Anda di halaman 1dari 5

KONSERVASI DI WILAYAH RAJA AMPAT

FIRYAL KINTANIA FADHILA


NIM C2401201046

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2023
I KONSERVASI

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari ribuan pulau yang memiliki keindahan dan
ciri khasnya masing-masing. Beberapa pulau yang memiliki ciri khas dan keindahan yang
menonjol yaitu Pulau Sombori, Pulau Raja Ampat, Kepulauan Derawan, dan masih banyak
lagi. Pulau-pulau tersebut memerlukan perawatan agar ekosistem dan keindahan yang terdapat
di dalamnya tetap terjaga, salah satu cara untuk merawat pulau-pulau tersebut yaitu dengan
dilakukannya konservasi. Konservasi sendiri memiliki arti yaitu upaya untuk melestarikan atau
mengawetkan daya dukung, mutu, fungsi, dan kemampuan lingkungan secara seimbang.
Konservasi ini memiliki beberapa tujuan seperti untuk mewujudkan sumberdaya alam hayati
yang lestari, menjaga keseimbangan ekosistem didalamnya, meningkatkan kesejahteraan serta
mutu kehidupan manusia, dan melestarikan manfaat serta kemampuan sumberdaya alam hayati
dan ekosistem secara seimbang (Gazali 2017).
Pulau Raja Ampat merupakan salah satu pulau yang menjadi daya tarik Indonesia dan
memerlukan upaya konservasi agar tetap terjaga. Menurut Boli (2014) Raja Ampat memiliki
beberapa pengelolaan konservasi yang telah dilakukan, diantaranya yaitu suaka alam perairan,
kawasan konservasi tradisonal atau sasi, dan kawasan konservasi laut daerah (regional MPA).
Regional MPA memiliki beberapa jenis zona yang terbagi ke dalam 6 jenis yaitu zona inti,
zona keamanan pangan dan wisata bahari, zona perikanan berkelanjutan dan budidaya
perikanan, zona jalur pelayaran kapal, zona sasi dan pemanfaatan tradisonal, dan zona
pemanfaatan lainnya. Pengelolaan konservasi di Raja Ampat memiliki penerapan pengelolaan
konservasi yang menggabungkan antara pemanfaatan yang dibatasi dan pelarangan untuk
mengambil sumberdaya laut. Model pengelolaan ini mengkombinasikan antara peran
pemerintah daerah setempat dengan masyarakat lokal yang masih menjunjung tinggi adat yang
dimana hal ini didukung oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Raja Ampat memiliki pendekatan pengelolaan konservasi yang cenderung bersifat
sentralistik yang artinya tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses pengelolaan berasal
dari pusat pemerintahan seperti Kementrian Kehutanan, sistem pengelolaan kawasan
konservasi oleh pemerintah diutamakan dengan menggunakan sains dibanding kearifan lokal
kehidupan masyarakat setempat yang menyebabkan kurangnya dukungan dan implementasi
sehingga gagalnya tujuan konservasi tersebut, oleh sebab itu diadakannya perubahan sistem
yang dimana lebih terbukanya peluang untuk masyarakat lokal berperan serta pemerintah
daerah setempat untuk mengelola kawasan konservasi tersebut. Raja Ampat juga memiliki
bentuk pengelolaan yang dikenal dengan istilah sasi yang dimana model pengelolaan ini
memiliki pertimbangan dari aspek kelestarian sumberdaya alam untuk menemukan komoditas
perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti lola dan teripang. Implementasi
pengelolaan sasi ini berbasis adat yang tentunya memiliki kekurangan seperti waktu
implementasi yang singkat sekitar 3 bulan hingga 1 tahun yang dimana waktu tersebut tidak
cukup untuk memulihkan stok biota dan kurang luasnya wilayah sasi yang tidak efektif untuk
melindungi sumberdaya ikan, oleh sebab itu pengelolaan konservasi berbasis sasi digabungkan
dengan pengelolaan konservasi berbasis sains konvensional yang dimana penggabungan ini
menjadi solusi yang bijaksana dalam meningkatkan keberhasilan pengelolaan wilayah
konservasi di perairan Raja Ampat.
II KARAKTERISTIK

Setiap perairan memiliki karakteristik yang menjadi ciri khasnya masing-masing.


Kepulauan Raja Ampat terdapat di Provinsi Papua Barat, Indonesa dengan letak geografis di
titik koordinat 2°25’LU - 4°25’LS dan 130° - 132°55’BT. Raja Ampat disebut dengan istilah
“coral triangle” yang dimana Raja Ampat menjadi jantung pusat segitiga karang dunia dan
memiliki keanekaragaman spesies terumbu karang yang luar biasa yang terdiri dari 474 spesies
karang dan 456 spesies terumbu keras (hard coral) (Herwindya et al. 2020). Raja Ampat
memiliki 1.104 jenis ikan, 699 jenis moluska, dan 537 jenis hewan karang, selain itu juga Raja
Ampat juga memiliki hamparan padang lamun yang luas, hutan bakau, serta pantai tebing
berbatu yang dapat memanjakan mata para pengunjungnya (Cayi dan Gelbo 2013).
Berdasarkan keanekaragaman yang terdapat di Raja Ampat, dapat diketahui bahwa Raja
Ampat merupakan kepulauan jenis Pulau Karang. Pulau karang merupakan pulau yang
terbentuk akibat sedimen klastik berumur kuarter yang umumnya sangat subur karena memiliki
daya kapilaritas tinggi sehingga memiliki air yang dapat mendukung kehidupan biota dan
manusia dengan baik. Dibalik keindahan Raja Ampat, terdapat implikasi terhadap gangguan
alam yang disebabkan oleh karakteristik pulau yang khas, contohnya Raja Ampat sangat
bergantung pada ketinggian dan mudah terkena badai serta memiliki air permukaan yang
terbatas (Tahir 2010).

III ANCAMAN

Ancaman merupakan segala sesuatu yang bersifat membahayakan bagi alam maupun
manusia, ancaman memiliki hubungan yang berkesinambungan dengan kerusakan. Ancaman
terbagi menjadi dua yaitu acncaman yang berasal dari manusia dan ancaman yang berasal dari
alam. Kerusakan sendiri dapat diartikan sebagai dampak dari ancaman yang telah terjadi
(Fachrurrozie et al. 2012). Ancaman dan kerusakan memiliki berbagai dampak seperti
terjadinya gangguan fungsi ekologis, terbatasnya jumlah dan sebaran biota akuatik, terjadinya
pencemaran suatu ekosistem, terjadinya penurunan kualitas air, sumberdaya yang rusak,
meningkatkan kerentanan sumberdaya, dan yang paling fatal yaitu terjadinya kepunahan suatu
biota. Setiap daerah tidak luput dari ancaman dan kerusakan yang dapat menyebabkan kerugian
bagi daerah tersebut dan perlu adanya solusi yang dapat mencegah atau mengurangi ancaman
dan kerusakan yang telah terjadi.
Perairan Raja Ampat juga memiliki ancaman dan kerusakan yang merugikan bagi
ekosistem maupun biota yang dapat menyebabkan ketidakesimbangan habitat. Beberapa
ancaman bagi Perairan Raja Ampat yaitu penggunaan alat penangkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan sehingga dapat mengancam habitat ikan (Arkham et al. 2020), abrasi pantai yang
merupakan penyebab terjadinya sedimentasi sehingga arus laut tidak terhalang, perubahan
iklim, pencemaran lingkungan, tidak adanya penentuan standar produk budidaya yang dapat
berdampak pada peningkatan biaya pajak ekspor maupun pajak penjualan, dan keamanan pada
Perairan Raja Ampat masih belum terjaga (Latuny et al. 2020). Adapun kerusakan yang telah
terjadi pada Perairan Raja Ampat yaitu rusaknya terumbu karang akibat penggunaan alat
tangkap yang tidak tepat seperti bahan peledak dan sianida (Ernaningsih 2016), rusaknya
terumbu karang yang disebabkan oleh black band disease, white syndrome, dan coral
bleaching (Johan et al. 2020), serta rusaknya terumbu karang yang diakibatkan oleh kapal
pesiar MV Caledonian Sky milik pemerintah inggris (Witomo et al. 2017).
Setiap ancaman dan kerusakan memiliki solusi yang perlu dilakukan. Beberapa solusi
yang dapat dilakukan untuk mengatasi ancaman yang terjadi di Perairan Raja Ampat yaitu
dengan memilih perairan yang tidak terpengaruh oleh musim serta meningkatkan peran bagi
pemerintah dan lembaga terkait setempat. Adapun solusi yang dapat dilakukan untuk
mengatasi kerusakan di Perairan Raja Ampat yaitu menuntut secara hukum untuk pengganti
kerugian atas kerusakan terumbu karang seluas 1.600 m2 sebesar Rp6.000.000.000.000 (enam
trilyun rupiah) kepada kapal pesiar asal Inggris, lalu pemerintah setempat juga dapat
membentuk tim adhoc untuk menanggulangi terumbu karang yang telah rusak, lalu menanam
kembali terumbu karang yang rusak, melakukan upaya konservasi dan penetapan wilayahnya,
serta upaya rehabilitasi aktif terhadap terumbu karang.
DAFTAR PUSTAKA

Arkham MN, Wahyudin D, Pahlevi MR, Hutapea RYF. 2020. Provisioning services of coral
reef ecosystem at the natural sanctuary in the water Raja Ampat Island based on valuation
economic perspective. Jurnal Kelautan. 13(3) : 239-248.
Boli P. 2014. Pengelolaan sumberdaya karang berbasis integrasi sasi dengan konservasi
perairan modern di Raja Ampat [disertasi]. Bogor: IPB University.
Cayi, Gelbo. 2013. Lost In Raja Ampat Sorong Panduan Komplet Traveling Irit ke Raja Ampat
dan Sorong. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ernaningsih D. 2016. Kajian biologi perikanan ikan kerapu bara di Perairan Kabupaten
Kepulauan Raja Ampat. Jurnal Satya Minabahari. 2(1): 11-23.
Fachrurrozie A, Patria MP, Widiarti R. 2012. Pengaruh perbedaan intensitas cahaya terhadap
kelimpahan zooxanthella pada karang bercabang (marga: Acropora) di Perairan Pulau
Pari, Kepulauan seribu. Jurnal Akuatika. 3(2): 115-124.
Gazali M. 2017. Seni mural ruang publik dalam konteks konservasi. Jurnal Imajinasi. 11(1):
69-76.
Herwindya AY, Febriawan HK, Nugroho AB, Dannari A. 2020. Survei hidro-oseanografi di
Perairan Raja Ampat, Papua Barat, Indonesia. Oseanika: Jurnal Riset dan Rekayasa
Kelautan. 1(2): 48-64.
Latunny R, Supriyono E, Hasanah N, Subandiyono S. 2020. Development strategy in Raja
Ampat Regen. Indonesian Journal of Tropical Aquaculture. 6(2): 146-154.
Tahir A. 2010. Formulasi indeks kerentanan lingkungan pulau-pulau kecil: kasus Pulau Kasu-
Kota Batam, Pulau Barrang Lompo-Kota Makassar, dan Pulau Sanoek-Kabupaten Raja
Ampat [disertasi]. Bogor: IPB University.
Witomo CM, Firdaus M, Soejarwo PA, Muawanah U, Ramadhan A, Pramoda R,
Koeshendrajana S. 2017. Estimasi kerugian ekonomi kerusakan terumbu karang akibat
tabrakan kapal caledonian sky di Raja Ampat. Buletin Ilmiah “Marina” Sosial Ekonomi
Kelautan dan Perikanan. 3(1): 7-19.

Anda mungkin juga menyukai