Anda di halaman 1dari 12

Praktikum Ekotoksikologi perairan Hari/tanggal : Rabu / 12 April 2023

Kelompok/pararel : 4 / 2 Asisten : Raihan Awaluddin

FISIOLOGY
EFFECT
(RESPIRATION)
ON FISH

Oleh

Ayu Septia Lestari


C2401201063

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2023
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lingkungan perairan termasuk hal yang sangat penting dalam proses


kehidupan di perairan. Kondisi lingkungan perairan dipengaruhi oleh faktor
abiotik. Faktor abiotik yang mempengaruhi yaitu oksigen terlarut, suhu, intensitas
cahaya, derajat keasaman, nitrat, nitrit, amonia, dan sebagainya. Faktor tersebut
dapat dikontrol dengan cara yang berbeda setiap parameternya (Poerwanto et al.
2014). Baik atau buruknya suatu lingkungan sangat dipengaruhi oleh tingkat
kestabilannya, jika suatu lingkungan tersebut mengalami perubahan, maka akan
berdampak secara langsung terhadap makhluk hidup yang ada di lingkungan
tersebut. Namun, beberapa makhluk hidup dapat beradaptasi dengan perubahan
yang ada sedangkan yang tidak dapat beradaptasi dengan baik akan menyebabkan
kematian.
Oksigen termasuk komponen penting dalam perairan karena oksigen
termasuk faktor pembatas. Jika oksigen tersedia dalam jumlah sedikit pada
perairan maka akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan terhambat
bahkan dapat mengakibatkan kematian pada makhluk hidup perairan seperti ikan
dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan oksigen sangat dibutuhkan untuk
respirasi dan menjalankan fungsi aktifitas lainnya seperti mengoksidasi zat
makanan sehingga dapat menghasilkan energi pada biota perairan tersebut.
Oksigen terlarut dalam perairan dapat berasal dari hasil fotosintesis tumbuhan
yang hidup pada perairan tersebut, dari difusi udara, dan lain sebagainya. Namun,
hal tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lain seperti tekanan, salinitas,
suhu, pH dan kondisi pemanasan global. Hal tersebut tentu sangat mempengaruhi
jumlah kandungan oksigen terlarut yang terdapat pada perairan tersebut. Akibat
dari jumlah kandungan oksigen terlarut yang tidak menentu dalam perairan akan
mengakibatkan biota yang ada dalam perairan harus melakukan aklimitisasi
terhadap perubahan tersebut. Namun, umumnya jumlah konsumsi oksigen setiap
biota berbeda-beda, ada yang membutuhkan oksigen dalam jumlah banyak dan
ada juga yang sedikit (Suwandi et al. 2012).
Sistem respirasi memiliki fungsi untuk mengambil oksigen dari atmosfer
ke dalam sel-sel tubuh dan mentranspor karbondioksida yang dihasilkan sel-sel
tubuh ke atmosfer. Oksigen termasuk salah satu unsur penunjang utama
kehidupan. Oksigen dimanfaatkan oleh biota akuatik untuk proses respirasi dan
menguraikan zat organik oleh mikroorganisme. Kekurangan oksigen dalam
perairan mengakibatkan suatu organisme tidak akan bertahan lama pada perairan
tersebut (Sakagami et al. 2016). Ikan dapat beradaptasi pada suatu lingkungan
dapat dilihat berdasarkan ukuran dan fungsinya. Contohnya ikan herbivora yang
mempunyai usus lebih panjang daripada jenis ikan omnivora dan karnivora.
Contoh lain yaitu ikan yang dapat bertahan hidup pada kadar oksiden yang rendah
akan mempunyai alat pernafasan tambahan yang dapat membantu insang dalam
mengikat oksigen. Misalnya, pada alat tambahan yang berupa labirin dan
arboresen (Arifin et al. 2015).

Tujuan Penelitian

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh toksikan terhadap


oksigen dan pada respirasi ikan.

Manfaat Penelitian

Praktikum ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat


sekitar dalam menambah ilmu pengetahuan mengenai pengaruh toksikan terhadap
respirasi ikan. Selain itu, dapat bermanfaat sebagai bahan acuan atau referensi
mengenai beberapa bahan kimia yang beracun dan dapat mengganggu sistem
organ atau jaringan pada ikan yang dapat mengganggu sistem fisiologi ikan.

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan lele termasuk salah satu komoditas budidaya yang mempunyai


berbagai kelebihan yaitu memiliki pertumbuhan yang cepat dan kemampuan
adaptasi terhadap lingkungan yang tinggi (Aldo 2019). Ikan lele termasuk ikan
jenis konsumsi. Ikan ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena ikan lele
mudah untuk dibudidaya (Sudaryati et al. 2017). Berikut klasifikasi ikan lele
adalah sebagai berikut:

Sumber: fishbase.se
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Actinopterygii
Ordo: Siluriformes
Famili: Clariidae
Genus: Clarias
Spesies: Clarias gariepinus

Ikan lele memiliki kepala yang berbentuk mirip seperti persegi panjang
dan runcing di garis punggung. Ikan lele memiliki sirip perut yang letaknya dekat
moncong. Ikan lele memiliki sirip dada yang memanjang dari operkulum hingga
di bawah sinar sirip punggung pertama. Ikan lele memiliki moncong yang
membulat lebar. Ikan lele memiliki sungut pada bagian hidung dan rahang atas.
Sistem respirasi yaitu sistem yang memasukkan gas oksigen dari perairan
ke dalam tubuh ikan melalui beberapa tahapan respirasi dengan prinsip difusi. Gas
oksigen dapat masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang sebagai organ
pertukaran gas dalam respirasi. Gas oksigen kemudian didistribusikan melalui
kapiler menuju seluruh tubuh terutama sel mitokondria. Pertukaran gas yang
melibatkan oksigen ini mengakibatkan sistem respirasi memiliki hubungan
dengan sistem sirkulasi (Hillman et al. 2013).
Frekuensi gerakan operculum sebagai respon fisiologi diamati untuk
mendeteksi kadar racun secara cepat pada hewan vertebrata terutama pada ikan.
Peningkatan daya racun di perairan dapat mengakibatkan penurunan konsentrasi
oksigen terlarut dalam air, sehingga mengakibatkan peningkatan jumlah gerakan
operculum ikan (Inayah 2011). Natrium hipoklorit termasuk salah satu bahan
kimia yang banyak ditemukan di perairan. Garam-garam NaOCl umumnya
terdapat pada produk-produk pemutih dan desinfektan termasuk detergen. NaOCl
yang bereaksi dengan air akan menghasilkan organoklor yang bersifat racun bagi
organisme akuatik seperti mengganggu proses fosforilasi oksidatif pada respirasi
sel sehingga dapat menghambat proses pembentukan ATP. Selain itu, masuknya
garam-garam NaOCl akan menghambat sinar matahari yang masuk sehingga akan
mengakibatkan terjadinaya penurunan kadar DO di perairan (Inayah 2011).

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu, 12 April 2023 pukul 07.00-10.00


WIB bertempat di Laboratorium Biologi Makro 1, Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain, yaitu akuarium sebagai wadah ikan, DO
meter untuk mengukur kadar oksigen terlarut dalam air, kertas milimeter block
untuk mencatat hasil pengamatan, dan 3 buah gelas cup (400 mL). Bahan yang
digunakan antara lain, yaitu ikan sebagai biota uji dan larutan NaCLO (5%) yang
telah diencerkan menjadi 0,1 % dan 1% sebagai bahan untuk perlakuan terhadap
biota uji.

Prosedur Kerja

Penelitian fisiologi respirasi ikan dimulai dengan akuarium disiapkan


sebanyak satu buah dan diisikan 5 liter air setiap kelompok dengan konsentrasi 10-
1
, 10-2, 10-3, dan kontrol. Kemudian, DO awal diukur pada masing-masing wadah.
Lalu, bobot awal ikan ditimbang. Langkah selanjutnya yaitu tingkah laku ikan
diamati setiap 20 menit dan DO diukur setiap 20 menit. Kemudian, jumlah ikan
yang mati dihitung pada akhir pengamatan. Lalu, hasil dari pengamatan tersebut
digunakan untuk membuat grafik antara konsentrasi NaCLO dan mortalitas ikan.
Selain itu, dibuat juga grafik waktu terhadap DO. Langkah terakhir yaitu larutan
NaCLO ditentukan konsentrasi efektifnya.

Analisis Data

Pengenceran
Pengenceran yaitu suatu proses yang dilakukan untuk menurunkan
konsentrasi larutan dengan cara mengencerkan larutan dengan mencampurkan
beberapa pelarut seperti air maupun akuades, dengan rumus perhitungan :

C1 × V1 = C2 × V2

Keterangan:
C1 : Konsentrasi 1
C2 : Konsentrasi 2
V1 : Volume 1
V2 : Volume 2

Tingkat Konsumsi Oksigen


Tingkat konsumsi oksigen merupakan banyaknya oksigen yang
dibutuhkan atau dikonsumsi oleh biota dalam waktu tertentu dan hubungannya
dengan oksigen terlarut. Rumus yang digunakan yaitu :

Jumlah selisih DO
Konsumsi Oksigen =
Jumlah bobot total ikan × Lama pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Jumlah kandungan oksigen terlarut yang mengalami perubahan pada


akuarium percobaan perlu dihitung untuk mengetahui pengaruh bahan toksikan
(NaOCl) dengan konsentrasi dan lama pengamatan yang berbeda. Tabel hasil
pengukuran DO pada konsentrasi 0 ppm, 20 ppm, 50 ppm, 80 ppm, dan kontrol
pada waktu 0, 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 menit adalah sebagai berikut

Tabel 1 Hasil pengukuran DO


Waktu Kontrol DO (20 ppm) DO (50 ppm) DO (80 ppm)
0 7.1 7.4 7.4 7.4
10 6.9 6.7 7.2 6.7
20 6.8 5.8 6.6 6
30 6.7 5.7 6.4 5.9
40 6.6 5.4 6.2 5.7
50 6.5 5.4 6 5.6
60 6.4 5 5.8 5.6

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa kandungan DO semakin lama


waktu pengamatan maka semakin menurun kandungan oksigen terlarutnya, baik
pada perlakuan kontrol, 20 ppm, 50 ppm, dan 80 ppm. Hasil pada awal
pengamatan (10 menit pertama) diperoleh bahwa nilai DO terbesar terletak pada
akuarium dengan perlakuan NaOCl 50 ppm dan nilai DO terendah terletak pada
perlakuan NaOCl 20 ppm dan 80 ppm. Hasil pada akhir pengamatan (60 menit)
diperoleh bahwa kandungan oksigen pada perlakuan kontrol, 20 ppm, 50 ppm,
dan 80 ppm dengan nilai masing-masingnya yaitu 6,4, 5, 5,8, dan 5,6.

Tabel 2 Hasil pengamatan tingkah laku ikan pada konsentrasi 20 ppm


Wakt
u Tingkah laku KEL 4
0 Ikan lele terlihat lebih agresif, pergerakan operkulum normal, insang berdarah
10 Pergerakan ikan melemah. ikan mulai mengeluarkan mukus. 1 ikan mati. sirip berdarah.
20 Pergerakan ikan semakin melemah, frekuensi bukaan operculum meningkat
30 Semua ikan mulai tidak bergerak dan hanya diam di dasar, terkadang terlihat kejang-kejang
40 4 ikan mati, 1 ikan sekarat
50 1 ikan masih kejang
60 Semua ikan mati

Berdasarkan hasil pengamatan tingkah laku ikan pada konsentrasi 20 ppm


dapat diketahui bahwa pada menit awal ikan sudah mulai bergerak tidak teratur
dengan selalu bergerak ke atas permukaan dan insang berdarah, kemudian pada
menit ke-10 ikan mulai melemah dan mengeluarkan mukus. Semakin lama
pengamatan, ikan mulai pasif dan mengeluarkan mukus dari mulutnya. Menit ke-
20 terdapat satu ikan yang mati. Keempat ikan mati pada menit ke-40 dan satu
ikan dalam kondisi sekarat. Menit ke-50 terdapat satu ikan yang masih kejang dan
semua ikan mati pada menit ke-60.
Gambar 1 Grafik tingkat konsumsi oksigen

Berdasarkan grafik di atas, diperoleh hasil bahwa tingkat konsumsi oksigen


tertinggi berada pada akuarium dengan konsentrasi NaOCl 20 ppm dengan nilai
sebesar 0,1 mg O2/gram ikan/menit. Nilai konsumsi oksigen pada akuarium
dengan konsentrasi 50 ppm yaitu sebesar 0,0667 mg O2/gram ikan/menit. Nilai
konsumsi oksigen terendah terdapat pada akuarium dengan konsentrasi 80 ppm,
yaitu sebesar -0,0150 mg O2/gram ikan/menit.

Gambar 2 Grafik Nilai DO akuarium

Berdasarkan grafik di atas, diperoleh bahwa nilai oksigen terlarut pada


akuarium dengan variabel kontrol mempunyai nilai DO yang paling stabil
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan dengan konsentrasi 20 ppm
memiliki perubahan nilai DO yang paling curam dan mempunyai perbedaan yang
cukup signifikan. Hasil perlakuan konsentrasi 80 ppm juga terjadi penurunan yang
curam dan perbedaan mempunyai perbedaan yang cukup signifikan. Hasil
perlakuan konsentrasi 50 ppm terjadi penurunan nilai DO pada akuarium dengan
nilai yang cukup stabil.
Gambar 3 Grafik mortalitas ikan

Berdasarkan grafik di atas, konsentrasi larutan NaClO terhadap mortalitas


menunjukkan bahwa pada perlakuan kontrol tidak terdapat ikan yang mati
sehingga mortalitas yang dihasilkan yaitu 0. Perlakuan 20 ppm terdapat 4 ikan
yang mati sehingga mortalitas yang dihasilkan yaitu 80%. Perlakuan 50 ppm dan
80 ppm semua ikan mengalami kematian sehingga mortalitas yang dihasilkan
yaitu 100%.

Gambar 4 Grafik Lc 50%

Berdasarkan grafik di atas, diperoleh bahwa persentase kematian ikan lele


akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi yang
digunakan. Seluruh ikan yang terdapat pada konsentrasi 50 ppm dan 80 ppm
mengalami mortalitas 100%. Penarikan garis pada LC 50 menghasilkan regresi
yang terdapat pada konsentrasi 20 ppm. Grafik LC50 menunjukkan bahwa
kematian yang terjadi pada percobaan sebesar 50% dari jumlah ikan yang
digunakan.
Pembahasan

DO (dissolve oxygen) yaitu jumlah oksigen terlarut dalam air yang


diperoleh dari fotosintesa dan absorbsi udara. Oksigen sangat penting bagi
organisme dalam membantu proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh.
Keberadaan oksigen sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme perairan,
jika pada suatu perairan terjadi penurunan konsentrasi oksigen maka akan
mengakibatkan aktivitas ikan tersebut terganggu (Rahman 2012). Konsentrasi
oksigen terlarut dalam air akan berkurang dikarenakan oksigen digunakan dalam
proses difusi dan respirasi biota (Sahetapy 2013). Berdasarkan hasil pengamatan,
kadar DO pada akuarium semakin lama waktu pengamatan maka kandungan DO
akan semakin menurun. Hal ini berarti bahwa kandungan oksigen terlarut pada
akuarium semakin berkurang karena dimanfaatkan oleh biota uji. Berkurangnya
kadar DO dalam jumlah yang sangat banyak pada akuarium mengakibatkan ikan
tidak dapat melakukan difusi dan akhirnya mengalami kematian.
Faktor yang memengaruhi tingkat konsumsi oksigen terdiri dari ukuran,
jenis, kondisi fisiologis, dan kondisi lingkungan perairan (Malini dan Maulina
2016). Senyawa organokhlorin yang mempunyai sifat lipofilik akan mudah
terserap ke dalam tubuh ikan dan mengakibatkan kematian dikarenakan
berkurangnya konsumsi oksigen dan osmoregulasi ikan yang terganggu
(Saparuddin et al. 2020). Senyawa organokhlorin juga dapat mengganggu proses
fosforilasi oksidatif pada respirasi sel yang mengakibatkan pembentukan ATP
terhambat. Tubuh ikan merespon kekurangan ATP tersebut sebagai kekurangan
oksigen sehingga menyebabkan munculnya reaksi fisiologis yaitu dengan
meningkatkan frekuensi gerakan opeculum untuk menambah kadar oksigen yang
masuk ke dalam tubuh. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan yaitu
semakin tinggi konsentrasi NaOCl yang diberikan maka semakin sering ikan
menggerakkan operculumnya. Peningkatan frekuensi gerakan operculum pada
ikan dalam waktu lama dapat mengakibatkan kerusakan insang dan hipoksia yang
berakibat pada kematian dan melemahkan otot yang menggerakkan operculum
(Soetopo et al. 2007).
Kondisi fisiologis seperti rusaknya insang mengakibatkan tingkat
konsumsi oksigen pada ikan meningkat. Berdasarkan grafik tingkat konsumsi
oksigen, semakin tinggi konsentrasi larutan maka tingkat konsumsi oksigen ikan
lele juga umumnya akan mengalami kenaikan. Hal tersebut terjadi karena ikan
membutuhkan oksigen yang banyak untuk melakukan proses osmoregulasi ion-
ion antara tubuh ikan dengan larutan garam NaOCl di luar tubuhnya. Proses
metabolisme yang menurun pada ikan menyebabkan penurunan bobot tubuh ikan
(Suwandi et al. 2012). Nilai lethal concentration 50% ikan lele terhadap toksin
Natrium Hipoklorit terdapat pada nilai konsentrasi sebesar 20 ppm. Perlakuan
yang dilakukan menghasilkan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOCl yang
terdapat pada akuarium dapat meningkatkan jumlah dan persentase nilai kematian
ikan lele.

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Bahan toksikan yang terdapat di perairan seperti NaOCl yang banyak


diperoleh dari limbah domestik ternyata mempunyai efek yang sangat lethal
terhadap organisme akuatik. Semakin besar konsentrasi toksikan yang masuk ke
perairan, maka tingkat konsumsi oksigen yang dibutuhkan organisme semakin
besar. Nilai konsentrasi NaOCl yang tinggi juga memiliki hubungan yang positif
terhadap kematian ikan lele. Nilai lethal concentration 50% ikan lele terhadap
toksin Natrium Hipoklorit yaitu sebesar 20 ppm.

SARAN

Pentingnya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh bahan


toksik yang lainnya ataupun NaOCl dengan menggunakan biota uji yang berbeda
supaya dapat mengetahui kemampuan fisiologis berbagai jenis ikan.
DAFTAR PUSTAKA

Aldo D. 2019. Pemilihan bibit lele unggul dengan menggunakan metode weighted
product. Jurnal Teknologi dan Open Source. 2(1): 15–23.
Arifin MY. 2016. Pertumbuhan dan survival rate ikan nila (Oreochromis. Sp)
strain merah dan strain hitam yang dipelihara pada media bersalinitas.
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 16 (1): 159–166.
Inayah. 2011. Pengaruh Detergen Terhadap Respon Fisiologi, Laju Pertumbuhan
dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila pada Skala
Laboratorium. Ternate(ID): Universitas Khairun.
Hilman SS, Hancock T V, Hedrick MS. 2013. A comparative meta-analysis of
maximal aerobic metabolism of vertebrates: Implications for respiratory
and cardiovascular limits to gas exchange. Journal of Comparative
Physiology B. 183(2): 167–179.
Malini DM, Maulina R. 2016. Konsumsi oksigen ikan pelagis di muara segara
anak, Taman Nasional Alas Purwo. Bioeksperimen. 2(2): 111–118.
Poerwanto E, Rasmana ST, Wibowo MC. 2014. Pengontrol kualitas air tambak
menggunakan metode fuzzy logic untuk budidaya udang windu. Journal of
Control and Network Systems. 31: 46–53.
Rahman A. 2012. Study of the seasonal variations in Turag river water quality
parameters. African Journal Pure Application Chemistry. 6(10): 1–9.
Sahetapy JM. 2013. Pengaruh perbedaan volume air terhadap tingkat konsumsi
oksigen ikan nila (Oreochromis sp.). Jurnal Triton. 9(2): 127–130.
Sakagami N, Nishida K, Misumi K, Hirayama Y, Yamashita S, Hoshi H, Misawa
H, Akiyama K, Suzuki C, Yoshioka K. 2016. The relationship between
oxygen consumption rateand viability of in vivo-derived pig embryos
vitrified by the micro volume air cooling method. Production Science.
164: 40–46.
Saparuddin, Yanti, Salim, Muhammad H. 2020. Hematological response of tilapia
(Oreochromis niloticus) in laundry wastewater. Journal Biogenesis. 8(1):
69–78.
Sudaryati D, Heriningsih S, Rusherlistyani. 2017. Peningkatan produktivitas
kelompok tani ikan lele dengan teknik bioflok. Jurnal Pengabdian dan
Pemberdayaan Masyarakat. 1(2): 109–115.
Soetopo RS, Purwati S, Setiawan Y, Septiningrum K. 2007. Tingkat toksisitas air
limbah proses pemutihan pulp kertas terhadap ikan mas (Cyprinus carpio
L.). Junal Selulosa. 42(1): 35–41.
Suwandi R, Nugraha R, Novila W. 2012. Penurunan metabolisme ikan nila
(oreochromis niloticus) pada proses transportasi menggunakan ekstrak
daun jambu biji (psidium guajava var. pyrifera). JPHPI. 15(3): 1–9.
LAMPIRAN
Dokumentasi
Contoh perhitungan
 Perhitungan tingkat konsumsi oksigen
Jumlah selisih DO
Konsumsi Oksigen =
Jumlah bobot total ikan × Lama pengamatan

0,7
=
2,6 × 60
= 0,0045

 Penentuan konsentrasi Lc
a = 28,1633
b = 1,1156
y = a+bx
50 = 28,1633 + 1,1156 x
50 – 28,1633 = 1,1156 x
21,3867 = 1,1156 x
X = 19,5732

Anda mungkin juga menyukai