Anda di halaman 1dari 24

Halaman Judul

MAKALAH

EKOSISTEM LENTIK AIR TAWAR


DOSEN PENGAMPU: Ir. Edidiwan, M.sc

Di susun oleh :
ALI AKBAR HISBULLAH

NIM :
2004114167

EKOLOGI PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
2021
Daftar Isi

Halaman Judul..........................................................................................................i
Daftar Isi .................................................................................................................ii
BAB. 1 PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2

BAB 2. PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Pengertian Ekosistem Lentik.........................................................................3


2.2 Jenis-jenis Ekosistem Lentik..........................................................................3

2.2.1 Danau......................................................................................................3
2.2.2 Rawa........................................................................................................4
2.2.3 Kolam......................................................................................................4
2.2.4 waduk......................................................................................................5

2.3 Organisme dan Peranannya dalam Ekosistem Lentik....................................6


2.4 Siklus Materi dan Aliran Energi dalam Ekosistem Lentik............................7
2.5 Faktor Pembatas dalam Ekosistem Lentik.....................................................9

BAB 3. PENUTUP................................................................................................14

3.1 Kesimpulan..................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
BAB. 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan timbal
balik antar organisme hidup dengan lingkungannya. Salah satu kajian dari ekologi
adalah ekosistem tempat organisme itu hidup. Ekosistem (satuan fungsi dasar
dalam ekologi) adalah suatu sistem yang didalamnya terkandung komunitas hayati
dan saling mempengaruhi antara komponen biotik dan abiotik. Dua per tiga
bagian dari bumi merupakan daerah perairan yang kemudian membentuk
ekosistem perairan atau disebut juga ekosistem akuatik. Ekosistem akuatik
terbentuk karena adanya interaksi antara makhluk hidup akuatik dengan
lingkungannya. Ekosistem akuatik sendiri merupakan ekosistem yang memiliki
substrat berupa cairan.
Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi dua, yaitu
perairan lentik yang disebut juga dengan perairan tenang dan perairan lotik yang
disebut juga perairan berarus deras. Perbedaan utama antara dua perairan lotik dan
perairan lentik adalah kecepatan arus. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus
yang lembut serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama,
sementara perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi,
disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2001).
Perairan tergenang meliputi danau, kolam, waduk, rawa, dan sebagainya.
Ekosistem lentik memiliki karakteristik arus yang stagnan atau tenang, oleh
karena itu dalam maklah ini akan di bahas organisme yang hidup di dalam
ekosistem tersebut dan perananya dalam ekosistem, proses aliran energi dan siklus
materi setra faktor pembatas yang ada dalam ekosistem lentik.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah :
1. Apa pengertian dan karakteristik ekosistem lentik?
2. Apa saja jenis-jenis dari ekosistem lentik?
3. Apa saja organisme dan peranannya dalam ekosistem lentik?
4. Bagaimana siklus materi dan aliran energi yang terjadi dalam ekosistem
lentik?
5. Apa saja faktor pembatas yang mempengarui ekosistem lentik?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian dan karakteristik ekosistem lentik.
2. Mengetahui jenis-jenis ekosistem lentik
3. Mengetahui organisme dan peranannya dalam ekosistem lentik.
4. Mengetahui siklus materi dan aliran energi yang terjadi dalam ekosistem
lentik.
5. Mengetahui faktor pembatas yang mempengaruhi ekosistem lentik.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ekosistem Lentik


Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi dua, yaitu
perairan lentik yang disebut juga dengan perairan tenang dan perairan lotik yang
disebut juga perairan berarus deras. Perbedaan utama antara dua perairan lotik dan
perairan lentik adalah kecepatan arus. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus
yang lembut serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama,
sementara perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi,
disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2001).
Ciri-ciri dari ekosistem lentik, yaitu mengalami stratifikasi secara
vertikal akibat perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu, tidak memiliki
arus sehingga organisme di dalamnya tidak membutuhkan adaptasi khusus ,
substrat dasar berupa lumpur halus, kadar oksigen yang terlarut tidak terlalu
besar karena keadaan arusnya yang tenang, organisme pada ekosistem lentik
cenderung beragam dan tidak berganti-ganti, tumbuhan yang umumnya
terdapat pada ekosistem lentik berupa alga dan tumbuhan air mengapung
lainnya dan pH perairannya berkisar antara 6,0-7,0, perairan tergenang meliputi
danau, kolam, waduk, rawa, dan sebagainya (Kembarawati, 2000).

