Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang dimiliki
Indonesia, bahkan minyak bumi merupakan komoditi ekspor terbesar bagi
Indonesia. Minyak bumi yang telah dikelola menghasilkan berbagai produk
turunan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, produk–produk turunan tersebut
antara lain adalah minyak tanah, bensin, oli, solar, dan avtur.
Riau merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam, baik kekayaan
yang terkandung di perut bumi, seperti minyak, gas bumi dan emas. Begitu juga
dengan kekayaan laut, sungai, hutan dan perkebunan. Bahkan, daerah ini memiliki
cadangan minyak terbesar di Indonesia. Dengan kuantitas serta kualitas minyak
yang dimilikinya, Riau merupakan daerah potensial untuk menjadi penghasil
minyak terbesar dengan kualitas terbaik di dunia.
PT. Chevron Pacific Indonesia adalah anak perusahaan dari Chevron yang
bertugas mengeksplorasi minyak bumi yang berada di Riau. Sebelum diambil alih
oleh Chevron, perusahaan ini bernama Caltex Pacific Indonesia. Para karyawan
PT. Chevron Pacific Indonesia ditempatkan di 4 kota di Riau yaitu Dumai, Duri,
Minas dan Rumbai. PT. Chevron Pacific Indonesia juga merupakan perusahaan
minyak kontraktor terbesar di Indonesia, dengan produksinya yang hingga tahun
ini sudah mencapai 11 miliar barrel.
Semakin besar produksi minyak bumi, semakin berpotensi untuk
mencemari lingkungan bila minyak bumi tumpah atau terbuang ke lingkungan.
Minyak bumi tersebut akan menjadi limbah yang dapat menjadi pencemar yang
berbahaya dan beracun dan akan berpengaruh terhadap kehidupan tanaman,
hewan maupun manusia. Limbah minyak bumi dapat berasal dari tumpahan,
ceceran ataupun buangan dari minyak bumi maupun produk-produk yang
dihasilkan, minyak bekas pakai, dan minyak yang terkandung dalam limbah dari
suatu kegiatan industri.
Apabila limbah tersebut tidak dikelola, maka akan menimbulkan masalah
lingkungan yang tidak saja mengganggu keindahan alam tetapi dapat
menimbulkan masalah yang lebih serius yaitu tercemarnya air, tanah dan udara.
Akibat selanjutnya adalah terganggunya kehidupan makhluk di muka bumi
bahkan dapat memusnahkan spesies atau komunitas tertentu (Anas, 1998).
Problem pencemaran lingkungan akibat tingginya kegiatan produksi minyak
bumi dan konsumsi bahan bakar minyak semakin terasa dampaknya. Upaya-upaya
penanggulangan pencemaran secara konvensional yang berdasarkan kepada
proses mekanik, fisik, dan kimia, selama ini sering kurang memuaskan dan tidak
memadai lagi (Udiharto, 1992).
Untuk mengelola permasalahan lingkungan tersebut, perusahaan harus
mempunyai acuan yang bisa dijadikan standar untuk melakukan suatu sistem
manajemen lingkungan. Dalam hal ini telah ada organisasi internasional di bidang
standarisasi dengan istilah IOS (International Organization for Standardization)
atau yang biasa disebut dengan ISO dan telah mengeluarkan standar dalam bidang
pengelolaan lingkungan yaitu ISO 14001.
ISO 14001 adalah standar sistem pengelolaan lingkungan yang dapat
diterapkan pada kegiatan usaha atau bisnis, terlepas dari ukuran, lokasi maupun
pendapatan. Tujuan dari standar ini adalah untuk mengurangi kerusakan
lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan usaha atau bisnis dan untuk
mengurangi polusi serta limbah yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha atau
bisnis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Mengidentifikasi aktivitas dari PT. Chevron Pacific Indonesia.
2. Mengidentifikasi peraturan terkait pengelolaan limbah yang dihasilkan
PT. Chevron Pacific Indonesia.
3. Menganalisa aspek dan dampak lingkungan dari PT. Chevron Pacific
Indonesia.
4. Menentukan dampak lingkungan yang signifikan dari PT. Chevron
Pacific Indonesia.
1.3 Tujuan
Meriview sistem manajemen lingkungan yang telah diterapkan di PT.
