Anda di halaman 1dari 26

TUGAS AKHIR SEMESTER I

“EKOSISTEM DANAU TOBA”

OLEH :
Nama : Wafinda Karen
Kelas : XE.2

Guru Pembimbing : Lenny Ningsih, S.Pd, M.Si

SMA NEGERI 18 PALEMBANG


TAHUN AJARAN 2023/2024

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karuma-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Ekosistem Danau Toba" Makalah ini kami susun untuk memenuhi
salah satu tugas akhir semester ganjil saya, untuk itu saya mengucapkan
terima kasih kepada ibu Lenny Ningsih, S.Pd., M.Si kanrena telah
memberikan tugas ini kepada saya.

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca dan


masyarakat pada umumnya. Di samping itu, makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan pembaca mengenai Ekosistem pada Danau Toba,
karakteristiknya, dan lain sebagainya di lingkungan sekitar kita.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih ada kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan yang
kami miliki. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Palembang, 10 November 2023

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL……………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR………………………………………………………... ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang……..…………………………………………………. 1
B. Rumusan masalah…………………………………………………….. 2
C. Tujuan………………………………………………………………..... 2
D. Manfaat………………………………………………………………... 2

BAB II ISI

A. Kawasan Danau Toba …………...………………………………….... 3


B. Pengelolaan Lingkungan……………….…………………………….. 5
C. Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Lingkungan…… 9
D. Pembangunan Danau Secara Terpadu ……………………...……… 12
E. Kerambu Jaring Apung di Danau Toba ……………………………. 16
F. Ekosistem Danau………………………………………………...……. 17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………….. 20
B. Saran…………………………………………………………………… 20

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..... 21

LAMPIRAN…………………………………………………………………… 22
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki


lebih kurangn 17.508 pulau, dengan sekitar 6.000 kekayaan sumberdaya alam
yang sangat melimpah dan berpotensi untuk dikembangkan. Indonesia secara

keseluruhan juga memiliki garis pantai terpanjang di dunia yaitu 81.000 km 2


yang merupakan 14 % dari garis pantai yang ada di seluruh dunia. Luas

perairan Indonesia secara keseluruhan mencapai 5,8 juta km 2 atau mendekati


70 % dari luas negara Indonesia
Sebagai negara kepulauan 2/3 dari wilayah negara Indonesia merupakan
wilayah perairan dengan sumberdaya hayati terbesar dan seluruhnya belum
dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan optimal, sumberdaya hayati perairan
ini mempunyai karakteristik yang unik yaitu merupakan sumberdaya milik
umum (Common Property), akibatnya pemanfaatan sumberdaya bersifat open
acces artinya semua orang dapat melakukan kegiatan pemanfaatan
sumberdaya di wilayah perairan tanpa adanya pembatasan.
Danau merupakan salah satu perairan yang memiliki potensi sumberdaya
hayati. Keberadaan ekosistem danau memberikan fungsi yang
menguntungkan bagi kehidupan manusia, baik untuk rumah tangga, industri,
pertanian dan perikanan. Beberapa fungsi penting tersebut antara lain :
sebagai sumber plasma nutfah yang khas terutama jenis-jenis ikan dengan
tingkat endemisitas yang tinggi, penyimpan air, kebutuhan air minum, mandi,
cuci, kakus (MCK) dan irigasi, sebagai pendukung sarana transportasi,
kegiatan budidaya perikanan, pariwisata dan pembangkit listrik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan pengertian populasi danau toba?


2. Jelaskan pengertian karakteristik populasi?
3. Apa pengertian dari mortalitas?
4. Jelaskan masa hidup tumbuhan?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan pengertian populasi danau toba?


2. Menjelaskan karakteristik populsi?
3. Pengertian dari mortalitas?
4. Pengertian masa hidup tumbuhan?

1.4 Manfaat

Supaya masyarakat atau khalayak umum mengetahui populasi dari danau


toba, karakteristik dari danau toba, serta ekosistem pada danau toba yang dapat
menambah wawasan kepada pembaca.
BAB II
ISI

2.1 Kawasan Danau Toba

Kawasan Danau Toba adalah Kawasan Strategis Nasional (wilayah yang


penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
secara nasional terhadap kedaulatan negara) yang telah ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Wilayah
Nasional.

