Anda di halaman 1dari 3

MATA KULIAH EKOLOGI WILAYAH PESISIR LAUT Dosen : Prof. Dr. Ir. H. Ambo Tuwo, DEA.

POLICY BRIEF

PENCEMARAN DI TELUK PALU

Oleh : Taufik Ihsan P0201212402

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012

POLICY BREAF Ekologi Wilayah Pesisir dan Lautan Pencemaran di Teluk Palu Taufik Ihsan P0201212402 Pascasarjana Universitas Hasanuddin PPW - Manajemen Kelautan A. Kesimpulan Eksekutif Tambang galian C (pasir dan batu) di wilayah peisisr barat Teluk Palu (Kec. Palu Barat sampai ke wilayah Kabupaten Donggala) sebanyak 11 perusahaan, beroperasi sejak awal tahun 2000 telah menimbulkan dampak negative bagi ekosistem perairan teluk palu. Dibukanya penambangan emas di wilayah Kel. Poboya (Palu Timur) pada Tahun 2010 juga menambah permasalahan pencemaran perairan dan mengancam kelansungan hidup (ekosistem perairan dan masyarakat) di sekitar teluk. Aktivitas tambang galian C menyebabkan banjir, pencemaran material dibawa ke laut pada saat tertentu menyebabkan air laut berwarna kekuning-kuningan. Sejak tahun 2011, +100 alat tangkap bagan yang beroperasi di Teluk Palu tidak memperoleh hasil tangkapan sehingga aktivitas penangkapan harus berpindah ke daerah Pantai Barat Sulteng. Selain itu sebanyak 46 RTP pembudidaya rumput laut Eucheuma cottonii di Kelurahan Watusampu dan Buluri tidak bisa lagi melakukan aktivitas budidaya karena kekeruhan yang terjadi pada areal budidayanya yang berjarak cukup dekat dengan jetty. Hasil penelitian oleh peneliti Jepang dan Universitas Tadulako pada 2010, menemukan konsentrasi limbah merkuri pada air di muara sungai Palu dan ikan-ikan di Teluk Palu. Dari sampel ikan yang diambil, rata-rata tercemar 0,115 nanogram/miligram (terendah 0,030 nanogram/miligram dan tertinggi 0,221 nanogram/miligram). Ikan petek dengan panjang 8,5 centimeter dengan berat 9,2 gram terdeteksi mengandung 0,013 nanogram/miligram. Sementara, pada ikan jenis lamotu (biji nangka) dengan panjang antara 7,2 -9 centimeter dengan berat antara 4,5 -9,4 gram, rata-rata tercemar 0,044 nanogram/miligram (terendah 0,029 nanogram/miligram dan tertinggi 0,052 nanogram/miligram). B. Masalah dan Isu 1. Kelangkaan hasil tangkapan nelayan di Teluk Palu. 2. Ancaman kerusakan ekosistem terumbu karang Teluk Palu. 3. Ancaman terhadap pengelolaan ekowisata bahari Teluk Palu. 4. Ancaman kesehatan masyarakat Teluk Palu. 5. Hilangnya aktivitas budidaya rumput laut Teluk Palu 6. Perubahan fisik lingkungan laut di Kelurahan Silae, Watusampu, Buluri Kota Palu dan wilayah Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala akibat penimbunan laut sebagai jetty perusahaan. C. Latar belakang masalah/isu 1. Tambang galian C di sekitar bantaran sungai watusampu dan loli 2. Pembuatan jetty dengan melakukan penimbunan laut 3. Pembuangan limbah rumah tangga dari Sungai Palu 4. Kandungan merkuri (Hg) pada organ hati dan daging ikan yang tertangkap di Teluk Palu menunjukkan nilai yang relative tinggi berkisar 0,013 nanogram/milligram sampai 0,052 nanogram/miligram

D. Kepentingan terhadap isu Isu dan masalah pencemaran seperti disebutkan diatas sangat penting baik bagi pemerintah Kota Palu maupun Provinsi Sulawesi Tengah. Ancaman bahaya polutan dalam lingkungan tidak hanya berbahaya bagi masyarakat administratif Kota Palu akan tetapi akan berdampak lebih luas terhadap daerah lain disekitar Teluk. Karena paradigma penanganan pencemaran selama ini meskipun dampaknya berbahaya bagi kehidupan, namun dampaknya kurang mendapat perhatian. E. Kebijakan yang sudah ada Pemerintah Kota Palu sebagai pemberi izin penambangan atas tekanan dari LSM dan masyarakat telah mengeluarkan kebijakan Pengawasan bersama terhadap aktivitas tambang galian C di Kota Palu. F. Pilihan kebijakan 1. Kajian pencemaran oleh Insitutusi Pendidikan Tinggi bersama dengan Pemerintah Daerah dan Lembaga Sosial Masyarakat yang concern pada isu-isu lingkungan untuk mengkaji tingkat dan kemungkinan dampak lebih lanjut. 2. Penerbitan Peraturan Daerah dengan sistem pengawasan lingkungan yang ketat tentang sistem pengelolaan dan pemanfaatan SDA yang berkelanjutan. G. Kelebihan dan kekurangan setiap pilihan kebijakan 1. Kajian lingkungan dapat menemukan fakta otentik tentang bahaya pencemaran sebagai dasar pengendalian aktivitas pengelolaan, tetapi sangat membutuhkan komitmen yang tinggi dalam setiap proses penelitian, baik pengambilan data, analisis, dan pengambilan keputusan. 2. Payung hukum dalam perlindungan lingkungan akan menjadi dasar pengawasan, pengendalian dalam ekspolitasi, tetapi harus disertai dengan kesungguhan pemeritah dalam keseimbangan penerimaan ekonomi dari sektor tersebut disamping menjaga fungsi ekosistem kawasan. H. Rekomendasi 1. Manajemen riset terpadu 2. Kajian mendalam tentang kelayakan lingkungan dan pengaturan ekspolitasi 3. Penerbitan Peraturan Daerah 4. Pembatasan dan larangan aktivitas tambang. I. Rujukan Dahuri R., Rais Y., Putra S.,G., Sitepu, M.J., (2001). Pengelolaan Sumber daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Harian Mercusuar, 2011. Bahaya, Ikan Di Palu Tercemar Merkuri. http://telukpalu.com/2011/08/bahaya-ikan-di-palu-tercemar-merkuri/. Diakses pada Rabu, 7 November 2012, 22.30 Wita. I. 2010. Kerusakan dan Pencemaran Teluk Palu Memprihatinkan http://iwansuleman.blogspot.com/2010/08/kerusakan-dan-pencemaranteluk-palu.html diakses pada Rabu, 7 November 2012, 22.25 Wita.

Suleman,

Supriharyono, (2000). Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Tuwo, (2011). Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Pendekatan Ekologi, Sosial Ekonomi, Kelembagaan dan Sarana Wilayah. Penerbit Brillian Internasional, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai