Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

EKOLOGI PERAIRAN
EKOSISTEM DANAU MANINJAU

Disusun Oleh:

R.Rasanti
2004110255
Jurusan ilmu kelautan B

ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai
macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa
keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak,
sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh
manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-
teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga
makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun
dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala
hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang
membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah- mudahan apa
yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman- teman, serta orang lain yang
ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini (
ekosistem danau maninjau) sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Kepulaum Riau, 18April 2021

Penyusun (R.Rasanti)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang pemilihan judul. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

B. Perumusan masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C. Tujuan penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
D.Manfaat penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB II PEMBAHASAN

A. Sekilas tentang definisi danau maninjau. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


B Peran masyrakat Dalam pengelolahan danau maninjau. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C.mempelajari parameter fisika dan kimia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

B. Saran-saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pemilihan Judul

1.1 Latar Belakang


Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat,
Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5
m di atas permukaan laut dan memiliki luas 9.950 Ha. Dilihat dari proses
terbentuknya, Danau Maninjau merupakan danau tektonik-vulkanik [1]. Danau
Maninjau memiliki berbagai fungsi yang menguntungkan bagi masyarakat
sekitar diantaranya sebagai sumber pembangkit listrik tenaga air, tempat
pariwisata dan lahan perikanan. Aktifitas yang dilakukan masyarakat sekitar
tentu dapat mempengaruhi kualitas air di Danau Maninjau.
Kegiatan budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA)
mempunyai potensi yang besar dalam hal pencemaran air. Peningkatan jumlah
KJA yang tidak terkontrol dan kebiasaan budidaya yang kurang baik,
dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif, baik terhadap lingkungan
perairan danau dan kelangsungan usaha budidaya. Saat ini pada Danau
Maninjau terdapat sekitar 17000 petak keramba jaring apung, jumlah ini telah
melebihi batas maksimum yaitu 6.000 keramba. Pemanfaatan danau untuk
budidaya ikan melalui keramba jaring apung menjadi pemicu segala
permasalahan kualitas air Danau Maninjau. Keberadaan keramba jaring apung
sudah melebihi daya tampung danau. Danau telah tercemar sisa pakan ikan
dalam jumlah yang cukup besar. Ketinggian lumpur danau akibat sisa pakan
ikan telah lebih dari 50 cm [2-3].
Bahan pencemar utama yang masuk ke perairan danau terdiri dari
limbah organik, residu pestisida, anorganik, dan bahan-bahan lainnya yang
secara cepat atau lambat masuk ke badan perairan danau. Selain itu logam
berat juga dapat masuk ke badan air. Pada konsentrasi kecil beberapa logam
berat umumnya diperlukan oleh organisme untuk berkembang, tetapi jika
konsentrasi logam berat pada perairan melebihi ambang batas maka dapat
menjadi toksik bagi organisme yang berada di perairan tersebut. Peningkatan
logam berat biasanya terjadi akibat masuknya limbah seperti limbah industri,
pertambangan, rumah tangga dan pertanian..

B.perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan bahwa banyaknya
aktivitas masyarakat sekitar Danau Maninjau akan memberikan dampak
terhadap kualitas air. Maka dilakukan penelitian mengenai uji kualitas air.
Analisis kualitas air di Jorong Rambai, Nagari Koto Malintang, Maninjau dapat
ditentukan dari parameter fisika dan kimianya. Berapakah kisaran suhu air, pH,
DO, BOD, COD dan logam berat (Cd, Cu, Pb dan Zn) Air Danau Maninjau?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air di Jorong Rambai, Nagari
Koto Malintang, Maninjau dengan mempelajari parameter fisika dan kimianya.
Parameter fisika dan kimia yang dipelajari untuk menentukan kualitas air dalam
penelitian ini yaitu suhu, pH, DO, BOD, COD dan logam berat (Cd, Cu, Pb dan
Zn).8
D.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kualitas air di Jorong Rambai, Nagari Koto Malintang, Maninjau. Dengan
diketahuinya kualitas air di Jorong Rambai, Nagari Koto Malintang, Maninjau
maka dapat dilakukan pengendalian pencemaran di perairan Danau Maninjau.

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Danau maninjau


Danau Maninjau adalah sebuah danau di kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten
Agam, provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Danau ini terletak sekitar 140 kilometer
sebelah utara Kota Padang, ibu kota Sumatra Barat, 36 kilometer dari Bukittinggi, 27
kilometer dari Lubuk Basung, ibu kota Kabupaten Agam.

