1.1 Pendahuluan
Bumi tempat manusia berpijak adalah planet yang dinamis. Energi dari matahari, panas
bumi dan pergerakan air menciptakan benua, gunung, lembah, daratan, dan lantai samudera.
Proses perubahan yang terus berlangsung memfasilitasi kehidupan di atasnya, namun juga
menciptakan bencana. Saat ini bumi memiliki fungsi selain sebagai ruang dan sumber daya alam
juga sebagai “Bak Sampah”. Hal ini disebabkan meningkatnya populasi penduduk dunia dan
memburuknya kondisi lingkungan. Meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk dunia telah
menyebabkan tekanan terhadap sumber daya alam termasuk udara, air, tanah, dan
keanekaragaman hayati. Kehidupan modern dan perkembangan Iptek hingga kini umumnya
masih mengeksploitasi sumber daya alam secara maksimal terutama digunakan sebagai bahan
baku industri, termasuk industri kimia, yang juga menghasilkan limbah.yang mengotori bumi.
Dan apabila proses eksploitasi ini tidak dikendalikan dan limbah yang dihasilkan belum
ditangani secara serius maka akan menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan.
Pembangunan saat ini pun belum memuat pertimbangan lingkungan yang memadai, namun
upaya pencegahan sudah mulai dilakukan melalui berbagai aturan perundangan mengenai
lingkungan. Di samping itu kemiskinan di selatan dan kemapanan di utara cenderung merusak
lingkungan hidup dan memboroskan sumber daya alam. Maka memahami bumi dan proses yang
terjadi di dalamnya adalah mutlak agar manusia dapat bertindak bijaksana. Oleh karena itu,
sangatlah penting untuk menjaga agar kapasitas lingkungan dapat melakukan fungsi-fungsinya
dengan baik.
Manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan di
bumi sudah sepatutnya melakukan hal-hal yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan bumi.
Populasi manusia di bumi telah melampaui 6 milyar jiwa pada tahun 2000 dan akan mencapai 8
milyar jiwa pada tahun 2020. Untuk mendukung jumlah manusia sebanyak itu, beban bumi akan
semakin berat, terutama dalam penyediaan sumber daya alam, dan untuk memberikan
lingkungan yang berkualitas layak.
Sepanjang menyangkut lingkungan hidup / Sumber Daya Alam (SDA), manusia
sebenarnya dihadapkan pada suatu tantangan berat. Tantangan adalah suatu keadaan / kondisi
yang menghadapkan manusia pada suatu masalah berat, namun pemecahannya memerlukan
suatu kemampuan baru ( yang masih harus dicari dan dikembangkan ). Tiga tantangan yang
paling menonjol yang juga digaris bawahi dalam KTT Bumi 1992 di Rio de Janeiro adalah :
1. Pesatnya laju pertumbuhan populasi manusia di bumi.
Pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat seperti disajikan dalam gambar 1.1.
Source: United Nations, World Population Prospects, The 1998 Revision; and estimates by the Population
Reference Bureau.
http://www.prb.org/Content/NavigationMenu/PRB/Educators/Human_Population/Population_Growth/Population_Growth.htm
3. Perkembangan IPTEK yang secara umum masih berciri eksploitatif, berlimbah tinggi,
dan tak hemat energi. Akibatnya memberikan tekanan yang tinggi terhadap ekosistem di
bumi.
Apabila ketiga tantangan tersebut tak mampu kita jawab, maka berbagai masalah akan
merongrong tidak hanya manusia namun juga seluruh makhluk hidup yang berada di bumi.
Beberapa akibat bila tantangan tak terjawab:
1. Bumi akan mengalami krisis memperoleh air bersih, dalam arti tidak hanya kuantitas
namun juga kualitas.
2. Berkurangnya lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan
keperluan hidup lainnya. Hal ini disebabkan : pengalihan pemanfaatan lahan untuk
pertanian menjadi lahan untuk non-pertanian dan meluasnya pembentukan tanah kritis
sebagai akibat pemanfaatan lahan pertanian yang tak memperhatikan pemeliharaan
kesuburannya. Hal-hal tersebut berakibat pada penggurunan, pengikisan dan pelongsoran.
3. Menipisnya luas kawasan hutan secara global, karena tuntutan akan kebutuhan lahan
non-hutan. Yang dikhawatirkan adalah menurunnya keanekaragaman hayati secara besar
besaran baik dalam bentuk jenis tumbuhan dan satwa liar maupun juga ekosistem dan
plasma nutfah.
4. Adanya pencemaran dan perusakan ekosistem pantai dan laut sebagai akibat lampau
tangkap ikan ( dengan menggunakan bahan peledak dan racun ), perusakan habitat satwa
laut dan terumbu karang dan pencemaran oleh limbah dan sampah yang terbawa aliran
muara sungai dari kegiatan manusia di darat.
5. Peningkatan beban pencemaran ke udara / atmosfer juga memberikan ancaman terhadap
penurunan kualitas udara sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan iklim (akibat
menipisnya ozon dan meningkatnya gas rumah kaca), dan hujan asam. Di samping itu
meningkatnya jumlah dan jenis limbah B3 yang keseluruhannya dapat membahayakan
kesehatan manusia dan lingkungan.
Sebagai tambahan yang berhasil dicatat dari hasil KTT Bumi 2002 di Johannesberg
antara lain :
Keadaan bumi baik tanah, air maupun udara tidak berubah, tetap akan mengalami
tekanan akibat perusakan lingkungan dan upaya perbaikan melalui berbagai aturan dan
aplikasinya hanya berupa pernyataan dan tindakan yang masih mengambang tanpa bukti
yang berarti.
Dua pertiga populasi dunia akan menghadapi masalah serius karena kekurangan air
bersih sehingga dapat menimbulkan konflik antar negara.
Menebalnya lapisan polutan udara di Asia dan dikenal sebagai Asian Brown Cloud dapat
mencapai tebal 3 km.
Sekitar setengah dari spesies yang ada di bumi akan punah pada abad ini bila kita tak
menjaga dan melindungi keanekaragaman hayati.
1.2 Kontribusi Industri Terhadap Isu Lingkungan dan Peran Insinyur Kimia dalam
Mengatasinya
Sejak revolusi industri, industrialisasi di dunia mengalami peningkatan yang pesat.
Industrialisasi ini membawa pengaruh besar bagi manusia dan lingkungan. Keuntungan
industrialisasi adalah :
a. memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang yang dihasilkan industri
b. memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat
c. meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat
d. meningkatkan kemampuan manusia mengeksploitasi alam untuk kesejahteraan manusia
Namun industrialisasi juga memberikan dampak negatif yaitu :
a. dihasilkannya limbah industri yang berbahaya
b. eksploitasi SDA di luar batas dapat menyebabkan habisnya SDA dalam waktu singkat
c. eksploitasi yang tidak memperhatikan lingkungan akan merusak lingkungan
d. kesehatan manusia memburuk karena pencemaran
e. punahnya beberapa spesies makhluk hidup
f. memberikan kontribusi terhadap pemanasan global dan penipisan lapisan ozon.
Isu-isu lingkungan tidak pernah terlepas dari keterlibatan industri terutama industri proses /
kimia terhadap masalah pencemaran dan perusakan ekosistem. Gambar 1.2 menunjukkan
bagaimana industri proses mengkonversi bahan baku menjadi produk yang berguna dengan
melibatkan energi. Buangan yang dihasilkan antara lain limbah cair yang dibuang ke badan air
penerima, limbah padat yang biasanya ditimbun di lahan urug, dan limbah gas yang dilepas di
udara. Walaupun, sebelum dilepas ke lingkungan limbah-limbah tesebut diolah terlebih dahulu.
Produk
Manusia
1. Ganguan Kulit
House
Tree Tree 2. Gangguan Pernapasan
Limbah (padat, 3. Gangguan Pencernaan
Factory cair, gas)
Bahan
Energi
Baku
Gambar 1.2 Pembuangan Limbah Industri Berdampak Pada Lingkungan dan Manusia
mengevaluasi tingkat bahayanya dan menerapkan lapisan pengamanan khusus yang berarti
memperkecil resiko kecelakaan.
Berkaitan dengan masalah pencemaran industri terhadap lingkungan, seorang insinyur
kimia memiliki tanggung jawab penting lainnya yaitu secara kontinu melakukan perbaikan
perancangan proses yang meminimalkan dampaknya terhadap lingkungan dan mencegah atau
mengurangi timbulnya pencemaran dalam proses. Jadi, peranan dan tanggung jawab insinyur
kimia adalah :
1. Merancang dan mengoperasikan proses kimia yang menghasilkan produk-produk kimia
yang bersifat komersial dan sesuai dengan spesifikasi konsumen.
2. Menjaga keberlangsungan dan keamanan proses.
3. Merancang dan memperbaiki proses agar aman bagi lingkungan dan manusia.
dampak terhadap lingkungan bila dikaitkan dengan produksi dan penggunaan energi menjadi
sangat penting.
Sumber energi primer seperti bahan bakar fosil sering harus dikonversi menjadi bentuk
lain seperti panas atau listrik. Dan konversi ini, sesuai dengan hukum termodinamika selalu
memiliki efisiensi bernilai kurang dari 100%. Contoh penggunaan energi primer adalah
kendaraan bermotor, yang mengkonversi energi primer menjadi energi gerak hanya sekitar 10%
saja dari energi yang tersedia dalam minyak mentah.
Penggunaan energi secara global tetap terus mengalami peningkatan semenjak revolusi
industri. Berdasarkan data yang ada dari tahun 1960 sampai 1990 kebutuhan energi dunia
meningkat dari 3,3 sampai 5,5 gtoe (gigatonnes oil equivalent). Bahan bakar fosil menempati
urutan tertinggi dari konsumsi energi dunia yaitu sebesar 85%, sedangkan konsumsi sumber
energi terbarukan seperti hidroelektrik, sinar matahari, dan tenaga angin hanya sebesar 8% dari
penggunaan energi total. Dan tenaga nuklir memberikan kontribusi sebesar 6% terhadap
kebutuhan energi dunia.
Kesenjangan penggunaan energi antara negara berkembang dan negara maju masih
tinggi. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa 65-70% dari energi digunakan hanya oleh
25% populasi dunia. Konsumsi energi per kapita terbesar adalah daerah industrialisasi seperti
Amerika Utara, Eropa, dan Jepang. Penggunaan energi rata-rata oleh penduduk di Amerika Utara
adalah hampir lima kali penggunaan energi oleh penduduk di Sub-Sahara Afrika.
Aspek penting lainnya dari penggunaan energi oleh negara industri dan negara
berkembang adalah kecenderungan dalam efisiensi energi, yaitu energi yang dikonsumsi per unit
keluaran ekonomi. Jumlah energi per unit GDP (Gross Domestic Product) terus mengalami
penurunan untuk negara-negara industri. Sebagai contoh adalah Amerika Serikat mengalami
penurunan sebesar 30% dari tahun 1980-1995.
Konsumsi energi dunia diperkirakan akan meningkat 75% dalam tahun 2020 bila
dibandingkan pada tahun 1995. Pertumbuhan konsumsi energi tertinggi diperkirakan akan terjadi
di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur, yang terdiri dari 54% populasi dunia pada tahun
1997. Konsumsi energi di negara berkembang diperkirakan akan mengambil alih konsumsi
energi negara maju pada tahun 2020.
Konsumsi energi banyak berpengaruh terhadap isu lingkungan. Pembakaran bahan bakar
fosil melepaskan sejumlah besar karbondioksida ke atmosfer. Selama jangka waktu yang
panjang, CO2 ini kemudian mengabsorbsi radiasi inframerah yang akhirnya berdampak pada
pemanasan global. Lebih jauh lagi, proses pembakaran melepaskan oksida nitrogen dan oksida
sulfur ke udara yang kemudian menyebabkan kabut fotokimia dan hujan asam. Pembangkit
energi tenaga hidro membutuhkan lahan untuk menampung air yang sangat luas, perusakan
habitat, pengubahan aliran air tanah dan air permukaan dan mengurangi lahan untuk pertanian.
Tenaga nuklir berdampak buruk pada lingkungan bila dikaitkan dengan penambangan uranium
dan pembuangan limbah nuklir. Penggunaan bahan bakar kayu menyebabkan meluasnya
penggundulan hutan di kawasan pemukiman dan negara berkembang. Panel tenaga surya
membutuhkan penggunaan secara intensif energi dari logam berat dan timbulnya limbah logam
berat. Oleh karena itu , konsumsi energi di masa mendatang sebaiknya mempertimbangkan
kebutuhan energi dan dampaknya terhadap lingkungan.
yang diterima dari sinar matahari lebih banyak dari energi yang dipancarkan . Sebagian besar
energi radiasi yang sampai ke permukaan bumi, berada dalam spektrum cahaya tampak. Ketika
radiasi matahari tampak maupun tidak tampak dipancarkan ke bumi, 10% energi radiasi matahari
itu diserap oleh berbagai gas yang ada di atmosfer, 34% dipantulkan oleh awan dan permukaan
bumi, 42% membuat bumi menjadi panas, 23% menguapkan air, dan hanya 0,023%
dimanfaatkan tanaman untuk berfotosintesis. Malam hari permukaan bumi memantulkan energi
dari matahari yang tidak diubah menjadi bentuk energi lain seperti diubah menjadi karbohidrat
oleh tanaman dalam bentuk radiasi inframerah. Tetapi tidak semua radiasi panas inframerah dari
permukaan bumi tertahan oleh gas-gas yang ada di atmosfer. Gas-gas yang ada di atmosfer
menyerap energi panas pantulan dari bumi.
Dalam skala yang lebih kecil - hal yang sama juga tejadi di dalam rumah kaca. Radiasi
sinar matahari menembus kaca, lalu masuk ke dalam rumah kaca. Pantulan dari benda dan
permukaan di dalam rumah kaca adalah berupa sinar inframerah dan tertahan atap kaca yang
mengakibatkan udara di dalam rumah kaca menjadi hangat walaupun udara di luar dingin. Efek
memanaskan itulah yang disebut efek rumah kaca atau "green house effect". Gas-gas yang
berfungsi bagaikan kaca pada rumah kaca disebut gas rumah kaca atau "green house gases".
Peningkatan gas-gas pencemar beserta besar kontribusinya terhadap pemanasan global disajikan
masing-masing pada tabel 1.1 dan gambar 1.4.
Pengaruh rumah kaca terbentuk dari interaksi antara atmosfer yang jumlahnya meningkat
dengan radiasi solar. Meskipun sinar matahari terdiri atas bermacam-macam panjang gelombang,
kebanyakan radiasi yang mencapai permukaan bumi terletak pada kisaran sinar tampak. Hal ini
disebabkan ozon yang terdapat secara normal di atmosfer bagian atas, menyaring sebagian besar
sinar ultraviolet. Uap air atmosfer dan gas metana dari pembusukan - mengabsorbsikan sebagian
besar inframerah yang dapat dirasakan pada kulit kita sebagai panas. Kira-kira sepertiga dari
sinar yang mencapai permukaan bumi akan direfleksikan kembali ke atmosfer. Sebagian besar
sisanya akan diabsorbsikan oleh benda-benda lainnya. Sinar yang diabsorbsikan tersebut akan
diradiasikan kembali dalam bentuk radiasi inframerah dengan gelombang panjang atau panas
jika bumi menjadi dingin. Sinar dengan panjang gelombang lebih tinggi tersebut akan
diabsorbsikan oleh karbon dioksida atmosfer dan membebaskan panas sehingga suhu atmosfer
akan meningkat. Karbon dioksida berfungsi sebagai filter satu arah, tetapi menghambat sinar
dengan panjang gelombang lebih untuk melaluinya dari arah yang berlawanan. Aktivitas filter
dari karbon dioksida mengakibatkan suhu atmosfer dan bumi akan meningkat. Keadaan inilah
yang disebut pengaruh rumah kaca.
Karbondioksida walaupun hanya sebagai trace gas dalam atmosfer bumi, dengan
konsentrasi sekitar 0,033 %-v, memiliki peranan penting dalam mengatur iklim bumi dan
karbondioksida memberikan kontribusi terbesar terhadap pemanasan global yaitu sebesar 55%
dibandingkan terhadap gas-gas rumah kaca lainnya.
CFCs
24%
CO2
CH4
55%
15%
N2O
6%
Gambar 1.4 Besar Kontribusi Gas Rumah Kaca Terhadap Pemanasan Global
Konsentrasi CFCs dan metana jauh lebih rendah dibandingkan karbondioksida. Akan
tetapi, karena gas-gas tersebut dapat mengabsorb radiasi infra merah jauh lebih efektif
dibandingkan karbondioksida sehingga memberikan pengaruh yang berarti pada pemanasan
global.
Gambar 1.5 menyajikan siklus karbon dalam ekosistem global. Perpindahan
karbondioksida dari dan menuju atmosfer merupakan bagian penting dalam siklus karbon.
Karbondioksida dihasilkan dari proses pembakaran dengan oksigen berlebih. Dan juga
pemanasan senyawa karbonat dan reaksinya dengan asam akan melepas CO2. :
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)
CaCO3(s) + 2HCl(aq) CaCl2(aq) + H2O(l) + CO2(g)
Karbondioksida juga merupakan produk samping dari proses fermentasi glukosa menjadi
alkohol dengan bantuan ragi : C6H12O6(aq) 2C2H5OH(aq) + 2CO2(g)
Karbohidrat dan senyawa karbon kompleks lainnya dikonsumsi oleh hewan dan manusia,
dan akan melepaskan CO2 sebagai produk akhir dari metabolisme :
hektar dari 3.500 juta hektar hutan punah pada periode tahun 1990-1995, sebagaimana
diungkapkan di Nairobi, ketika konferensi ke- 21 UNEP oleh United Nation Environment
Programme (UNEP), badan PBB untuk program lingkungan. Dalam laporannya, dimana untuk
mengatasi efek dari pemanasan global pada 50 tahun mendatang memerlukan dana sekitar 300
milyar dollar AS. Sepanjang abad ke-20, terjadi 10 kasus tahun terpanas hanya dalam kurun
waktu 15 tahun terakhir. Tahun 1998 tercatat sebagai tahun terpanas di abad ke-20, yang
berdampak terjadinya kebakaran hutan di Indonesia, Brasil, Australia atau negara lainnya dan
kemarau panjang yang memusnahkan panen seperti di Afrika, serta bencana iklim lainnya akibat
fenomena El-Nino.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memprediksi kenaikan temperatur
mencapai 2,5 - 10,4o C sampai periode seratus tahun mendatang dan mengindikasikan bahwa
akan terjadi kenaikan permukaan air laut setinggi 1 meter pada tahun 2008. Daerah yang rawan
terhadap dampak ini terjadi di Asia Selatan, Asia Tenggara, sepanjang pantai selatan
Mediterania, pantai barat Afrika, dan terumbu karang di Lautan Indonesia dan Pasifik.
O + O2 + M O3 + M
Ozon tidak terus menerus ditimbun dalam atmosfer, karena molekul ozon itu sendiri
mengabsorb sinar UV dengan panjang gelombang antara 200 – 300 nm, sehingga terpecah
membentuk molekul O2 kembali :
O3 + UV O + O2
Sebagian besar atom oksigen tunggal yang dihasilkan dengan cara ini akan dengan cepat
bertemu dengan molekul oksigen lain (O2) dan membentuk molekul ozon kembali, tetapi
disamping itu ada juga reaksi yang mengubah ozon kembali menjadi oksigen. Atom oksigen
yang dihasilkan oleh interaksi dengan UV bereaksi dengan molekul ozon lain :
O +O3 O2 + O2
Jika lapisan ozon pada stratosfer dikompresi menjadi lapisan tunggal pada tekanan dan
temperatur standar, maka lapisan tersebut akan hanya setebal 3 mm. Meskipun konsentrasi ozon
pada stratosfer sangat rendah, namun cukup untuk melindungi bumi dari radiasi matahari dengan
menyerap sinar UV (200-300 nm) yang membahayakan. Namun sejak pertengahan 1980-an
telah diketahui bahwa lapisan ozon pada stratosfer telah mengalami penipisan dan berlubang.
Dampak penipisan lapisan ozon antara lain meningkatnya intensitas sinar ultra violet yang
mencapai permukaan bumi, sehingga dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan, seperti
kanker kulit, katarak, dan penurunan daya tahan tubuh, dan bahkan terjadinya mutasi genetik.
Dampak terhadap lingkungan adalah mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan,
keterbatasan sumber air bersih, kerusakan rantai makanan di laut, musnahnya ekosistem terumbu
karang dan sumber daya laut lainnya, menurunnya hasil produksi pertanian yang dapat
mengganggu ketahanan pangan, dan bencana alam lainnya. Mata rantai dampak penipisan
lapisan ozon berikutnya adalah terjadinya pemanasan global (global warming) seperti yang telah
dibahas pada sub-bab sebelumnya.
Penipisan lapisan ozon disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia sebagai bahan
perusak lapisan ozon (ozone depleting substance) dan gas NOx yang dapat berasal dari hasil
proses aktivitas alam seperti aktivitas vulkanik dan kegiatan manusia seperti pembakaran dalam
kendaraan bermotor dan industri. Bahan-bahan kimia perusak lapisan ozon (BPO) yang dipakai
di Indonesia dan penggolongannya berdasarkan Protokol Montreal adalah:
1. Annex A Group I: CFC-11, CFC-12, CFC-113, dan CFC-115. CFC pertama sekali
ditemukan tahun 1930-an. Masyarakat dunia bisa menikmatinya sebagai gas freon yang
dipakai dalam lemari es, AC, dan aerosol, dalam produksi busa (foam) dan untuk sterilisasi.
O3 O2 + O
NO + O3 NO2 + O2
NO2 + O NO + O2
-----------------------------------
Reaksi keseluruhan : 2 O3 3 O2
Dalam kasus ini, NO sebagai katalis dan NO2 sebagai hasil antara. NO2 juga bereaksi
dengan klorin monoksida membentuk klorin nitrat :
ClO + NO2 ClONO2
Klorin nitrat bersifat stabil dan sebagai chlorine reservoir yang memainkan peranan
dalam penipisan ozon di atas kutub utara dan selatan. Adanya kondisi awan polar stratosferik di
daerah kutub memungkinkan terjadinya reaksi antara klorin nitrat dan HCl ( merupakan emisi
dari bumi) membentuk molekul klorin yang reaktif :
HCl + ClONO2 Cl2 + HNO3
Cl2 ini kemudian terdekomposisi oleh sinar UV menjadi dua atom klor yang sangat
reaktif dan selanjutnya menyerang ozon.
berbahaya yang termasuk pencemar sekunder ini baru terbentuk di atmosfer. Termasuk
didalamnya adalah sulfur trioksida (hasil reaksi senyawa sulfur dioksida), Ozon (hasil reaksi
oksigen yang terkatalis oleh senyawa nitrogen oksida), garam-garam nitrogen dan sulfur (hasil
reaksi aerosol dengan senyawa nitrogen oksida atau sulfur oksida), serta peroxyacylnitrat (hasil
reaksi hidrokarbon dengan senyawa nitrogen oksida). Bagan yang menunjukkan klasifikasi
pencemar udara disajikan dalam gambar 1.6.
Berikut ini akan dibahas mengenai jenis polutan yang memperburuk kualitas udara dan
menimbulkan isu-isu lingkungan khususnya yang bersifat regional.
atmosfer dan bereaksi dengan uap air yang ada di udara. Dengan bantuan radiasi matahari,
komposisi tersebut berubah menjadi larutan asam, dan terbawa turun ke permukaan bumi dalam
bentuk hujan, salju, atau kabut asap.
Diantara semua senyawa kimia yang terkandung di dalam zat-zat pencemar diatas,
senyawa yang bertanggung jawab atas terbentuknya hujan asam adalah senyawa sulfur dioksida
dan nitrogen oksida. Hujan asam biasanya terbentuk di awan, dimana senyawa-senyawa sulfur
dioksida dan nitrogen oksida bereaksi dengan oksigen, air dan oksidan lain, membentuk asam
sulfat dan asam nitrat.
Reaksi kimia antara zat-zat pencemar dengan oksigen dan air di udara dapat memakan
waktu berjam-jam, atau bahkan berhari-hari. Akibat dari adanya angin, hasil reaksi tersebut
dapat terbawa hingga ratusan kilometer dari tempat asal zat pencemarnya. Hujan asam dapat saja
terjadi di daerah yang sangat jauh dari sumber polusi. Selain itu, bila jumlah air di udara tidak
banyak, hasil reaksi tadi dapat turun ke bumi bersama partikel debu kering. Partikel-partikel
asam ini dapat terbawa angin dengan mudah, dan menempel di berbagai benda di permukaan
bumi. Adanya penambahan sedikit air, akan melarutkan partikel ini menjadi larutan asam dengan
konsentrasi yang bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan hujan asam.
Hujan asam terbentuk dari gas NO dan SO2 yang bereaksi dengan air dan oksigen di
udara. Gas NO merupakan sisa membakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna. Biasanya
dihasilkan oleh pembakaran pada mesin-mesin kendaraan bermotor. Sedangkan SO2 lebih
banyak dilepaskan oleh kegiatan perindustrian. Kedua senyawa kimia tersebut merupakan
senyawa dengan sifat relatif labil dan mudah bereaksi dengan senyawa atau unsur kimia lain.
Di udara, kedua zat pencemar tersebut bereasksi dengan air dan oksigen, membentuk senyawa
H2SO4 dan HNO3, berdasarkan reaksi kimia berikut :
NO + H2O + O2 HNO3
SO2 + H2O + O2 H2SO4
Senyawa-senyawa asam tersebut kemudian tercampur dengan awan dan terbawa angin.
Sebagian bereaksi dengan gas amoniak (NH3) dan partikel-partikel debu yang terbawa angin,
menjadi garam-garam kering sulfat dan garam-garam nitrat. Senyawa garam tersebut turun ke
permukaan bumi bersama debu dalam bentuk partikel halus. Sisanya, tetap merupakan larutan
asam, turun sebagai hujan asam. Gambar 1.7 menyajikan skema proses terjadinya hujan asam.
Hujan asam tidak langsung mematikan tanaman. Efek utamanya adalah melemahkan
kemampuan tanaman untuk bertahan hidup atau menghadapi serangga dan penyakit. Secara
umum, hujan asam menghambat perluasan hutan, bahkan dapat menyebabkan berkurangnya area
hutan akibat lambatnya perkembangbiakan tanaman. Para ilmuwan percaya bahwa larutan asam
akibat hujan asam melarutkan dan memecah senyawa-senyawa kimia yang merupakan nutrisi
bagi tanaman di dalam tanah. Hal ini menyebabkan tanaman mengalami kekurangan nutrisi.
Pada saat yang sama, hujan asam menyebabkan mineral-mineral yang bersifat racun, seperti
aluminium, terlepas dari ikatan kimianya di tanah, serta meracuni tanaman. Mineral-mineral ini
bahkan dapat saja terlarut dan terbawa ke tempat yang jauh dalam aliran sungai, serta meracuni
hutan di tempat lain.
Kabut serta awan yang mengandung kadar asam tinggi dapat merusak dedaunan pohon.
Daun menjadi rusak dan kehilangan klorofil-nya. Dengan demikian, proses fotosintesis pada
daun menjadi berkurang. Hal ini berakibat pada kurangnya nutrisi bagi pepohonan. Daya tahan
pohon terhadap penyakit dan serangga menjadi berkurang, dan dapat menyebabkan kematian
pada tanaman tersebut. Demikian pula pada kemampuan reproduksi pepohonan, yang menjadi
sangat berkurang.
Dampak dari hujan asam yang paling besar terjadi pada sumber daya air, atau lingkungan
perairan. Hujan asam dan larutan asam yang terbentuk akibat deposisi kering mengalir ke sungai
atau danau. Atau mungkin juga hujan asam tersebut jatuh diatas lingkungan perairan.
Kebanyakan sungai dan danau memiliki pH antara 6 hingga 8. Akibat dari hujan asam, pH
sungai atau danau berkurang, dan menyebabkan lingkungan di sekitarnya bersifat asam. Hal ini
terutama terjadi akibat air dan tanah di sekitar sungai atau danau tersebut tidak memiliki
kemampuan untuk menetralisir asam.
Hewan dan tumbuhan yang hidup di suatu lingkungan perairan, biasanya memiliki suatu
rentang toleransi terhadap keasaman lingkungannya. Bila batas toleransi ini terlewati, mereka
akan sakit, atau bahkan mati. Keasaman lingkungan yang bertambah, menyebabkan habitat
mereka rusak, dan mereka tidak lagi dapat bertahan hidup.
Hujan asam terasa dan terlihat seperti hujan normal. Bagi manusia, efek hujan asam pada
manusia lebih bersifat tidak langsung. Manusia lebih terpengaruh oleh zat-zat pencemar yang
menyebabkan hujan asam. Gas NO dan SO2 dapat berakibat buruk pada sistem pernafasan
manusia dan menyebabkan penyakit astma atau bronchitis. Sedangkan kabut asap yang
mengandung asam, selain mengurangi jarak pandang, dapat menyebabkan iritasi mata.
Hujan asam dapat merusak benda-benda buatan manusia, seperti konstruksi logam dan
beton, kendaraan, dll. Hal ini sangat berpengaruh pada biaya dan waktu perawatannya. Selain
itu, pada benda-benda industri, hal ini menyebabkan berkurangnya kemampuan produksi. Di
beberapa kasus, seperti untuk konstruksi jembatan dan gedung pencakar langit, hujan asam dapat
membahayakan keselamatan, akibat rusaknya konstruksi tersebut.
NO2* + hv NO* + O*
O2 + O* O3
Radikal hidroksil dapat terlibat dalam oksidasi aldehid yang dapat bereaksi dengan NO2, yang
produksnya menyebar sangat jauh dalam atmosfer, misalnya asetaldehid dapat bereaksi
menghasilkan peroksoladehid.
CH3CHO + OH* + O2 CH3C(O)-O-O* + H2O
Radikal yang dihasilkan dapat bereaksi dengan NO2* menghasilkan polutan yang terkenal yaitu
peroksiasetil nitrat (PAN).
CH3C(O)-O-O* + NO2* CH3(O)-O-O-NO2
PAN ini berpengaruh besar terhadap terjadinya kabut-asap fotokimia.
Kabut fotokimia adalah salah satu bentuk pencemaran udara yang paling sering
ditemukan di wilayah perkotaan. Berbentuk seperti asap hitam, tetapi memiliki massa yang
cukup berat, seperti kabut. Biasanya terjadi di atas wilayah industri atau jalan raya yang sibuk.
Akibat massanya, kabut ini sulit hilang oleh hembusan angin, kecuali bila kecepatannya cukup
besar. Kabut fotokimia terjadi akibat reaksi senyawa nitrat dan beberapa senyawa organik
volatile yang ada di udara. Dengan bantuan sinar matahari (radiasi ultraviolet), gas-gas ini
bereaksi dengan uap air, oksigen, dan hidrokarbon yang ada di udara, membentuk emulsi
aerosol. Selain menghalangi pandangan, kabut ini dapat menyebabkan iritasi mata, dan karena
mengandung asam, dapat merusak konstruksi beton dan logam.
Sumber pencemar seperti gas buangan kendaraan dan industri mengandung NO, CO, dan
senyawa hidorkarbon yang tidak terbakar. Gas-gas ini disebut sebagai pencemar primer yang
selanjutnya dalam reaksi fotokimia akan membentuk pencemar sekunder. Pencemar sekunder,
terutama NO2 dan O3 yang akan membentuk kabut (smog).
NO terbentuk sebagai hasil reaksi anatara nitrogen dan oksigen pada temperatur tinggi
dalam mesin kendaraan :
N2(g) + O2(g) 2NO(g)
Dan ketika terlepas ke atmosfer, NO teroksidasi menjadi NO2 :
2NO(g) + O2(g) 2NO2(g)
Sinar matahari kemudian mendekomposisi NO2 (UV dengan panjang gelombang < 400nm) :
NO2(g) + hv NO(g) + O(g)
Atom oksigen bebas ini sangat reaktif sehingga bereaksi dengan molekul oksigen di atmosfer
membentuk ozon : O(g) + O2(g) O3(g)
Dari reaksi-reaksi tersebut terlihat bahwa jika terdapat sinar matahari, maka akan terjadi
keseimbangan antar ketiga senyawa NO, NO2, dan O3. Selain itu pada hari yang panas terjadi
reaksi yang melibatkan CO, hidrokarbon, dan NO menghasilkan beberapa senyawa organik
seperti PANs (peroxyacylnitrates). Polutan penyebab kabut asap fotokimia adalah NO, NO2,
hidrokarbon, PAN, aozon, dan aldehid. Kondisi taerjadinya photochemical smog adalah
gabungan polutan di atmosfer, sinar matahari, inversi temperatur dan kota dekat bukit.
meluasnya kebakaran hutan dibeberapa wilayah, khususnya di Sumatera, Kalimantan dan Irian
Jaya. Kondisi iklim yang kering ditambah dengan kebakaran hutan yang hebat menyebabkan
meningkatnya kadar polutan baik gas maupun debu di atmosfer. Sebagai akibatnya, kualitas air
hujan menurun. Hal ini disebabkan oleh banyaknya polutan gas maupun debu yang terlarut
dalam air hujan tersebut.
Penurunan kualitas air hujan tersebut tercermin dari menurunnya nilai rata-rata pH jika
dibandingkan dengan nilai rata-rata pada tahun 1996. Pada tahun 1996 nilai rata-rata pH di
Indonesia 5.46, sedangkan pada tahun 1997 nilai rata-rata pH 4.97, suatu penurunan yang cukup
berarti.
Selama tahun 1997, daerah-daerah dengan nilai rata-rata pH dibawah 5.6 meliputi
Medan, Pakanbaru, Jambi, Bengkulu, Palembang, Jakarta, Cisarua-Bogor, Bandung, Mataram,
Pontianak, Palangkaraya, Banjarbaru, Winangun-Manado, Sam Ratulangi-Manado, Makasar,
Palu dan Jayapura. Nilai rata-rata pH terendah terjadi di Winangun-Manado sebesar 4.55, dan
Palangkaraya sebesar 4.61. Pada tahun 1996 nilai pH rata-rata pH air hujan di bawah 5.6 hanya
terjadi di Winangun-Manado sebesar 4.98.
Secara umum, unsur kimia paling dominan yang dapat menurunkan kualitas air hujan
adalah unsur sulfat dan unsur nitrat. Kedua senyawa tersebut mudah larut dalam air hujan, dan
bersifat asam kuat. Sumber utama senyawa tersebut adalah akibat aktivitas manusia
(antrophogenic sources) seperti sisa pembakaran bahan bakar fosil untuk industri maupun
transportasi. Selain itu, juga berasal dari sumber alami (natural sources) seperti proses
denitrifikasi tanaman dan aktivitas gunung berapi. Apabila kadar sulfat dan nitrat dalam air hujan
meningkat, maka akan memberikan dampak terhadap penurunan kualitas air hujan, dimana pH
air hujan akan turun dibawah 5.6.
Hasil analisis Laboratorium Kualitas Udara BMG selama periode tahun 1997,
menunjukkan kadar sulfat dan nitrat yang terlarut dalam air hujan sangat bervariasi, baik ditinjau
dari waktu maupun lokasi pemantauan. Besarnya kadar tersebut diukur dalam satuan part per
million (ppm). Secara umum, kadar sulfat maupun nitrat yang terlarut dalam air hujan meningkat
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan analisis rata-rata bulanan, kadar
tertinggi sulfat dan nitrat dapat dilihat untuk berbagai kota di Indonesia.
Untuk kota Medan, kadar sulfat tertinggi adalah pada bulan Maret sebesar 4.65, kadar
nitrat tertinggi pada bulan Juni sebesar 3.65. Pakanbaru, kadar sulfat tertinggi pada bulan
Februari 3.71 dan kadar nitrat tertinggi pada bulan september 1.88. Jambi, kadar sulfat tertinggi
pada bulan Februari sebesar 3.39 dan kadar nitrat tertinggi pada bulan Maret sebesar 1.31.
Bengkulu, kadar sulfat tertinggi pada bulan April sebesar 0.60 dan kadar nitrat tertinggi pada
bulan April 0.76. Palembang, kadar sulfat tertinggi pada bulan November sebesar 2.64 dan kadar
nitrat tertinggi pada bulan Mei sebesar 3.63.
Untuk kota Jakarta, kadar sulfat tertinggi pada bulan Mei sebesar 9.83 dan kadar nitrat
tertinggi pada bulan Mei sebesar 2.86.Untuk kota Cisarua-Bogor, kadar sulfat tertinggi pada
bulan Maret sebesar 3.62 dan kadar nitrat tertinggi pada bulan November sebesar 2.74. Untuk
kota Bandung, kadar sulfat tertinggi pada bulan Maret sebesar 6.30 dan kadar nitrat tertinggi
pada bulan Maret sebesar 6.31. Untuk kota Surabaya, kadar sulfat tertinggi pada bulan Januari
sebesar 5.59 dan kadar nitrat tertinggi pada bulan Maret sebesar 2.56. Untuk kota Denpasar,
kadar sulfat tertinggi pada bulan Desember sebesar 2.25 dan kadar nitrat tertinggi pada bulan
Desember sebesar 0.75.
Untuk kota Samarinda, kadar sulfat tertinggi pada bulan Juni sebesar 2.37 dan kadar
nitrat tertinggi pada bulan April sebesar 0.88. Untuk kota Pontianak, kadar sulfat tertinggi pada
bulan April sebesar 1.18 dan kadar nitrat tertinggi pada bulan Juli sebesar 1.84. Untuk kota
Banjarbaru, kadar sulfat tertinggi pada bulan Juni sebesar 4.39 dan kadar nitrat tertinggi pada
bulan Maret sebesar 1.85.Untuk kota Palangkaraya, kadar sulfat tertinggi pada bulan Oktober
sebesar 8.24 dan kadar nitrat tertinggi pada bulan Maret sebesar 0.63.
Untuk kota Manado, ada 2 (dua) lokasi pemantauan untuk lokasi Winangun-Manado,
kadar sulfat tertinggi pada bulan Mei sebesar 1.88 dan kadar nitrat tertinggi pada bulan
November sebesar 2.77. Untuk kota Sam Ratulangi-Manado, kadar sulfat tertinggi pada bulan
Maret sebesar 2.22 dan kadar nitrat tertinggi pada bulan Maret sebesar 1.99.Untuk kota Makasar,
kadar sulfat tertinggi pada bulan Maret sebesar 5.54 dan kadar nitrat tertinggi pada bulan Maret
sebesar 1.61.Untuk kota Jayapura, kadar sulfat tertinggi pada bulan November sebesar 2.31 dan
kadar nitrat tertinggi pada bulan September sebesar 1.45.
Beberapa data mengenai air menyebutkan bahwa sekitar 70% permukaan bumi ditutupi
oleh air. Sumber air di bumi adalah air tawar dan air laut dengan komposisi sebagai berikut : air
laut 98, 33% ; air tawar 0,036% ; es continental 1,64% dan uap air 0,0011%. Ketersediaan air
terjaga dengan adanya siklus hidrologi dan siklus ini berfungsi sebagai pengumpul, penjernih
dan distribusi air tawar karena selanjutnya yang dimaksud dengan air yang dapat langsung
dimanfaatkan oleh manusia adalah air tawar. Adapun sumber air tawar adalah air tanah, air
permukaan dan air hujan.
Masalah global yang dihadapi dunia pada abad 21 berkaitan dengan air adalah
kecenderungan dunia menghadapi krisis air yang berkepanjangan, meningkatnya pencemaran air,
dan kebutuhan akan air yang semakin meningkat. Walaupun permukaan bumi sebagian besar
tertutupi oleh air dan sifatnya terbarukan melalui siklus hidrologi, namun hanya 2,5% saja
merupakan sumber air segar (fresh water) dan hanya sebagian kecil dari jumlah tersebut yang
dapat dijangkau (accessible). Saat ini sekitar 1,1 milyar orang tidak mempunyai akses untuk
mendapatkan air bersih sebagai sumber air minum dan 2,4 milyar orang tidak memiliki sanitasi
yang cukup. Ironisnya lagi kelangkaan, kehancuran bertahap dan peningkatan pencemaran
terhadap sumber daya air di berbagai pelosok dunia antara lain disebabkan tidak memadainya
cara menangani sampah manusia dan limbah industri, hilangnya daerah tangkapan air alami,
penggundulan hutan dan praktek pertanian yang buruk yang menyebabkan masuknya pestisida
dan bahan kimia lain ke dalam badan air. Kontaminasi pada air permukaan dan air tanah ini
menyebabkan akan semakin berkurangnya ketersediaan air bersih di bumi.
Pencemaran air berarti turunnya kualitas air sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan
air tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Berdasarkan sumbernya pencemaran
air diklasifikasikan menjadi dua yaitu sumber tertentu (point source pollution) dan sumber tak
tentu (non- point source pollution). Perbedaannya disajikan pada tabel 1.2.
Tabel 1.2 Perbandingan Antara Sumber Tertentu dan Sumber Tak Tentu
Sumber Tak Tentu Sumber Tertentu
Sumber Sumber tidak tentu karena Sumber dapat diketahui dengan
pencemaran sumber dan cara memasuki air jelas karena sumber dan cara
tersebar secara luas memasuki air dapat dideteksi
Contoh Zat pencemar dari Pipa pembuangan limbah suatu
pertambangan & pertanian yang industri
terbawa aliran hujan
umumnya tidak dapat menghilangkan fosfat, merkuri, magnesium, timah, dan ammonium dari
air baku.
Pencemaran air di samping memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan dan air
baku juga memberikan dampak langsung pada kesehatan manusia. Semakin tinggi tingkat
pencemaran maka akan semakin tinggi pula gangguan kesehatan yang ditimbulkannya, yang
pada akhirnya menyebabkan terjadinya penyakit, dan bahkan kematian. Beberapa data
menunjukkan bahwa pada tahun 1980 sekitar 10-12% penduduk Pulau Jawa menikmati air
bersih dan pada tahun 1996 sekitar 40% mendapat pasokan air bersih. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar penduduk Pulau Jawa menggunakan air yang tidak layak terutama sebagai
air minum dan sanitasi. Dampak penggunaan air yang tercemar adalah gangguan kesehatan bagi
manusia yang mengkonsumsinya. Ada beberapa jenis penyakit yang timbul sebagai akibat
terjadinya pencemaran air. Pertama, gangguan perut. Indikator utama pencemaran air oleh bibit
penyakit adalah adanya bakteri coliform yang berlebihan di dalam air tanah maupun air
permukaan. Pada dasarnya, bakteri ini merupakan bakteri alami yang terkandung dalam usus
besar manusia. Bila air dan makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri ini secara
berlebihan, ada kemungkinan terdapat organisme patogen yang dapat menimbulkan penyakit
perut seperti Salmonella thyposa, Shigella disentriae, Vibrio comma dsb., sehingga
menyebabkan gangguan pencernaan seperti tifus, diare atau kolera. Beberapa data menunjukkan
bahwa pada tahun 1983 sekitar 400.000 orang meninggal karena diare dan 40.000 orang
meninggal karena kolera. Data tahun 1995 menyebutkan bahwa 12% kematian akibat diare. Di
samping pencemar berupa coliform, bakteri dan bibit penyakit lainnya dapat menyebabkan
penyakit lain seperti hepatitis infeksiosa yang penderita terus bertambah akibat penggunaan air
yang tercemar. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah penderita dari tahun 1977 dampai
1996 yang cenderung meningkat. Contoh bibit penyakit lain yang biasanya mencemari air dan
menimbulkan penyakit pada manusia disajikan dalam tabel 1.3.
Selain dampak lingkungan dan kesehatan, pencemaran air juga berdampak pada ekonomi
secara keseluruhan. Pencemaran air dapat mengganggu sektor perikanan, pertanian, pariwisata
dan hal-hal lain seperti perlunya dana ekstra untuk menangani masalah pencemaran dan
membersihkan air yang tercemar. Sebagai gambaran, untuk memasak air minum di wilayah
Jakarta dibutuhkan dana 50-94 miliar rupiah / tahun (tahun 1999). Jelas nilai ini akan terus
bertambah apabila sumber air baku yang digunakan untuk air minum terkontaminasi oleh zat
pencemar, sehingga dibutuhkan dana yang lebih besar untuk mengolahnya.
Upaya pengendalian pencemaran air yang disebabkan oleh masuknya limbah cair atau
bahan lain ke dalam badan air bukanlah hal sederhana, namun perlu pemikiran yang mendalam
dari semua pihak. Menurut data penelitian 1 liter racun dapat mencemari 1.000.000 liter air
bersih. Oleh karena itu, hal penting yang perlu digaris bawahi adalah kendalikan zat pencemar
pada sumbernya yaitu dengan pengendalian agar zat pencemar tidak masuk ke dalam perairan,
baik dari tingkat rumah tangga sampai industri.
a. tekstur tanah
Tekstur tanah menggambarkan ukuran partikel penyusun tanah yang sangat menentukan
berapa banyak air yang dapat ditahan oleh tanah dan seberapa mudah partikel masuk melewati
lapisan tanah itu. Misalnya tanah berpasir dan berkerikil akan mempercepat laju peresapan
sedangkan lapisan tanah liat yang bersifat permiabel akan menahan/memperlambat laju resapan.
menyebabkan penurunan secara drastis jumlah populasi burung yang memakan ikan yang
terkontaminasi.
Akumulasi zat kimia akhirnya akan sampai pada manusia sebagai trofik tertinggi dalam
rantai makanan. Dampak buruk dari makanan yang terkontaminasi adalah timbulnya gangguan
kesehatan, sebagai contoh adalah kasus Minamata. Kasus ini pertama kali ditemukan di Chisso,
sebuah pabrik petrokimia yang didirikan tahun 1918 di daerah Teluk Minamata, pantai Shiraumi,
Jepang, yang menggunakan Hg-anorganik sebagai katalisator. Sejak didirikan pabrik ini sering
membuang limbahnya ke Teluk Minamata. Terjadinya gejala-gejala yang merugikan dan
membahayakan mulai tampak pada tahun 1925. Selain hasil tangkapan ikan mulai berkurang,
dampak utamanya adalah timbul gejala penyakit aneh yang menyerang penduduk sekitar teluk
Minamata yang mengkonsumsi ikan dari teluk tersebut. Setelah dilakukan penelitian intensif
diperoleh kesimpulan bahwa penyebab penyakit aneh tersebut adalah Hg yang terkandung dalam
jaringan ikan di Teluk Minamata. Belajar dari kasus ini, ditemukan juga ternyata Hg tidak saja
berasal dari pabrik petrokimia, namun dapat berasal pula dari industri batu batere, kegiatan
laboratorium, dan industri kosmetik.
Masalah lain yang sering menjadi perhatian ekosistem akuatik adalah eutrofikasi.
Kelebihan pupuk yang mengandung nitrat dan fosfat meresap ke dalam tanah dan masuk ke
badan perairan seperti sungai dan danau. Pupuk tersebut dapat menyuburkan badan perairan dan
mempercepat proses eutrofikasi atau pengkayaan air. Pada dasarnya proses ini adalah proses
alami, namun proses yang terlalu cepat akibat masuknya campur tangan manusia dapat
menimbulkan permasalahan lingkungan.
Masukan nutrisi yang berasal dari limbah pertanian menstimulasi pertumbuhan alga
dengan cepat sehingga populasinya meledak (blooming). Hal-hal yang terjadi akibat peledakan
populasi alga adalah :
Terbentuknya lapisan alga di permukaan air sehingga sinar matahari tidak dapat masuk ke
dasar perairan. Akibatnya produktivitas tumbuhan air yang hidup di dasar perairan
berkurang sehingga oksigen yang dihasilkan fotosintesis tumbuhan tersebut berkurang pula.
Turunnya kandungan oksigen dalam perairan. Kematian alga dalam jumlah besar dapat
menurunkan kandungan oksigen lebih banyak lagi saat proses dekomposisi alga.
Kandungan oksigen yang terlalu rendah dapat mematikan organisme yang hidup di dalam
air seperti ikan.