Chevron Pacific Indonesia. Riview ini dilakukan berdasarkan ISO 14001.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Aktivitas Perusahaan


Untuk mengambil minyak yang terdapat di dalam perut bumi hal yang
dilakukan oleh PT. Chevron Pasific Indonesia adalah pengeboran minyak dengan
beberapa proses :
1. Seismic
Proses ini bertujuan untuk mencari titik yang memiliki kandungan
gas/ minyak bumi. Dengan menggunakan gelombang akustik (acoustic
waves) yang merambat ke lapisan tanah. Gelombang ini direfleksikan dan
ditangkap lagi oleh sensor. Dari proses perambatan gelombang ini akan
diolah dan terlihatlah lapisan-lapisan tanah untuk diolah manakah lapisan
yang berpotensi mengandung gas/oil.
2. Drilling and well construction
Proses ini disebut juga proses "pengeboran minyak". Biasanya
menggunakan rig (tempat untuk mensupport proses pengeboran). Hal yang
pertama dilakukan pertama adalah membuat lubang di tempat yang
diidentifikasi ada kemungkinan sumber minyak/gas di tempat tersebut.
Perlu di ketahui dalam proses ini ada kemungkinan blow out, jadi harus
ada pengendalian tekanan dari dalam tanah. Tekanan dalam tanah lebih
besar dari tekanan atmosfir, untuk mengimbanginya digunakan mud atau
lumpur dengan spesific gravity (berat jenis) tertentu. Mud ini akan
menciptakan tekanan hidrostatik yang bisa menahan tekanan dari dalam.
Setelah lubang siap, maka selanjutnya akan di cek apakah ada kandungan
minyak/ gas nya.
3. Well logging
Merupakan proses yang paling mahal. Karena alat yang canggih
dan mahal, karena harus tahan terhadap tekanan dan temperature yang
tinggi. Di samping memetakan lapisan tanah, proses ini juga mengambil
sample untuk nantinya dicek kandungannya (minyak, gas, atau air).
Dari sini ketahuan lapisan tanah dan batuan. Mana yang
mengandung air, mana yang ada gas, dan lapisan tanah mana yang
"mungkin" ada kandungan minyaknya.
4. Well Testing
Proses ini adalah proses dimana lapisan yang diperkirakan
mengandung oil/gas di tembak, dengan explosif. Setelah itu minyak yang
terkandung diantara pori-pori batuan akan mengalir menuju tempat yang
tekanannya lebih kecil (ke atmosferik menuju ke permukaan tanah).
Untuk mengontrol pergerakan ini, sumur diisi dengan cairan
tertentu untuk menjaga sumur masih bisa di kendalikan, contoh cairannya
seperti brine, diesel, atau menggunakan air saja.
Gas, minyak, air, ataupun berbagai macam zat yang keluar akan
dicari rate nya. Untuk minyak akan diketahui berapa bopd (barrell oil per
day) yang bisa dihasilkan. Untuk gas, berapa mmscfmm/d (million metric
standart cubic feet per day atau berapa juta cubic feet) yang bisa
dihasilkan sumur tersebut. Proses testing ini juga mengambil sample
cairan maupun gas, dan juga data-data tentang tekanan, temperature,
specific grafity untuk selanjutnya diolah oleh reservoir engineer. Data ini
akan menunjukan seberapa besar dan seberapa lama kemampuan
berproduksi dari reservoir sumur tersebut. Gas/minyak akan dibakar agar
tidak mencemari lingkungan.
5. Well completion
Proses ini adalah proses instalasi aksesoris sumur sebelum nantinya
sumur siap diproduksi. Fungsi utamanya adalah menyaring pasir  yang
dihasilkan setelah proses penembakan dalam well testing. Pasir yang
sampai ke permukaan dengan tekanan diibaratkan "peluru" yang nantinya
akan membahayakan line produksi. Pipa produksi akan terkikis oleh pasir
dan akhirnya akan pecah. Dengan completion ini akan menangkap pasir di
dalam sumur dan menyaringnya sehingga tidak ikut ke permukaan
6. Production
Dimana sumur siap untuk berproduksi dan nantinya akan diolah lagi ke
tempat penyulingan untuk diolah dalam berbagai bentuk.
Minyak mentah (crude oil) yang diperoleh dari hasil pengeboran minyak
bumi belum dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk berbagai keperluan secara
langsung. Hal itu karena minyak bumi masih merupakan campuran dari berbagai
senyawa hidrokarbon, khususnya komponen utama hidrokarbon alifatik dari rantai
C yang sederhana/pendek sampai ke rantai C yang banyak/panjang, dan senyawa-
senyawa yang bukan hidrokarbon.
Untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang bukan hidrokarbon, maka
pada minyak mentah ditambahkan asam dan basa.Minyak mentah yang berupa
cairan pada suhu dan tekanan atmosfer biasa, memiliki titik didih persenyawan-
persenyawaan hidrokarbon yang berkisar dari suhu yang sangat rendah sampai
suhu yang sangat tinggi. Dalam hal ini, titik didih hidrokarbon (alkana) meningkat
dengan bertambahnya jumlah atom C dalam molekulnya. Dengan memperhatikan
perbedaan titik didih dari komponen-komponen minyak bumi, maka dilakukanlah
pemisahan minyak mentah menjadi sejumlah fraksi-fraksi melalui proses distilasi
bertingkat. Distilasi bertingkat adalah proses distilasi (penyulingan) dengan
menggunakan tahap-tahap/fraksi-fraksi pendinginan sesuai trayek titik didih
campuran yang diinginkan, sehingga proses pengembunan terjadi pada beberapa
tahap/beberapa fraksi tadi. Cara seperti ini disebut fraksionasi.
Minyak mentah tidak dapat dipisahkan ke dalam komponen-komponen
murni (senyawa tunggal). Hal itu tidak mungkin dilakukan karena tidak praktis,
dan mengingat bahwa minyak bumi mengandung banyak senyawa hidrokarbon
maupun senyawa-senyawa yang bukan hidrokarbon. Dalam hal ini senyawa
hidrokarbon memiliki isomer-isomer dengan titik didih yang berdekatan. Oleh
karena itu, pemisahan minyak mentah dilakukan dengan proses distilasi
bertingkat. Fraksi-fraksi yang diperoleh dari destilat minyak bumi ialah campuran
hidrokarbon yang mendidih pada trayek suhu tertentu.
a. Pengolahan tahap pertama (primary process)
Pengolahan tahap pertama ini berlangsung melalui proses distilasi
bertingkat, yaitu pemisahan minyak bumi ke dalam fraksi-fraksinya
berdasarkan titik didih masing-masing fraksi.
Komponen yang titik didihnya lebih tinggi akan tetap berupa cairan
dan turun ke bawah, sedangkan yang titik didihnya lebih rendah akan
menguap dan naik ke bagian atas melalui sungkup-sungkup yang disebut
menara gelembung. Makin ke atas, suhu dalam menara fraksionasi itu makin
rendah. Hal itu menyebabkan komponen dengan titik didih lebih tinggi akan
mengembun dan terpisah, sedangkan komponen yang titik didihnya lebih
rendah naik ke bagian yang lebih atas lagi. Demikian seterusnya, sehingga
komponen yang mencapai puncak menara adalah komponen yang pada suhu
kamar berupa gas. Perhatikan diagram fraksionasi minyak bumi berikut ini.

Hasil-hasil frasionasi minyak bumi yaitu sebagai berikut.


1) Fraksi pertama
Pada fraksi ini dihasilkan gas, yang merupakan fraksi paling ringan.
Minyak bumi dengan titik didih di bawah 30o C, berarti pada suhu kamar
berupa gas. Gas pada kolom ini ialah gas yang tadinya terlarut dalam
minyak mentah, sedangkan gas yang tidak terlarut dipisahkan pada waktu
pengeboran. Gas yang dihasilkan pada tahap ini yaitu LNG (Liquid
Natural Gas) yang mengandung komponen utama propana (C 3H8) dan
butana (C4H10), dan LPG (Liquid Petroleum Gas) yang mengandung
metana (CH4) dan etana (C2H6).
2) Fraksi kedua
Pada fraksi ini dihasilkan petroleum eter. Minyak bumi dengan titik didih
lebih kecil 90o C, masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom
pendinginan dengan suhu 30o C – 90o C.
Pada trayek ini, petroleum eter (bensin ringan) akan mencair dan keluar ke
penampungan petroleum eter. Petroleum eter merupakan campuran alkana
dengan rantai C5H12– C6H14.
3) Fraksi Ketiga
Pada fraksi ini dihasilkan gasolin (bensin). Minyak bumi dengan titik didih
lebih kecil dari 175oC, masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom
pendingin dengan suhu 90oC – 175oC. Pada trayek ini, bensin akan
mencair dan keluar ke penampungan bensin. Bensin merupakan campuran
alkana dengan rantai C6H14–C9H20.
4) Fraksi keempat
Pada fraksi ini dihasilkan nafta. Minyak bumi dengan titik didih lebih kecil
dari 200oC, masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom pendingin
dengan suhu 175oC – 200oC. Pada trayek ini, nafta (bensin berat) akan
mencair dan keluar ke penampungan nafta. Nafta merupakan campuran
alkana dengan rantai C9H20–C12H26.
5) Fraksi kelima
Pada fraksi ini dihasilkan kerosin (minyak tanah). Minyak bumi dengan
titik didih lebih kecil dari 275oC, masih berupa uap, dan akan masuk ke
kolom pendingin dengan suhu 175oC – 275oC. Pada trayek ini, kerosin
(minyak tanah) akan mencair dan keluar ke penampungan kerosin. Minyak
tanah (kerosin) merupakan campuran alkana dengan rantai C12H26 – C15H32.

6) Fraksi keenam
Pada fraksi ini dihasilkan minyak gas (minyak solar). Minyak bumi
dengan titik didih lebih kecil dari 3750C, masih berupa uap, dan akan
masuk ke kolom pendingin dengan suhu
2500C - 3750C. Pada trayek ini minyak gas (minyak solar) akan
mencairdan keluar ke penampungan minyak gas (minyak solar). Minyak
solar merupakan campuran alkana dengan rantai C15H32–C16H34.
7) Fraksi ketujuh
Pada fraksi ini dihasilkan residu. Minyak mentah dipanaskan pada suhu
tinggi, yaitu di atas 375oC, sehingga akan terjadi penguapan. Pada trayek
ini dihasilkan residu yang tidak menguap dan residu yang menguap.
Residu yang tidak menguap berasal dari minyak yang tidak menguap,
seperti aspal dan arang minyak bumi. Adapun residu yang menguap
berasal dari minyak yang menguap, yang masuk ke kolom pendingin
dengan suhu 375oC. Minyak pelumas (C16H34–C20H42) digunakan untuk
pelumas mesin-mesin, parafin (C21H44 – C
24H50) untuk membuat lilin, dan aspal (rantai C lebih besar dari C36H74)
digunakan untuk bahan bakar dan pelapis jalan raya.
b. Pengolahan tahap kedua (secondary process)
Pengolahan tahap kedua merupakan pengolahan lanjutan dari hasil-
hasil unit pengolahan tahapan pertama. Pada tahap ini, pengolahan ditujukan
untuk mendapatkan dan menghasilkan berbagai jenis bahan bakar minyak
(BBM) dan non bahan bakar minyak (non BBM) dalam jumlah besar dan
mutu yang lebih baik, yang sesuai dengan permintaan konsumen atau pasar.
Pada pengolahan tahap kedua, terjadi perubahan struktur kimia yang
dapat berupa pemecahan molekul (proses cracking), penggabungan molekul
(proses polymerisasi, alkilasi), atau perubahan struktur molekul (proses
reforming). Proses pengolahan lanjutan dapat berupa proses-proses seperti di
bawah ini. Proses pengolahan lanjutan dapat berupa proses-proses seperti di
bawah ini.

1) Konversi struktur kimia


Dalam proses ini, suatu senyawa hidrokarbon diubah menjadi
senyawa hidrokarbon lain melalui proses kimia.
a. Perengkahan (cracking)
Dalam proses ini, molekul hidrokarbon besar dipecah
menjadi molekul hidrokarbon yang lebih kecil sehingga memiliki
titik didih lebih rendah dan stabil. Caranya dapat dilaksanakan, yaitu
sebagai berikut:
 Perengkahan termal; yaitu proses perengkahan dengan
menggunakan suhu dan tekanan tinggi saja.
 Perengkahan katalitik; yaitu proses perengkahan dengan
menggunakan panas dan katalisator untuk mengubah distilat yang
memiliki titik didih tinggi menjadi bensin dan karosin. Proses ini
juga akan menghasilkan butana dan gas lainnya.
 Perengkahan dengan hidrogen (hydro-cracking) yaitu proses
perengkahan yang merupakan kombinasi perengkahan termal dan
katalitik dengan "menyuntikkan" hidrogen pada molekul fraksi
hidrokarbon tidak jenuh.
Dengan cara seperti ini, maka dari minyak bumi dapat
dihasilkan elpiji, nafta, karosin, avtur, dan solar. Jumlah yang
diperoleh akan lebih banyak dan mutunya lebih baik dibandingkan
dengan proses perengkahan termal atau perengkahan katalitik saja.
Selain itu, jumlah residunya akan berkurang.
b. Alkilasi
Alkilasi merupakan suatu proses penggabungan dua macam
hidrokarbon isoparafin secara kimia menjadi alkilat yang memiliki
nilai oktan tinggi. Alkilat ini dapat dijadikan bensin.
c. Polimerisasi
Polimerisasi merupakan penggabungan dua molekul atau
lebih untuk membentuk molekul tunggal yang disebut polimer.
Tujuan polimerisasi ini ialah untuk menggabungkan molekul-
molekul hidrokarbon dalam bentuk gas (etilen, propena) menjadi
senyawa nafta ringan.
d. Reformasi
Proses ini dapat berupa perengkahan termal ringan dari nafta
untuk mendapatkan produk yang lebih mudah menguap seperti olefin
dengan angka oktan yang lebih tinggi. Di samping itu, dapat pula
berupa konversi katalitik komponen-komponen nafta untuk
menghasilkan aromatik dengan angka oktan yang lebih tinggi.
e. Isomerisasi
Dalam proses ini, susunan dasar atom dalam molekul diubah
tanpa menambah atau mengurangi bagian asal. Hidrokarbon garis
lurus diubah menjadi hidrokarbon garis bercabang yang memiliki
angka oktan lebih tinggi. Dengan proses ini, n-butana dapat diubah
menjadi isobutana yang dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam
proses alkilasi.
2) Proses ekstraksi
Melalui proses ini, dilakukan pemisahan atas dasar perbedaan
daya larut fraksi-fraksi minyak dalam bahan pelarut (solvent) seperti SO2,
furfural, dan sebagainya. Dengan proses ini, volume produk yang
diperoleh akan lebih banyak dan mutunya lebih baik bila dibandingkan
dengan proses distilasi saja.
3) Proses kristalisasi
Pada proses ini, fraksi-fraksi dipisahkan atas dasar perbedaan titik
cair (melting point) masing masing. Dari solar yang mengandung banyak
parafin, melalui proses pendinginan, penekanan dan penyaringan, dapat
dihasilkan lilin dan minyak filter.
Pada hampir setiap proses pengolahan, dapat diperoleh produk-
produk lain sebagai produk tambahan. Produk-produk ini dapat dijadikan
bahan dasar petrokimia yang diperlukan untuk pembuatan bahan plastik,
bahan dasar kosmetika, obat pembasmi serangga, dan berbagai hasil
petrokimia lainnya.
4) Membersihkan produk dari kontaminasi (treating)
Hasil-hasil minyak yang telah diperoleh melalui proses
pengolahan tahap pertama dan proses pengolahan lanjutan sering
mengalami kontaminasi dengan zat-zat yang merugikan seperti
persenyawaan yang korosif atau yang berbau tidak sedap. Kontaminan ini
harus dibersihkan misalnya dengan menggunakan caustic soda, tanah liat,
atau proses hidrogenasi.
2.2 Peraturan Terkait
Dalam mengolah limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan PT. Chevron
Pacific Indonesia menerapkan standar operasional prosedur sendiri yang tetap
didasarkan pada aturan perundang-undangan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Adapun dasar aturan yang dijadikan pedoman dalam pengolahan limbah B3 PT.
Chevron Pacific Indonesia, adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.
3. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Tata Cara Dan
Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun.
4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 Tentang
Tata Cara Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah
Terkontaminasi Minyak Bumi Secara Biologis.