2.2 Jenis-jenis Ekosistem Lentik

Jenis- jenis ekosistem lentik antara lain:


2.2.1 Danau
Danau merupakan suatu badan air yang menggenang dan luasnya mulai
dari beberapa meter persegi hingga ratusan meter persegi. Danau berdasarkan
produksi materi organik-nya, dibedakan menjadi:
a. Danau Oligotropik
Danau yang dalam dan kekurangan makanan, karena fitoplankton di
daerah limnetik tidak produktif. Ciri-cirinya, airnya jernih sekali, dihuni oleh
sedikit organisme, dan di dasar air banyak terdapat oksigen sepanjang tahun.
Danau oligotrofik dapat berkembang menjadi danau eutrofik akibat adanya
materi-materi organik yang masuk dan mengendap. Perubahan ini juga dapat
dipercepat oleh aktivitas manusia, misalnya dari sisa-sisa pupuk buatan
pertanian dan timbunan sampah kota yang memperkaya danau dengan buangan
sejumlah nitrogen dan fosfor. Akibatnya terjadi peledakan populasi ganggang
atau blooming, sehingga terjadi produksi detritus yang berlebihan yang
akhirnya menghabiskan suplai oksigen di danau tersebut. Pengkayaan danau
seperti ini disebut "eutrofikasi". Eutrofikasi membuat air tidak dapat digunakan
lagi dan mengurangi nilai keindahan danau (Ramli, 1989).
b. Danau Eutropik
Danau yang dangkal dan kaya akan kandungan makanan, karena
fitoplankton sangat produktif. Ciri-cirinya adalah airnya keruh, terdapat
bermacam-macam organisme, dan oksigen terdapat di daerah profundal
(Ramli, 1989).

Gambar 1. Danau eutropik


2.2.2 Rawa
Rawa air tawar adalah ekosistem dengan habitat yang sering digenangi
air tawar yang kaya mineral dengan pH sekitar 6 dengan kondisi permukaan air
yang tidak tetap, adakalanya naik atau adakalanya turun, bahkan suatu ketika
dapat pula mengering.Lahan rawa merupakan lahan basah, atau “wetland”,
yang terbentuk baik secara alami atau buatan, dengan air yang tidak bergerak
(static) atau mengalir. Air tawar, payau, maupun air asin.
Lahan rawa sebenarnya merupakan lahan yang menempati posisi
peralihan di antara sistem daratan dan sistem perairan (sungai, danau, atau
laut), karena menempati posisi peralihan antara sistem perairan dan daratan
maka lahan ini sepanjang tahun tergenang dangkal dan selalu jenuh air. Dalam
kondisi alami, sebelum di buka untuk lahan pertanian, lahan rawa ditumbuhi
berbagai tumbuhan air, baik sejenis rumputan (reeds, sedges, dan rushes),
vegetasi semak maupun tumbuhan berkayu.

Gambar 2. Rawa asin

Gambar 3. Rawa Payau


Berdasarkan pengaruh pasang surut air, rawa dibagi menjadi 3 (tiga)
zona, yaitu:
a. Zona I : Wilayah rawa pasang surut air asin atau payau.
b. Zona II : Wilayah rawa pasang surut air tawar.
c. Zona III : Wilayah rawa lebak, atau rawa non-pasang surut.
(Irawan, 2007).

2.2.3 Kolam
Kolam merupakan ekosistem air tergenang yang dangkal dan kaya akan
vegetasi. Kolam pada dasarnya dibedakan menjadi kolam alami dan kolam
buatan. Kolam alami dapat ditinggali hewan-hewan seluruh filum invertebrata.
Sedangkan kolam buatan hanya ditinggali hewan-hewan yang dikehendaki
saja. Berdasarkan musim kolam dapat dibedakan menjadi, kolam sementara
merupakan yang hanya ada pada waktu ada air sementara seperti air hujan di
waktu lain menjadi kering. Kolam permanen berisi air sepanjang tahun.

Gambar 4. Kolam
2.2.4 Waduk
Waduk merupakan perairan menggenang akibat pembendungan
beberapa sungai secara sengaja untuk kepentingan tertentu.Waduk merupakan
salah satu contoh ekosistem lentik buatan yang dibuat untuk berbagai tujuan
yaitu sebagai pencegah banjir, pembangkit tenaga listrik, pensuplai air bagi
kebutuhan irigasi pertanian, untuk kegiatan perikanan baik perikanan tangkap
maupun budidaya karamba dan untuk kegiatan pariwisata. Waduk menerima
masukan air secara terus menerus dari sungai yang mengalirinya. Air sungai
ini mengandung bahan organik dan anorganik yang dapat menyuburkan
perairan waduk (Wiadnya,et al.,1993).
Menurut Brahmana(1993), waduk dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan
status mutu airnya, yaitu:
a. Waduk oligotrofik adalah waduk yang kandungan nutrien dan
produktivitasnya sedang. Waduk dengan status trofik tersebut sangat cocok
untuk perikanan.
b. Waduk eutrofik adalah waduk yang kandungan nutrient dan
produktivitasnya tinggi.Waduk dengan status trofik tersebut cocok untuk
perikanan dan irigasi.
Gambar 5. Waduk Eutrofik
c. Waduk hipereutrofik adalah waduk yang mengandung banyak material
humus, kandungan oksigennya rendah dan jumlah spesies ganggang
sedikit.Waduk dengan status trofik tersebut hanya cocok untuk irigasi.
Berdasarkan sifat fisik, kimia dan biologinya waduk dibagi menjadi tiga
zona yaitu:
a. Zona mengalir cenderung mempunyai arus yang cukup deras,waktu tinggal
(residence time) pendek, ketersediaan hara tinggi (allochtonous),serta
penetrasi cahaya minimal yang umumnya membatasi produktivitas primer.
Termasuk lingkungan aerobik karena zona ini umumnya dangkal meskipun
degradasi bahan organik membutuhkan oksigen yang signifikan.
b. Zona transisi memiliki intensitas cahaya lebih tinggi sehingga cukup untuk
mendukung produksi primer dan produksi bahan organik melebihi
dekomposisi.
c. Zona menggenang terletak di kawasan waduk dengan intensitas cahaya
tinggi,arus bergerak vertikal,waktu tinggal lama (Brahmana, 1993).

2.3 Organisme dan Peranannya dalam Ekosistem Lentik


Perairan menggenang (lentik) adalah suatu bentuk ekosistem perairan yang
di dalamnya aliran atau arus air tidak memegang peranan penting. Hal ini karena
aliran air tidak begitu besar atau tidak mempengaruhi kehidupan organisme yang
ada di dalamnya. Pada perairan ini faktor yang amat penting diperhatikan adalah
pembagian wilayah air secara vertikal yang memiliki perbedaan sifat untuk tiap
lapisannya, contoh dan jenis perairan ini adalah danau, rawa, situ, kolam dan
perairan menggenang lainnya.
Perairan menggenang (lentik) di bagi dalam tiga lapisan utama yang
didasari oleh ada tidaknya penetrasi cahaya matahari dan tumbuhan air, yaitu:
Littoral, limnetik dan profundal, sedangkan atas dasar perbedaan temperatur
perairannya, perairan menggenang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
metalimnion, epilimnion, dan hipolimnion. Kelompok organisme di perairan
menggenang berdasarkan niche utama dalam kedudukan rantai makanan meliputi
produser (autotrof), makro konsumer (heterotrof) dan mikrokonsumer
(dekomposer). Kelompok organisme yang ada di perairan menggenang
berdasarkan cara hidupnya meliputi: benthos, plankton, perifiton, nekton dan
neuston (Ravera, 1997).
Distribusi organisme di perairan menggenang atau ekosistem lentik , yaitu
pada zona litoral, produser utamanya adalah tanaman yang berakar (anggota
spermatophyta) dan tanaman yang tidak berakar (fitoplankton, ganggang dan
tanaman hijau yang mengapung). Sedangkan konsumernya meliputi beberapa
larva serangga air seperti, platyhelminthes, rotifer, oligochaeta, moluska, amphibi,
ikan, penyu, ular dan lain sebagainya.
Pada zone limnetik, produsernya terutama fitoplankton dan tumbuhan air
yang terapung bebas seperti, water hyacinth (Eichornia crassipes), Cerratophyllum
spp, Utricularia spp, Hydrilla verticillata, duckweed (Lemna spp); dan vascular
plants, seperti: Equisetum spp; Ioetes spp dan Azolla spp. Sedangkan
konsumernya meliputi zooplankton dari copepoda, rotifera dan beberapa jenis
ikan.
Pada zona profundal, banyak dihuni oleh jenis-jenis bakteri dan fungi,
cacing darah, yang meliputi larva chironomidae, dan annelida yang banyak
mengandung haemoglobin, jenis-jenis kerang kecil seperti anggota famili
sphaeridae dan larva "phantom" atau Chaoboras (corethra). Rantai makanan
adalah suatu transfer energi dari tumbuhan melalui serangkaian organisme dengan
jalan makan-memakan. Pada tiap transfer ada 80-90% energi potensial yang
hilang sebagai panas. Oleh karena itu rantai makanan dalam satu deretan
jumlahnya terbatas, biasanya 4 - 5 tingkat. Makin pendek rantai makanan, maka
lebih banyak tersedia energi yang dapat dimanfaatkan (Irwan,1990).

2.4 Siklus Materi dan Aliran Energi dalam Ekosistem Lentik


Pada ekosistem lentik, siklus materi dibagi menjadi 3, yaitu: siklus
hidrologi (siklus air), siklus udara (Oksigen, Karbon Dioksida dan Nitrogen)
serta siklus sedimen (sulfur, fosfor dan logam berat).
a. Siklus Hidrologi (siklus air)
Air merupakan substrat utama dari ekosistem perairan. Air yang ada
mengalami siklus yang disebut dengan siklus hidrologi. Air yang ada di
perairan (dalam ekosistem lentik yang dimaksud perairan adalah danau, rawa,
waduk dan kolam) mengalami evaporasi membentuk awan. Sedangkan air
yang ada pada tumbuhan juga akan mengalami transpirasi ke udara membentuk
awan. Ketika awan sudah jenuh dengan kandungan air, maka terjadi
presipitasi, yaitu turunnya bintik-bintik air ke bumi dalam bentuk hujan, salju
dan es. Hujan yang turun ke tanah akan meresap dan menjadi air tanah. Selain
turun ke tanah, air juga dapat langsung turun ke wilayah perairan membentuk
danau, waduk, rawa, kolam dan sebagainya untuk kemudian kembali
mengalami evaporasi.

Gambar 6. Siklus Air


b. Siklus Udara (Siklus Oksigen dan Karbon Dioksida)
Pada ekosistem lentik juga terdapat aliran O2 dan CO2 seperti pada
ekosistem lain. Pada ekosistem lentik, CO2 dijumpai dalam 4 bentuk, yaitu:
CO2 gas bebas, asam karbonat (HCO3), asam bikarbonat (H2CO3-) dan
karbonat (CO32). CO2 yang terdapat di atmosfer maupun CO2 yang terurai
dari asam karbonat (HCO3), asam bikarbonat (HCO3-) maupun karbonat
(CO32) mengalami difusi dan agitasi ke dalam air. CO2 yang terlarut dalam air
dibutuhkan oleh tanaman air berklorofil serta fitoplankton untuk fotosintesis,
energi yang dihasilkan dari proses fotosintesis menjadi satu di dalam senyawa
organik yang dihasilkan oleh tumbuhan yang kemudian digunakan oleh
konsumen sebagai sumber energi. Selain energi, hasil sampingan dari
fotosintesis adalah O2 yang kemudian akan digunakan oleh tumbuhan itu
sendiri ataupun organisme lain untuk proses respirasi. Hasil dari respirasi
berupa CO2 yang kembali digunakan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis.
Selain 4 bentuk CO2 tersebut, Tumbuhan juga memperoleh CO2 dari
pembusukan organisme oleh dekomposer dalam periode waktu yang lama
(Ramli, 1989).

Gambar 7. Siklus karbon di ekosistem sungai


c. Siklus Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur makro yang dibutuhkan organisme untuk
pembentukan protein. Meskipun komposisi nitrogen pada atmosfer mencapai
80%, namun tumbuh-tumbuhan baik di darat maupun di perairan tidak dapat
memanfaatkannya secara langsung. Nitrogen di udara akan berikatan dengan
oksigen membentuk NO2, Selanjutnya NO2 yang berikatan dengan air hujan
akan membentuk senyawa HNO2 (asam nitrat). Melalui hujan yang turun di
wilayah ekosistem perairan, asam nitrat masuk ke air dan bereaksi dengan
oksida dan karbonat-karbonat logam menjadi garam nitrat dan garam nitrit
yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Tumbuhan juga mendapat asupan
nitrogen dari kotoran hewan air yang mengandung amoniak (NH3). Selain
mendapatkan energi dari tumbuhan, konsumen juga memperoleh senyawa
nitrogen dari tumbuhan untuk mensintesis protein dalam tubuhnya. Hewan
yang memperoleh senyawa nitrogen dari makanannya akan mengeluarkan
senyawa nitrogen tersebut ke lingkungan dalam bentuk amonia (NH3). Dengan
demikian nitrogen di alam akan terus berputar (Saktiyono, 2004).

Gambar 8. Siklus Nitrogen di Ekosistem Sungai


d. Siklus Sedimen (Siklus sulfur, fosfor dan logam berat)
Sulfur merupakan unsur makro yang dibutuhkan organisme dan
merupakan bagian utama dari beberapa asam amino pembentuk protein. Sulfur
dapat diabsorbsi dalam bentuk ion negatif yaitu ion sulfat (SO4). Ion sulfat ini
akan diabsorbsi oleh fitoplankton yang merupakan produsen bagi konsumen
akuatik. Ion sulfat yang masuk ke tubuh konsumen dalam bentuk makanan
berfungsi sebagai pembentuk protein. Apabila organisme akuatik ini mati,
dekomposer akan menghancurkan persenyawaan organik sulfur menjadi
hidrogen sulfida (H2S) pada sedimen-sedimen dasar perairan. Berbagai jenis
bakteri sulfur kemudian mengoksidasi hidrogen sulfida kembali menjadi ion-
ion sulfat dan daur ini kembali seperti semula (Saktiyono, 2004).
Gambar 9. Siklus sulfur
Siklus Fosfor, fosfor merupakan unsur makro yang sangat penting
dalam pembantukan asam nukleat dan asam ribonukleat. Kedua asam nukleat
tersebut berisikan kode genetik yang bertanggung jawab terhadap sifat
organisme. Fosfor diabsorbsi dalam bentuk ion negatif yaitu ion difosfat
(H2PO42-). Ion difosfat ini akan diabsorbsi oleh tumbuhan akuatik dan
fitoplankton yang kemudian mengalami proses sintesis menjadi DNA, RNA
dan ATP. Selain mengalami proses sintesis, tumbuhan akuatik dan fitoplankton
juga mengalami proses asimilasi pembentukan senyawa organik. Senyawa
organik yang terbentuk di dalam tubuh tumbuhan akuatik maupun fitoplankton
ini kemudian dimakan oleh konsumen. Konsumen akan menguluarkan fosfat
melalui kotorannya. Kotoran organisme yang mengandung fosfat tersebut akan
mengendap di dasar air. Secara perlahan-lahan fosfat akan mengalami
pelapukan dan erosi. Fosfat-fosfat tersebut dibebaskan ke dalam ekosfer untuk
kemudian diabsorbsi kembali oleh tumbuhan akuatik maupun fitoplankton
(Saktiyono, 2004).
Siklus Logam Berat (Merkuri), ada beberapa anggota logam berat yang
dapat mengalami siklus, tetapi yang banyak terjadi di ekosistem perairan
adalah siklus merkuri (Hg) karena zatnya yang berupa cairan. Merkuri
merupakan persenyawaan yang terdapat pada ginjal dan hati vertebrata. Namun
merkuri dalam bentuk persenyawaan metil-merkuri dapat membahayan
organisme karena dapat menurunkan kemampuan kerja sistem saraf pusat.
Merkuri memasuki atmosfer dalam bentuk gas dan partikel yang terbentuk
karena proses alam seperti aktivitas gunung berapi, selain itu dapat juga
terbentuk karena kativitas manusia seperti pembakaran minyak atau
penggunaan pestisida. Merkuri kembali ke alam dibawa oleh hujan yang
kemudian mencemari wilayah daratan maupun perairan.
Pada wilayah perairan merkuri berbahaya ini akan diserap oleh
fitoplankton seperti dinoflagellata dan diatomae yang kemudian dimakan
zooplankton yang berperan sebagai konsumen. Zooplankton akan dimakan
konsumen tingkat II seperti Copepoda. Konsumen tingkat II akan
mengakumulasikan metil merkuri sehingga kensentrasinya semakin lama
semakin meningkat. Konsumen tingkat II akan dimakan oleh konsumen
selanjutnya sehingga terbentuklah rantai makanan. Jika organisme ini mati,
maka dekomposer akan menguraikan senyawa metil-merkuri dalam tubuh
organisme tersebut sehingga merkuri kembali bebas ke alam. Begitu seterusnya
sehingga membentuk aliran energi (Ramli, 1989).