Danau Maninjau

Danau Maninjau

Lokasi Kabupaten
Agam, Sumatra Barat,
Indonesia

Koordinat 0°19′S 100°12′E

Jenis tubuh air Danau vulkanik


Kaldera[1]
Aliran keluar Batang Sri Antokan
utama

Terletak di negara Indonesia

Panjang maks. 16 km

Lebar maksimal 7 km

Area permukaan 99.5 km²

Kedalaman rata- 105 m


rata

Kedalaman maks. 165 m

Volume air 10.4 km³

Panjang pantai1 52.68 km

Ketinggian 459 m
permukaan

Kepulauan Sumatra

1 Pantai pantai merupakan perkiraan.

Danau Maninjau

Litografi oleh F. C. Wilsen yang menggambarkan Danau Maninjau dengan harimau dan rusa (tahun 1865-1876)

Danau Maninjau merupakan danau vulkanik ini berada di ketinggian 461,50 meter di
atas permukaan laut. Danau Maninjau merupakan sebuah kaldera dari letusan besar
gunung api yang menghamburkan kurang lebih 220-250 km3material piroklastik.
Kaldera tersebut terbentuk karena letusan gunung api strato komposit yang
berkembang di zona tektonik sistem Sesar Besar Sumatra yang bernama gunung
Sitinjau (menurut legenda setempat), hal ini dapat terlihat dari bentuk bukit sekeliling
danau yang menyerupai seperti dinding. Kaldera Maninjau (34,5 km x 12 km) ditempati
oleh sebuah danau yang berukuran 8 km x 16,5 km (132 km 2). Dinding kaldera
Maninjau mempunyai 459 m dari permukaan danau yang mempunyai kedalaman
mencapai 157 m (Verbeek, 1883 dalam Pribadi, A. dkk., 2007).
Menurut legenda di Ranah Minang, keberadaan Danau Maninjau berkaitan erat dengan
kisah Bujang Sembilan.
Danau Maninjau merupakan sumber air untuk sungai bernama Batang Sri Antokan. Di
salah satu bagian danau yang merupakan hulu dari Batang Sri Antokan terdapat PLTA
Maninjau. Puncak tertinggi diperbukitan sekitar Danau Maninjau dikenal dengan
nama Puncak Lawang. Untuk bisa mencapai Danau Maninjau jika dari
arah Bukittinggi maka akan melewati jalan berkelok-kelok yang dikenal dengan Kelok
44sepanjang kurang lebih 10 km mulai dari Ambun Pagi sampai ke Maninjau.
Danau ini tercatat sebagai danau terluas kesebelas di Indonesia. Sedangkan di Sumatra
Barat, Maninjau merupakan danau terluas kedua setelah Danau Singkarak yang
memiliki luas 129,69 km² yang berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tanah
Datar dan Kabupaten Solok. Di sekitar Danau Maninjau terdapat fasilitas wisata, seperti
Hotel(Maninjau Indah Hotel, Pasir Panjang Permai) serta penginapan dan restoran.
ReferensiSunting
^ Brent V. Alloway, Agung Pribadi, John A. Westgate, Michael Bird, L. Keith
Fifield, Alan Hogg, and Ian Smith, Correspondence between glass-FT and 14C
ages of silicic pyroclastic flow deposits sourced from Maninjau caldera, west-
central Sumatra, Earth and Planetary Science Letters, Vol. 227, Issues 1-2, 30
October 2004, pp. 121-133, doi:10.1016/j.epsl.2004.08.014[1](Jurnal
berbayar)

B. Peran masyarakat dalam pengelolahan Danau Maninjau

A. Wilayah Administrasi Kawasan Danau Maninjau Secara administratif, wilayah lingkar


Danau Maninjau berada di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Luas
kecamatan Tanjung Raya meliputi 150,76 km² (BPS Kabupaten Agam, 2015).Ada sembilan
nagari yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Tanjung Raya, yaitu Nagari Maninjau,
Bayur, Duo Koto, Paninjauan, Koto Kaciak, Koto Gadang, Koto Malintang, Tanjung Sani,
dan Sungai Batang. Dari sembilan nagari di Kecamatan Tanjung Raya, hanya Nagari
Paninjauan yang wilayahnya tidak terletak di tepian danau. Secara administratif, batas-batas
Kecamatan Tanjung Raya adalah sebagai berikut:
1) Utara : Kecamatan Palembayan
2) Timur : Kecamatan Matur dan Kecamatan IV Koto
3) Selatan : Kabupaten Padang Pariaman dan Kecamatan
Lubuk Basung
4) Barat : Kecamatan Lubuk Basung
Secara etnis, masyarakat sekitar Danau Maninjau merupakan etnis Minangkabau. Tambo
yang berkembang di masyarakat meyakini bahwa penduduk sekitar Danau Maninjau berasal
dari “perantau” yang turun dari puncak Gunung Marapi membentuk Luhak1 Agam (Arham,
2012). Sebagian dari mereka ke Puncak Lawang, yang menjadi cikal bakal masyarakat Bayur
dan Tigo Koto, yaitu Koto Kaciak, Koto Gadang, dan Koto Malintang. Sementara itu,
sebagian mendaki ke puncak bukit untuk “meninjau” dengan hati-hati dan sangat bijak
potensi alam yang kemungkinan dapat dikembangkan, mengamati dari atas bukit ke arah
danau untuk memastikan meluap tidaknya air danau. Proses “meninjau” ini
merupakan toponimi yang akhirnya menjadi nama Maninjau2 .Masyarakat yang bermukim di
bagian barat danau merupakan pendatang yang berasal dari pesisir Pariaman. Hal ini ditandai
dengan aksen bahasa yang cenderung berbeda dengan masyarakat di bagian timur danau.
Meskipun demikian, adat budaya yang terdapat di lingkar Danau Maninjau merupakan adat
budaya bawaan yang tetap berakar pada adat budaya Minangkabau3.Filosofi dasar
masyarakat Minangkabau adalah “alam takambang menjadi guru.” Esensi dari pepatah ini
adalah realitas bahwa lingkungan alam sekitar merupakan guru yang baik, memberi
pengalaman, sebagai landasan untuk memecahkan, mengatasi, atau mengelola lingkungan
sesuai dengan kearifan masyarakat setempat (Diradjo, 2013). Hal ini menimbulkan
pertanyaan, apakah filosofi tersebut tercermin pada cara masyarakat dalam mengelola
dan memanfaatkan secara bijak perekonomian Danau Maninjau sehingga tindakannya
tersebut telah melahirkan kearifan lokal? Tu-lisan ini berusaha memahami realitas
pengelolaan dan pemanfaatan ekonomi yang ada dengan sasaran untuk menemukan jawaban
dari pertanyaan mengenai peran masyarakat lokal dalam pengelolaan Danau Maninjau.
Tulisan ini dikembangkan melalui pendekatan empiris, sedangkan pertanyaan metodologis
yang diajukan ada-lah apakah semua praktik masyarakat dalam mengelola Danau
Maninjau mengacu pada pandangan bahwa “realitas merupakan guru yang paling baik?”
Dengan demikian akan dapat diketahui sejauh mana keterlibatan masyarakat lingkar
Maninjau dalam mengelola danau sebagai bentuk dari kearifan lokal setempat.
B. Aspek Hidrologis Dan Fenomena Tubo Belerang
Danau Maninjau adalah sebuah danau alam vulkanis-tektonik yang terbentuk akibat ledakan
gunung berapi; ledakan ini menyebabkan bagian dari Sesar Semangko amblas ke bawah.
Fenomena alam ini telah mengakibatkan dinding kawah semakin panjang dan curam
(Pribadi, Mulyadi, & Pratomo, 2007; Adrianto, Al Amin, Solihin, & Hartoto, 2010).
Pembentukan danau terjadi karena adanya akumulasi air hujan selama ribuan tahun yang
secara perlahan terkumpul di cekungan danau. Selain berasal dari air hujan, adanya aliran air
bawah tanah dan juga dari berbagai aliran permukaan, yang meliputi Sungai Batang
Tumayo,Sungai Batang Amparan, dan Sungai Batang Kurambik, membentuk sistem perairan
Danau Maninjau (Adrianto dkk., 2010). Saluran masuk (inlet) ke Danau Maninjau berasal
dari banyak sumber, sedangkan saluran (outlet) yang mengalirkan air danau keluar hanya satu
yaitu melalui Sungai Batang Antokan. Fenomena unik yang secara berkala terjadi di perairan
Danau Maninjau adalah adanya tubo belerang (racun belerang). Hasil kajian Pusat Penelitian
Limnologi LIPI (2009) menyebutkan bahwa racun belerang merupakan
fenomena.pembersihan alamiah (pu-rifikasi) dari Danau Maninjau. Fenomena ini terjadi
karena dipicu oleh angin darat yang bertiup sangat kuat dari arah selatan dan pada saat yang
bersamaan terjadi cuaca mendung selama berhari-hari (sekitar 3–5 hari). Dengan demikian,
suhu permukaan menjadi lebih dingin (kurang dari 24°C) dibandingkan suhu dasar perairan
danau. Fenomena inilah yang menyebabkan terjadi pembalikan air dari lapisan bawah danau
atau pembalikan (turn over). Masyarakat setempat mengenalnya dengan istilah tubo belerang,
proses purifi-kasi danau dengan membawa zat-zat hara dan gas-gas beracun ke permukaan
dan didorong keluar danau disertai bau seperti belerang melalui Sungai Batang Antokan.
Peristiwa tubo belerang membuat ikan-ikan endemik danau setengah mabuk sehingga mudah
ditangkap dan dinilai menguntungkan masyarakat. Masyarakat setempat memanfaatkan
fenomena ini sebagai masa panen ikan secara massal4
.
C. Ekologi Kawasan Sekitar Danau Maninjau
Masyarakat di lingkar Danau Maninjau mendiami tepian danau yang berupa dataran. Meski
terletak di tepian danau, akan tetapi tradisi ekonomi masyarakat tidak menggantungkan
sepenuhnya dengan memanfaatkan perairan danau melainkan lebih memanfaatkan kawasan
daratan. Masyarakat yang berasal dari puncak Gunung Marapi dengan tradisi ekonomi yang
terus menerus memanfaatkan kawasan daratan telah membentuk adaptasi dan orientasi
ekonomi masyarakat lebih pada daratan dibandingkan orientasi ekonomi perairan. Perilaku
yang berulang ini kemudian melembaga dan merupakan bagian dari sistem yang lebih besar,
yaitu budaya ekonomi (Bennet, 1978). Budaya ekonomi daratan ini terbentuk oleh adanya
interaksi yang amat intensif dengan alam dan lingkungan. Danau Maninjau yang berbentuk
cekungan dikelilingi oleh perbukitan yang tersusun seperti dinding dengan area hutan dan
kebun masyarakat, sedangkan daerah yang landai di tepian danau merupakan
tempat.permukiman dan area pertanian yang subur. Kesuburan tanah dan sawah di area
sekitar Danau Maninjau tidak terlepas dari tersedianya kelimpahan air yang berasal dari
kawasan perbukitan yang masih ditumbuhi berbagai jenis tanaman tahunan. Masyarakat
menyebut kawasan itu sebagai kawasan hutan, yang terdiri atas hutan kebun (agro forestry)
milik rakyat (parak) dan hutan nagari.Hutan nagari di sekitar Danau Maninjau sebagian besar
masih terjaga kualitasnya sehingga banyak ditemukan banyak pohon dengan diameter cukup
besar. Aturan adat di setiap nagari membantu menjaga kualitas hutan dari dampak
penebangan pohon secara sembarangan. Jika ada warga nagari yang butuh untuk melaku-