Danau Toba terletak di pegunungan Bukit Barisan berlokasi di Provinsi


Sumatera Utara, secara administrasi pemerintahan merupakan bagian dari 7
wilayah kabupaten, yaitu : Kabupaten Karo; Simalungun; Dairi; Toba
Samosir; Samosir; Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara. Secara
geografis, Ekosistem Kawasan Danau Toba terletak pada koordinat 980 31’ 2”
– 980 09’ 14” Bujur Timur (BT) dan 20 19’ 15” – 20 54’ 02” Lintang Utara
(LU), dengan ketinggian permukaan air Danau Toba yang pernah diamati dan
dicatat adalah sekitar 906 meter dpl (di atas permukaan laut) (van Bemmelen,
1994 dalam Tumiar, 2004). Tetapi akhir-akhir ini dari data pengamatan
perorangan, ada yang menyebutkan bahwa kedalaman permukaan perairan
Danau Toba saat ini sudah mengalami penurunan sehingga ketinggian
permukaan air Danau Toba sekitar 903 meter dpl (Tumiar, 2004). Danau ini
merupakan danau terluas di Indonesia dengan luas 1.124 Km2, kedalaman
maksimum 508 m dan total volume air danau lebih kurang 256,8 x 103 m3
(Ardika, 1999).

Danau Toba adalah perairan daratan yang memiliki peran multi sektor,
baik bagi kepentingan masyarakat lokal maupun nasional bahkan
internasional. Wilayah Danau Toba adalah pusat kepariwisataan di Sumatera
Utara, dengan daya tarik utamanya panorama hamparan air Danau Toba dan
kawasan sekitarnya merupakan objek pariwisata yang sudah dikenal ke
mancanegara. Hal ini telah menjadi kebijakan nasional, bahwa kawasan Danau
Toba menjadi salah satu andalan dan potensi Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata Nasional (RIPNAS) (Ardika, 1999). Potensi yang sangat besar dari
perairan Danau Toba adalah air yang mengalir melalui outletnya yang telah
dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik pada Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA) Sigura-gura yang memiliki kapasitas yang cukup besar (286
Megawatt) dan telah beroperasi sejak tahuh 1982, bandingkan dengan PLTA
Maninjau yang hanya 68 MW (Lukman, 2010).

Danau Toba merupakan sumberdaya air yang mempunyai nilai sangat


penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta ekonomi. Hal ini berkaitan
dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai organisme air, sebagai
sumber air minum bagi masyarakat sekitar, sebagai tempat penangkapan dan
budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA), kegiatan transportasi air,
dan menunjang berbagai jenis industri.

Danau Toba dan daerah tangkapan air (catchment area) nya merupakan
bentang alam yang sangat luas. Daerah tangkapan air danau meliputi area
369.854 ha yang terdiri dari 190.314 ha daratan di Pulau Sumatera, 69.280 ha
daratan Pulau Samosir dan 110.260 ha luas permukaan danau. Kawasan Danau
Toba merupakan hulu dari beberapa wilayah Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara. Universitas Sumatera Utara

Kondisi ekosistem kawasan ini berpengaruh langsung dan tidak langsung


bagi daerah hilirnya. Ekosistem kawasan danau memiliki nilai ekologi, sosial
budaya dan ekonomi bagi kehidupan manusia.

Kawasan Danau Toba, adalah salah satu kawasan andalan wisata yang
merupakan aset nasional, dan memiliki nilai strategis bagi Propinsi Sumatera
Utara, dengan fungsinya yang beraneka ragam, yaitu sebagai andalan daerah
tujuan wisata, sumber air bersih bagi penduduk, kegiatan perikanan, baik
secara tradisional maupun budidaya KJA, kegiatan pertanian, kegiatan
transportasi air dan pembangkit tenaga listrik.

2.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup selalu diartikan sebagai gabungan dari semua faktor-


faktor eksternal atau kondisi-kondisi eksternal yang mempengaruhi
kehidupan mahluk-mahluk yang yang ada di dalamnya. Karena lingkungan
hidup mencakup semua mahluk hidup dan benda-benda mati (seperti udara,
tanah, air) yang berpengaruh terhadap organisme.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997,


lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,daya, keadaan,
dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup
lain dan pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian
lingkungan hidup.

Untuk meningkatkan kualitas hidup, manusia selalu memanfaatkan sumber


daya alam bahkan secara berlebihan. Semakin terbatas sumber daya alam
untuk mendukung manusia, semakin sulit manusia mempertahankan kualitas
hidup yang layak. Hal ini berarti, bahwa banyak masalah lingkungan hidup
terjadi karena proses peningkatan kualitas hidup (Soemarwoto, 2004).

Dengan bertambahnya jumlah penduduk, berarti penggunaan sumber daya


alam semakin tinggi, akibatnya pelepasan sisi-sisa (limbah) ke lingkungan
juga bertambah. Karena lingkungan mempunyai daya dukung terbatas, maka
dalam jangka waktu tertentu lingkungan tidak dapat lagi mendukung semua
kegiatan dan kebutuhan manusia. Hal ini sangat berbahaya bagi lingkungan,
terutama bagi manusia itu sendiri.
Pengelolaan lingkungan dapatlah kita artikan sebagai usaha sadar untuk
memelihara atau dan memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar
kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Karena persepsi tentang
kebutuhan dasar, terutama untuk kelangsungan hidup yang manusiawi, tidak
sama untuk semua golongan masyarakat dan berubah-ubah dari waktu ke
waktu, pengelolaan lingkungan haruslah bersifat lentur. Dengan kelenturan
itu kita berusaha untuk menutup pilihan golongan masyarakat tertentu untuk
mendapatkan kebutuhan dasarnya atau menutup secara dini pilihan kita untuk
kemudian hari (Soemarwoto, 2004).

Manusia mempunyai daya adaptasi yang besar, baik secara hayati maupun
kultural. Misalnya, manusia dapat menyesuaikan diri pada penggunaan air
yang tercemar, Ia membentuk daya tahan terhadap penyakit dalam tubuhnya
dan karena Universitas Sumatera Utara kebiasaan menekan rasa jijiknya
terhadap air yang kotor, air bersih tidak lagi dirasakan sebagai kebutuhan
dasar kelompok manusia tersebut.

Pengelolaan lingkungan sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru, sejak


manusia ada, ia telah melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan. Manusia
pemburu harus mencari dan mengejar hewan buruannya. Hasilnya tidak dapat
dipastikan. Kadang-kadang banyak dan kadang-kadang sedikit. Jenis hewan
yang tertangkap pun tidak dapat dipastikan. Untuk dapat lebih memastikan
atau memperbesar kepastian hasilnya, baik dalam jumlah maupun dalam jenis
hewan yang dapat ditangkapnya, manusia menjinakkan dan memelihara
hewan tertentu sebagai ternak. Ia membuat dan memelihara padang
rerumuputan. Ia menjaga pula ternaknya terhadap serangan hewan buas.
Dengan perkembangan peternakan itu manfaat lingkungan dapat diperbesar
dan resiko lingkungan diperkecil, sehingga kemungkinan terpenuhinya
kebutuhan dasarnya dapat lebih terjamin. Hal yang serupa kita dapatkan
dalam perikanan, pertanian dan perhutanan. Domestikasi, yaitu penjinakan
dan pemeliharaan, ikan, ternak dan tumbuhan merupakan usaha pengelolaan
lingkungan yang dimulai sangat awal dalam kebudayaan manusia.

Pembangunan mempunyai tujuan jangka panjang dalam arti kita tidak


hanya membangun untuk kita, melainkan juga untuk anak cucu kita, generasi
yang akan datang. Dalam hubungan ini patutlah kiranya untuk kita renungkan
konsep pembangunan di bumi pada umumnya dan tanah air Indonesia pada
khususny daya dukung berkelanjutan ditentukan oleh banyak faktor, baik
faktor biofisik maupun sosial-budaya-ekonomi. Kedua kelompok faktor ini
saling.

mempengaruhi. Faktor biofisik penting yang menentukan daya dukung


berkelanjutan ialah proses ekologi yang merupakan sistim pendukung
kehidupan dan keanekaan jenis yang merupakan sumberdaya gen. Misalnya,
hutan adalah salah satu faktor ekologi dalam sistim pendukung kehidupan.
Hutan melakukan proses fotosíntesis yang menghasilkan oksigen yang kita
perlukan untuk pernafasan kita. Apabila proses fotosíntesis terhenti atau
menurun drastis karena hutan atau tumbuhan pada umumnya habis atau
sangat berkurang, kandungan oksigen dalam udara akan menurun dan
kehidupan kita akan terganggu. Kerusakan hutan akan mengakibatkan
rusaknya tata guna air dan terjadinya erosi tanah. Hutan bakau melindungi
pantai dari hempasan ombak. Hutan bakau juga merupakan habitat berbagai
macam udang, kepiting dan ikan, dan karena itu merupakan ekosistem yang
amat penting dalam perikanan.