2.3 Aspek dan Dampak Lingkungan


Aspek pertambangan terdiri dari 3 aspek, yaitu :
1. Aspek Teknis
Dari segi aspek teknis PT. Chevron Pacific Indonesia telah memenuhi
standar karena memiliki bangunan pelengkap dan pengolahan limbah yang
bertaraf internasional.
2. Aspek Ekonomi
Dari segi aspek ekonomi PT. Chevron Pacific Indonesia memiliki
keuntungan yang cukup besar dan dapat meningkatkan devisa negara.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi atau juga disebut SKK Migas memprediksi produksi migas yang
siap jual (lifting) di akhir 2018 akan mencapai 205.952 barel per hari (bph)
atau dalam setahun sekitar 75 juta barel. Dengan capaian itu, bisa
menghasilkan pendapatan kotor hampir Rp 72 triliun. Ini dengan asumsi
rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP)
saat ini sebesar US$ 66,55 miliar dan nilai tukar US$ 1 sebesar Rp 14.441.
Capaian itu tentu akan lebih besar jika menggunakan asumsi harga minyak
yang mengalami tren naik ke level US$ 70 per barel. Potensi tersebut
bahkan melampaui target laba tahun ini sebesar US$ 2,5 miliar atau sekitar
Rp 36 triliun.
3. Aspek Lingkungan
Dari segi aspek lingkungan, pelaksanaan audit lingkungan yang
dilaksanakan PT. Chevron Pacific Indonesia telah  dilakukan dengan baik,
Audit lingkungan PT. Chevron Pacific Indonesia dilakukan oleh auditor
internal dan auditor eksternal, dalam hal ini telah sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan pemerintah, hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan audit
lingkungan atas prosedur audit yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan
setiap temuan yang didapakan oleh auditor dapat ditindak lanjuti. Dari
hasil evaluasi kebijakan-kebijakan manajemen perusahaan PT. Chevron
Pacific Indonesia, penulis dapat menyimpulkan bahwa perusahaan telah
memiliki beberapa kebijakan manajemen yang tepat dalam upaya
pengelolaan lingkungan sesuai dengan anjuran pemerintah. Menurut hasil
laboratorium dari badan independen yaitu PT. Succofindo limbah
cair yang dibuang PT. Chevron Pacific Indonesia telah sesuai dengan
standar baku mutu lingkungan yaitu Peraturan Mentri Lingkungan Hidup
No. 4 Tahun 2007, kecuali untuk parameter temperatur yang melebihi
standar, tetapi tidak berpengaruh pada lingkungan
Salah satu industri yang limbahnya berkontribusi dalam pencemaran
lingkungan adalah industri perminyakan. Di Indonesia terdapat sebuah perusahaan
minyak terbesar di Indonesia milik Amerika Serikat yang bernama PT. Chevron
Pacific Indonesia (CPI). Salah satu wilayah operasi perusahaan ini berada di pulau
Sumatera tepatnya di Provinsi Riau. Diantara beberapa daerah di Riau yang
menjadi lokasi pengeboran minyak Chevron adalah Duri. Perusahaan ini telah
memulai operasinya di Duri sejak tahun 1941 dengan rata-rata produksi minyak
mentah mencapai 200.000 barrel per hari.
Dari kegiatan pengeboran minyak ini salah satu limbah yang dihasilkan
adalah limbah lumpur bor. Limbah lumpur bor berpotensi menimbulkan dampak
negatif bagi lingkungan dan makhluk hidup apabila tidak diolah terlebih dahulu
sebelum dilepas ke lingkungan karena lumpur bor sengaja dibuat dengan berbagai
campuran bahan kimia. Dalam pengolahan limbah lumpur pengeboran, PT.
Chevron Pacific Indonesia mempunyai instalasi sendiri dengan menggunakan
teknologi terbaik dibawah pengawasan dan dikelola oleh tenaga yang
berpengalaman dibidangnya. Perusahaan ini menggunakan metode pengolahan
limbah lumpur terpadu yang dikenal dengan Centralized Mud Treating Facility
(CMTF) dalam pengolahan limbah lumpur bornya dan pengelolaan diserahkan
kepada subkontraktor. CMTF milik PT. Chevron Pacific Indonesia tersebar di
lima titik di Riau, yaitu Arak, Bangko, Minas, Kota Batak dan Duri Field area 6.
Namun, dari kelima CMTF tersebut, CMTF Arak yang memiliki tantangan yang
lebih besar karena berbatasan langsung dengan masyarakat Sakai sehingga sering
kali isu pencemaran dialamatkan pada CMTF Arak.
Namun, kenyataan di lapangan pada saat-saat tertentu terdapat suatu
keadaan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya seperti kebocoran limbah
lumpur, pengaruh alam ataupun ulah tangan-tangan jahil yang mengakibatkan
terjadinya perubahan kualitas lingkungan, khususnya kualitas air sungai Batang
Pudu yang berada di sekitar lokasi pengolahan lumpur CMTF Arak, dimana air
sungai tersebut sebagai sumber air bagi penduduk Sakai di desa Batang Pudu. Isu
pencemaran telah beberapa kali ditujukan pada CMTF Arak, kasus terbarunya
terjadi pada bulan Desember 2010.
Hal-hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian di dalam hal menentukan
besar dan pentingnya dampak lingkungan pada kegiatan ekstraksi dan
pembuangan limbah adalah :
1. Luas dan kedalaman zona mineralisasi.
2. Jumlah batuan yang akan ditambang dan yang akan dibuang yang akan
menentukan lokasi dan desain penempatan limbah batuan.
3. Kemungkinan sifat racun limbah batuan.
4. Potensi terjadinya air asam tambang.
5. Dampak terhadap kesehatan dan keselamatan yang berkaitan dengan
kegiatan transportasi, penyimpanan dan penggunaan bahan peledak dan
bahan kimia racun, bahan radio aktif di kawasan penambangan dan
gangguan pernapasan akibat pengaruh debu.
6. Sifat-sifat geoteknik batuan dan kemungkinan untuk penggunaannya untuk
konstruksi sipil (seperti untuk landscaping, dam tailing, atau lapisan
lempung untuk pelapis tempat pembuangan tailing).
7. Pengelolaan (penampungan, pengendalian dan pembuangan) lumpur
(untuk pembuangan overburden yang berasal dari sistem penambangan
dredging dan placer).
8. Kerusakan bentang lahan dan keruntuhan akibat penambangan bawah
tanah.
9. Terlepasnya gas methan dari tambang batubara bawah tanah.
Dampak potensial yang timbul sebagai akibat kegiatan ini akan berpengaruh
terhadap komponen lingkungan seperti kualitas air dan hidrologi, flora dan fauna,
hilangnya habitat alamiah, pemindahan penduduk, hilangnya peninggalan budaya
atau situs-situs keagamaan dan hilangnya lahan pertanian serta sumberdaya
kehutanan.

2.4 Dampak Lingkungan yang Signifikan

2.5 Tujuan dan Sasaran


Lumpur Bor yang dihasilkan dari eksploitasi minyak ini merupakan
permasalahan yang harus diselesaikan. Salah satu cara pemanfaatannya adalah
dengan menjadikan Batako Limbah lumpur bor dari kegiatan drilling akan dibawa
ke tempat pengolahan lumpur (CMTF). Hasil yang diperoleh dari  proses CMTF
berupa air buangan yang dihasilkan dari Reverse Osmosis serta padatan atau
sludge cake yang dihasilkan dari belt  press. Air buangan yang telah melalui
proses Reverse Osmosis dan telah memenuhi baku mutu air limbah akan dibuang
ke lingkungan (kanal). Sementara itu, sludge yang dihasilkan akan diolah
(disolidifikasi) menjadi paving block.
Tahap selanjutnya adalah melakukan solidifikasi sludge cake menjadi
paving block. Solidifikasi dilakukan dengan mencampurkan antara semen, pasir,
dan sludge dengan  perbandingan 1: 1: 1. Batako hasil solidifikasi sludge cake ini
digunakan oleh internal PT. Chevron Pacific Indonesia untuk keperluan internal
PT. Chevron Pacific Indonesia seperti taman perkantoran dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anas I. 1998. Bahan Kuliah Bioteknologi Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. IPB. Bogor
Udiharto M. 1992. Aktivitas Mikroba dalam Degradasi Minyak Bumi. Diskusi
Ilmiah VIII. PPPTMGB LEMIGAS. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai