130302004
130302018
130302024
130302046
130302064
19
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas
pembuatan
Laporan
Praktikum
Ekologi
Perairan
dengan
judul
seluruh praktikan.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan penulis berharap makalah ini
dapat berguna bagi pembaca guna menambah wawasan dan menambah ilmu
pengetahuan.
Medan,
Desember 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
20
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................
i
DAFTAR ISI...............................................................................................
ii
DAFTAR TABEL.......................................................................................
iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang.................................................................................
Tujuan Praktikum.............................................................................
Manfaat Praktikum...........................................................................
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA
Pulau Sembilan.................................................................................
Pulau Pulau Kecil.............................................................................
Ekosistem Mangrove........................................................................
Benthos.............................................................................................
Rantai Makanan................................................................................
Parameter Fisika...............................................................................
Parameter Kimia...............................................................................
3
4
4
7
8
8
13
METODOLOGI
Waktu dan Tempat..............................................................................
Deskripsi Area...................................................................................
Alat dan Bahan..................................................................................
Prosedur Kerja...................................................................................
16
16
17
17
18
20
23
23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
21
18
19
19
19
20
PENDAHULUAN
22
Latar Belakang
Hutan mangrove berada dalam zona pasang surut daerah tropis dan
subtropis, membentuk ekosistem penting bagi ikan dan melindungi dari erosi
pantai (Tomlinson, 1986; Alongi, 2002; Basyuni et al., 2007). Posisinya yang
berada di sepanjang permukaan daratan-laut, mangrove sangat rentan terhadap
perubahan permukaan laut dan sedimen sungai. Mangrove merupakan salah satu
ekosistem yang paling produktif di bumi, dan jatuhnya serasah mangrove
merupakan sumber karbon organik yang paling penting pada siklus biogeokimia
dalam ekosistem mangrove dan indikator yang penting dalam produktivitas
mangrove. Oleh karena itu produktivitas yang tinggi, tingkat perputaran bahan
organik dan pertukaran ekosistem darat dan laut, mangrove merupakan bagian
yang penting dalam siklus daur ulang biogeokimia karbon dan elemen yang
terkait di sepanjang pesisir wilayah tropis (Prayunita dkk., 2012).
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi
oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang-surut, pantai berlumpur. Ekosistem ini mempunyai sifat yang unik
dan khas, dengan fungsi dan manfaat yang beraneka ragam bagi manusia serta
mahluk hidup lainnya. Dalam rangka melestarikan fungsi biologis dan ekologis
ekosistem hutan mangrove, maka diperlukan suatu pendekatan yang rasional di
dalam pemanfaatannya, dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan.
Pelibatan masyarakat dalam pengeloaan hutan mangrove merupakan salah satu
langkah awal dalam mewujudkan pelestarian hutan mangrove yang berkelanjutan
(Dimas dan Asbar, 2010).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove
terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indo-nesia
dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pengaruh pasang air (pasang surut) yang merembes pada aliran sungai
yang terdapat di sepanjang pesisir pantai. Hutan mangrove merupa-kan suatu
ekosistem yang mempunyai peranan penting ditinjau dari sisi ekologis maupun
aspek sosial ekonomi. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang ditumbuhi dengan
pohon bakau (mangrove) yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara
sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove mempunyai
23
fungsi ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara
keseimbangan siklus biologi di suatu perairan (Patang, 2012).
Salah satu kemampuan mencolok spesies mangrove adalah tumbuh dalam
berbagai tingkat salinitas mulai dari air tawar sampai ke tingkat di atas air laut.
Beberapa studi sebelumnya menunjukkan bahwa cekaman garam menginduksi
perubahan konsentrasi triterpenoid di mangrove jenis non-sekresi. Tambahan lagi,
senyawa-senyawa tersebut berfungsi sebagai chemical defense bagi dirinya.
Setiap jenis tumbuhan mangrove memiliki kemampuan adaptasi yang berbedabeda terhadap kondisi lingkungan seperti kondisi tanah, salinitas, temperatur,
curah hujan dan pasang surut. Hal ini menyebabkan terjadinya struktur dan
komposisi tumbuhan mangrove dengan batas-batas yang khas, mulai dari zona
yang dekat dengan daratan sampai dengan zona yang dekat dengan lautan.
Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perkembangan
hutan mangrove (Prayunita dkk., 2012).
Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tentang jenis biota yang terdapat di ekositem mangrove Pulau
Sembilan.
2. Mengetahui biota dominan yang terdapat di ekosistem mangrove.
3. Mengetahui faktor yang memepengaruhi kehidupan biota di ekosistem
mangrove
4. Mengetahui rantai makanan di kawasan mangrove Pulau Sembilan.
Manfaat Praktikum
Laporan
TINJAUAN PUSTAKA
Pulau Sembilan
Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten
Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas 15,65 km2 atau 9,67% dari total
24
luas wilayah kecamatan Pangkalan Susu (151,35 km2). Jumlah total penduduk di
Pulau Sembilan ini 2.047 dengan bermata pencarian antara lain sebagai pertani
sebanyak 413 KK, pengrajin 9 KK, pegawai negeri 19 KK, pedagang 29 KK,
supir angkutan 11 KK dan buruh 161 KK. Luas berdasarkan penggunaan lahan
antara lain sawah seluas 1,90 km2, tanah kering seluas 9,29 km2 dan lainnya
seluas 4,46 km2 . Selain itu masih tersisa hutan mangrove yang termasuk dalam
hutan sekunder. Hutan yang masih tersisa tersebut tidak termasuk dalam kawasan
hutan negara, melainkan lahan milik masyarakat. Namun, sebagian masyarakat
memelihara tegakan mangrove khususnya yang terletak pada areal kawasan
lindung seperti kanan kiri sungai dan tepi pantai (Capah,2003).
Di Pulau Sembilan tersebar pantai-pantai yang sangat potensial untuk
dikembangkan menjadi obyek Ekowisata. Namun masyarakat masih tertumpu
pada pengembangan budidaya ikan kerambah dan mutiara serta pengolahan kulit
kerang. Di Pulau Sembilan ini juga dapat dijumpai ekosistem lahan kering yang
dimanfaatkan masyarakat untuk aktifitas pertanian tadah hujan maupun pengairan.
Kondisi air tanah masih cukup baik dimana tidak ditemukan adanya air sumur
yang asin atau terkena intrusi air laut (Alam dkk., 2011).
Pulau Sembilan sebagai perairan yang cukup luas saat ini mengalami
peningkatan berbagai aktifitas manusia yang ada disekitarnya berfungsi sebagai
sumber air minum, perikanan, pertanian dan kepariwisataan. Di perairan sekitar
pulau ini ternyata masih tersimpan kekayaaan alam berupa sumber daya ikan.
Sejauh ini masih sedikit sekali informasi tentang keanekaragaman ikan di
kawasan Pulau Sembilan Kabupaten Langkat, maka perlu dilakukan penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui jenis dan keanekaragaman ikan serta pengaruh
faktor fisik kimia terhadap keanekaragaman ikan di Pulau sembilan Kecamatan
Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara (Capah,2003).
Pulau Pulau Kecil
Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa
lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan
pembangunan Indonesia di masa yang akan datang. Kawasan ini menyediakan
sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun
25
26
kondisinya sangat baik hanya seluas 6%. Saat ini keberadaan hutan mangrove
semakin terdesak oleh kebutuhan manusia, sehingga hutan mangrove sering
dibabat habis bahkan sampai punah. Jika hal ini terus menerus dilakukan maka
akan mengakibatkan terjadinya abrasi, hilangnya satwa atau biota laut yang
habitatnya sangat memerlukan dukungan dari hutan mangrove (Haryani, 2013).
Pemanfaatan
ekosistem
mangrove
dapat
dikategorikan
menjadi
27
yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar per tahun akibat kegiatan konversi
lahan menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya (Dwi dkk., 2004).
Mangrove merupakan salah satu ekosistem langka dan khas di dunia,
karena luasnya hanya 2% permukaan bumi. Indonesia merupakan kawasan
ekosistem mangrove terluas di dunia. Ekosistem ini memiliki peranan ekologi,
sosial-ekonomi, dan sosia-budaya yang sangat penting. Fungsi ekologi hutan
mangrove meliputi tempat sekuestrasi karbon, remediasi bahan pencemar,
menjaga stabilitas pantai dari abrasi, intrusi air laut, dan gelombang badai,
menjaga kealamian habitat, menjadi tempat bersarang, pemijahan dan pembesaran
berbagai jenis ikan, udang, kerang, burung dan fauna lain, serta pembentuk
daratan. Fungsi sosial-ekonomi hutan mangrove meliputi kayu bangunan, kayu
bakar, kayu lapis, bubur kertas, tiang telepon, tiang pancang, bagan penangkap
ikan, dermaga, bantalan kereta api, kayu untuk mebel dan kerajinan tangan, atap
huma, tannin, bahan obat, gula, alkohol, asam asetat, protein hewani, madu,
karbohidrat,
dan
bahan
pewarna,
serta
memiliki
fungsi
28
diperkirakan sekitar 4,25 juta hektar, Luas hutan mangrove pada tahun 1993
diperkirakan sekitar 2,49 juta hektar. Dari seluruh hutan mangrove yang ada di
Indonesia tersebut, ditemukan sekitar 202 jenis tumbuhan yang hidup pada hutan
mangrove, yakni meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palm, 19 jenis pemanjat, 44 jenis
terna, 44 jenis epifit, 1 jenis paku-pakuan. Dari sejumlah jenis tersebut, sebanyak
43 merupakan jenis tumbuhan mangrove sejati, sementara jenis lainnya
merupakan jenis tumbuhan yang biasanya berasosiasi dengan hutan mangrove
jenis. Dari 43 jenis mangrove tersebut, 33 jenis termasuk klasifikasi pohon dan
sisanya adalah termasuk jenis perdu. Jenis tumbuhan mangrove di Indonesia
tercatat sebanyak 75 jenis (Pramudji, 2001).
Sebagai negara kepulauan, Indonesia terdiri atas lebih dari 17.508 buah
pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai sekitar 81.000. Sebagian daerah
tersebut ditumbuhi hutan mangrove dengan lebar beberapa meter sampai beberapa
kilometer. Dipandang dari segi luas areal, hutan mengrove di Indonesia adalah
yang terluas di dunia. Di Indonesia, mangrove tersebar hampir di seluruh pulaupulau besar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua,
dengan luas sangat bervariasi bergantung pada kondisi fisik, komposisi substrat,
kondisi hidrologi, dan iklim yang terdapat di pulau-pulau tersebut FAO
(Infah, 2011).
Benthos
Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di
dalam atau melekat pada sedimen dasar perairan. Berdasarkan sifat hidupnya,
bentos dibedakan menjadi fitobentos yaitu bentos yang bersifat tumbuhan dan
zoobentos yaitu bentos yang bersifat hewan. Berdasarkan cara hidupnya bentos
dibedakan atas dua kelompok, yaitu infauna (bentos yang hidupnya terbenam di
dalam substrat dasar perairan) dan epifauna (bentos yang hidupnya di atas substrat
dasar perairan). Berdasarkan ukuran tubuhnya bentos dapat dibagi atas
makrobentos yaitu kelompok bentos yang berukuran > 2 mm, meiobentos yaitu
kelompok bentos yang berukuran 0,2 2 mm, dan mikrobentos yaitu kelompok
bentos yang berukuran < 0,2 mm (Lestari, 2009).
29
Rantai Makanan
Semua organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan
lingkungan
hidupnya.
Hubungan
yang
terjadi
antara
individu
30
dikembalikan ke tempat asalnya yaitu sungai atau sumber air lainnya. Peningkatan
suhu diikuti dengan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam perairan
(Saputra, 2009).
b. Intensitas Cahaya
Penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan akan mempengaruhi
produktifitas primer. Kedalaman penetrasi cahaya matahari kedalam perairan
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: tingkat kekeruhan perairan, sudut
datang cahaya matahari dan intensitas cahaya matahari. Pada batas akhir cahaya
matahari mampu menembus perairan disebut sebagai titik kompensasi cahaya,
yaitu 13 titik pada lapisan air dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum
yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada dalam keseimbangan
Bagi organisme perairan, intensitas cahaya matahari yang masuk berfungsi
sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme pada
habitatnya. Beberapa jenis larva serangga akan melakukan gerakan lokomotif
sebagai bentuk reaksi terhadap menurunnya intensitas cahaya matahari. Larva ini
akan keluar dari persembunyiannya yang terdapat pada bagian bawah bebatuan di
dasar perairan menuju ke bagian atas bebatuan untuk mencari makan
(Saputra, 2009).
c. Kecepatan Arus
Arus merupakan gerakan masa air yang dapat disebabkan oleh angin,
perbedaan densitas air laut, gelombang dan pasang surut. Arus dapat
menyebabkan terjadinya perbedaan suhu, kadar garam dan lamanya pasang. Arus
pantai, baik yang dibangkitkan oleh gelombang maupun pasang surut di perairan
dangkal akan berinteraksi dengan dasar perairan. Interaksi tersebut berupa
gesekan antara badan air yang bergerak dengan dasar perairan. Gesekan tersebut
membangkitkan sejumlah energi yang disebut sebagai kapasitas angkut yang
besarnya sebanding dengan kecepatan arus. Jika kapasitas angkut tersebut cukup
besar maka sedimen di dasar perairan akan terangkat dan terpindahkan. Peristiwa
pengangkatan sedimen dari pantai disebut sebagai abrasi dan pengangkutannya
disebut sebagai transport. Sebaliknya jika kecepatan arus menurun, maka
kapasitas angkutnya pun menurun, sehingga sedimen yang sedang terangkut akan
dijatuhkan ke dasar perairan. Peristiwa ini disebut sebagai deposisi. Abrasi yang
31
32
proses filtrasi di unit trident partikel yang lebih kecil penyebab warna disaring
sehingga konsentrasi warna menjadi berkurang dan berada dibawah batas
maksimum baku mutu warna untuk air minum. Pada titik distribusi terjadi
kenaikan konsentrasi warna, akan tetapi dalam konsentrasi yang masih memenuhi
baku mutu yaitu 25 Pt-Co (Aulia, 2005).
f. Kedalaman
Kedalaman perairan berperan penting terhadap kehidupan biota pada
ekosistem tersebut. Semakin dalam perairan maka terdapat zona-zona yang
masing-masing memiliki kekhasan tertentu, seperti suhu, kelarutan gas-gas dalam
air, kecepatan arus, penetrasi cahaya matahari dan tekanan hidrostatik. Zona
perairan mengalir (sungai), secara horizontal terdiri dari zona mata air (krenal),
zona (rithral), dan zona (potamal). Zona krenal dibagi menjadi 3 bagian yaitu
reokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun, limnokrenal yaitu mata air
yang berbentuk genangan air yang selanjutnya membentuk aliran kecil,
helokrenal yaitu mata air yang berbentuk rawa-rawa. Selanjutnya aliran air dari
mata air tersebut membentuk aliran air (sungai) di daerah pegunungan yang
disebut zona ritral. Zona ini terdiri dari 3 bagian yaitu epiretral (bagian paling
hulu), metarithral (bagian tengah zona rithral), dan hyporithral (bagian akhir
zona rithral). Setelah melewati zona hyporithral aliran air akan memasuki zona
potamal yaitu zona dimana aliran sungai berada pada topografi yang relatif landai.
Zona ini terdiri dari epipotamal, metapotamal, dan hypopotamal (Lestari, 2009).
Parameter Kimia Air
a. pH
Nilai pH suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa
dalam air dan merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Adanya
karbonat, hidroksida dan bikarbonat meningkatkan kebasaan air, sementara
adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan kemasaman. pH
air dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan
mempengaruhi tersedianya hara-hara serta toksitas dari unsur-unsur renik. pH
perairan tawar berkisar dari 5,0 9,0. Nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya
konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kemampuan air untuk mengikat atau
melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah perairan tersebut
33
faktor pembatas bila kadarnya di bawah 0,009 mg/l, sementara pada kadar lebih
dari satu mg/l PO4-P dapt menimbulkan blooming (Trofisa, 2011).
c. Total Suspended Solid (TSS)
TSS adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 m) yang tertahan pada
saringan miliopore dengan diameter pori 0.45 m. TSS terdiri dari lumpur dan
pasir halus serta jasad-jasad renik. Penyebab TSS di perairan yang utama adalah
kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Konsentrasi TSS apabila
terlalu tinggi akan menghambat penetrasi cahaya ke dalam air dan mengakibatkan
terganggunya proses fotosintesis. Penyebaran TSS di perairan pantai dan estuari
dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik antara lain angin, curah hujan, gelombang,
arus, dan pasang surut (Effendi, 2000). Sastrawijaya (2000) menyatakan bahwa
konsentrasi TSS dalam perairan umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton,
limbah manusia, limbah hewan, lumpur, sisa tanaman dan hewan, serta limbah
industri. Bahan-bahan yang tersuspensi di perairan alami tidak bersifat toksik,
34
akan tetapi jika jumlahnya berlebihan dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang
selanjutnya menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air (Lestari, 2009).
d. Kandungan Bahan Organik Substrat
Kandungan bahan organik menggambarkan tipe substrat dan kandungan
bahan nutrisi di dalam perairan. Tipe substrat berbeda-beda, seperti pasir, lumpur
dan tanah liat. Umumnya semua tipe substrat yang ada tersebut sesuai bagi
kehidupan semua spesies udang (Boyd, 1989 dalam Fast & Lester, 1992).
Konsentrasi bahan organik yang tinggi akan membutuhkan oksigen dalam jumlah
besar. Melalui prosedur secara kimia dapat dilihat bahan-bahan organik yang
terkandung di dalam substrat Substrat pada masing-masing lokasi pengamatan
diambil 500 g dan dimasukkan ke dalam kantong plastik. Substrat ditimbang 100
g, dioven pada suhu 45C sampai terjadi berat konstan. Substrat yang telah kering
digerus supaya substrat benar kering, ditimbang 25 g dan diabukan dalam tanur
dengan suhu 700C selama ,5 jam. Kemudian dihitung kandungan organiknya.
(Sembiring, 2008).
e. Karbondioksida Bebas
Karbon dioksida sangat mudah larut dalam air, namun hanya sedikit yang
berada dalam larutan biasa karena jumlahnya dalam udara atmosfer sangat sedikit.
Selain itu dekomposisi bahan organik dan pernafasan tumbuhan dan hewan
memberi sumbangan pada karbondioksida yang sudah ada. Pergerakan air melalui
vegetasi dan tanah mengambil karbondioksida yang lepas dari udara-tanah.
Karbondioksida bergabung secara kimiawi dengan air membentuk asam karbonat
yang mempengaruhi pH air. Asam karbobat sebagian menghasilkan ion-ion
hidrogen dan bikarbonat. Ion bikarbonat terurai lebih lanjut membentuk lebih
banyak ion hidrogen serta ion karbonat. Lazimnya terdapat sekitar 0,5 ml/l
karbondioksida dalam air dalam bentuk larutan biasa, yang disebut seabagai
karbon dioksida bebas. Sejumlah besar karbondioksida berada dalam bentuk
bikarbonat dan karbonat yang dikenal sebagai karbondioksida gabungan, tetap
atau terikat. Air dengan pH rendah, gabungan karbondioksida diubah menjadi
bentuk bebas (Sembiring, 2008).
f. Nitrogen Amoniak (N-NH3)
35
Sumber
makanan
manusia
dan
hewan
pada
umumnya
dapat
dikelompokkan kedalam tiga jenis tipe zat nutrisi, yaitu: karbohidrat, lemak dan
protein. Dengan demikian kandungan limbah domestik pada umumnya juga terdiri
dari ketiga jenis zat nutrisi tersebut. Produk penguraian karbohidrat dianggap
tidak menimbulkan masalah yang serius bagi ekosistem perairan, karena berbagi
jenis bakteri dan jamur dapat mengkonsumsinya. Hal yang dapat menimbulkan
masalah adalah produk dari penguraian zat nutrisi, lemak dan terutama protein
yang berupa ammonium (NH4) atau amoniak (NH3) (Sembiring, 2008).
g. DO (Disolved Oxygen)
DO atau oksigen terlarut merupakan jumlah gas O2 yang diikat oleh
molekul air. Kelarutan O2 di dalam air terutama sangat dipengaruhi oleh suhu
dan mineral terlarut dalam air. Kelarutan maksimum oksigen dalam air terdapat
pada suhu 0 C, yaitu sebesar 14,16 mg/l. Konsentrasi ini akan menurun seiring
peningkatan ataupun penurunan suhu. Sumber utama DO dalam perairan adalah
dari proses fotosintesis tumbuhan dan penyerapan/pengikatan secara langsung
oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara. Sedangkan
berkurangnya DO dalam perairan adalah kegiatan respirasi organisme perairan
atau melalui pelepasan secara langsung dari permukaan perairan ke atmosfer.
Pengaruh DO terhadap biota perairan hanya sebatas pada kebutuhan untuk
respirasi, berbeda dengan pengaruh suhu yang cenderung lebih komplek.
Beberapa organisme perairan bahkan memiliki mekanisme yang memungkinkan
dapat hidup 15 pada kondisi oksigen terlarut yang sangat rendah. Organisme ini
mempunyai sistem trachea terbuka seperti yang dimiliki oleh insekta terrestrial.
Organisme ini dapat mengambil oksigen untuk respirasi dengan mengambil dari
udara di permukaan air (Aulia, 2005)
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
36
Di Pulau Sembilan terdapat juga fauna dan flora mangrove yang kami
jumpai dan bersubsrat berlumpur. Batas Wilayah pada pulau Sembilan antara
lain
Sebelah
Timur berbatasan
dengan Selat
Makassar,
Sebelah
Selatan berbatasan dengan Laut Jawa, Sebelah Utara berbatasan dengan Selat
Laut, dan Sebelah Barat berbatasan dengan Laut.
37
mangrove. Plastik untuk tempat biota yang didapat, label untuk penanda dari
biota, stoples kecil untuk tenpat biota yang sudah diberi alcohol, kertas millimeter
block untuk mengukur panjang biota yang didapat, botol filim untuk tempat air
salinitas, lakban untuk menutup botol filim agar tidak terkena sinar matahari,
tanggok untuk menangkap biota seperti nekton dan biota-biota lain, camera digital
untuk mengambil gambar biota, kompas untuk menentukan arah, kardus tempat
semua alat alat.
Bahan
Bahan yang digunakan untuk praktikum ini adalah alkohol 70%, aquades
dan tisu.
Prosedur Praktikum
1. Tetapkan plot pada lokasi yang telah ditetapkan ( plot 1-10).
2. Disiapkan alat alat yang digunakan seperti tanggok, kompas, parang, plastik,
dan alat alat yang dianggap penting dalam pengambilan biota.
3. Diambil biota biota yang terdapat disekitar
Analisis Data
Kerapatan
38
Kerapatan Relatif
Frekuensi
39
Frekuensi Relatif
Indeks Keanekaragaman
]
40
Biota / Fauna
Jumlah
Abovdnia ratifer
Telescopium telescopium
Penaeus indicus
2
1
2
Telescopium telescopium
Scylla serrata
Scylla serrata
3
1
1
Penaeus indicus
Trimeresurus albolabris
Telescopium telescopium
Tryonia simpson
Scylla serrata
1
2
3
10
Abovdnia ratifer
1
Periophthalmus sp.
1
Scylla serrata
2
Tabel 1. Biota yang Ditemukan Tiap Plot
B. Benthos
1.
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Animalia
: Mollusca
: Gastropoda
: Sorbeoconcha
: Potamididae
: Telescopium
: Telescopium telescopium
2. Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Animalia
: Crustacea
: Malacostraca
: Decopoda
: Penaeidae
: Penaeus
: P. indicus
41
3.
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Animalia
: Crustacea
: Malacostraca
: Decapoda
: Portunidae
: Scylla
: Scylla serrata
4. Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Animalia
: Mollusca
: Gastropoda
: Hypsogastropoda
: Hydrobiidae
: Tryonia
:Tryonia stimpson
5.
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Animalia
: Chordata
: Reptilia
: Squamata
: Viberidae
: Trimeresurus
: T. albolabris
6.
: Animalia
: Mollusca
: Gastropoda
: Hypsogastropoda
: Hydrobiidae
: Tryonia
:Tryonia stimpson
NO
1
2
3
4
5
6
Nama Biota
K
KR
F
Abovdnia ratifer
0,083 1,24
0,2
Telescopium telescopium 0,292 8,29
0,3
Penaeus indicus
0,167 29,17 0,2
Tryonia simpson
0,125 16,68 0,2
Scylla serrata
0,167 1,24
0,3
Trimeresurus albolabris
0,042 4,2
0,1
Table 2. Hasil Analisis Perhitungan Benthos
C. Nekton
1.
2.
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Animalia
: Chordata
: Actinopterygii
: Gonorynchiformes
: Chanidae
: Chanos
: Chanos chanos
: Animalia
: Chordata
: Actinopterygii
: Gonorynchiformes
: Chanidae
: Periophtalmus
: Periophtalmus sp
FR
15,38
23,07
15,38
15,38
23,07
7,6
Plot
1
2
Biota / Fauna
Jumlah
Chanos chanos
2
Periophthalmus sp.
1
Tabel 3. Nekton yang Ditemukan
D. Fauna
Kingdom
: Animalia
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Chordata
: Reptilia
: Squamata
: Viberidae
: Trimeresurus
: Trimeresurus albolabris
E. Flora
No
Je
mi
s
Tu
mb
uh
an
KR
(%)
F
R
(
%
)
INP
DR (%)
H
(%)
Avicennia officinalis
20
1,79
0,1
3,57
979,8
1,52
6,87
Bruguiera exaristata
30
2,68
0,1
3,57
1583,5
1,65
7,91
Cerbera manghas
120
10,71
0,2
7,14
6203,9
1,65
19,51
Ceriops tagal
430
38,39
0,8
28,57
24563,5
1,68
68,64
Heritiera globasa
170
15,18
0,6
21,43
13855,6
26,3
62,96
Lumnitzera littonea
50
4,46
0,1
3,57
2835,8
1,93
11,07
Pandanus tectorius
100
8,93
0,2
7,14
4573,7
60,5
76,54
Rhizophora apiculata
80
7,14
0,2
7,14
4458,1
1,82
16,11
Rhizophora
60
5,36
0,3
7,14
1673,3
1,45
17,47
1,97
mucronata
10
Rhizophora stylosa
40
3,57
0,1
3,57
2675,7
1,37
8,51
11
Sonneratia alba
20
7,14
0,1
3,57
906,8
0,14
5,52
Dekomposer
G. Hasil Pengukuran
Plot
Salinitas
pH
29 ppt
28 ppt
27 ppt
27 ppt
26 ppt
26 ppt
25 ppt
25 ppt
25 ppt
10
25 ppt
Pembahasan
Pulau Sembilan merupakan pulau yang terdapat di kabuapten langkat,
pulau ini memiliki hutan yang indah, namun tidak dalam kawasan dari negara
melainkan milik masyarakat setempat. Pulau ini masih terikat dalam kebudayaan
wilayah setempat, sehingga tidak terlalu maju. Hal ini sesuai (Capah,2003) yang
menyatakan bahwa Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di
Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas 15,65 km) atau 9,67%
dari total luas wilayah kecamatan Pangkalan Susu (151,35 km). Jumlah total
penduduk di Pulau Sembilan ini 2.047 dengan bermata pencarian antara lain
sebagai pertani sebanyak 413 KK, pengrajin 9 KK, pegawai negeri 19 KK,
pedagang 29 KK, supir angkutan 11 KK dan buruh 161 KK. Luas berdasarkan
penggunaan lahan antara lain sawah seluas 1,90 km2, tanah kering seluas 9,29
km2 dan lainnya seluas 4,46 km2 . Selain itu masih tersisa hutan mangrove yang
termasuk dalam hutan sekunder. Hutan yang masih tersisa tersebut tidak termasuk
dalam kawasan hutan negara, melainkan lahan milik masyarakat. Namun,
sebagian masyarakat memelihara tegakan mangrove khususnya yang terletak pada
areal kawasan lindung seperti kanan kiri sungai dan tepi pantai
Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa mangrove merupakan
tumbuhan yang terdapat disekitar pesisir dan lautan yang banyak dihuni oleh
berbagai hewan kecil maupun besar yang dijadikan sebagai habitat dan tempat
mencari makanan untuk melangsungkan kehidupan. Hal ini sesuai dengan
(Welly dan Wira, 2011) yang menyatakan bahwa mangrove merupakan salah satu
ekosistem penting pesisir dan laut selain terumbu karang dan padang lamun.
Mangrove memiliki beberapa manfaat seperti manfaat ekologi dan ekonomi.
Manfaat ekologi mangrove diantaranya adalah sebagai pelindung alami pantai dari
abrasi, mempercepat sedimentasi, mengendalikan intrusi air laut, dan melindungi
daerah di belakang mangrove dari gelombang tinggi dan angin kencang, tempat
memijah, mencari makan, dan berlindung bagi ikan, udang, kepiting dan biota laut
lainnya. Sedangkan manfaat ekonomi mangrove yaitu sebagai bahan makanan,
minuman, obat-obatan, pewarna alami, dan sebagai obyek ekowisata.
Benthos merupakan hewan yang terdapat di dalam perairan yang berada di
dasar perairan, yang biasanya dapat dikatakan sebagai bioindikator pencemaran
karena benthos hidup menetap dan dapat menguraikan bahan organic dan detritus.
Hal ini sesuai dengan (Lestari, 2009) yang menyatakan bahwa bentos adalah
semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu perairan,
baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas). Berdasarkan
tempat hidupnya, bentos dapat dibedakan menjadi epifauna yaitu bentos yang
hidupnya di atas substrat dasar perairan dan infauna,yaitu bentos yang hidupnya
tertanam di dalam substrat dasar perairan. Berdasarkan siklus hidupnya bentos
dapat dibagi menjadi holobentos, yaitu kelompok bentos yang seluruh hidupnya
bersifat bentos dan merobentos, yaitu kelompok bentos yang hanya bersifat bentos
pada fase-fase tertentu dari siklus hidupnya.
berkembang biak maupun tempat melakukan pemijahan. Hal ini sesuai dengan
(Welly dan Wira, 2011) yang menyatakan bahwa mangrove merupakan salah satu
ekosistem penting pesisir dan laut selain terumbu karang dan padang lamun.
Mangrove memiliki beberapa manfaat seperti manfaat ekologi dan ekonomi.
Manfaat ekologi mangrove diantaranya adalah sebagai pelindung alami pantai dari
abrasi, mempercepat sedimentasi, mengendalikan intrusi air laut, dan melindungi
daerah di belakang mangrove dari gelombang tinggi dan angin kencang, tempat
memijah, mencari makan, dan berlindung bagi ikan, udang, kepiting dan biota laut
lainnya. Sedangkan manfaat ekonomi mangrove yaitu sebagai bahan makanan,
minuman, obat-obatan, pewarna alami, dan sebagai obyek ekowisata.
Intensitas cahaya pada ekosistem mangrove sangat penting karena
mempengaruhi sistem produktivitas primer (fotosintesis) pada makhluk hidup.
Hal ini sesuai dengan (Saputra, 2009) yang menyatakan penetrasi cahaya matahari
ke dalam perairan akan mempengaruhi produktifitas primer. Kedalaman penetrasi
cahaya matahari kedalam perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
tingkat kekeruhan perairan, sudut datang cahaya matahari dan intensitas cahaya
matahari. Pada batas akhir cahaya matahari mampu menembus perairan disebut
sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu 13 titik pada lapisan air dimana cahaya
matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan
respirasi berada dalam keseimbangan Bagi organisme perairan, intensitas cahaya
matahari yang masuk berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung
kehidupan organisme pada habitatnya.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Scylla serrate
Tryonia simpson
Telescopium telescopium
Trimeresurus albolabris
Abovdnia rotifer
Penaeus indicus
Aquades 70
Stoples Kecil
Plastik Ukuran 5 Kg
Plastik Ukuran 10 Kg
Spidol
Botol Flim
Lakban
Kertas label
Tanggok
Parang
Camera
Kompas
Foto Lokasi
Foto Kelompok