Pembangunan pada hakekatnya adalah pengubahan lingkungan, yaitu


mengurangi resiko lingkungan atau dan memperbesar manfaat linkungan.
Sejak berabad tahun yang lalu nenek moyang kita telah mengubah hutan
menjadi daerah permukiman dan pertanian. Pengubahan hutan menjadi sawah
merupakan usaha untuk memanfaatkan lahan untuk produksi bahan makanan
dalam kondisi curah hujan yang tinggi dan juga untuk mengurangi resiko
erosi di daerah yang banyak bergunung. Hingga sekarang pencetakan sawah
baru masih terus berjalan. Dengan pengubahan hutan atau tataguna lahan
menjadi sawah berubahlah pula keseimbangan lingkungan.

Dalam usaha untuk mengubah keseimbangan lingkungan yang ada pada


mutu hidup yang rendah ke keseimbangan lingkungan baru pada tingkat mutu
hidup yang lebih tinggi, diusahakan agar lingkungan tetap dapat mendukung
mutu

hidup yang lebih tinggi itu. Dengan demikian jelaslah bahwa yang kita
lestarikan bukanlah keserasian dan keseimbangan lingkungan, melainkan kita
ingin melestarikan daya dukung lingkungan yang dapat menopang secara
berkelanjutan pertumbuhan dan perkembangan yang kita usahakan dalam
pembangunan. Walaupun lingkungan berubah, kita usahakan agar tetap ada
kondisi yang mampu untuk menopang secara terus-menerus pertumbuhan dan
perkembangan, sehingga kelangsungan hidup kita dan anak cucu kita dapat
terjamin pada tingkat mutu hidup yang makin baik.

Berkenaan dengan pengelolaan ekosistem kawasan Danau Toba, Panjaitan


(2009) menyatakan bahwa para pemangku amanah ekosistem kawasan Danau
Toba pada tahun 2004 telah menyepakati bahwa Pengelolaan Ekosistem
Danau Toba saat ini adalah mengedepankan pendekatan ekosistem dimana
pengelolan Ekosistem Kawasan Danau Toba dilakukan secara bersama-sama
dan dengan mendefenisikan dan mengintegrasikan keberatan faktor-faktor
ekologi, ekonomi dam sosial di wilayah para Pemangku Amanah secara
ekologis, bukan berdasarkan batas-batas administratif, sektor, dan
kewilayahan semata.

Mengingat fungsi ekosistem Danau Toba yang sangat beranekaragam,


diperlukan suatu strategi pengelolaan yang efisien agar kelestarian ekosistem
Danau Toba dapat tetap dipertahankan sejalan dengan pemanfaatan yang
dilakukan untuk berbagai kepentingan.
2.3 Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Lingkungan

Secara konseptual, pengertian pembanguan berkelanjutan berasal dari


ilmu ekonomi yang terutama dikaitkan dengan persoalan efisiensi dan
keadilan (equity) untuk menjamin keberlanjutan pembangunan ekonomi bagi
kesejahteraan masyarakat. Pengertian dari segi ekonomi ini juga
dilatarbelakangi oleh ilmu biologi yang membahas keberlanjutan dari segi
kemampuan dan kesesuaian (capability and surtability) suatu lokasi dengan
potensi regenarasi/productivitas lingkungan hidupnya.

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah


upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk
sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan (Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997).

Konsep ‘berkelanjutan’ (sustainability) sebenarnya telah lama dikenal


sebagai bagian dari biologi. Pada konferensi “Analisa dan Manajemen
Penggunaan Berkelanjutan Tanah Hutan Tropis” (Forest Land Assessment
and Management for Sustainable Uses) perkataan ‘sustainable use’ diartikan
sebagai:

“continuing national use of land without severe or permanent


deterioration in the quality and quantity of one or more component of the
integrated ecosystem or landscape unit”.

Dalam pada itu, istilah ‘pembangunan berkelanjutan’ atau sustainable


development merupakan konsep muncul belakangan terkait dengan konsep
pembagunan. Arti keterkaitan ini dapat dihubungkan dengan masalah efisien
dan keadilan. Didalam melakukan efisiensi untuk memperbesar
pembangunan dan keadilan (equity) untuk pembagian yang layak dan
menjaga keberlanjutan daripada sebuah ekosistem.

Pengertian pembangunan berkelanjutan dapat ditemukan baik secara


eksplisit maupun implisit dalam berbagai perjanjian internasional dan
berbagai instrumen lainnya. Laporan Komisi Brundtland pada tahun 1987
merupakan pengertian hukum yang luas dan dianut secara luas yang
memberikan pengertian ‘sustainable development’: ‘development that meet
the needs of the present generation without compromising the ability of
future generation to meet their own needs’

Ada dua konsep tentang membangun konsep sustainable development,


yaitu konsep kebutuhan (needs) terutama kebutuhan dasar generasi saat ini,
dan ide keterbatasan yang didasarkan pada pertimbangan kemajuan teknologi
dan organisasi sosial untuk menetapkan daya dukung lingkungan yang
mampu menopang kehidupan generasi sekarang dan generasi masa depan.
Laporan Brundtland mengidentifikasi beberapa masalah kritis yang perlu
dijadikan dasar kebijakan lingkungan bagi konsep pembangunan
berkelanjutan:

a) Mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kualitas (reviving growth


and changing its quality);

b) Memenuhi kebutuhan pokok mengenai pekerjaan, makanan, energi, air


dan sanitasi (meeting essestial needs for jobs, food, energy, water, and
sanitation);

c)Menjamin tingkat pertumbuhan penduduk yang mendukung


keberlanjutan (ensuring asustainable level of population);

d) Melakukan konservasi dan kemampuan sumberdaya (conserving and


enhancing the resource base);

e) Orientasi teknologi dan mengelola resiko (reorienting technology and


managing risks) dan
f) Memadukan pertimbangan lingkungan ekonomi dalam proses
pengambilan keputusan (merging environment and economics in
decision-making).

Arah dan tujuan pembinaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah


dijabarkan lebih lanjut sebagai:

1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup baik fisik, sosial dan ekonomi


yang mendukung pembanguan daerah yang berkelanjutan.

2. Meningkatnya pengenalan jumlah dan mutu sumberdaya alam serta


jasa lingkungan, pengenalan tingkat kerusakan, penggunaan dan
kemungkinan pengembangannya.

3. Terpeliharanya kawasan konservasi, keanekaragaman hayati dan fungsi


ekosistem khususnya Daerah Aliran Sungai (DAS).

4. Terbentuknya sistem kelembagaan lingkungan hidup yang lebih efisien


dan efektif, mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten/kota,
baik dalam lingkungan pemerintahan, dunia usaha maupun kegiatan
kemasyarakatan.

5. Terkendalinya pencemaran perairan, tanah dan udara yang disebabkan


oleh kegiatan pembangunan dan ekonomi, terutama bagi keperluan
peningkatan kesejahteraan penduduk miskin.

6. Pulihnya potensi/produktivitas lahan kritis untuk meningkatkan


kesejahteraan petani dan nelayan serta meningkatkan fungsi
lingkungan hidup.

7. Meningkatnya ketersediaan data dan informasi lingkungan hidup yang


dipadukan dalam suatu Jaringan Sistem Informasi Lingkungan Hidup
Daerah.
Konsep berkelanjutan dalam budidaya ikan menurut Beveridge (1996),
ditentukan dari langkah awal dan umumnya dimulai dari dari pemilihan
lokasi, karena pemilihan lokasi yang salah akan menyebabkan kegiatan
budidaya tidak berlangsung lama.

2.4 Pengelolaan Danau Secara Terpadu

Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang
relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan
daratan. Bagi manusia kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan
luas daerahnya. Untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar
danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan bermukim manusia.
Ruang dan tanah di sekitar kawasan ini dirombak untuk menampung berbagai
bentuk kegiatan manusia seperti permukiman, prasarana jalan, saluran limbah
rumah tangga, tanah pertanian, rekreasi dan sebagainya (Connell dan Miller,
1995). Sehingga seringkali terjadi pemanfaatan danau dan konservasi danau
yang tidak berimbang, dimana pemanfaatan danau lebih mendominasi
sumberdaya alam danau dan kawasan daerah aliran sungai (watershed).
Mengakibatkan danau berada pada kondisi suksesi, yaitu berubah dari
ekosistem perairan ke bentuk ekosistem daratan.

Pendangkalan akibat erosi, eutrofikasi merupakan penyebab suksesi suatu


perairan danau. Hilangnya ekosistem danau mengakibatkan kekurangan
cadangan air tanah pada suatu kawasan/wilayah yang bakal mengancam
ketersediaan air bersih bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Akibatnya, keberlanjutan suatu lingkungan hidup yang didalamnya terdapat
manusia dan alam terancam tak dapat berlanjut.
Darmono (2001) menyatakan pengaruh negatif dari eutrofikasi di perairan
danau adalah terjadinya perubahan keseimbangan kehidupan antara tanaman
air dan hewan air, sehingga beberapa spesies ikan akan musnah dan tanaman
air akan menghambat laju arus air.

Beberapa fungsi penting ekosistem ini sebagai berikut:

1. Sebagai sumber plasma nuftah yang berpotensi sebagai penyumbang


bahan genetik.

2. Sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora/fauna yang


penting.

3. Sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat


sekitarnya (rumah tangga, industri dan pertanian).

4. Sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan,
aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah
tanah.

5. Memelihara iklim mikro, di mana keberadaan ekosistem danau dapat


mempengaruhi kelembaman dan tingkat curah hujan setempat.

6. Sebagai sarana transportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian


dari tempat satu ke tempat lainnya.

7. Sebagai penghasil energi melalui PLTA.

8. Sebagai sarana rekreasi dan objek pariwisata

Dua hal lain yang ditawarkan ekosistem danau adalah:

1. Sebagai sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan
domestik maupun industri.

2. Sebagai pembuangan yang memadai dan paling murah (Connell dan


Miller, 1995).
Sebagai sumber air paling praktis, danau sudah menyediakannya melalui
terkumpulnya air secara alami melalui aliran permukaan yang masuk ke
danau, aliran sungai-sungai yang menuju ke danau dan melalui aliran di bawah
tanah yang secara alami mengisi cekungan dimuka bumi ini. Bentuk fisik
danau pun memberikan daya tarik sebagai tempat membuang yang praktis.
Jika kita membiarkan semua demikian, maka akan mengakibatkan danau tak
akan bertahan lama berada di muka bumi ini. Saat ini kita melihat ekosistem
danau tidak dikelola sebagaimana mestinya, sebaliknya untuk memenuhi
kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan
dengan cara hidup dan cara bermukim manusia.

Keadaan ekosistem perairan danau kini cenderung mengalami degradasi


karena kurang kepedulian dan kesungguhan dalam pengelolaannya. Banyak
diantaranya terancam, baik dari segi kuantitas maupun kualitas airnya, juga
dari segi kelangsungan hidup biotanya. Hal ini disebabkan terutama oleh
meningkatnya kegiatan manusia di perairan maupun di daerah tangkapan
airnya (Nurjanah, 2011). Sumber pencemaran air danau adalah limbah
domestik berupa bahan organik dari permukiman penduduk. Adanya kegiatan
lain berupa usaha pertanian, peternakan, industri rumah, usaha budidaya
perikanan keramba jarring apung dan pariwisata menambah limbah bahan
organik yang masuk ke perairan danau.

Eutrofikasi dan pencemaran merupakan permasalahan lingkungan yang


berpengaruh terhadap perairan danau secara umum dimana akibat yang
ditimbulkannya akan mempengaruhi kelangsungan hidup. Suryono et al.
( 2010), Eutrofikasi atau sering disebut pengkayaan unsur hara dalam perairan
akan mengakibatkan perairan menjadi subur. Proses eutrofikasi sendiri
merupakan proses alami yang akan terjadi pada setiap perairan tergenang
namun dalam waktu yang lama. Seiring dengan meningkatnya aktifitas
masyarakat, maka akan memeberikan masukan berupa unsur hara ke badan air
danau dan jika proses pulih diri (self purification) terlampaui maka akan
mempercepat proses eutrofikasi.
Kumurur (2002), area danau perlu pengelolaan yang terpadu (integrated)
agar fungsi ekologis dan fungsi ekonomis dari sumberdaya alam ini dapat
dilestarikan untuk menopang kehidupan generasi pada masa datang.
Keberhasilan pelestarian dan pengelolaan sumberdaya alam akan menjadi
kunci terpenuhinya harkat hidup seluruh masyarakat. Dalam rangka
pengelolaan danau, perlu ditinjau beberapa aspek strategis yang menjadi
“focal point” bagi skenario pengelolaan terwujudnya tujuan atau “goal” di
dalam suatu konsep “Integrated Lake Management” yang “sustainable”.
Beberapa aspek strategis yang mesti dipikirkan tersebut adalah: pemanfaaan
perairan danau (lake use), keanekaragaman hayati (biodevirsity), polusi aliran
permukaan (run-off pollution).

Rekomendasi yang perlu mendapat perhatian bagi pemerintah daerah


dalam menetapkan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan adalah yang
berkaitan dengan:

a. Kelebihan kapasitas penangkapan ikan;

b.Ketidakseimbangan antara kepentingan berbagai pihak dalam


memanfaatkan sumberdaya;

c. Kerusakan habitat, kecenderungan kepunahan jenis ikan tertentu;

d. Degradasi sumberdaya perikanan;

e. Peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan yang


tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat

.
2.5 Keramba Jaring Apung di Danau Toba

Kegiatan budidaya ikan di dalam keramba jaring apung (KJA) akan


memberikan nilai tambah bagi sumberdaya perairan. Saat ini Danau Toba
telah dimanfaatkan antara lain untuk sebagai lokasi penangkapan dan
budidaya keramba jaring apung.

Metoda keramba jaring apung (KJA) semakin marak dilakukan oleh


masyarakat dalam membudidayakan ikan, khususnya diperairan air tawar.
Perkembangan teknologi ini berkembang pesat. Hal ini terbukti dari
banyaknya danau-danau di seluruh nusantara yang dipenuhi oleh kerambah
jaring apung milik masyarakat. Dilihat dari efektifitas dan efisiensinya,
metoda keramba jaring apung ini sangat baik. Dengan memanfaatkan luasnya
perairan di danau dan ditambah dengan cocoknya iklim di air danau dengan
perkembangan ikan, membuat penggunaan KJA semakin banyak.

Namun dalam perkembangannya, pemakaian metode KJA di perairan


danau, telah menimbulkan banyak problema. Mulai dari kematian ikan yang
mendadak hingga ke persoalan terganggunya ekosistem di danau.
Pengembangan KJA akan bernilai positif selama dalam batas kapasitas daya
dukung (DD) perairan. Peningkatan KJA yang berlebihan akan menimbulkan
dampak yang buruk pada masa yang akan datang (Lukman et al. 2011).
2.6 Ekosistem Danau

Secara umum ekosistem perairan darat dapat dibagi menjadi dua yaitu
perairan lentik dan perairan lotik. Perairan lentik disebut juga perairan tenang
karena mempunyai kecepatan arus yang lambat sehingga terjadi akumulasi
massa air dalam periode waktu yang cukup lama. Yang termasuk perairan
lentik adalah danau, kolam rawa, waduk, situ dan telaga. Sementara itu
perairan lotik merupakan perairan berarus deras atau memiliki kecepatan arus
tinggi yang disertai dengan perpindahan massa air dengan cepat. Yang
termasuk kedalam perairan lotik misalnya sungai dan kanal.

Sebagai salah satu bentuk ekosisitem, perairan danau terdiri dari faktor
abiotik (fisika dan kimia) dan faktor biotik (produsen, konsumen dan
dekomposer), dimana faktor-faktor tersebut membentuk suatu hubungan
timbal balik dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Secara fisik,
danau merupakan suatu tempat yang luas yang mempunyai air tetap, jernih
atau beragam dengan aliran tertentu dan keberadaan tumbuhan air terbatas
hanya pada daerah pinggir saja (Jorgensen dan Vollenweiden, 1989; Barus,
2004).

Menurut Ruttner (1977), danau adalah suatu badan air alami yang selalu
tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam
dari satu danau ke danau yang lain, serta mempunyai produktivitas biologi
yang tinggi.

Sebagai ekosistem perairan lentik, perairan danau ditandai dengan keadaan


arus air yang sangat lambat (0,001-0,01 m/detik) atau bahkan tidak ada arus
sama sekali, sehingga waktu tinggal air (residence time) dapat berlangsung
dalam waktu sangat lama. Karena kondisi arus air pada danau sangat lambat,
maka pengaruhnya tidak begitu besar terhadap kehidupan organisme yang
ada di dalamnya. Menurut Wetzel (2001), perairan danau biasanya memiliki
stratifikasi vertikal kualitas air yang bergantung pada kedalamaan dan musim.
Adanya perbedaan sifat air antar lapisan terutama berkaitan dengan
perbedaan intensitas cahaya matahari yang diserap, yang selanjutnya
menyebabkan terjadinya perbedaan suhu air pada setiap kedalaman.

Berdasarkan adanya perbedaan suhu yang terdapat pada setiap kedalaman


air, Effendi (2003) membedakan suatu perairan danau secara vertikal menjadi
tiga stratifikasi, yaitu :

1. Epilimnion, merupakan lapisan bagian atas dari perairan danau. Lapisan


ini merupakan bagian yang hangat dari kolam air dengan keadaan suhu
yang relatif konstan (perubahan suhu secara vertikal sangat kecil).
Seluruh massa air pada dibedakan berdasarkan kedalaman penetrasi
cahaya matahari kedalam Universitas Sumatera Utara badan air lapisan
ini dapat bercampur dengan baik akibat dari pengaruh angin dan
gelombang.

2. Metalimnion atau yang sering disebut termoklin. Lapisan ini berada di


sebelah bawah lapisan epilimnion. Pada lapisan ini perubahan suhu
secara vertikal relatif besar, dimana setiap penambahan kedalaman 1
meter, terjadi penurunan suhu air sekitar 10 C.

3. Hipolimnion, adalah lapisan paling dalamdari perairan danau, yang


terletak di sebelah bawah lapisan termoklin. Lapisan ini mempunyai
suhu yang lebih dingin dan perbedaan suhu vertikal relatif kecil, massa
airnya stagnan, tidak mengalami percampuran dan memiliki kekentalan
air (densitas) lebih besar.
Selain membedakan lapisan air berdasarkan suhu, suatu perairan danau
dapat juga menjadi beberapa zona. Dalam hal ini, Odum (1996) membedakan
suatu perairan danau menjadi tiga zona, yaitu :

1. Zona litoral, adalah daerah perairan dangkal pada danau, dimana


penetrasi cahaya dapat mencapai hingga ke dasar perairan. Organisme
utama yang hidup pada zona ini terdiri dari produser yang meliputi
tanaman berakar (anggota spermatophyta) dan tanaman yang tidak
berakar (fitoplankton, ganggang), sedangkan konsumernya meliputi
beberapa larva serangga air, rotifera, moluska, ikan, penyu,
zooplankton dan lain sebagainya.

2. Zona limnetik, adalah daerah perairan terbuka sampai pada kedalaman


penetrasi cahaya yang efektif, sehingga daerah ini efektif untuk proses
foto sintesis. Organisme utama yang hidup pada zona ini terdiri dari
produser yang meliputi fitoplankton dan tumbuhan air yang terapung-
apung bebas, sedangkan organisme konsumernya meliputi zooplankton
dari copepoda, rotifera dan beberapa jenis ikan.

3. Zona profundal, adalah daerah dasar dari perairan danau yang dalam,
dimana pada daerah ini tidak dapat lagi dicapai oleh penetrasi cahaya
efektif. Sebagai organisme utama yang hidup pada zona ini adalah
konsumer yang meliputi jenis cacing dan kerang-kerang kecil
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan


timbal balik tak terpisahkan ntara mkhluk hidup dan
lingkungannya.ekosistem bias dikatakan juga suatu tatanan secara utuh dan
menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
memengaruhi.

3.2 Saran

Kami menyadari laporan ini banyak kekurangan dan jauh dari


kesempurnaan. Kami mengharapkan adanya kritik dan saran untuk
menyempurnakan laporan ini agar dapat lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

https://bobo.grid.id/read/082434159/pengertian-ekosistem-air-ciri-ciri-komponen-
dan-jenisnya?page=all

https://www.kompas.com/skola/read/2022/09/30/130000969/5-jenis-ekosistem-di-
dunia?page=all

https://bobo.grid.id/read/08674049/inilah-8-ekosistem-bumi-yang-perlu-kita-
ketahui-?page=all

https://eprints2.undip.ac.id/id/eprint/7934/3/03.%20Bab%20II%20Tinjauan
%20Pustaka%20Disertasi.pdf

https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/23823/15/T1_462017064_Hasil
%20dan%20Pembahasan.pdf
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai