a. Pengertian Krisis
Kata krisis berawal dari bahasa Yunani krisis, yang berarti “keputusan”.
Dalam bahasa China, krisis diucapkan dengan wei-ji dan mempunyai dua arti
yaitu “bahaya” dan “peluang”. Menurut Steven Fink dalam “Crisis Management
Planning for the Inventable”(1986) mendefinisiskan sebagai berikut.
Bencana alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, dan
kebakaran dapat terjadi dilingkungan sekitar kita dan manusia selalu tidak
berdaya menghadapinya. Selain menelan korban bencana meluluhlantakan
seluruh kehidupan maka akan terjadi krisis di daerah maupun negara tersebut.
Kecelakaan industri cukup bervariasi mulai dari mesin yang tidak berfungsi,
kebakaran, hingga kecelakaan kerja. Misal semburan lumpur Lapindo yanng
mengakibatkan ribuan orang kehilangan tempat tinggal, kebococran gas disebuah
Hypermart yang mengakibatkan beberapa orang pingsan.
Hubungan kerja yang buruk antar pekerja dan perusahaan dapat menjurus
pada krisis besar. Kekuatan buruh terkadang dapat memaksa industri untuk tutup
sehingga perusahaan terpaksa bertindak agresif.
b. Pengertian Lingkungan
1. Faktor alam
Bencana alam dan cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab terjadinya
kerusakan lingkungan hidup. Bencana yang berupa banjir, tanah longsor, tsunami,
angin puting beliung, gunung meletus maupun gempa bumi. Bencana ini membuat
rusaknya lingkungan.
2. Faktor buatan
Masalah sekitar lingkungan hidup baru mulai disadari dalam tahung 1960an
yang disebabkan oleh bisnis modern, khususnya oleh cara berproduksinya dalam
industri yang berlandaskan ilmu dan teknologi maju. Sekarang polusi yang
disebabkan oleh bisnis modern mencapai suatu tahap global dan tidak terbatas
pada beberapa daerah industri saja. Pertanian dan peternakan yang dijalankan
dengan cara bisnis besar-besaran tidak terluput lagi dari pencemaran umum,
sebaliknya sektor itu pun mempunyai andil besar dalam merusak lingkungan
hidup. Inti masalah lingkungan hidup adalah bahwa bisnis modern yang
memanfaatkan ilmu dan teknologi canggih telah membebankan alam diatas
ambang toleransi. Selama alam dimanfaatkan dalam batas, keutuhan dan
keseimbangannya masih bisa bertahan. Tetapi kini alam sudah dieksploitasi
dengan melewati batas. Jika keadaan ini dilanjutkan terus, alam dengan segala
ekosistemnya akan hancur sama sekali. Tentu saja, krisis lingkungan hidup
disebabkan juga ileh faktor-faktor lain, khususnya jumlah pendudukan bumi yang
semakin besar. Tetapi faktor terakhir ini pun disebabkan oleh ilmu dan teknologi
modern yang dapat memberantas banyak penyakit dan memungkinkan manusia
hidup lebih lama.
Bumi dikelilingi lapisan ozon (O3) dalam atmosfer yang mempunyai fungsi
sangat penting yaitu melindungi kehidupan terhadap sinar ultraviolet dari
matahari. Konsentrasi ozon itu paling besar pada ketinggian kira-kira 20-30
kilometer siatas permukaan bumi pengukurannya melalui satelit menunjukan
semakin menipisnya lapisan ozon. Sejak akhir 1970.an terbentuk lubang ozon di
Antartika (Kutub Selatan) kawasan itu memasuki musim semi (September-
Oktober). Tahun 1997 ilmuan selandia baru melaporkan lubang ozon itu sudah
mencapai luasan 25 juta kilometer persegi, 60 persen lebih besar dari hasil
pengukurang tahun 1980. Radiasi bisa mengakibatkan penyakit kanker kulit,
penyakit mata katarak, penurunan sistem kekebalan tubuh, kerusakan bentuk-
bentuk hidup dalam laut dan tanaman di darat.
4. Hujan asam
Asam dalam emisi industri bergabung dengan air hujan dan mencemari
daerah yang luas. Hujan asam merusak hutan dan pohon lainnya, mencemari air
danau, merusak gedung-gedung, dan sebagainnya. Bagi manusia hujan asam
mengakibatkan gangguan saluran pernapasan dan paru-paru.
6. Keanekaan hayati
Dimensi global dari krisis lingkungan hidup, pada 5 Juni 1972 dibuka The
United NationsCoference on the Human Environment di Stckhlom, ibu kota
Swedia. Pada kesempatan itu tanggal 5 juni ditetapkan sebagai “Hari Lingkungan
Hidup Sedunia”. Dua puluh tahun kemudian diadakan The United Nations
Conference on Environment and Development di Rio de Janeiro (3-14 Juni 1992).
Disebut juga The Earth Summit. Koferensi PBB pertama kali berhasil
mengumpulkan kepala negara dari 110 negara memberi kontribusi besar dalam
meningkatkan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup dan mengeluarkan
dokumen yang dengan persetujuan semua negara anggota PBB harus mengambil
tindakan konkret untuk melindungi lingkungan hidup. Koferensi Rio de Janeiro
pada tahun 1997 disetujui Protokol-Kyoto yang bermaksud membatasi emisi gas
rumah kaca seperti karbondioksida (CO2). Tujuannya adalah sekitar tahun 2010
emisi gas rumah kaca harus dikurangi 5%, dibandingkan tahun 1990. Negara
berkembang termasuk Cina dan India, belum diikutsertakan.
Bulan Juni 2012 diadakan lagi koferensi PBB di Rio de Janeiro dengan
nama resmi United Nation’s Conference on Sustainable Development disebut
Rio+20, karena berlangsung genap 20 tahun sesudah Koferensi bersejarah
pertama. Pada akhir tahun 2012 di Doha (Dakar) diadakan Koferensi PBB lagi
tentang Climate Change yang diperlukan tahun 2012 Protokol Kyoto berakhir.
Pertemuan Doha menyepakati pemberlakuan Protokol Kyoto delapan tahun lagi
hingga 2020. Koferensi berikutnya akan membicarakan prinsip applicable to all
sesudah 2020 (jadi negara berkembang harus ikut) dan prinsip equitable
(keadilan) yang harus mempertimbangkan situasi khusus setiap negara. Demikian
PBB mengharapkan pada 2015 dapat mengadakan koferensi besar lagi di Prancis
dimana semua anggota PBB mencapai persetujuan tentang pembatasan emisi gas
rumah kaca sesudahn 2020.
DAFTAR RUJUKAN
Fink, Steven. 1986. Crisis Management Planning for the Inventable. Jakarrta: PT
Gramedia Pustaka Utama.