Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Danau adalah salah satu sumber air tawar yang menunjang kehidupan
semua makhluk hidup dan kegiatan sosial ekonomi manusia. Ketersediaan sumber
daya air, mempunyai peran yang sangat mendasar untuk menunjang
pengembangan ekonomi wilayah. Sumber daya air yang terbatas disuatu wilayah
mempunyai implikasi kepada kegiatan pembangunan yang terbatas dan pada
akhirnya kegiatan ekonomipun terbatas sehingga kemakmuran rakyat makin lama
tercapai. Air danau digunakan untuk berbagai pemanfaatan antara lain sumber
baku air minum, air irigasi, pembangkit listrik, penggelontoran, perikanan dsb.
Jadi betapa pentingnya air tawar yang berasal dari danau bagi kehidupan. Danau
Di Indonesia terdapat kurang lebih danau kategori besar > 50 ha sebanyak 500
buah. Danau tersebut tersebar merata di setiap pulau besar (Sumatra, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali). Sebaliknya waduk besar sebagian besar
berlokasi di Pulau Jawa. Selain kategori danau besar terdapat juga danau kecil
yang jumlahnya ribuan dan waduk kecil yang disebut embung. Danau kecil sering
dikenal sebagai situ berukuran besar (Sundawati dan Saudin, 2009).
Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100
kilometer dan lebar 30 kilometer yang terletak di Provinsi Sumatera Utara,
Indonesia. Danau ini merupakan danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara.
Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir.
Danau Toba sejak lama menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera Utara
selain Bukit Lawang dan Nias, menarik wisatawan domestik maupun
mancanegara (Amnte, 2012). Danau Toba yang mempunyai luas permukaan lebih
kurang 1.100 km2, dengan total volume air sekitar 1.258 km3. Kondisi oligotrofik
Danau Toba menyebabkan daya dukung danau untuk perkembangan dan
pertumbuhan organisme air seperti plankton dan bentos sangat terbatas. Pada
aspek hidrologis , Danau Toba merupakan sebuah kawasan Daerah Tangkapan
Air-DTA (Catchment Area) raksasa dan sangat vital bagi kehidupan masyarakat di
sekitarnya. Siklus pergantian air 110-280 tahun merupakan salah satu keunikan

Danau Toba karena siklus perputaran air danau-danau sedunia ratarata hanya 17
tahun (Ginting dan Simanihuruk, 2004).
Danau Toba adalah salah satu danau air tawar terbesar dunia, yang
memiliki luas areal perairan mencapai puluhan km2 dengan kedalaman sampai 900
m pada bagian yang terdalam. Danau Toba terletak pada daerah dataran tinggi
Toba di Sumatera Utara dengan ketinggian permukaan airnya mencapai 698 m
dari permukaan laut. Danau Toba tercakup dalam wilayah administrasi dari tujuh
kabupaten

yang

terletak

di

daerah

dataran

tinggi

Sumut

(Sundawati dan Saudin, 2009).


Karena keeksotikan dan keindahan alamnya, dulu orang menyebut danau
ini sebagai salah satu obyek wisata paling memikat di planet Bumi. Semilir udara
pagi yang sejuk, deburan riak ombak yang mengalun jernih, hamparan hutan
tropis nan hijau, ditambah dengan daerah perbukitan yang berdiri anggun ke
angkasa, semua menggambarkan keagungan Sang Pencipta. Di tengah danau,
menyembul ke angkasa Pulau Samosir yang membujur dari utara ke selatan
sepanjang kurang lebih 45 km dengan lebar 19 km. Secara biofisik kawasan
Danau Toba merupakan tempat bermukim yang aman dan sehat bagi manusia.
Danau Toba dulu tercatat sebagai danau air tawar kebanggaan rakyat Indonesia
khususnya masyarakat Sumut, karena keindahan panaroma alamnya, kenyamanan
dan kesegaran udaranya, keasrian dan keterpaduan lingkungan alam, keramahan
penduduk yang bermukim di sekitarnya, serta nilai budaya dan adat tradisional
yang tinggi, yang kesemuanya itu menarik perhatian dan respon masyarakat
internasional (Simarmata, 2012).
Tetapi sekarang ini, Danau Toba telah manjadi danau yang jauh dari
kebanggaan. Danau Toba telah ditimpa malapetaka karena dirusak orang atau
masyarakat yang memiliki kepentingan dengan ekosistem danau tersebut. Danau
Toba telah diperkosa secara tragis oleh kepentingan industri, keserakahan investor,
ketidakpedulian masyarakat sekitar, ketidakberdayaan pemerintah, serta faktorfaktor perusak lainnya (Sianturi, 2004).
Pencemaran Danau Toba berada dalam tahap kritis. Jika tidak ditangani
secara serius pencemaran ini akan menimbulkan gangguan pada kesehatan
masyarakat setempat. Gangguan tersebut dapat saja mengakibatkan lemah otak .

salah satu indikator tercemarnya danau toba adalah meningkatnya kadar


Nitrogen. Nitrogen tersebut bersumber dari protein yang terkadung dalam pelet
dan sisa makanan dari restoran yang di buang ke Danau Toba (Simarmata, 2012).
Nitrogen tersebut terpecah menjadi amoniak dan di ikutiti perubahan
menjadi Kalium. Zat ini akan sangat membahayakan jiwa manusia jika
dikonsumsi. Selain itu, tinja yang dibuang ke danau toba juga mengandung jat
yang membahayakan bagi tubuh manusia. Gejala pencemaran tersebut sudah
terlihat jelas seperti pada November 2004. Puluhan juta ikan Mas mati secara
serentak yang di akibatkan oleh virus koi herpes. Awal 2008 juga meresahkan
warga setelah menemukan banyak jamur pada kulit ikan. Yang lebih
menkawatirkan lagi adalah ikan yang hidup bebas juga terjangkit virus
(Kuswara, 2007).
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Hal-hal apa sajakah yang menjadi penyebab air Danau Toba menjadi
semakin kritis sehingga air Danau Toba mengalami penurunan dan
menjadi kotor dan gatal ?
2. Bagaimanakah kiat untuk mengatasi agar air Danau Toba tersebut kembali
seperti dulu lagi ?
Tujuan Penulisan Makalah
Makalah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan sumbangan
pemikiran tentang penciptaan lingkungan yang tertata, terpelihara dan terjaga,
bagi lingkungan penulis sendiri, khususnya kepada masyarakat di sekitar Danau
Toba terutama kepada pemerintah setempat agar dapat memelihara serta
melestarikan Danau Toba yang kita cintai tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Pencemaran
Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam
sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya (Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4
Tahun 1982).
Menurut Sundawati dan Saudin (2009) peristiwa pencemaran lingkungan
disebut polusi. Zat

atau

bahan

yang

dapat

mengakibatkan

pencemaran

disebut polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat
menyebabkan kerugian terhadap makhluk hidup. Contohnya, karbon dioksida
dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi
dari 0,033% dapat rnemberikan efek merusak. Suatu zat dapat disebut polutan
apabila :
1.

Jumlahnya melebihi jumlah normal.

2.

Berada pada waktu yang tidak tepat

3.

Berada pada tempat yang tidak tepat

Sifat polutan adalah :


1. Merusak

untuk

sementara,

tetapi

bila

telah

bereaksi

dengan

zat

lingkungan tidak merusak lagi


2. Merusak dalam jangka waktu lama. Contohnya Pb tidak merusak bila
konsentrasinya rendah. Akan tetapi dalam jangka waktu yang lama, Pb dapat
terakumulasi dalam tubuh sampai tingkat yang merusak.
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat
penampungan air seperti danau akibat aktivitas manusia.Danau adalah bagian
penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari
siklus hidrologi. Selain mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan.

Berbagai

macam

fungsinya

sangat

membantu

kehidupan

manusia

(Ginting dan Simanihuruk, 2004).


Pencemaran Danau Toba
Menurut Sianturi (2004) kondisi Danau Toba kini semakin kritis.
Bayangkan, dari luas 260 ribu hektar, sekitar 100 ribu hektar sudah rusak
ekosistemnya. Banyak sampah yang dibuang masyarakat dan turis ke danau ini.
Budidaya ikan yang dulu dilakukan secara tradisional, kini bergeser menjadi
jutaan keramba yang mengotori danau ini. Tinggi permukaan air Danau Toba
secara nyata terus menurun karena volume airnya yang keluar melalui hulu Sungai
Asahan lebih besar dari volume air yang masuk ke Danau Toba melalui daerah
tangkapan airnya.
A. Penyebab Danau Toba Menjadi Semakin Kritis
Ada beberapa faktor yang menjadikan Danau Toba menjadi semakin kritis seperti
sekarang ini antara lain :
1) Akumulasi Limbah
Pencemaran terhadap air Danau Toba, sebenarnya sudah dimulai sejak
puluhan tahun silam. Hampir semua penduduk yang bermukim di pesisir pantai
Danau Toba membuang limbah langsung ke dalam Danau Toba. Kalau dahulu,
volume limbah mungkin masih sangat kecil, demikian juga jenis limbahnya
bukanlah dari bahan kimia yang berbahaya. Tetapi sesuai dengan perjalanan
waktu yang diikuti oleh pertambahan jumlah penduduk, juga perubahan jenis dan
bentuk kegiatan aktivitas, maka volume dan jenis limbah yang masuk ke Danau
Toba jelas sangat meningkat dan sangat membahayakan. Sejak tahun 60-an, petani
di sekitar Danau Toba telah terbiasa menggunakan pupuk kimia secara tidak
terkontrol, padahal semua aliran air dari persawahan bermuara ke Danau Toba.
Pada masa tahun 60-an juga, terdapat banyak industri textil (pabrik tenun) di
sekitar pesisir Danau Toba seperti di Balige, Pangururan dan Nainggolan yang
semua saluran pembuangan limbah industri secara faktual bermuara ke Danau
toba.
Memperhatikan topografi wilayah sekeliling Danau Toba dapat diketahui
bahwa Danau Toba pada umumnya dikelilingi daratan berupa lereng yang tinggi,
jauh di atas permukaan air danau. Hanya ada sedikit area yang permukaannya

lebih kurang sama dengan permukan air Danau Toba yaitu bagian hulu Sungai
Asahan. Kondisi wilayah seperti itu membuat Danau Toba menjadi muara dari
semua aliran yang berasal dari daratan diatasnya, terutama air sungai dan tali air.
Pencemaran perairan Danau Toba diikuti oleh merebaknya tanaman air
eceng gondok yang menutupi permukaan air danau. Hampir di seluruh kecamatan
di sekeliling Danau Toba demikian juga dengan di Pulau Samosir, populasi eceng
gondok cenderung meningkat.
2) Dijadikan Toilet Raksasa
Pada masa pesatnya kedatangan turis mancanegara ke Pulau Samosir,
pernah dilakukan penelitian terhadap kualitas air sekitar Kota Tomok, Resort
Tuktuk Siadong serta areal sekitarnya. Dari hasil penelitian itu diketahui bahwa
bakteri E-coli yang sumbernya berhubungan dengan tinja manusia telah memiliki
jumlah yang sangat luar biasa di perairan danau. Jumlah bakteri E-coli yang
sangat besar ini adalah ancaman langsung terhadap kesehatan manusia. Kondisi
ini menunjukkan bahwa instalasi-tank di hotel-hotel dan perumahan penduduk di
wilayah tersebut berhubungan langsung dengan perairan Danau Toba.
3) Maraknya Keramba Apung dan Tiadanya Hutan
Pemeliharaan ikan nila di dalam keramba apung merupakan alternatif
terbaik bagi masyarakat, setelah timbulnya wabah terhadap ikan mas yang
dipelihara dalam keramba. Sementara menangkap ikan yang bebas di dalam danau
sulit memberi hasil menggembirakan karena populasi ikan sudah sangat kecil.
Pemeliharaan ikan dalam keramba apung harus diakui memberi efek negatif
kepada lingkungan Danau Toba terutama efek dari bahan pakan ikan (berupa
pelet) yang tidak terkonsumsi oleh ikan piara dan terbuang secara continue ke
dalam danau. Jumlah kumulatif bahan pakan ikan yang terbuang dari seluruh
keramba apung diperkirakan sudah sangat besar, dapat dibayangkan masalah yang
mungkin terjadi bila keadaan tersebut masih terus berlanjut. Di sisi lain, adanya
perusahaan asing yang memelihara ikan keramba apung di Danau Toba, diduga
berperan sangat besar memberi sumbangan limbah ke dalam danau baik berupa
pelet terbang maupun limbah jenis lainnya.
Perusahaan ini diyakini memiliki jumlah ikan pemeliharaan sangat
banyak, dengan demikian jumlah limbah terbuang dari seluruh keramba apung

yang dimiliki perusahaan ini diperkirakan sangat besar setiap harinya. Sebagai
perusahaan perikanan yang banyak memberi devisa bagi negara, maka diduga
pemerintah akan sulit mengontrol langsung pembuangan bahan beracun yang
mungkin dilakukan perusahaan tersebut. Secara faktual Danau Toba yang dahulu
sangat indah dan sangat dibanggakan, telah mengalami degradasi nilai berupa
penurunan permukaan air dan penurunan kualitas air akibat limbahnya seperti
limbah rumah tangga, limbah keramba apung dan limbah lainnya.
Seandainya seluruh area yang mengelilingi Danau Toba ditumbuhi oleh
pepohonan dan vegetasi lainnya yang membentuk hutan, maka diyakini bahwa
hutan di sekeliling Danau Toba akan menambah keindahan panorama dan
kenyamanan lingkungannya. Demikian halnya dengan puncak dan lereng Samosir
yang secara faktual tandus dan gundul, akan berubah menjadi hijau dan lebih
subur bila ditumbuhi pepohonan. Adanya hutan di sekeliling Danau Toba
diharapkan akan memberi sumbangan air ke Danau Toba. Hutan akan menyimpan
air dan selanjutnya mendistribusikannya secara teratur ke area yang lebih rendah.
Tetapi gambaran adanya hutan di sekeliling Danau Toba tidak mungkin
terwujudkan atau upaya reboisasi di daerah ini dapat dikatakan mustahil. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa area sekeliling Danau Toba dan Pulau Samosir
dari tahun ke tahun semakin kritis. Demikian juga hanya dengan hutan yang
dulunya ada, sekarang sudah habis.
3) Air Keluar Lebih Besar Dari Air Masuk
Penurunan permukaan air Danau Toba secara visual memang terlihat
lambat seiring perjalanan waktu, namun keadaan itu adalah karena hamparan air
danau itu sangat luas sehingga memberi kesan bahwa penurunan permukaan air
danau terlihat pelan. Bila memperkirakan luas Danau Toba yang sangat besar,
serta tinggi permukaan air yang telah turun maka sebenarnya volume air yang
turun atau hilang, telah mencapai jumlah yang sangat besar sekali. Sebagai warga
yang berasal dari kawasan di dekat Danau Toba, maka dari pengamatan penulis,
dapat diketahui bahwa penurunan permukaan air Danau Toba telah mencapai lebih
dari tiga meter selama dua dekade terakhir. Pemerintah mungkin sulit untuk
bertindak mengurangi volume air yang keluar melalui hulu Sungai Asahan, karena
hal itu dapat menimbulkan dampak negatif terhadap Pembangkit Tenaga Listrik

untuk kepentingan Perusahaan Alumininium (INALUM) yang berada di pesisir


Timur Sumut.
Dalam ketidak-berdayaan, pemerintah justru mengambil solusi yang tidak
menarik, yaitu mengalihkan muara Sungai Lae Renun ke Danau Toba, dengan
harapan sumbangan air dari Sungai Lae Renun tersebut dapat menutupi defisit air
Danau Toba. Pemerintah dinilai tidak memperdulikan adanya material berupa
pasir dan kerikil yang terbawa Sungai Lae Renun ke dalam Danau Toba karena
efek negatifnya mungkin baru terlihat setelah jangka waktu yang agak lama
dimasa mendatang.
Ir Bezalel Siagian MSi mengatakan sebagai warga yang berasal dari
pesisir Danau Toba merasakan bahwa bibir pantai Danau Toba telah menurun
sampai 6 (enam) meter selama 40 (empat puluh) tahun ini. Dapat dibayangkan
volume air yang hilang selama 4 (empat) dekade terakhir. Penyebabnya sudah
jelas selain berkurangnya sumbangan air dari sekitar Danau Toba, salah satu
faktor utama adalah terlalu besarnya volume air keluar melalui hulu Sungai
Asahan. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa kejadian naiknya permukaan
air Danau Toba karena pintu air dari proyek PLTA Siruar tidak dibuka. Dengan
perkataan lain tinggi permukaan Danau Toba diduga sangat dipengaruhi oleh
kegiatan proyek PLTA, sebagai sumber listrik bagi PT. Inalum.
4) Hilangnya Jenis Ikan Tertentu dari Danau Toba
Dahulu di Danau Toba terdapat banyak ikan khas Batak, yaitu Ihan Batak
(Lisochillus, sp.). Tetapi populasi Ihan Batak secara drastis menurun dan bahkan
hilang dari Danau Toba semenjak penjajahan Jepang. Diduga introduksi ikan
mujahir oleh penjajahan Jepang ke dalam Danau Toba menyebabkan hilangnya
Ihan Batak dari Danau Toba. Sampai akhir tahun enam-puluhan masih ditemukan
ikan mas (Cyprinus carpio) berukuran besar dalam jumlah yang banyak di Danau
Toba. Demikian juga ikan-ikan khas Tapanuli lainnya, seperti : Halu (Bawal Air
Tawar), Asa-asa, Tiri-tiri, Tio-tio dan Pora-pora, masih dapat ditangkap oleh
nelayan tradisional di kawasan Danau Toba.
Tetapi sejalan dengan meningkatnya pemakaian bahan kimia di pesisir
Danau Toba serta semakin menurunnya permukaan air danau itu, maka populasi
ikan-ikan tersebut mulai menurun drastis. Introduksi udang air tawar ke Danau

Toba pada tahun tujuh-puluhan pada akhirnya tidak berhasil, karena keberadaan
udang air tawar tersebut sulit ditemukan sekarang ini di Danau Toba. Menurut
nelayan tradisional, dimasukkannya udang air tawar ke Danau Toba justru hidup
bebas di Danau Toba.
Dinas Perikanan diketahui secara rutin menebar benih ikan ke Danau Toba
terutama ikan emas. Akan tetapi dari wawancara dengan nelayan tradisional dapat
diketahui bahwa upaya penebaran benih ikan tersebut kurang berhasil karena
sangat sulit memperoleh ikan emas agak besar hidup bebas secara alami di Danau
Toba. Diduga ikan emas sudah sangat sulit bertumbuh secara alami dengan
kondisi Danau Toba sekarang ini. Kualitas air Danau Toba yang menurun serta
bibir pantai yang semakin menurun membuat danau itu tidak sesuai sebagai
tempat hidup ikan emas.
5) Pantai Tanpa Tata Ruang
Harus diakui bahwa aktivitas kegiatan penduduk di sekitar danau adalah
pada pemukiman-pemukiman sekitar pantai, terutama pada kota-kota yang
berfungsi sebagai pelabuhan. Sejak dahulu kala, bibir pantai Danau Toba telah
dimanfaatkan oleh penduduk sebagai lokasi pemukiman. Mereka cenderung
membuang limbah rumah tangga langsung ke Danau Toba atau melalui saluransaluran air limbah (got) yang bermuara ke Danau Toba. Terutama pada kota-kota
sekeliling Danau Toba, (kecuali Kota Porsea dan Laguboti), limbah kota secara
langsung terlihat mengotori Danau Toba.
Memperhatikan perkembangan pemukiman penduduk di pinggiran Danau
Toba terutama mengenai jumlah bangunan yang bertambah, populasi penduduk
yang semakin besar, saluran irigasi, sistem pembuangan limbah maka dapat
diperkirakan bahwa volume limbah berbahaya yang masuk ke dalam Danau Toba
akan semakin meningkat setiap tahunnya.
Mengatasi Danau Toba Yang Semakin Kritis
Menurut Kuswara (2007) solusi terhadap permasalahan yang mendera
Danau Toba adalah memanfaatkan kembali kerifan lokal. Saran terhadap solusi ini
didasarkan kepada kenyataan bahwa dahulu pemanfaatan lahan dan tanaman
selalu mengikuti aturan kearifan lokal, dan hasilnya selalu memuaskan bagi
masyarakat. Setelah kearifan lokal ditinggalkan, timbullah berbagai masalah

10

seperti : perkara perebutan lahan rakyat yang tidak berkesudahan, pengurasan ikan
dari Danau Toba, tiadanya kontrol terhadap hutan dan padang penggembalaan
serta sirnanya ketentuan pendirian rumah dan huta (kampung). Ketentuan kerifan
lokal dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat
sebagai hasil adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya, yang membentuk tingkah
laku turun-temurun yang bertujuan melestarikan lingkungan dan alam sekitarnya.
Kerifan lokal dibuat berdasarkan hubungan sosial dan interaksi-sosial masyarakat
yaitu: kelompok marga Dalihan Natolu serta Bius. Ruang lingkup kearifan lokal
meliputi : alam fisika dan gejala-gejala alam, jenis fauna dan flora, sistem bertani,
beternak perikanan, latar budaya sosial seperti : sistem peralatan, eksploitasi alam,
pantangan dan lain-lain sebagainya.
2) Kearifan Lokal Penangkapan Ikan
Dahulu kearifan lokal penangkapan ikan di sekitar Danau Toba ditujukan
untuk melestarikan jenis ikan yang ada di daerah itu. Para leluhur masyarakat
Batak menyadari keterbatasan Danau Toba sebagai tempat hidup ikan. Berbeda
dengan laut dan danau lainnya, dimana habitat ikan mencakup seluruh tempat,
mulai dari pantai sampai bagian dasar maka di Danau Toba hanya bagian tepi dan
air permukaan yang dapat menjadi tempat hidup ikan.
Keterbatasan

tersebut

mengharuskan

adanya

ketentuan

kearifan

lokal

penangkapan ikan. Bebrapa aturan kearifan lokal pengangkapan ikan yang berlaku
dahulu di Danau Toba adalah :

Kuota Penangkapan

Terdapat aturan kesepakatan bahwa nelayan di Danau Toba tidak boleh


menangkap ikan terlalu banyak. Masyarakat hanya boleh menangkap ikan cukup
untuk dikonsumsi sendiri atau boleh lebih banyak bila profesinya memang
nelayan, tetapi itupun harus dengan volume dan ukuran ikan yang tertentu.

Area No Fishing

Beberapa lokasi di Danau Toba dinyatakan sebagai area No Fishing. Pelanggaran


terhadap aturan ini diberi sanksi oleh raja wilayah.

Ukuran dan Kondisi Ikan Yang Dapat Ditangkap

11

Dahulu, nelayan dan masyarakat umum harus mengembalikan ikan tangkapan


berukuran kecil ke Danau Toba. Demikian juga dengan ikan betina yang bertelur.
Ketiga aturan-aturan diatas sangat penting diterapkan kembali pada masa sekarang
untuk mengurangi tekanan terhadap populasi ikan di Danau Toba. Dengan
penerapan aturan ini diharapkan penaburan di Danau Toba oleh Dinas Perikanan
tidak menjadi sia-sia.
Beberapa aturan dari kearifan lokal yang dianggap perlu untuk diterapkan kembali
adalah :

Penempatan/lokasi Alat Tangkap Ikan


Dahulu bubu sebagai alat tangkap ikan ditampatkan di sekitar pantai,

lokasinya tidak bisa sembarangan harus dengan persetujuan raja dan atau
masyarakat lainnya. Pengangkatan ikan (hasil) dari dalam bubu juga pada waktu
yang disepakati bersama.
Aturan ini diharapkan bisa diterapkan pada keramba apung digunakan masyarakat
sekarang. Seharusnya disepakati lebih dahulu apakah keramba apung bisa
individu atau komunitas ? Dimana lokasi keramba apung (lokalisasi) dan berapa
jumlah keramba (batasan maksimum).

Tala lata ripe ripe


Salah satu ciri perikanan rakyat dahulu adalah adanya empang milik

komunitas atau disebut ambar atau Tala lata ripe ripe. Empang seperti ini
adalah sumber bibit ikan yang dipelihara di sawah. Model seperti ini dapat
diterapkan kembali pada masa sekarang ini. Tala lata ripe ripe dapat
ditempatkan pada muara sungai atau tali air yang mengalir ke Danau Toba. Secara
berkala ikan ikan dengan ukuran tertentu dilepas ke Danau Toba.
3) Kearifan Lokal Pertanian Tanaman Pangan
Dahulu kearifan lokal sangat berperan pada pengusahaan pertanian
disekitar Danau Toba. Semua kegiatan pertanian terutama pertanian tanaman
pangan selalu disertai dengan aturan-aturan yang berhubungan dengan
keberlanjutan sistem pertanian yang ada. Misalnya terdapat aturan-aturan tentang
pengolahan lahan, pengairan, pemakaian, pupuk, pemakaian bibit, masa turun
tanam, masa panen, lumbung desa dan lain-lain.

12

Tetapi larangan dari pemerintah penjajah Belanda terhadap beberapa


aturan kearifan lokal justru telah melunturkan semua aturan kearifan lokal yang
ada. Larangan kontroleur Belanda terhadap acara Mangase Taon karena dianggap
melanggar aturan agama Kristen adalah sebagai salah satu contoh padahal
Mangase Taon adalah bagian tidak terpisahkan dari seluruh rangkaian kearifan
lokal ladang pertanian disekitar Danau Toba.
Penerapan kerifan lokal bidang pertanian sangat erat tujuannya dengan
konservasi sumber daya alam adan keberlanjutan sistem pertanian yang telah
diperkirakan para nenek moyang masyarakat sekitar Danau Toba. Tiadanya
aturan-aturan dari kearifan lokal pertanian yang diberlakukan pada masa
belakangan ini, secara nyata telah mengakibatkan : degradasi kesuburan tanah,
kurangnya daya dukung lahan, penurunan hasil produksi alami dan kerentanan
terhadap serangan hama. Hal ini juga memberi efek hilangnya plasma nuftah
tanaman lokal, tiadanya persediaan bibit tanaman dan yang paling utama adalah
kesulitan dalam pengaturan air atau irigasi.
Seandainya semua kearifan lokan dan aturan-aturannya itu diberlakukan
kembali dengan cara dimodifikasi seperti bagian acara ritualnya, disesuaikan
dengan aturan agama yang dianut oleh masyarakat di sekitar Danau Toba, maka
diharapkan kasulitan-kesulitan yang timbul dari permasalahan-permasalahan
tersebut diatas dapat diatasi.
4) Lahan Bersama dan Ternak Keluarga
Dahulu, lahan kosong dan hutan milik bersama antara anggota masyarakat
desa ataupun bius. Pemanfaatannyapun bukan individual tetapi komunal. Bila
seseorang ingin memanfaatkan hasil hutan berupa batang pohon ataupun ingin
mengusahakan lahan kosong untuk pertanian atau mendirikan rumah, maka dia
harus meminta persetujuan lebih dahulu melalui Raja Huta.
Memelihara ternak besar seperti kerbau dan sapi tidak dilakukan secara
individual- parasial tetapi dilakukan secara bersama-sama. Keadaan seperti itu
membuat adanya sekumpulan ternak yang dipelihara bebas di padang
penggembalaan ataupun di pinggiran hutan. Kepemilikan ternak itu tidak hanya
satu orang tetapi beberapa keluarga, pada desa atau bius yang sama. Model seperti
ini masih dijumpai sampai tahun 1967 di Desa Sibuntuon, Balige. Sampai

13

sekarang bentuk pemeliharaan sperti itu masih terdapat di Desa Sihotang,


Samosir. Kearifan lokal tentang lahan bersama dan ternak keluarga ini dibuat oleh
masyarakat terdahulu sebagai antisipasi terhadap akibat negatif dari : perebutan
lahan dan eksploitasi berlebihan terhadap hasil hutan, yang sangat mungkin terjadi
bila pengelolaannya dilakukan secara individual. Nenek moyang suku Batak di
sekitar Danau Toba sudah memikirkan bahwa hutan bisa habis dan lahan kosong
tidak akan diusahakan apabila pola pengelolaannya secara individual. Selanjutnya
bila hutan telah habis, maka daerah tangkapan air tidak dapat berfungsi dengan
baik.
Nenek moyang suku Batak juga menyadari bahwa dengan peternakan
individual, maka areal yang tersedia tidak akan mampu menyediakan hijauan yang
cukup untuk pakan ternak, bila dibagi atas (pegunungan) tidak ada hutan sebagai
penangkap dan penyedia air yang cukup dan continue, untuk areal padang
penggembalaan di bagian bawahnya.
Tiadanya kearifan lokal tersebut pada masa sekarang ini secara nyata
mengakibatkan : hilangnya hutan tanah gundul, berkurangnya populasi dan
produksi ternak, timbulanya perkara perebutan lahan yang tidak berkesudahan,
serta pembakaran lahan yang timbul setiap musim kemarau. Penerapan kembali
kerifan lokal ini dapat dilakukan dengan : penanaman bambu ripe-ripe (keluarga),
pemeliharaan rumput pakan ternak dan leguminosa ripe-ripe pemeliharaan ternak
rip-ripe pada lahan ulayat atau lahan kosong.
5) Tata Guna Lahan
Karifan lokal tentang hutan dan lahan kosong sangat berkaitan erat dengan
tataguna lahan. Kaitan yang sangat nyata adalah pengaturan distribusi air yang
berasal dari mata air di hutan pengunungan ke daerah persawahan dibawahnya.
Pelaksanaannya dikoordinasi oleh Raja Bondar.
Menyadari kondisi areal dari suatu bius seperti kesuburan lahan, topografi dan
kemampuan menahan air, maka masyarakat disekitarnya telah menerapkan aturan
tataguna lahan yang dinilai sangat baik. Area persawahan ditampatkan pada lahan
produktif, dengan kemungkinan memperoleh aliran air permukaan yang besar.
Perkampungan ditempatkan pada area yang strategis, tetapi merupakan lahan

14

tidak produktif serta memiliki kemungkinan memperoleh aliran air permukaan


yang sangat minim.
Penempatan perkampungan selalu pemufakatan bersama dengan tujuan
yang sama yaitu mengharapkan multi fungsi dari kampung, yaitu : kampung
sebagai benteng, kampung sebagai area komunikasi, kampung sebagai tempat
lumbung desa dan penyimpanan bibit tanaman ; kampung sebagai tempat
pengandangan dan penangkaran kerbau, babi, ayam; dan kampung sebagai
gambaran keeratan keluarga. Bila pola pikir dari kearifan lokal masih mungkin
diterapkan pada masa sekarang ini termasuk kaitannya dengan kebersamaan
dalam pengelolaan hutan, lahan kosong serta pengaturan air irigasi, maka atas
masalah peternakan dan pertanian akan dapat lebih diperkecil, demikian juga
dengan perkara perebutan lahan.
Upaya dan Solusi dalam mengatasi Pencemaran Danau Toba
Menurut Simarmata (2012) dengan diketahui nya sumber pencemaran air
di danau toba maka langkah yang tepat untuk mengendalikan pencemaran itu
adalah mengatasi sumber-sumber pencemaran itu sendiri.Bila sumber masalah nya
bisa diatasi maka akan dapat dikendalikan.Beberapa langkah yang dapat
dilakukan untuk mencegah dan mengatasi pencemaran Danau Toba:
1.

Pencemaran yang terjadi karena banyak nya tumbuhan eceng gondok di


perairan Danau Toba adalah dengan cara inovasu daur ulang eceng gondok
menjadi

bahan

berguna

dan

bernilai

ekonomis,seperti

pembuatan

tas,sepatu,sandal yang berbahan dasarkan eceng gondok.Inovasi ini


diharapkan bisa mengurangi populasi eceng gondok yang sangat banyak di
sekitar perairan danau toba dan ini sudah mulai diterapkan khusus nya di
daerah pangururan,samosir.
2.

Memberikan sanski dan hukuman yang tegas bagi siapa-siapa saja yang
menebang hutan secara ilegal dan besar-besaran tanpa menerapkan sistem
tebang pilih dan Reboisasi kembali Hutan.

3.

Mengurangi pembuangan limbah cair maupun limbah padat oleh rumah


tangga,masyarakat serta hotel-hotel sekitar danau toba secara langsung
dengan menerapkan sistem AMDAL yang baik,misalkan dengan pengolahan

15

limbah atau daur ulang untuk kebutuhan yang lebih berguna,hal ini
diharapkan mampu mengurangi pencemaran air danau toba secara langsung
4.

Dalam penggunaan pakan ikan keramba sebaiknya nya nelayan memilih


pakan ikan yang alami dan tidak terbuat dari bahan kimia seperti
pellet,karena menurut penelitian penggunaan pakan ikan pellet secara terus
menerus akan menyebabkan dampak jangka panjang yaitu kerusakan
ekosistem danau yaitu karena terinfeksi nya ekosistem ikan oleh bahan
kimia pakan pellet.

5.

Kembali ke masyarakat terkhusus yang tinggal dikawasan danau toba,agar


tidak membuang sampah secara sembarangan ke dalam danau.
Adapun solusi untuk mengatasi pencemaran lingkungan yaitu dengan

membuang sampah ke Danau Toba akan meyebabkan aliran airnya terhambat.


Akibatnya, sampah akan menumpuk dan membusuk. Sampah yang membusuk
selain menimbulkan bau tidak sedap juga akan menjadi tempat berkembang biak
berbagai jenis penyakit. Selain itu, bisa meyebabkan banjir pada musim hujan di
kawasan kabupaten wajo. Salah satu cara untuk menanggulangi sampah terutama
sampah rumah tangga adalah dengan memanfaatkannya menjadi pupuk kompos.
Sampah-sampah tersebut dipisahkan antara sampah organik dan anorganik.
Selanjutnya, sampah organik ditimbun di dalam tanah sehingga menjadi kompos.
Adapun sampah anorganik seperti plastik dan kaleng bekas dapat di daur ulang
menjadi alat rumah tangga dan barang-barang lainnya yang dapat juga
menggerakkan

perekonomian

masyarakat

di

sekitar

Danau

Toba

(Sundawati dan Saudin, 2009).


Penanggulangan limbah industri
Limbah dari industri terutama yang mengandung bahan-bahan kimia,
sebelum dibuang harus diolah terlebih dahulu. Hal tersebut akan mengurangi
bahan pencemar di perairan. Dengan demikian, bahan dari limbah pencemar yang
mengandung bahan-bahan yang bersifat racun dapat dihilangkan sehingga tidak
mengganggu ekosistem.Menempatkan pabrik atau kawasan industri di daerah
yang jauh dari keramaian penduduk. Hal ini dilakukan untuk menghindari
pengaruh buruk dari limbah pabrik dan asap pabrik terhadap kehidupan
masyarakat (Kuswara, 2007).

16

Pencemaran udara akibat sisa dari pembakaran kendaraan bermotor pada


perahu bermotor, dapat dicegah dan ditanggulangi dengan mengurangi pemakaian
bahan bakar minyak. Perlu dipikirkan sumber pengganti alternatif bahan bakar
yang ramah lingkungan, seperti kendaraan ramah lingkungan. Selain itu,
dilakukan usaha untuk mendata dan membatasi jumlah perahu bermotor yang
layak beroperasi (Ginting dan Simanihuruk, 2004).
Pemberian pupuk pada tanaman dapat meningkatkan hasil pertanian.
Namun, di sisi lain dapat menimbulkan pencemaran jika pupuk tersebut masuk ke
perairan. Eutrofikasi yaitu definisi dasarnya adalah pencemaran air yang
disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem
air sehingga merupakan salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh pupuk
buatan yang masuk ke perairan Danau Toba. Begitu juga dengan penggunaan obat
anti hama tanaman. Jika penggunaannya melebihi dosis yang ditetapkan akan
menimbulkan pencemaran di Danau Toba. Selain dapat mencemari lingkungan
juga dapat meyebabkan musnahnya organisme tertentu yang dibutuhkan, seperti
bakteri pengurai atau serangga yang membantu penyerbukan tanaman yang ada di
kawasan Danau Toba.Pemberantasan hama secara biologis merupakan salah satu
alternatif yang dapat mengurangi pencemaran dan kerusakan ekosistem pertanian
(Sianturi, 2004).

17

Berikut Gambar Dari Kegiatan Yang Merusak Danau Toba

Keramba Jaring Apung

Sampah-sampah yang berserakan

Penebangan Pohon

Limbah-limbah yang Masuk

Eceng Gondok

Lahan Kritis

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya pencemaran Air
Danau Toba diakibatkan oleh masyarakat sekitar sendiri ,misalkan dalam
pembuangan sampah secara sembarangan,penebangan hutan secara terus
menerus,serta perilaku masyrakat tertentu yang mengakibatkan terjadinya
kerusakan dan pencemaran air Danau Toba,selain itu pencemaran danau toba ini
sangat berpengaruh kepada tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
samosir sendiri,oleh sebab itu untuk mencegah pencemaran danau toba yang lebih
luas lagi diharapkan kesadaran masyarakat dan peran pemerintah yang lebih tegas
untuk mencegah kerusakan dan pencemaran danau toba,sebab Danau Toba adalah
salah satu warisan alam indonesia yang harus dijaga kelestarian nya.
Saran
Dengan adanya karya penelitian singkat ini,kami penulis mengharapkan
agar masyarakat terkhusus masyarakat kawasan sekitar Danau Toba sadar dan
lebih paham lagi seberapa penting nya pengaruh dan mamfaat dari Danau Toba
sendiri,oleh karena itu setiap masyarakat harus lebih sadar dan lebih aktif dalam
mencegah terjadi nya pencemaran Danau Toba serta menjaga kelestarian Danau
Toba.

DAFTAR PUSTAKA
Ginting, N. dan M. Simanihuruk. 2004. Pendekatan Partisipatif dalam
Perencanaan Konservasi Lingkungan di Data Danau Toba. Jurnal
Pemberdayaan Komunitas. Vol 3 (3): 147-156.
Kuswara. 2007. Arahan Pengembangan Permukiman di Kawasan Daerah
Tangkapan Air Danau Toba. Jurnal Pemukiman. Vol 2 (1).
Sianturi, T. 2004. Degradasi Danau Toba. Jurnal Penelitian Bidan Ilmu Pertanian.
Vol 2(1) : 1-3.
Simarmata, M. M. T. 2012. Persepsi Wisatawan Terhadap Pariwisata Danau Toba
Parapat. Jurnal Akar. Vol 1(2) : 137-145.
Sundawati, L. dan Saudin. 2009. Analisis Pemangku Kepentingan
dalam Upaya Pemulihan Ekosistem Daerah Tangkapan Air Danau Toba.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai