Anda di halaman 1dari 5

Nama : Chindy Charolin Manalu

NIM : 4213220023
Kelas : PSB 21 A
Matakuliah : Ekologi Tropika
Dosen Pengampu : Prof. Dr. rer. nat. Binari Manurung, M.Si

TUGAS RINGKASAN
A. Permasalahan Ekologi/lingkungan di Danau Toba
Danau Toba adalah Raja dari segala Danau (The King of the Lake). Hal ini
disebabkan dari peristiwa geologi ratusan ribu tahun yang lalu dan khususnya letusan
Gunung Api Toba 75.000 tahun yang lalu secara evolusi alam telah terjadi suatu kekayaan
yang luar biasa berupa warisan (heritage) keanekaragaman geologi/lingkungan dan
keanekaragaman hayati serta keanekaragaman budaya yang hanya satu-satunya di dunia
karena mempunyai International Geological Significan Value (IGSV) atau nilai geologi
internasional strategi dan Universal Outstanding Value (UOV) yang hanya dimiliki oleh
beberapa destinasi wisata di dunia.
1. Pengrusakan Hutan Di Hulu Danau Toba

Setelah berlakunya undang-undang PMDN dan PMA pada tahun 1960-an yang
memperoleh legalitas, teknologi dan modal asing mulai mengeksploitasi sumber daya
kawasan Danau Toba dengan segala akibatnya bagi hortikultura dan pertanian. Pada
1980-an, Menteri Pertanian memberikan puluhan ribu hektar hutan lindung ke kawasan
lain (APL) atas nama kepentingan masyarakat, dan APL ini menarik perusahaan
hortikultura dan tempat pembibitan serta taman bunga.Tapi targetnya adalah pohon
hutan alam yang berumur ratusan tahun.Bahkan otoritas administratif Samosiri telah
memberikan ratusan hektar izin lokasi kepada perusahaan penerbit IPK tanpa izin
lingkungan sesuai aturan yang berlaku. Seiring dengan kurangnya pengawasan
terhadap hutan lindung, kerusakan hutan semakin parah setiap tahunnya, yang juga
merusak sumber air danau. Kerusakan hutan semakin parah dari tahun ke tahun yang
sekaligus menghancurkan sumber air ke Danau Toba dengan penurunan tinggi
permukaan danau dari 905 ke 902 m diats permukaan laut. Izin lain baru-baru ini
diberikan untuk mengubur getah pinus di kawasan hutan lindungmungkin tanpa
penelitian yang matang menjadikan hutan pinus sebagai pusat aktivitas masyarakat.
Dengan pengawasan yang lemah, bisa menjadi sumber api di musim kemarau.
2. Pengrusakan Lahan Pertanian Di Daratan
Kawasan daratan Danau Toba memulai pembangunan tak kenal lelah
pemerintah pada tahun 1960-an. Balai tersebut kemudian mengolah lahan pertanian
dengan sangat intensif menggunakan teknologi kimia, pupuk dan pestisida digunakan
sedemikian rupa sehingga pada musim hujan tidak hanya merusak nutrisi tanah
pertanian tetapi juga menyebabkan limpasan. Ke Danau Toba membawa unsur kimia
dari lahan pertanian.Akhir-akhir ini sampah plastik tersebar dimana-mana, termasuk di
pekarangan rumah warga dan Lahan pertanian dibuang ke sungai dan Danau Toba.
3. Pengrusakan Di Hilir Danau Toba
Terdapat Keramba Jaring Apung (KJA) di hilir Danau Toba yang melebihi
kapasitas. Tersebar di sebagian besar pantai Danau Toba juga mengakibatkan
penurunan kualitas. Ikan memakan sampah dan tumpukan sampah di dasar danau
menyebabkan kerusakan lingkungan yang ditandai dengan peningkatan suhu dan
kejernihan air. Deteriorasi dan hilangnya biota laut termasuk ikan endemik seperti
IHAN BATAK, UNDALAP, PORA2, BANGGIT (monitor laut) dan lain-lain. Limbah
rumah tangga seperti limbah domestik, solar dan oli kapal, serta limbah industry Hotel,
rumah sakit, dan concierge di sekitar Danau Toba tanpa pembuangan sampah kontrol
negara yang benar dan lemah. Penggalian C baru selesai di kawasan Danau Toba Baik
kebutuhan pembangunan berlisensi dan tidak berlisensi telah berkontribusi pada hal ini
Kerusakan lingkungan di kawasan Danau Toba.
4. Bencana Kebakaran Dan Banjir Yang Tiap Tahun Mengancam.
Penyebab kebakaran hutan dapat dibagi menjadi dua bagian yang dikaitkan
dengan faktor alam dan aktivitas manusia. Namun seperti kita ketahui, sebagian besar
penyebab kebakaran hutan terdapat di kawasan danauToba disebabkan oleh aktivitas
manusia. Bahkan pemerintah mengatakan bertanggung jawab atas 99% kebakaran
hutan Hal itu disebabkan oleh perbuatan orang itu sendiri, baik yang ceroboh maupun
yang disengaja. Seperti api Hutan di wilayah Kalimantan dan Sulawesi yang
sebenarnya akan dibukabudidaya kelapa sawit. Dampak kebakaran hutan sangat
berbahaya bagi manusia, lingkungan dan organisme lainnya. Banyak hewan kehilangan
tempat tinggal, ekosistem rusak, dan tanaman langka matiluka bakar yang bisa hilang.
1. Komponen gas seperti karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), nitrogen
oksida (NO), sulfur dioksida (SO2), dan lainnya.

2. Partikel padat yang disebut sebagai particulate matter (PM) yang beterbangan dalam
abu asap kebakaran.
3. Zat kimia hasil sisa pembakaran seperti akrolein, formaldehid, benzene, dioksin, dan
lainnya.
Ketiga komponen ini dapat menimbulkan efek langsung (akut) dan
negatifberlangsung lama (kronis). Pada penyakit akut, asap mengandung partikel padat
dan bahan kimia Menyebabkan iritasi langsung pada mata dan saluran pernapasan.
Kontak mata dapat menyebabkanmata perih dan berair. Demikian pula, udara yang
dihirup mengandung asap saat bernafasKebakaran hutan menyebabkan iritasi langsung
pada tenggorokan dan seluruh saluran pernapasan. Hal ini mendukung terjadinya
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dengan gejala seperti batuk dan sesak
nafas.Pernafasan, kanker paru-paru dan dapat memperparah penyakit penderita TBC.

5. Penanganan Dan Penanggulangan Bencana


Untuk mengelola dan merawat Danau Toba dengan baik dan benar maka telah
dikeluarkan peraturan perundangan yang merupakan terjemahan dari UUD 45 dan UU
serta Peraturan Pemerintah baik oleh Pemerintah Pusat maupun pemerintah daerah.
Diantaranya Peraturan Presiden nomor 81 Tahun 2014 Tentang Tata Ruang Kawasan
Danau Toba dan sekitarnya, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1990 Tentang Penataan
Kawasan Danau Toba. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Perundangan-undangan
dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan diantaranya :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan,

2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 18


Tahun 2004 Tentang Perkebunan,

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup,

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja,


5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaran Kehutanan,
6. Inpres Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penanggulangan Karhutla,
7. PerMenLHK Nomor P.32 Tahun 2016 Tentang Pengendalian KarHutla,
8. PerMendagri Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Standar Kualifikasi Aparatur Pemadam
Kebakaran,
9. Surat Menkopolhukam Nomor B.27/KM.00.02/1/2020 Tahun 2020 Tentang Antisipasi
Pengendalian KaeHutla.
B. Studi kasus Banjir Bandang Parapat Prof. Dr. rer.nat. Binari Manurung, M.Si
Ahli Ekologi
Melalui pengembangan geo-pariwisata tersebut membuka peluang bagi masyarakat
setempat untuk mempromosikan budaya, produk lokal serta penciptaan lapangan pekerjaan
yang lebih luas. Namun sayangnya, beberapa waktu yang lalu area Danau Toba mengalami
bencana berupa banjir bandang di Parapat. Bagian terkecil dari daerah aliran sungai (DAS)
disebut Daerah Tangkapan Air (DTA) atau Catchment Area.
DAS dan DAT berfungsi untuk mengumpulkan dan menyalurkan air hujan ke anak-
anak sungai yang nantinya akan menjadi sungai utama kemudian berakhir mengalir di Danau
Toba. Jika terjadi bencana banjir, maka ada sesuatu yang kurang baik di daerah tangkapan air
dan daerah aliran sungainya. Apabila hujan turun dan daerah tangkapan air berfungsi dengan
baik dan cukup vegetasi maka air hujan yang turun tidak akan langsung mengalir begitu banyak
menuju sungai yang ada dan berakhir di Danau Toba.
Namun, jika terjadi banjir, itu merupakan pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres
di daerah tangkapan air yang menunjukkan adanya lahan yang terbuka, permukaan tanahnya
terbuka serta tidak adanya pepohonan. Saat air hujan turun maka tumbuh-tumbuhan akan
menahan air terlebih dahulu karena akar-akar tumbuhan akan mengikat tanah yang ada di
daerah tangkapan di daerah hulu dari sungai sungai yang mengalir menuju ke Danau Toba.
Pada suatu daerah tangkapan air yang baik air hujan turun biasanya akan diserap dulu dan
disebut dengan air perkolasi, kemudian secara perlahan air yang telah diserap tadi akan
dilepaskan kembali.
Ada 40 sungai yang mengalir ke Danau Toba. Pada daerah resapan yang baik, air hujan
biasanya terserap terlebih dahulu dan disebut limpasan, setelah itu air yang terserap dilepaskan
kembali secara perlahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi banjir di suatu DAS, yaitu:
Faktor yang berkontribusi terhadap banjir di DAS, yaitu :
 Jumlah curah hujan
 Intensitas hujan
 Tutupan lahan
 Kepekaan jenis tanah terhadap erosi
 Kemiringan lereng
 Tekstur tanah
Jumlah curah hujan di sekitar daerah aliran sungai Danau Toba termasuk tinggi termasuk
tinggi yaitu sekitar 3000 – 4000 an dalam satu tahun. Apabila derasnya hujan yang turun jika
tutupan lahannya bagus dan terdapat tumbuh-tumbuhan seperti pepohonan dan rumput yang
menutupinya (vegetasi baik) maka air hujan yang turun akan mengalami penguapan (evaporasi)
sekitar 25%. Kemudian pada vegetasi yang baik air hujan yang turun akan diresap masuk ke
dalam tanah menjadi air perkolasi sebesar 25%. Dan pada kondisi ini air permukaan tadi akan
menjadi Run off dan masuk ke sungai sekitar 50%. Terjadinya banjir yang airnya berlumpur,
bertanah dan erosi besar besaran di Danau Toba menunjukan jenis tanah yang litosol/regosol
(sangat peka terhadap erosi) artinya daya ikatnya rendah, jika hujan turun maka akan
mengalami erosi.
Dengan membuat suatu pemetaan ruang-ruang penggunaan lahan-lahan pada daerah-
daerah aliran sungai yang ada di sekitar Danau Toba.
Karena itu seharusnya menjadi hutan lindung, diatas 25% menjadi perkebunan rakyat dan harus
dipilih jenis tanaman yang tepat untuk. Kemiringan tanah diatas 15% harus digunakan
terasering untuk mencegah erosi,
 Tatat DAS : daerah hulu yang ada di daerah Catchment Area harus dijadikan daerah
konservasi. Apabila ada penduduk di sana harus dipindahkan karena selama mereka
ada di daerah hulu maka aktivitas mereka mengganggu keberadaan vegetasi maka
banjir tidak bisa dihindarkan. Penduduk yang berada di sepanjang aliran sungai paling
tidak 30-60 m kiri-kanan harus dilarang merambah hutannya bahkan kalau bisa ya
daerah pinggiran sungai sesungguhnya harus ditanami beraneka ragam jenis tanaman
tanaman keras seperti bambu-bambu,
 Meninjau izin-izin HPH (Hak Pengusahaan Hutan),
 Melakukan reboisasi dan rehabilitasi lahan (restorasi),
 Pengawasan instansi terkait (Polisi kehutanan, Dinas Kehutanan dan Dinas lingkungan
hidup) terhadap penggunaan lahan-lahan yang ada di daerah aliran sungai Danau Toba.
 Melakukan edukasi terhadap masyarakat, karena kegiatan yang mereka lakukan saat
mereka mengganggu keberadaan hutan-hutan maka korbannya masyarakat itu sendiri.
Sumber :

Panjaitan, R. D. (2021, Mei 14 ). Studi Kasus : Banjir dan Longsor Sibaganding,


Parapat. [Video]. YouTube, https://youtu.be/uNA-wiPZfLk

Simandjorang, W. E dan Posma. S. J. K. (2023). Selamatkan Danau Toba Kalau Tidak


Sekarang Kapan Lagi? Kalau Bukan Kita Siapa Lagi?. fundamental
management journal. 8(1). 1-10.

Anda mungkin juga menyukai