Anda di halaman 1dari 5

KONSERVASI TERUMBU KARANG DI PERAIRAN TELUK

BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Nadya Dwi Permatasari Vionola1, Sandra Monica Fajri2, Tasha Fuzfa


DwiPutri3

Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Kimia, Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Riau

ABSTRAK

Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan lingkungan,
luas terumbu karang yang ada di Indonesia sekitar 51.000 km2 diperkirakan hanya 7%
terumbu karang yang kondisinya sangat baik, 33% baik, 45% rusak dan 15% lainnya
kondisinya sudah kritis. Kondisi terumbu karang yang memprihatinkan tersebut diperparah
dengan lemahnya koordinasi dan perencanaan lembaga terkait dalam pencegahan
kerusakan dan kegiatan monitoring terumbu karang. Kegiatan monitoring yang dilakukan
sangat terbatas. Hanya beberapa area terumbu karang yang dikaji secara rutin, sehingga
data kondisi dan perubahan untuk keseluruhan sangat sulit diperoleh. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui metode pengelolaan ekosistem terumbu karang yang lestari dan
berkelanjutan di Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Untuk mengetahui
metode pengelolaan yang tepat untuk konservasi terumbu karang di Teluk Bakau Kabupaten
Bintan Provinsi Kepulauan Riau dilakukannya studi kasus terhadap masalah. Metode
pengelolaan ekosistem terumbu karang yang akan dilakukan adalah memberdayakan
masyarakat pesisir, mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang, mengelola terumbu
karang berdasar kan karakteristik eko sistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya,
transplantasi terumbu karang buatan dan pencangkokan terumbu karang.
Kata Kunci: Konservasi, Terumbu Karang, Teluk Bakau

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Indonesia dengan wilayah lautnya yang sangat luas, jumlah pulaunya
yang mencapai sekitar 17.508 dan diperkirakan luas terumbu karangnya
sekitar 60.000 km2 membuat negara ini sangat kaya dengan
keanekaragaman hayati. Ditambah letaknya yang sangat strategis, yaitu di
sepanjang garis katulistiwa, diantara dua samudera Hindia dan Pasifik serta
diantara dua benua Asia dan Australia (Gayatri Liley, 1998).
Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang
penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut.
Di dalam ekosistem terumbu karang ini bias hidup lebih dari 300 jenis karang,
yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska,
crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000).
Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai
tempat memijah, mencari makan, daerah asuhan bagi biota laut dan sebagai
sumber plasma nutfah. Terumbu karang juga merupakan sumber makanan
dan bahan baku substansi bioaktif yang berguna dalam farmasi dan
kedokteran. Selain itu terumbu karang juga mempunyai fungsi yang tidak
kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi.
Semakin bertambahnya nilai ekonomis maupun kebutuhan masyarakat akan
sumberdaya yang ada di terumbu karang seperti ikan, udang lobster, tripang
dan lain- lain, maka aktivitas yang mendorong masyarakat untuk
memanfaatkan potensi tersebut semakin besar pula. Dengan demikian
tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang juga akan semain
meningkat. Meningkatnya tekanan ini tentunya akan dapat mengancam
keberadaan dan kelangsungan ekosistem terumbu karang dan biota yang
hidup di dalamnya. Sehingga sudah waktunya bangsa Indonesia mengambil
tindakanyang cepat dan tepat guna mengurangi laju degradasi terumbu
karang akibat dieksploitasi oleh manusia.
Menurut Dahuri dan Supriharyono, dari luas terumbu karang yang ada
di Indonesia sekitar 51.000 km2 diperkirakan hanya 7% terumbu karang yang
kondisinya sangat baik, 33% baik, 45% rusak dan 15% lainnya kondisinya
sudah kritis. Kondisi terumbu karang yang memprihatinkan tersebut
diperparah dengan lemahnya koordinasi dan perencanaan lemaba terkait
dalam pencegahan kerusakan dan kegiatan monitoring terumbu karang.
Kegiatan monitoring yang dilakukan sangat terbatas. Hanya beberapa area
terumbu karang yang dikaji secara rutin, sehingga data kondisi dan
perubahan untuk keseluruhan sangat sulit diperoleh.
Atas dasar hal tersebut di atas, perlu dilakuka studi kondisi ekosistem
terumbu karang serta strategi pengelolaannya, khususnya di wilayah perairan
Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

METODE
Gambaran Umum Wilayah
Secara geografis Kabupaten Bintan terletak pada 2 000’ Lintang Utara,
1020’ Lintang Selatan 104000’ Bujur Timur sebelah Barat,108 030’ Bujur Timur
sebelah Timur, dimana sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten
Natuna, sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Tanjungpinang dan
Lingga, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat, dan
sebelah Barat berbatasan dengan Kota Batam.
Kabupaten Bintan memiliki Luas Wilayah 87.717,84 Km 2 dimana luas
daratan 1.319,51 Km2 (1,49%) dan luas lautan 86.398,33 Km 2 (98,51%),
memiliki jumlah pulau 240 Pulau dengan 49 Pulau Berpenghuni dan 191
pulau tidak berpenghuni.

HASIL
Metode pengelolaan ekosistem terumbu karang yang akan dilakukan
adalah sebagai berikut :
1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung
pada pengelolaan terumbu karang :
a. Mengembangkan mata pencaharian alternatif yang bersifat
berkelanjutan bagi masyarakat pesisir.
b. Meningkatkan penyuluhan dan menumbuhkembangkan keadaan
masyarakat akan tanggung jawab dalam pengelolaan sumberdaya
terumbu karang dan ekosistem nya melalui bimbingan, pendidik an
dan penyuluhan tentang ekosistem terumbu karang.
c. Memberikan hak dan kepastian hukum untuk mengelola terumbu
karang bagi mereka yang memiliki kemampuan.
2. Mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini :
a. Mengidentifikasi dan mencegah penyebab kerusakan terumbu karang
secara dini.
b. Mengembangkan program penyuluhan konservasi terumbu karang
dan mengembangkan berbagai alternatif mata pencaharian bagi
masyarakat lokal yang memanfatakannya.
c. Meningkatkan efektifitas penegakan hukum terhadap berbagai
kegiatan yang dilarang oleh hukum seperti penangkapan ikan dengan
bom.
3. Mengelola terumbu karang berdasar kan karakteristik eko sistem,
potensi, pemanfaatan dan status hukumnya:
a. Mengidentifikasi potensi terumbu karang dan pemanfaatannya.
b. Menjaga keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan
pelestarian lingkungan.
4. Transplantasi Terumbu Karang Buatan dan Pencangkokan Terumbu
Karang
Metode pembuatan terumbu karang buatan adalah dengan
menengelamkan struktur bangunan di dasar laut agar dapat berfungsi
seperti terumbu karang alami sebagai tempat berlindung ikan. Dalam
jangka waktu tertentu, struktur yang dibuat dengan berbagai bahan
seperti struktur beton berbentuk kubah dan piramida, selanjutnya
membantu tumbuhnya terumbu karang alami di lokasi tersebut. Dengan
demikian, fungsinya sebagai tempat ikan mencari makan, serta tempat
memijah dan berkembang biak berbagai biota laut dapat terwujud.
Metode pencangkokan terumbu karang yaitu dengan memotong
karang hidup, lalu ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan
diharapkan dapat mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah
rusak dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu karang
baru yang sebelumnya tidak ada.

KESIMPULAN
Kondisi terumbu karang Indonesia sudah mengalami ancaman
kerusakan sehingga perlu penanganan yang efektif. Kerusakan terumbu
karang di daerah Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau
disebabkan proses alami yaitu adanya blooming predator bintang laut dan
mahkota berduri, serta kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh
penangkapan ikan dengan bahan peledak dan bahan beracun, penggalian
karang untuk batu kapur dan adanya kegiatan wisata pantai.
Beberapa strategi yang diperlukan dalam pengelolaan terumbu karang
meliputi, pemberdayaan masyarakat pe sisir secara langsung, mengurangi
laju degradasi dan pengelolaan terumbu karang berdasarkan karakteristik
eko sistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya, serta melakukan
transplantasi terumbu karang buatan dan pencangkokan terumbu karang.

DAFTAR PUSTAKA
Gayatri Liley. 1998. pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat.
Makalah Konverensi Nasional I: Pengelolaan sumberdaya pesisir dan
lautan Indonesia, IPB Bogor.
Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan sumberdaya kelautan untuk kesejahteraan
masyarakat. LISPI. Jakarta.
Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati Di Wilayah
Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
COREMAP, 2007. Studi Baseline Ekologi Pulau Bintan Kabupaten
Kepulauan Riau Tahun 2007

Anda mungkin juga menyukai