2.5 Faktor Pembatas dalam Ekosistem Lentik


Faktor pembatas merupakan  faktor-faktor alam yang berada pada atau
melampaui titik minimum atau maksimum daya toleransi suatu organisme, faktor
pembatas dapat menurunkan tingkat jumlah dan perkembangan suatu ekosistem
(Soeraatmadja, 1987). Dengan mengetahui faktor pembatas (limiting factor) suatu
organisme dalam suatu ekosistem maka dapat diantisipasi kondisi-kondisi di mana
organisme tidak dapat bertahan hidup (Champbell, 2000). Umumnya suatu
organisme yang mempunyai kemampuan untuk melewati atau melampaui faktor
pembatasnya maka ia memiliki toleransi yang besar dan kisaran geografi
penyebaran yang luas pula. Sebaliknya jika organisme tersebut tidak mampu
melewatinya maka ia memiliki toleransi yang sempit dan memiliki kisaran
geografi penyebaran yang sempit pula (RA. Hutagalung, 2010). Faktor-faktor
pembatas abiotic pada ekosistem lentik adalah sebagai berikut:
a. Suhu
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari
permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran
serta kedalaman badan air. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu
yang disukai bagi pertumbuhannya. Peningkatan suhu perairan mengakibatkan
peningkatan viskositas, reaksi kimia dan evaporasi. Selain itu, peningkatan
suhu juga mengakibatkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi
organisme air, selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.
Peningkatan suhu perairan sebesar 10oC menyebabkan terjadinya peningkatan
konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Kisaran suhu
optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20-30oC.
Berdasarkan suhu, ekosistem lentik dibedakan menjadi tiga, yaitu: epilimnion
(suhu pada lapisan permukaan atas), metalimnion (suhu pada lapisan di bawah
epilimnion) dan hipolimnion (suhu pada lapisan dasar).
b. Kedalaman
Kedalaman menjadi faktor pembatas bagi kehidupan organisme.
Kedalaman akan berkorelasi dengan banyak faktor fisik dan kimiawi perairan
seperti suhu, daya tembus cahaya matahari, tekanan hidrostatik dan lain-lain.
c. Arus
Pada ekosistem lentik yang relatif dalam akan memungkinkan
terjadinya arus vertikal yaitu pergerakan air dari dasar ke permukaan atau
sebaliknya. Hal tersebut karena adanya stratifikasi suhu pada perairan tersebut.
Kenaikan suhu perairan akan menyebabkan menurunnya kerapatan molekul
air, air akan bergerak dari massa yang memiliki kerapatan molekul lebih tinggi
ke yang lebih rendah. Arus vertikal ini berperan sangat penting terhadap
distribusi gas terlarut, mineral, kekeruhan dan organisme planktonik.
d. Intensitas cahaya
Intensitas cahaya matahari ke dalam perairan akan mempengaruhi
produktifitas primer. Kedalaman penetrasi cahaya dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain: tingkat kekeruhan, sudut datang cahaya matahari dan
intensitas cahaya matahari. Bagi organisme perairan, intensitas cahaya yang
masuk berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan
organisme pada habitatnya. Penentuan penetrasi cahaya secara visual dengan
menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter.
e. Substrat Dasar
Substrat dasar perairan dapat menjadi faktor pembatas, baik secara
sendiri maupun komulatif terhadap organisme perairan. Substrat dasar akan
berpengaruh terhadap distribusi organisme perairan. Organisme perairan secara
morfologi memiliki kekhasan tertentu untuk dapat hidup pada habitat perairan
dengan tipe substrat dasar tertentu. Jenis-jenis gastropoda banyak ditemukan
pada ekosistem perairan dengan substrat dasar berbatu, hal ini karena
gastropoda memiliki kemampuan untuk melekat kuat pada substrat bebatuan
dan juga dilengkapi cangkang yang keras sehingga dapat melindungi
tubuhnya apabila terjadi benturan dengan substrat yang keras. Kelompok
bivalvia dan vermes lebih banyak ditemukan pada ekosistem perairan dengan
substrat dasar berpasir atau berlumpur.
f. Kekeruhan (Turbiditas)
Kekeruhan air disebabkan oleh partikel-partikel suspensi seperti tanah
liat, garam, bahan organik terurai, plankton dan organisme lainnya. Perairan
yang tidak terlampau jernih dan tidak terlampau keruh baik untuk kehidupan
organisme perairan. Pengaruh ekologis kekeruhan adalah menurunya daya
penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan yang selanjutnya menurunkan
produktivitas primer akibat penurunan fotosintesis fitoplankton.
g. pH
Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion
hidrogen dan menunjukkan apakah suasana air tersebut bereaksi asam atau
basa.Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH
berkisar antara 6,5 – 7,5.Air dapat bersifat asam atau basa tergantung pada
besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hidrogen di dalam air.Air
limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke air akan
mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme
di dalam air tersebut.
h. COD (Chemical Oxygen Demand)
Nilai COD menunjukkan jumlah oksigen total yang dibutuhkan di
dalam perairan untuk mengoksidasi senyawa kimiawi yang masuk ke dalam
perairan seperti minyak,logam berat,maupun bahan kimiawi lain.Besarnya nilai
COD mengindikasikan banyaknya senyawa kimiawi yang ada di dalam
perairan dan sebaliknya rendahnya nilai COD mengindikasikan rendahnya
senyawa kimiawi yang ada di dalam perairan.Menurut Peraturan Pemerintah
No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran air bahwa kadar COD normal air adalah sebesar 50 mg/l.
i. DO (Dissolve Oxygen, Oksigen terlarut)
Oksigen terlarut merupakan jumlah oksigen yang diikat oleh molekul
air. Sumber utama DO adalah dari proses fotosintesis tumbuhan dan
penyerapan secara langsung oksigen dari udara melalui kontak langsung
permukaan air dengan udara.Berkurangnya DO dalam suatu perairan adalah
karena terjadinya respirasi organisme perairan.Oksigen terlarut sangat penting
bagi penapasan zoobenthos dan organisme-organisme akuatik lainnya.
Berdasarkan nilai DO, kualitas perairan dikelompokkan menjadi empat yaitu
tidak tercemar (>6,5 ppm), tercemar ringan (4,5-6,5 ppm), tercemar sedang
(2,0-4,4 ppm) dan tercemar berat (<2,0 ppm).
j. BOD (Biochemycal Oxygen Demand)
BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh
organisme untuk menguraikan bahan-bahan organik di dalam air.Rendahnya
nilai BOD menunjukkan sedikitnya jumlah bahan organik yang dioksidasi dan
semakin bersihnya perairan dari pencemaran limbah organik.Perairan dengan
nilai BOD melebihi 10 mg/l dianggap telah mengalami pencemaran.
Berdasarkan nilai BOD, kualitas perairan dikelompokkanmenjadi empat yaitu
tidak tercemar (>3,0 ppm), tercemar ringan (3,0-4,9 ppm), tercemar sedang
(4,9-15,0 ppm) dan tercemar berat (>15,0 ppm).

k. Salinitas
Salinitas merupakan kadar garam pada air. Ekosistem lentik memiliki
tingkat salinitas rendah yaitu kurang dari 5% atau 6-89 ppt (Odum, 1998).
Faktor-faktor pembatas biotik pada ekosistem lentik adalah sebagai
berikut:
a. Jumlah Karnivora atau Predator
Ekosistem lentik memiliki kergaman organisme yang sebagian besar
adalah anggota dari kelompok Pisces. Faktor biotik karnivora pada ekosistem
ini meliputi ikan – ikan besar yang makanan utamanya adalah ikan – ikan
kecil. Banyaknya karnivora apabila tidak seimbang dengan jumlah ikan – ikan
kecil maka akan menyebabkan populasi ikan kecil semakin sedikit dan
membuat ekosistem tidak stabil.
b. Jumlah Produsen
Produsen di ekosistem perairan lentik sebagian besar berasal dari
fitoplankton, ganggang dan algae. Tumbuhan air lain seperti teratai dan eceng
gondok juga dapat menjadi produsen pada ekosistem ini. Jumlah organisme
autotrof seperti tumbuhan tersebut sangat mempengaruhi rantai makanan
ekosistem ini. Apabila jumlahnya sedikit, maka proses rantai makanan akan
terganggu. Begitu juga apabila jumlah produsen terlalu banyak (blooming)
maka akan terjadi ketidak seimbangan rantai makanan pada ekosistem tersebut.
c. Stratifikasi Umur
Umur mementukan produktifitas di dalam suatu ekosistem. Apabila
dalam suatu ekosistem terdapat banyak makhluk hidup yang berada pada
rentangan batas umur produktif, maka ekosistem tersebut akan memiliki
tingkat keanekaragaman dan peningkatan jumlah yang tinggi. Sebaliknya jika
banyak makhluk hidup di ekosistem tersebut banyak yang tidak berada pada
rentangan usia produktif, maka tingkat keanekaragaman dan peningkatan
jumlahnya akan rendah.
d. Jumlah Herbivora
Pada ekosistem lentik yang berperan sebagai herbivora adalah ikan-ikan
pemakan lumut dan ganggang, serta zooplankton. Keberadaan herbivora
tersebut mempengaruhi jumlah dari karnivora, dengan adanya herbivora maka
hewan karnivora dapat tetap hidup dengan memangsa hewan herbivora. Jika
jumlah herbivora sedikit atau bahkan lebih sedikit dibandingkan dengan
karnivora, akibatnya akan terjadi penurunan jumlah karnivora karena ketidak
tersediaan makanan yang cukup pada eksistem tersebut.
e. Jumlah Parasit
Inventarisasi parasit telah dilakukan dengan metode survei pada ikan
hias air tawar yakni, ikan cupang (Betta splendens Regan), ikan gapi (Poecilia
reticulata Peters) dan ikan rainbow (Melanotaenia macculochi Ogilby). Pada
ikan cupang ditemukan parasit Trichodinid (Ciliophora), Daclylogyrus sp. dan
Gyrodactylus sp. (Platyhelminthes); pada ikan gapi ditemukan Trichodinid
(Ciliophora), Gyrodactylus sp. (Platyhelminthes) dan Lerneae sp. (Crustaceae);
pada ikan rainbow ditemukan parasit Trichodinid (Ciliophora), Dactylogyrus
sp., Gyrodactylus sp. (Platyhelminthes), Acanthocephala, Lerneae sp.
(Crustacea) dan kista. Parasit yang ditemukan tergolong ekto, meso dan
endoparasit. Keberadaan parasit tersebut mempengaruhi produktivitas dan
jumlah organisme di ekosistem tersebut. Parasit yang menyerang organisme
akan menyebabkan tingkat kesehatan dan usianya menurun, sehingga
jumlahnya dapat menurun (Saktiyono, 2004).
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut :

1. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lembut serta terjadi


akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama. Karakteristiknya
adalah Ada stratifikasi, Organisme tidak ada adaptasi khusus, Kadar
oksigen terlarut sedikit, Organisme beragam dan tetap, terdapat tumbuhan
alga dan tumbuhan air dan memiliki pH 6,0-7,0.
2. Jenis-jenis ekosistem Lentik yaitu danau yang terdiri danau oligotrofik dan
danau eutrofik, rawa yang terdiri dari rawa air asin, rawa air payau, dan air
asin , waduk yang teridir dari waduk oligotrofik, eutrofik dan hipereutrofik
dan kolam yang terdiri dari kolam alami dan buatan atau kolam sementara
dan kolam permanen.
3. Kelompok organisme yang ada di perairan menggenang berdasarkan cara
hidupnya meliputi: benthos, plankton, perifiton, nekton dan neuston. Zona
litoral, produser utamanya adalah tanaman yang berakar (anggota
spermatophyta) dan tanaman yang tidak berakar (fitoplankton, ganggang
dan tanaman hijau yang mengapung). Sedangkan konsumernya meliputi
beberapa larva serangga air seperti, platyhelminthes, rotifer, oligochaeta,
moluska, amphibi, ikan, penyu, ular dan lain sebagainya.
Pada zone limnetik, produsernya terutama fitoplankton dan tumbuhan air
yang terapung bebas seperti, water hyacinth (Eichornia crassipes),
Cerratophyllum spp, Utricularia spp, Hydrilla verticillata, duckweed
(Lemna spp); dan vascular plants, seperti: Equisetum spp; Ioetes spp dan
Azolla spp. Sedangkan konsumernya meliputi zooplankton dari copepoda,
rotifera dan beberapa jenis ikan.
Pada zona profundal, banyak dihuni oleh jenis-jenis bakteri dan fungi,
cacing darah, yang meliputi larva chironomidae, dan annelida yang banyak
mengandung haemoglobin, jenis-jenis kerang kecil seperti anggota famili
sphaeridae dan larva "phantom" atau Chaoboras (corethra).
4. Siklus materi yang terjadi pada ekosistem ini adalah siklus hidrologi,
siklus karbon dan oksigen, Siklus Udara (Siklus Oksigen dan Karbon
Dioksida), Siklus Nitrogen dan Siklus Sedimen (Siklus sulfur, fosfor
dan logam berat).
Rantai makanan yag terjadi adalah produsen seperti alga dan tumbuhan
air akan dimakan oleh zooplankton atau sebagai sumber makanan
lainnya seperti fitoplankton seperti dinoflagelata dan diatomae.
Zooplankton akan dimakan konsumen tingkat II seperti Copepoda. Jika
organisme ini mati, maka dekomposer akan menguraikan senyawa
metil-merkuri dalam tubuh organisme tersebut sehingga merkuri
kembali bebas ke alam.
5. Faktor-faktor pembatas ekosistem lentik dari faktor biotik yaitu Suhu,
Kedalaman, Arus, Intensitas cahaya, Kekeruhan (Turbiditas), pH, COD
(Chemical Oxygen Demand), DO (Dissolve Oxygen, Oksigen terlarut ),
BOD (Biochemycal Oxygen Demand) dan Salinitas sedangkan faktor
biotik yaitu Jumlah Karnivora atau Predator, Jumlah Produsen,
Stratifikasi Umur, Jumlah Herbivora dan Jumlah Parasit.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2008. Biologi (terjemahan), Edisi


kelima Jilid 3. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai