Anda di halaman 1dari 5

Mengenal Teluk Tomini

Teluk Tomini merupakan salah satu teluk terbesar di Indonesia dengan luas
kurang lebih 6 juta hektar dengan potensi sumberdaya alam yang kaya dan
unik , sejatinya perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar.
Dalam pembagian kawasan keanekaragaman hayati, kawasan ini berada di zona
Wallacea, yang dalam sejarahnya merupakan kawasan terpisah dari Benua Asia
maupun Australia. Teluk Tomini tergolong perairan semi tertutup (semi enclosed)
yang bersinggungan langsung dengan tiga provinsi (Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah dan Gorontalo) dengan 14 kabupaten/kota serta 23 muara daerah aliran
sungai (DAS).
Di tengah-tengah Teluk Tomini ini, terdapat 56 rangkaian pulau-pulau yang
dikenal dengan Kepulauan Togean yang panjangnya membentang hingga 90
kilometer. Enam pulau di antaranya termasuk yang kategori besar, yaitu Pulau
Una-Una, Batulada, Togean dan Talatakoh, Waleakodi dan Waleabahi. Selebihnya
adalah pulau-pulau kecil yang indah. Di pulau-pulau kecil itu, menjadi kawasan
wisata yang setiap saat ramai dikunjungi wisatawan asing dari Eropa.
Pulau-pulau tersebut yang mengelilingi enam pulau besar tersebut. Di teluk ini,
terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya, dan seakan menjadi surga bagi
para penyelam. Selain karena terumbu karangnya yang indah, berbagai jenis
ikan juga hidup di sini. Aset sumberdaya pesisir dan laut Teluk Tomini berupa
terumbu karang merupakan bagian dari segitiga terumbu karang dunia (Coral
Triangle) dan Taman Nasional Laut Kepulauan Togean dikenal sebagai the Heart
of Coral Triangle .
Ekosistem Teluk Tomini sebagai salah satu dari 26 kawasan andalan laut nasional
memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang sangat berlimpah bagi
pengembangan kawasan wisata bahari dan lumbung pangan nasional. Kawasan
Teluk Tomini mencakup ekosistem terumbu karang, padang lamun dan mangrove
serta pantai wisata dan pelabuhan laut. Berdasarkan potensi tersebut maka
pada tahun 2003, Presiden Megawati mencanangkan kawasan Teluk Tomini
sebagai gerbang Mina Bahari dan pada tahun 2008 telah dilakukan peluncuran
Program Percepatan Pembangunan Kawasan Tomini oleh Menteri Negara
Percepatan Daerah.

Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)


setempat, menunjukkan bahwa kurun tahun 2001-2007, kerusakan terumbu
karang mencapai 8,7 persen, padang lamun 4,6 persen dan mangrove berkurang
hingga 5,11 persen. Sedangkan luas keseluruhan Kepulauan Togean mencapai
sekitar 411.373 ha, dan luas Kabupaten Tojo Una-Una yang berhadapan langsung

dengan Togean, sekitar sekitar 5.721,15 km bujur sangkar. Di kawasan inilah


yang paling banyak mengalami kerusakan.

Teluk Tomini mengalami kerusakan akibat kurang serasinya pembangunan


kawasan darat dan laut. Kerusakan ekosistem yang parah misalnya, meliputi
kehancuran terumbu karang, hutan bakau, serta diperparah dengan kerusakan
sejumlah daerah aliran sungai yang bermuara ke Teluk Tomini. Kerusakan itu
dapat disaksikan di Taman Nasional Kepulauan Togean yang terletak di
Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Dikhawatirkan, kerusakan di Teluk
Tomini dan pulau-pulau yang mengitarinya kelak makin parah. Sehingga
kebanggaan menjadikan kawasan ini sebagai sokoguru kehidupan masyarakat
setempat, tidakdapat tercapai.
Posisi Teluk Tomini yang strategis menjadikan Teluk Tomini sebagai jantung
segitiga terumbu karang dunia atau Heart of Coral Triangle yang menjadi salah
satu bagian kesepakatan di ajang World Ocean Conference (WOC) dan Coral
Triangle Initiatif (CTI) Summit baru-baru ini di Manado. Hal ini semakin
menegaskan perlunya suatu tindakan pencegahan agar kerusakan yang mulai
tempak di kawasan itu untuk segara dibenahi.
Pemberdayaan Aset Teluk Tomini
Saat ini kawasan Teluk Tomini dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dan
masyarakat untuk berbagai aktifitas, diantaranya penangkapan ikan, pariwisata,
pelabuhan dan kawasan konservasi (daerah perlindungan laut).
UNESCO pun telah menetapkan Teluk Tomini sebagai salah satu kekayaan dunia
yang patut dilindungi. Pasalnya, di teluk ini menyimpan potensi laut yang sangat
menjanjikan. Pemerintah provinsi Sulawesi Tengah melaporkan, potensi
sumberdaya ikan di perairan tersebut, mencapai sekitar 330.000 ton per tahun
dan yang dapat dikelola secara lestari sekitar 214.000 ton per tahun.

Laut Tomini dan sekitarnya telah ditetapkan sebagai kawasan budidaya ruang
darat maupun laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut (PP No. 26 Tahun 2008 tentang
RTRWN). Dalam kawasan Teluk Tomini, juga terdapat satu pelabuhan
internasional yaitu pelabuhan Bitung dan satu pelabuhan nasional yaitu
pelabuhan Gorontalo (PP No. 26 Tahun 2008) dan 13 kawasan lindung nasional
yang terdiri dari satu kawasan suaka alam laut, tiga suaka margasatwa, tujuh
cagar dan satu taman nasional serta satu taman nasional laut (PP No. 26 Tahun
2008).
Pada tahun 2007-2008 lalu, kembali dilakukan pemantauan kualitas lingkungan
pesisir laut bersama tiga pusat lingkungan (UNSRAT, UNG dan UNTAD).
Pemantuan dilakukan pada kualitas air laut sekitar pelabuhan, wisata bahari,
terumbu karang, mangrove dan padang lamun. Juga dilakukan pemantauan

pada kondisi lahan daratan yang mempengaruhi teluk yakni kondisi tutupan
lahan di daerah aliran sungai (DAS). Hasilnya menunjukkan bahwa kondisi dan
aset kawasan Teluk Tomini telah rusak dan tercemar kecuali yang masih cukup
terjaga adalah kawasan laut Gorontalo.
Sejumlah aktifitas berlabel pembangunan dan kepentingan sesaat telah banyak
membuat spot pada ekosistem Teluk Tomini dalam kondisi rusak. Keadaan ini
tentunya bukan kabar baik terhadap kelangsungan hidup masyarakat dan
ekosistem Teluk Tomini yang secara ekonomi, sosial dan ekologi sangat signifikan
bagi peningkatan pendapatan daerah di tiga propinsi tersebut.
Sebagai salah satu langkah awal, melalui ekspedisi Wallacea II pada tahun 2004
yang lalu berfokus pada kondisi terumbu karang. Karena, rata-rata kerusakan
terumbu karang di Indonesia sudah sangat parah. Sasarannya adalah
biodiversity dan coastal termasuk terumbu karang. Di Indonesia, rata-rata
terumbu karang yang masih baik paling-paling hanya sekitar 25-27 persen.

Di kawasan Wallacea paling-paling hanya 30 persen yang masih dalam kondisi


baik. Terumbu karang itu merupakan habitat biota laut, bukan hanya sebagai
tempat berlindung, tetapi juga tempat mencari makan dan bertelur. Kalau
terumbu karang itu rusak, seperti manusia yang kehilangan rumah. Dengan
penyelamatan terumbu karang, maka produksi laut akan terjaga.

Berdasarkan hasil riset selama ini, Teluk Tomini merupakan perairan teluk terluas
di Indonesia serta memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Pentingnya ekspedisi ini adalah untuk melihat sejauh mana potensi Teluk Tomini
dan nantinya akan dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat. Karena,
kemiskinan masyarakat banyak terdapat di pesisir-pesisir. Untuk itulah,
pengelolaan perikanan dan kelautan harus diselamatkan. Setidaknya ekspedisi
ini bukan hanya untuk penelitian tetapi juga pengembangan wilayah minimal
untuk kawasan Wallacea, sehingga nantinya bisa dilakukan pengelolaan secara
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Obyek yang boleh jadi bakal mendapat perhatian serius adalah terumbu karang.
Secara umum ekosistem terumbu karang di Gorontalo masih terbilang cukup
baik, tetapi di sejumlah lokasi terlihat adanya kerusakan yang parah. Ini tak lain
akibat penggunaan bom dan sianida yang dilakukan para nelayan saat
menangkap ikan. Keadaan terumbu karang di kawasan pulau-pulau juga lebih
baik dibandingkan dengan karang-karang di dekat pesisir pantai. Kondisi karang
di daerah slope umumnya masih baik, sedangkan daerah reef flat mengalami
kerusakan yang ditengarai akibat pengeboman dan penambangan batu karang.

Melihat kondisi itu, rasanya tidak bijak jika cuma berpangku tangan. Harus ada
upaya-upaya konkret untuk menyelamatkan terumbu karang oleh pihak-pihak
yang ahli di bidangnya sehingga bisa menciptakan sebuah gerakan massal.
Diharapkan bisa menggugah masyarakat dan terutama pemerintah sebagai
pemegang kebijakan. Menumbuhkan public awarness, baik di tingkat
masyarakat dan lebih-lebih di kalangan pemerintah.

Wiilayah pesisir dan laut yang padat penduduk atau tinggi intensitas
pembangunannya telah mengalami degradasi/tekanan lingkungan berupa
pencemaran; overfishing; degradasi fisik habitat terumbu karang, mangrove, dan
lainnya pada tingkat yang telah mengancam daya dukung kawasan tersebut
untuk mendukung pembangunan ekonomi selanjutnya. Lebih ironis lagi,
penduduk pesisir sebagian besar masih merupakan kelompok masyarakat
termiskin di tanah air. Apabila kondisi semacam ini tidak segera diperbaiki, maka
dikhawatirkan kita tidak dapat memanfaatkan sumberdaya kelautan bagi
kepentingan pembangunan nasional secara optimal dan berkesinambungan.

Kasus pencemaran lingkungan dewasa ini sudah berada di ambang batas


kewajaran. Meski berbagai peraturan daerah (Perda) telah dibentuk, misalnya PP.
No. 27 1999 tentang pelaksanaan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang
menyatakan bahwasanya setiap usaha atau pelaku kegiatan wajib melakukan
studi Amdal yang diperkirakan akan menimbulkan dampak besar terhadap
lingkungan sekitar, namun aktivitas pencemaran lingkungan tetap berlangsung.
Akibatnya, ekosistem sumberdaya hayati terancam punah khususnya di wilayah
pesisir dan sebagian besar lautan tropis nusantara.

Sebagai daerah tropis yang dilalui garis khatulistiwa, Indonesia subur akan
kekayaan sumberdaya alam hayati yang terbentang sepanjang 81.791 KM di
berbagai perairan nusantara. Karena itu pula, tidak heran bila ekosistem sumber
daya hayati seperti Mangrove, Padang Lamun dan Terumbu Karang berkembang
begitu pesat khususnya di wilayah pesisir dan deretan lautan tropis nusantara.

Namun, potensi yang sedemikian besar ini kurang mendapat perhatian oleh
masyarakat pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. Masyarakat belum
bisa memanfaatkannya secara maksimal. Begitu juga dengan pemerintah,
kebijakan-kebijakan yang pro terhadap pelestarian sumber daya alam khususnya
ekosistem sumber daya hayati belum menunjukkan adanya kemauan politik
(politicall will) yang tegas dan jelas. Ekosistem sumberdaya hayati yang terdapat
dalam Mangrove (hutan bakau), padang lamun dan terumbu karang ini memiliki
multifungsi seperti potensi ekonomi, pariwisata, penelitian, bahkan penyelamat
dari aneka bencana seperti pasang naik, abrasi pantai, ombak besar dan
gelombang tsunami.

Aktifitas pembangunan yang tidak ramah lingkungan diduga kuat menjadi faktor
penyebab timbulnya kerusakan ekosistem sumberdaya hayati. Aktifitas
pembangunan yang tanpa terkendali menyebabkan kawasan daratan dan pantai
menjadi tercemar.

Pertama, ekosistem Mangrove (Hutan Bakau) yang terdapat dalam wilayah


pesisir mengalami penurunan drastis tingkat produksinya akibat penebangan
hutan liar, pemakaian bahan kimia seperti pestisida, penggunaan zat-zat
radioaktif, pembuangan sampah yang tidak teratur, pertambangan dan lainlainnya. Sementara ekosistem Mangrove yang terdapat di wilayah pesisir,
memiliki potensi besar bagi pemberdayaan masyarakat setempat. Salah satu
potensi tersebut adalah sebagai tempat pemijahan beragam spesies ikan dan
tumbuh-tumbuhan (Spawning Ground), pengasuhan (Nursery Ground) dan
pembesaran ikan (Feeding Ground).

Kedua, ekosistem Padang Lamun yang memiliki produktifitas besar karena


habitat bagi tumbuh kembangnya berbagai mikroorganisme seperti plankton,
phytoplankton, kerang-kerangan (molusca), kepiting dan ikan juga terancam
punah akibat pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Ekosistem padang
lamun banyak bermanfaat untuk; penyaring limbah, sebagai bahan kertas,
bahan makanan, dan bahan pakan ternak. (*)

Ketiga, ekosistem terumbu karang yang semestinya menjadi habibat biota ikan,
kerang, lobster, penyu, dan berbagai organisme lainnya karena berbagai ulah
manusia seperti pemakaian bahan peledak (dinamit), pembuangan limbah dan
sampah industri dari pabrik maupun rumah tangga, membuat ekosistem
terumbu karang terancam punah. Kepunahan ekosistem terumbu karang tentu
akan menghilangkan sejumlah manfaat yang dimilikinya. Pertama, sebagai
sumber bahan makana bagi ikan, udang-udangan, kerang-kerangan, rumput laut.
Kedua, bahan obat-obatan. Ketiga, bahan budi daya. Keempat, bahan bangunan
dan daerah wisata. Relakah kita jika itu semua hilang dari Teluk Tomini? (*)

http://ppesumapapua.menlh.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=55&Itemid=111
http://arti-definisi-pengertian.info/masalah-integrasi-nasional/

Anda mungkin juga menyukai