kan penebangan pohon, mereka harus mengajukan izin untuk mendapatkan persetujuan dari
para pemangku adat setempat. Permohonan izin kepada pemangku adat juga diberlakukan
jika hendak menebang pohon di kawasan hutan milik keluarga (parak). Persetujuan untuk
mendapatkan izin melakukan penebangan pohon harus diperoleh dari para pemangku adat
yang terdiri atas ninik mamak, tunganai, datuk, penghulu, ketua kerapatan adat nagari,
wali jorong, dan wali nagari5. Bahkan, di Nagari Koto Malintang, izin untuk mendapatkan
persetujuan menebang pohon telah diformalkan dalam bentuk surat izin yang harus
ditandatangani oleh kedua bela pihak dan disahkan oleh wali nagari di atas meterai.
Bagi masyarakat di sekitar Danau Maninjau, hutan memiliki fungsi penting untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi, ekologi, dan sosial budaya masyarakat. Dalam mengelola hutan, dikenal
adanya zonasi yang menjadi kawasan lindung maupun kawasan pemanfaatan. Menurut
Firmansyah, Gantika, dan Ali (1997), ka wasan lindung inilah yang disebut dengan istilah
rimbo tuo, yaitu hutan lindung yang terletak jauh dari perkampungan penduduk
dan jauh dari jangkuan manusia. Pemanfaatan kawasan rimbo tuoini hanya diperbolehkan
untuk mengambil hasil hutan nonkayu, seperti rotan, manau, getah pohon, dan tanaman obat.
Meskipun demikian, secara selektif pemanfaatan kayu masih diperbolehkan
jika digunakan untuk kepentingan umum, seperti untuk mem-bangun rumah ibadah
(masjid/musala), sekolah, atau balai adat. D. Kelembagaan Nagari Di Wilayah Sekitar Danau
ManinjauHierarki pemerintahan formal di Sumatra Barat menunjukkan bahwa administrasi
pemerintahan di bawah kecamatan adalah nagari. Jika sebuah kecamatan dipimpin oleh
seorang camat, maka nagari dipimpin oleh wali nagari.Dalam sistem ketatanegaraan, nagari
merupakan sebutan bagi desa di bawah pemerintahan kecamatan. E. Eksploitasi
Danau.Maninjau Di lingkar Danau Maninjau, kembalinya pemerintahan ke sistem nagari
telah mengubah pendulum secara ekstrem. Wewenang daerah yang besar dalam pengelolaan
wilayah, tetapi tidak diimbangi dengan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan. F. Peran
Pemerintah Dan Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Danau Maninjau
Dua kutub ekstrem dalam pengelolaan suatu kawasan meliputi pengelolaan yang dilakukan
oleh masyarakat (community management) dan pengelolaan yang diprakarsai pemerintah
(base govern-ment) dengan pendekatan atas ke bawah (top-down). Keduanya pengelolaan
tersebut memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Tabel 2.2 Kematian
Massal.Ikan di Keramba Jaring Apung Danau Maninjau
No Tahun Kejadian (kali) Ikan Mati (ton) Sumber Data
1 1997 1 500 DKP Agam
2 2002 1 100 DKP Agam
3 2008 2 1500 DKP Agam
4 2009 1 5680 Stasiun Limnologi LIPI
5 2010 2 2100 Stasiun Limnologi LIPI
6 2011 1 183 Stasiun Limnologi LIPI
7 2014 5 1016 Stasiun Limnologi LIPI
Sumber: DKP Agam dan Stasiun Limnologi LIPI dalam Lukman (2015)Pengelolaan yang
dilakukan oleh masyarakat memiliki keung-gulan dapat memberi manfaat secara langsung
bagi masyarakat pengelola karena mereka dapat secara bebas memanfaatkan sumber daya
sesuai dengan kepentingannya. Kelemahannya adalah pola ini biasanya bersifat tradisional
dan keberadaannya jarang men-dapatkan pengakuan pemerintah. Sebaliknya, pengelolaan
yang diprakarsai pemerintah memiliki keunggulan adanya standar baku dalam pengelolaan
sumber daya, mengikutsertakan pemangku kepentingan untuk menentukan aturan
pengelolaan yang dapat disesuaikan dengan situasi lokal. Kelemahannya adalah, umumnya,
pemerintah tidak mampu menjalankan berbagai fungsi manajemen dalam mengelola kawasan
tersebut. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ketidaktaatan pelaku ekonomi atas semua
peraturan pemerintah, saling tidak percaya antara pemerintah dan pelaku ekonomi serta di
antara pelaku ekonomi sendiri (Pomeroy, 1995).
1. Peran Pemerintah dalam Pengelolaan Kawasan Danau
Maninjau
Menurut Schlager dan Ostrom (1992), konsep kepemilikan sumber daya (property rights)
adalah konsep yang menunjuk pada sepe-rangkat tindakan berupa hak yang dibentuk atau
ditentukan oleh suatu peraturan. Meskipun demikian, nyaris tidak dikenal semua peraturan
dalam pengelolaan Danau Maninjau. 2. Peran Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan
Danau ManinjauSecara tradisi, masyarakat sekitar Danau Maninjau sangat meyakini
hanya ada wilayah ulayat keluarga untuk kawasan danau. Batasan terluar Danau Maninjau
atas wilayah ulayat keluarga berjarak sapambaian dari tepian12. Di luar batasan sapambaian,
danau tidak ada yang memiliki atau setidaknya merupakan kawasan abu-abu, bahkan ada
kecenderungan sebagai daerah bebas, siapa saja berhak mengusahakan dan mengelola (open
access). Disebut sebagai kawasan “abu-abu”, karena ada yang menyebutkan sebagai wilayah
ulayat raja13, tetapi tidak jelas dalam konteks sosiokultural masyarakat sekitar Maninjau
mengenai siapa yang disebut dengan “raja”. Terbatasnya pemaha-man masyarakat atas
kepemilikan ulayat di wilayah perairan danau karena orientasi ekonomi masyarakat lebih
condong ke daratan dibandingkan orientasi ke perairan.
C.pembelajaran parameter fisika dan kimia
2.1 Air
Air merupakan salah satu komponen yang paling penting dan melimpah. Semua makhluk
hidup di bumi membutuhkan air untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya.
Sampaisekarang hanya bumi sebagai planet yang memiliki air sebanyak 70%. Tetapi dengan
meningkatnya populasi manusia, industri, penggunaan pupuk pada pertanian dan aktifitas
manusia yang menghasilkan polusi yang tinggi sehingga menyebabkan air terkontaminasi [6].
Menurut kementrian lingkungan hidup air merupakan salah satu sumber daya alam yang
memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk
memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama
pembangunan [7].
Air merupakan sumber kehidupan dan dianggap sebagai yang paling penting dari alam.
Keberadaan air di alam cukup berlimpah, namun hanya sedikit yang dapat dikonsumsi.
Sekitar 98% dari air yang ada di bumi merupakan air laut. Air laut ini tidak bisa digunakan
untuk minum karena tingginya konsentrasi garam yang ada di dalamnya. Sekitar 2% dari
airyang ada merupakan air segar. Sekitar 1,6 % berupa es yang berada di kutub dan gletser.
Sisanya 0,36% ditemukan bawah tanah dan sumur. Oleh karena itu, hanya sekitar 0,036%
dari pasokan air yang ada di bumi dapat diakses di danau dan sungai [8].Danau Maninjau
adalah salah satu danau yang terletak di Kabupaten Agam Sumatera Barat. Tipe danau ini
adalah danau tekto vulkanik yang terbentuk oleh aktivitas vulkanik. Danau Maninjau
merupakan salah satu danau dari 15 danau prioritas di Indonesia yang memiliki berbagai
fungsi yang sangat strategis dan menguntungkan bagi masyarakat disekitar danau yaitu
sebagai pembangkit listrik tenaga air, pariwisata, sumber air irigasi serta kegiatan sektor
perikanan yang sangat meningkat dari tahun ketahun..

2.2 Pencemaran air


Pencemaran air adalah penambahan unsur atau organisme ke dalam air,sehingga
pemanfaatannya dapat terganggu. Pencemaran air dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan
sosial, karena adanya gangguan oleh adanya zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang
berlebih. Keadaan ini akan menyebabkan oksigen terlarut dalam air pada kondisi yang
kritis,yang memberi pengaruh pada fungsi air tersebut. Besarnya beban pencemaran yang
ditampung oleh suatu perairan, dapat diperhitungkan berdasarkan jumlah polutan yang
berasal dari berbagai sumber aktifitas air buangan dari proses-proses industri dan buangan
domestik yang berasal dari penduduk [9].
Ada dua jenis sumber pencemaran perairan, yaitu pencemaran yang dapat diketahui secara
pasti sumbernya (point sources), misalnya limbah industri dan pencemar yang tidak diketahui
secara pasti sumbernya (non point sources) yaitu pencemar yang masuk ke perairan bersama
air hujan dan limpasan permukaan. Namun dilihat dari segi terjadinya pencemaran, maka
sumber pencemar perairan dapat berasal secara alami, yaitu disebabkan bencana alam
maupun berasal dari aktivitas manusia (anthropogenic), yaitu dari berbagai aktivitas
manusiayang menghasilkan limbah [10].Pencemaran air dapat menyebabkan terganggunya
kesehatan manusia, karena air merupakan hal yang penting dalam kelangsungan hidup
manusia. Air yang tercemar membawa penyakit seperti bakteri, virus, kolera, tipus, TBC dan
lainnya. Pencemaran air semakin meningkat hal ini disebabkan aktivitas-aktivitas yang
dilakukan manusia, seperti industri, pertanian, domestik dan populasi manusia. Pencemaran
air juga bisa diakibatkan oleh masuknya logam berat, logam berat memiliki kelarutan yang
rendah dan dapat terakumulasi pada sedimen diperairan. Pembuangan limbah pada perairan
seperti sungai, danau dapat menyebabkan pencemaran air. Pencemaran air ditandai dengan
bau yang tidak sedap, sedikit atau tidak adanya flora dan fauna yang hidup. Hal ini
disebabkan jumlah oksigen terlarut semakin berkurang akibat banyaknya senyawa organik
yang masuk ke perairan diuraikan oleh bakteri, Akibatnya oksigen semakin berkurang dan
flora dan fauna kekurangan oksigen dan banyak ikan yang mati .
Kualitas Air
Untuk pengendalian pencemaran lingkungan khususnya pencemaran terhadap
air sungai sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air, baku mutu air digolongkan menjadi:
1. Kelas I
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
2. Kelas II
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi
air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas III
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
4. Kelas IV
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut [13].
2.4 Parameter Kualitas Air
Pengujian kualitas air penting ditentukan sebelum digunakan untuk minum,
keperluan rumah tangga domestik, tujuan pertanian dan industri. Pengujian
kualitas air dapat dilakukan dengan menggunakan parameter fisika dan kimia
[14]. Indikator yang umum digunakan pada pemeriksaan pencemaran air
adalah suhu, pH atau konsentrasi ion hidrogen, oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand,
BOD, kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD) dan
penentuan konsentrasi logam berat dalam perairan.
Parameter Kimia
pH (Derajat Keasaman)
Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa tingkat keasaman atau kebasaan suatu
perairan. Perairan dengan nilai pH =7 adalah netral, pH <7 dikatakan kondisi perairan bersifat
asam, sedangkan pH >7 dikatakan perairan tersebut bersifat basa [3]. Jika diketahui pH air
rendah atau air bersifat asam, maka air tersebut dapat menjadi racun. Sedangkan pH air lebih
besar atau bersifat basa, maka air tersebut memiliki rasa yang pahit [18]. pH yang ideal
bagi.kehidupan biota air tawar adalah antara 6,8 - 8,5. pH yang
sangatrendah,menyebabkankelarutan logam-logam dalam air makin besar, yang bersifat
toksik bagi organisme air, sebaliknya pH yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi
amoniak dalam air yang juga bersifat toksik bagi organisme air [19]. Nilai pH air yang tidak
tercemar biasanya mendekati netral (pH 7) dan memenuhi kehidupan hampir semua
organisme air. Perubahan nilai pH bisa disebabkan oleh masukan senyawa organik maupun
anorganik kedalam air yaitu perubahan pH bisa dipengaruhi oleh adanya senyawa yang
masuk ke dalam lingkungan perairan seperti limbah anorganik dan organik [20].
DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut atau DO merupakan salah satu penunjang utama kehidupan di perairan.
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dibutuhkan oleh semua makhluk hidup untuk
pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi
untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi
bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam
suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis
organisme yang hidup dalam perairan tersebut [21]. Kadar oksigen terlarut semakin menurun
seiring dengan semakin meningkatnya limbah organik di perairan. Hal ini disebabkan oksigen
yang ada, dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik menjadi zat anorganik.
Kondisi oksigen terlarut di perairan dipengaruhi antara lain oleh suhu, salinitas, pergerakan
massa air, tekanan atmosfir, konsentrasi fitoplankton dan tingkat saturasi oksigen
sekelilingnya serta adanya pengadukan masa air oleh angin. Adanya penambahan oksigen
melalui proses fotosintetis dan pertukaran gas antara air dan udara menyebabkan kadar
oksigen terlarut relatif lebih tinggi di lapisan permukaan. Dengan bertambahnya kedalaman,
proses fotosintesis akan semakin kurang efektif [22]. Oksigen terlarut sangat penting untuk
kehidupan organisme diperairan. Nilai DO jika kurang dari 3 mg/L akan menyebabkan stres
bagi organisme diperairan tersebut. Ikan akan mengalami kematian jika oksigen terlarut
yangterdapat diperairan sebesar 1-2 mg/L.BOD ( Biological Oxygen Demand) BOD adalah
jumlah oksigen yang digunakan oleh zat organik maupun anorganik yang teroksidasi secara
biologi. Nilai dari BOD merupakan parameter dalam pencemaran air [24]. Nilai BOD
tergantung pada jenis dan jumlah bahan kimia organik yang berada dalam perairan, suhu, pH,
kehadiran nutrisi dan komponen komponen lain yang diperlukan untuk pertumbuhan.
Penentuan nilai BOD bertujuan untuk untuk mengukur jumlah oksigen digunakan oleh
mikroorganisme dalam oksidasi aerobik, atau penghancurann bahan organik yang berada
danau, Semakin tinggi nilai BOD menunjukan bahwa banyaknya komponen organik yang
berada diperairan [25].Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu
mengukur kandungan oksigen terlarut awal atau disebut DO0 kemudian mengukur
kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi
gelap dan suhu tetap (20oC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DO0 dan DO5 (DO0 -
DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L) [3].

COD (Chemical Oxygen Demand)


Kebutuhan oksigen kimia atau COD merupakan pengukuran yang digunakan
untuk menentukan kontaminasi bahan organik dalam air dinyatakan dalam
mg/L. COD adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk terjadinya
oksidasi kimia dari bahan organik dalam air menjadi zat anorganik [14]. COD
digunakan untuk menentukan banyaknya oksigen yang dapat mengoksidasi zat
organik dalam sampel menggunakan oksidator kuat. Senyawa organik yang
tidak mengalami dekomposisi secara biogis dapat dioksidasi oleh oksidator.
Oksidator yang dapat digunakan yaitu K2Cr2O7 atau KMnO4 keduanya
merupakan oksidator kuat [27]. Jumlah zat organik yang teroksidasi sebanding
dengan permanganat yang terpakai. Analisis COD dapat dilakukan dengan
metode volumetri dengan prinsip sebagian besar zat organik dioksidasi dengan
oksidator permanganat dalam keadaan asam dan mendidih
Logam Berat
Logam berat merupakan unsur-unsur transisi yang mempunyai massa jenis
atom lebih besar dari 5 g/dm
3 [29]. Logam berat umumnya bersifat racun
terhadap makhluk hidup, walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam
jumlah kecil. Melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air
yang terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat terdistribusi ke
bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini

BAB III PENUTUP

A.KESIMPULAN DAN SARAN


Pemanfaatan Danau Maninjau yang dilakukan secara beragam dan tanpa kendali
untuk berbagai kepentingan ekonomi, telah menyebabkan terjadinya degradasi
ekologi. Selanjutnya kalau hal ini tetap dibiarkan, akan dapat memicu terjadinya
bencana akibat kerusakan alam serta memarjinalisasikan dan memiskinkan
sekelompok masyarakat.Telah disadari bahwa pemanfaatan Danau Maninjau untuk
beragam kepentingan, maka dibutuhkan model pengelolaan yang baik. Model
pengelolaan yang telah dilakukan terhadap kawasan Danau Maninjau, adalah model
yang semata dibentuk secara formal oleh pemerintah setempat secara top-
down.Masyarakat selingkar Danau Maninjau secara tradisi tidak mengenal adanya
hak ulayat danau, mereka hanya mempercayai hak ulayat keluarga sebatas
sepelempar batu (sapambaian). Di luar itu merupakan sumber daya milik umum
(common property resources). Dengan demikian, sumber daya yang dimiliki secara
umum telah menyebabkan terjadinya tumpang tindih peran antar berbagai
kepentingan dalam mengelola maupun memanfaatkannya. Untuk mengelola Danau
Maninjau sebagai sumber daya milik umum (common-pool resources), diperlukan
jembatan model pengelolaan yang melibatkan berbagai stakeholder serta dilakukan
mengikuti model kerjasama pengelolaan
(collaborativemanagement).Ketidakseimbangan distribusi peran antara masyarakat
dan pemerintah dalam mengelola Danau Maninjau menjadi latar belakang
pentingnya kolaborasi antar pihak (collaborative management).Untuk itu diusulkan,
dibentuk suatu model kelembagaan yang bisa mengadopsi aspiras
DAFTAR PUSTAKA

Brent V. Alloway, Agung Pribadi, John A. Westgate, Michael Bird, L. Keith Fifield, Alan
Hogg, and Ian Smith, Correspondence between glass-FT and 14C ages of silicic
pyroclastic flow deposits sourced from Maninjau caldera, west-central Sumatra, Earth
and Planetary Science Letters, Vol. 227, Issues 1-2, 30 October 2004, pp. 121-
133, doi:10.1016/j.epsl.2004.08.014[1](Jurnal berbayar)

Borrini-Feyerabend. (2001). Making partnership


with communities and other stakeholders.
In: Graeme Kelleher eds. Guidelines for
Marine Protected Area. Glend, Switzerland:
IUCN. Pp. 29-36.
deLeon and deLeon. (2002). “What ever happened
to policy implementation? An alternative
approach”. Journal of Public Administration
Research and Theory, 12 (4), 467-492.
ENDS, Both and Gomukh. (2005). River
basin management a negotiated approach.
Edited by Both ENDS. Amsterdam, the
Netherland: Mudra Multicolor offset
Printers.
Fisher, Robert; Ravi Prabhu and Cynthia Mc
Dougall eds., (2007). Adaptive collaborative

Anda mungkin juga menyukai