Anda di halaman 1dari 10

KETUA KELOMPOK

A. IDENTIFIKASI ISU
1. Belum optimalnya pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Optimalisasi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan salah satu
kebijakan yang di lakukan pemerintah dalam mengoptimalkan pemanfaatan SDA. Berdasarkan
data yang tersedia luasan hutan Indonesia pada tahun 2019 mencapai 126,92 juta Ha, hal ini
menjadikan Indonesia memiliki potensi HHBK yang sangat besar. Namun keberadaan potensi
tersebut tidak di barengi dengan pemanfaatan HHBK yang optimal. Alhasil Kontribusi HHBK
dalam pembangunan Indonesia terbilang masih relative kecil.

Setidaknya ada 3 dampak yang terjadi akibat belum optimalnya pemanfaatan hasil
hutan bukan Kayu (HHBK), yaitu :

a. Dampak Sosial
Banyak masyarakat di sekitar hutan yang masih menggantungkan sumber hidupnya
dari sumber daya Hutan, namun masyarakat masih terbatas dalam memanfaatkan SDA
HHBK tersebut di karenakan peralatan yang tidak memadai dan nilai keekonomian yang
rendah. potensi HHBK yang belum bisa di manfaatkan masyarakat secara optimal
tersebut menyebabkan penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada di
sekitar areal Kawasan hutan.
b. Dampak Ekologi
Pemanfaatan HHBK yang kurang optimal menyebabkan masyarakat di sekitar
hutan berpotensi melakukan pengalihan fungsi hutan untuk tujuan yang lebih komersil
secara illegal, Hutan yang di rambah ini kemudian dialihfungsikan untuk penggunaan non
kehutanan seperti misalnya perkebunan monokultur. Hal ini tentu akan merusak
ekosistem hutan dan mengurangi biodiversitas dari Kawasan hutan itu sendiri.
c. Dampak Ekonomi
Belum optimalnya pemanfaatan HHBK juga turut andil dalam berkurangnya
penerimaan devisa negara. pada tahun 2020 potensi HHBK di Indonesia di perkirakan
setidaknya mencapai 66 juta ton, namun realisasi produksi HHBK pada tahun 2020 baru
mencapai 228 ribu ton dengan penerimaan PNBP sebesar Rp.4,2 Miliar. Kontribusi
tersebut tentunya terbilang kecil dan seharusnya dioptimalkan mengingat taksiran
potensi HHBK yang begitu besar.
2. Pencemaran Air yang Terjadi di Indonesia
Pencemaran air di Indonesia saat ini semakin memprihatinkan. Pencemaran air
dapat diartikan sebagai suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti
danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Perubahan ini mengakibatkan
menurunnya kualitas air hingga ke tingkat yang membahayakan sehingga air tidak bisa
digunakan sesuai peruntukannya. Pencemaran air, baik sungai, laut, danau maupun air
bawah tanah, semakin hari semakin menjadi permasalahan di Indonesia sebagaimana
pencemaran udara dan pencemaran tanah. Mendapatkan air bersih yang tidak tercemar
bukan hal yang mudah lagi. Bahkan pencemaran terjadi pada sungai-sungai di lereng
pegunungan sekalipun. Asian Development Bank (2008) pernah menyebutkan pencemaran
air di Indonesia menimbulkan kerugian Rp 45 triliun per tahun.
Adapun Dampak yang di timbulkan dari pencemaran air di Indonesia yaitu:
a. Mengganggu dan merusak ekosistem
Pencemaran air dapat merusak ekosistem, penggunaan pestisida yang
berlebihan akan meninggalkan residu yang dapat terlarut ke daerah aliran sungai, hal
ini dapat mengakibatkan gangguan bahkan kematian bagi makhluk hidup yang tinggal
di dalamnya. Dalam skala yang lebih besar masuknya bahan pencemar (residu) ke
daerah aliran sungai dapat mengakibatkan air sebagai sumber kehidupan tidak layak
dan tidak dapat digunakan lagi untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup.
b. Menurunkan kesejahteraan masyarakat
Pencemaran air yang melanda dapat membuat penurunan fungsi Air tersebut
sehingga tidak bisa digunakan masyarakat setempat, seperti misalnya untuk mandi,
cuci, kakus atau menggantungkan sumber penghidupannya di daerah aliran air
tersebut. hal ini berpotensi menurunkan kesejahteraan masyarakat.
c. Mengganggu Kesehatan masyarakat yang menggunakannya
Kembali kemasa lalu Ketika dunia digemparkan oleh dampak pencemaran
merkuri di teluk Minamata, yang menyebabkan biota laut di sekitarnya terkontaminasi
merkuri dalam jumlah tinggi, dan mengakibatkan keracunan progresif bagi masyarakat
dan hewan yang mengkonsumsinya. Bahkan keracunan tersebut menurun ke anak cucu
hingga lebih dari 30 tahun kedepannya.
3. Resiko dari Aktivitas Pertambangan

Data terbaru yang dipublikasikan oleh koalisi Internasional Forests & Finance
mengungkap bank-bank telah memberikan kredit sebesar USD37,7 miliar kepada 23
perusahaan pertambangan kecil hingga besar yang berisiko menyebabkan kerusakan hutan,
pencemaran lingkungan, dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di tiga wilayah tropis.

Salah satu perusahaan yang menerima kredit yaitu Perusahaan Freeport McMoRan,
yang telah mencemari saluran air dan dikritik karena memicu konflik bersenjata di Papua
dengan sejumlah pelanggaran HAM.

“Freeport adalah gambaran luka bagi orang Papua. Operasional Freeport di Papua
bukan hanya menyebabkan kerugian secara ekonomi, tapi juga telah menghancurkan
sumber sumber kehidupan dan lingkungan hidup serta menghilangkan nilai-nilai kehidupan
dan kebudayaan yang selama ini dijunjung tinggi oleh orang Papua dan bangsa Indonesia,"
ujar Hadi Jatmiko, Kepala Divisi Kampanye Walhi.

Berikut ini merupakan beberapa dampak dari aktivitas pertambangan antara lain:

a. Kerusakan Hutan

Penambangan dapat menghancurkan sumber-sumber kehidupan masyarakat


karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah dibebaskan kepada
perusahaan-perusahaan tambang. Hal ini disebabkan adanya perluasan tambang
sehingga mempersempit lahan usaha masyarakat, akibat perluasan ini juga bisa
menyebabkan terjadinya banjir karena hutan yang semestinya menjadi daerah resapan
air telah dibabat habis.

b. Pencemaran Lingkungan
Industri pertambangan dapat menimbulkan berbagai macam pencemaran
lingkungan, antara lain pencemaran akibat debu dan asap yang mengotori udara dan
air, limbah air, serta buangan tambang yang mengandung zat-zat beracun.
Limbah pertambangan biasanya tercemar asam sulfat dan senyawa besi yang
dapat mengalir keluar daerah pertambangan. Air yang mengandung kedua senyawa ini
akan menjadi asam. Limbah pertambangan yang bersifat asam bisa menyebabkan
korosi dan melarutkan logam-logam berat sehingga air yang dicemari bersifat racun dan
dapat memusnahkan kehidupan akuatik.
Tingginya kandungan bahan pencemar air diakibatkan oleh aktivitas
penambangan dan pengolahan batu bara (proses pencucian batubara) dimana material
bahan pencemar terbawa oleh air ke bagian yang lebih rendah sehingga dapat
menyebabkan pencemaran air yang harusnya bisa digunakan untuk aktivitas
masyarakat.
Polusi udara terjadi saat pembakaran batu bara yang melepaskan senyawa
beracun seperti karbon monoksida dan karbondioksida. Penurunan kualitas udara
disebabkan oleh pembongkaran dan mobilitas pengangkutan hasil tambang dan
peralatan tambang dari dalam dan keluar lokasi penambangan.

c. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)


Kekayaan sumber daya alam harus dikelola dan digunakan untuk kepentingan
kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam harus didasarkan
pada konservasi sumber daya alam (natural resource orientation). Pengelolaan sumber
daya alam dengan memperhatikan kepentingan lingkungan hidup dan manusia diatur
dalam Pasal 28H(1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Hak-hak sipil masyarakat adat yang di rampas, seperti hak hidup;
mempertahankan hidup; hidup tenteram, aman, damai, bahagia dan sejahtera; hak
perlindungan dari ancaman ketakutan. Lalu, hak tak diganggu tempat kediaman, hak
bebas dari penyiksaan, hak bebas dari perlakuan kejam, hukum yang adil, mendapatkan
kepastian hukum, hak melaksanakan kepercayaan, sampai hak atas lingkungan hidup
yang sehat dan baik, serta masih banyak lagi.
B. PENETAPAN CORE ISU
Tabel 1. Analisis APKL (Aktual, Problematik, Khalayak dan Layak)

Kriteria Peringkat
No ISU Jumlah Nilai
A P K L Kualitas

Belum optimalnya pemanfaatan Hasil Hutan


1 3 3 3 3 12 1
Bukan Kayu (HHBK)

2 Pencemaran Air yang Terjadi di Indonesia 1 3 3 2 9 3

3 Resiko dari Aktivitas Pertambangan 2 3 3 2 10 2

Keterangan :
Aktual (A) artinya isu tersebut benar-benar terjadi dan sedang hangat dibicarakan dalam
masyarakat.
Nilai 3 : Dibicarakan di setiap bulan dalam 1 tahun terakhir
2 : Dibicarakan setiap 6 bulan dalam 1 tahun terakhir
1 : Dibicarakan satu kali dalam 1 tahun sekali
Problematik (P) artinya Isu tersebut memiliki dimensi masalah yang kompleks, sehingga perlu
dicarikan segera solusinya secara komperehensif.
Nilai 3 : Berkaitan Pemerintah Pusat
2 : Berkaitan Pemerintah Provinsi
1 : Berkaitan Pemerintah Kabupaten/Kota
khalayak (K) artinya Isu tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak.
Nilai 3 : Isu tingkat Nasional
2 : Isu tingkat Provinsi
1 : Isu tingkat Lokal
Layakan (L) artinya Isu tersebut masuk akal, realistis, relevan, dan dapat dimunculkan inisiatif
pemecahan masalahnya.
Nilai 3 : Layak
2 : Cukup layak
1 : Kurang layak
Berdasarkan analisis APKL di atas, Isu yang terpilih adalah ”Belum Optimalnya Pemanfaatan
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)”.
C. PENENTUAN PENYEBAB ISU TERPILIH
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui peyebab-penyebab core isu.
Salah satunya adalah metode Fishbone Diagram. Beberapa sebab dari masalah “Kurang
Optimalnya Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)” dapat dilihat pada Fishbone Diagram
dibawah ini.

Gambar 1. Diagram Fishbone

Dari gambar di atas Belum optimalnya pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di di
sebabkan oleh 11 penyebab yang terbagi menjadi 4 (empat) aspek. Sebab permasalahan pokok
yang di dapat yaitu adalah Kurangnya Pemberdayaan yaitu maksudnya adalah perlunya campur
tangan pemerintah dalam melakukan pemberdayaan masyarakat dalam memanfaatkan potensi
Hasil Hutan Bukan Kayu secara Optimal. Penyebab “Kurangnya pemberdayaan” ini muncul 2 kali
di aspek pelaku (masyarakat) dan aspek pemerintah. Pemberdayaan ini di rasa penting agar
masyarakat memiliki kemampuan dan kapasitas dalam meningkatkan efisiensi, efektivitas serta
meningkatkan nilai kualitas, kuantitas dan keekonomian Hasil Hutan Bukan Kayu sehingga di
harapkan dapat menambah kesejahteraan masyarakat.
D. REKOMENDASI UPAYA PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN
Berdasarkan dari hasil analisis Fishbone Diagram terdapat kesimpulan bahwa perlu adanya
pemberdayaan yang memadai agar masyarakat memiliki kemampuan dan kapastitas dalam
meningkatkan efisiensi, efektivitas serta meningkatkan nilai kualitas, kuantitas dan keekonomian
Hasil Hutan Bukan Kayu sehingga di harapkan dapat menambah kesejahteraan masyarakat. Dari
kesimpulan tersebut terdapat beberapa rekomendasi dalam upaya pencegahan dan penyelesaian
isu, diantaranya :
1. Membuat roadmap program Pemberdayaan HHBK dengan memperhatikan peta sebaran
HHBK di daerah setempat.
2. Perlunya penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan,
pemanenan, dan perlakuan pascapanen, sehingga masyarakat memperoleh hasil jumlah dan
kualitas yang memuaskan.
3. Menyelenggarakan Kegiatan Bimbingan Teknis baik secara virtual / online ataupun offline dan
Pelatihan untuk memiliki kemampuan serta peningkatan kapasitas masayarakat di dalam
kawasan hutan.
4. Memberikan akses secara penuh kepada masyarakat untuk memanfaatkan Hasil Hutan Bukan
Kayu (HHBK) dengan asas kelestarian tanpa mengganggu habitat lain.
5. Memberikan bibit berkualitas secara gratis kepada masyarakat untuk membudidayakan jenis
tanaman HHBK.
6. Mendorong pelaku usaha untuk berinvestasi bersama kelompok masyarakat dalam
memanfaatkan HHBK dengan kerjasama yang saling menguntungkan bagi keduanya.
7. Evaluasi berkala progress kegiatan pada masyarakat kelompok Tani Hutan untuk mengukur
dan menilai program pemberdayaan tersebut serta mengetahui kendala-kendala yang di
hadapi sehingga dapat dicari solusinya.

Peran yang dapat kami lakukan sebagai upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK) yaitu :

1. Menjadi salah satu penyelenggara Kegiatan Bimbingan Teknis baik secara virtual/online
ataupun offline dan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Masyarakat di dalam Kawasan Hutan.
2. Berdialog langsung dengan masyarakat tentang pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK), bagaimana cara meningkatkan HHBK dengan konsep lingkungan tetap terjaga.
3. Menciptakan kelompok-kelompok tani yang memiliki lahan untuk memanfaatkan lahan yang
belum di tanami sebagai lahan HHBK.
DAFTAR PUSTAKA

USD37,7 Miliar Mengalir ke Perusahaan Tambang Perusak Lingkungan


https://betahita.id/news/detail/7426/usd37-7-miliar-mengalir-ke-perusahaan-tambang-
perusak-lingkungan.html?v=1652121413

Apa Saja Faktor Penyebab Pencemaran Air dan Dampaknya di Lingkungan


https://tirto.id/apa-saja-faktor-penyebab-pencemaran-air-dan-dampaknya-di-lingkungan-
grP9

Belum Optimalnya Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu


Beranda Dinas Lingkungan Hidup (bulelengkab.go.id)

Anda mungkin juga menyukai