal
plate tunggal, bentuk sisik ekor single, bentuk kepala meruncing, bentuk
rostral meruncing, bentuk tubuh tipikal, sisik oreal 3 pasang, loreal pit -,
bentuk sisik anal bdouble, habitat air dan warna bagian atas hitam dan
bagian bawah kuning kehijauan.

5.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum selanjutnya adalah praktikan mempelajari dulu
materi yang akan di praktikum kan, mencai data literatur yang benar, bertanya
kepada asisten pendamping jika tidak mengerti, dan membawa bahan praktikum
yang lengkap.
DAFTAR PUSTAKA

Barbour, R., C. Ernst. 1992. Turtles of the World. 280 pp: Smithsonian Institute
Press
Benton, Michael J. 2004. Vertebrate Paleontology 3rd ed. Oxford: Blackwell
Science Ltd.
Carr, A.1977. The Reptil he life. Time Books inc Alexandria.
Djuhanda, T. 1982. Anatomi dari Empat Spesies Hewan Vertebrata. Amico.
Bandung
Goin, C. J and O. B. Goin. 1971. Intoduction to Herpetology. Second edition. WH.
Freeman and Company. San fransisco.
Iskandar, D.T. 2000. Kura-kura&Buaya Indonesia&Papua Nugini. PALMedia
Citra. Bandung.
Manthey, V & w. Grossman. 1997. Amphibius anda Reptile. Sudestation. NTV
Verlag : Munster
McGuire J, Heang KB. 2001. “Draco volans” http://www.inaturalist.org/
(Diakses pada 25 Maret 2015).
Pope, CH. 1956. The Reptile World. Routledge and Kegal Paul Ltd : London
Pough, F. H, et. al. 1998. Herpetology. Prentice-Hall,Inc. New Jersey.
Rodrigues, Maurice. 2003. The Complete Chelonian Taxonomy List World
Chelonian Trust.http://www.chelonia.org/Turtle_Taxonomy.htm. Diakses tanggal
26 Maret 2015.
Zipcodezoo.2011.Klasifikasihttp://zipcodezoo.com/Animals/G/Gonocephalus_gra
ndis/Diakses tangal 26 Maret 2015
Zug, George R. 1993. Herpetology : an Introductory Biology of Ampibians and
Reptiles. Academic Press. London.

Anda mungkin juga menyukai