Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Dengan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Penetrant Test ini yang sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga
penulis sampaikan berterima kasih pada Ibu Kristantu MT,Msi selaku Dosen Mata
kuliah Pengetahuan Lingkungan yang memberikan tugas kepada kami semua.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Pengelolaan Daerah Pesisir Pantai. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan penulisan
makalah ini.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis memohon
maaf dan apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis
mengucapkankan terima kasih.

Jakarta,20 November 2019

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Indonesia dilihat dari geografis merupakan negara dengan prosentase sebagian besar
wilayahnya merupakan perairan yang tergugus pulau-pulau besar dan kecil. Seperti
kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan
terbesar di dunia yang memiliki 17.510 pulau.1 dan panjang garis pantai mencapai
95.181 km serta luas wilayah laut mencakup 70 persen dari total luas wilayah
Indonesia. Secara geografis letak kepulauan Indonesia sangat strategis yakni di
daerah tropis yang diapit oleh dua benua (Asia dan Australia), dua samudera (Pasifik
dan India), serta merupakan pertemuan tiga lempeng besar di dunia (Eurasia, India-
Australia dan Pasifik) menjadikan kepulauan Indonesia dikaruniai kekayaan
sumberdaya kelautan yang berlimpah, baik berupa sumberdaya hayati dan non-
hayati, maupun jasa-jasa lingkungan. Oleh karena itu Indonesia merupakan suatu
karakteristi unik yang di dalamnya terdapat jutaan potensi sumber daya alam yang
bisa termanfaatkan untuk kepentingan bangsa dan anak cucu bangsa yang akan
datang. Pengembangan wilayah pesisir dan laut merupakan isu dan bahasan

yang merupakan suatu keharusan yang dilakukan sekarang, sebelumnya (semasa


orde baru), pengembangan wilayah pesisir dan lautan tidak memperoleh perhatian
yang cukup akibat interaksi keputusan politik yang dilandasi kepentingan agraris
semata. Namun, dalam tahun-tahun terakhir disadari bahwa aset dan sumber daya
pesisir dan lautan memiliki peluang yang terlalu besar untuk ditinggalkan.

Sejak tahun 1982, berdasarkan hukum laut internasional (Uniteds Nation


Convention on the Law of The Sea,UNCLOS), luas lautan Indonesia mencapai 5,8
juta kilometer persegi termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 kilometer
persegi. Aset tersebut belum termanfaatkan secara optimal, terbukti share ekonomi
kelautan (data 1992) hanya 24 persen PDB. Di negara-negara yang asetnya lebih
kecil, seperti Inggris, Jepang, Taiwan, dan Denmark, sektor kelautannya
menyumbang lebih dari 40 persen PDB.2

Dari data tersebut, berapa potensi kelautan kita yang tidak termanfaatkan
dari tahun ke tahun, yang harusnya bisa mensejahterakan masyarakat kita terutama
masyarakat pesisir yang terindikasi sebagai masyarakat pinggiran dan miskin.
Sementara itu, secercah harapan mulai muncul dengan dimasukkannya sektor maritim
dalam GBHN 1999, dibentuknya Departemen Eksplorasi Lautan dan Perikanan

3
(DELP), konsep institusi baru yang bertanggungjawab dalam pembangunan lautan
dan perikanan, kemudian dibentuknya Kementrian

Kelautan dan Perikanan, serta telah diundangkannya Undang-undang Nomor 27


Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan
awal fase baru pengembangan wilayah laut dan pesisir untuk kepentingan
masyarakat, terutama masyarakat pesisir untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Lebih jauh memperhatikan masalah pesisir, berdasarkan pendekatan secara ekologis,
wilayah pesisir (coastal zone) mencakup semua wilayah yang merupakan kawasan
pertemuan antara daratan dan lautan, ke arah darat meliputi bagian daratan baik
kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses yang
berkaitan dengan laut atau sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan
perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut kawasan pesisir mencakup bagian laut
yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi
dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat
seperti penggundulan hutan dan pencemaran.Wilayah pesisir tersebut mempunyai
nilai yang strategis karena mengandung potensi sumber daya pesisir baik sumber
daya hayati dan non hayati, serta jasa-jasa lingkungan yang sangat rentan terhadap
berbagai perubahan akibat pembangunan. Demikian pula rentan terhadap bencana
alam yang kemungkinan dapat terjadi di wilayah pesisir yang berupa gelombang
pasang (tsunami), banjir, erosi dan badai.

Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan


antara ekosistem darat dan laut yang berkesinambungan. Di wilayah pesisir ini
terdapat sumber daya pesisir berupa sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang
sangat kaya. Kekayaan sumberdaya pesisir tersebut menimbulkan daya tarik bagi
berbagai pihak untuk mengeksploitasinya dan berbagai instansi berkepentingan untuk
meregulasi pemanfaatannya. Sumberdaya tersebut dapat dibagi dalam empat kategori,
yaitu : (1) sumberdaya dapat pulih (renewable resources) seperti sumberdaya ikan,
mangrove dan terumbu karang; (2) sumberdaya tidak dapat pulih ( non-renewable
resources) seperti sumberdaya mineral, pasir laut dan garam; dan (3) jasa lingkungan
kelautan (enviromental services ) seperti wisata bahari, transportasi laut dan energi
kelautan seperti ocean thermal energy conversion (OTEC); serta (4) benda berharga
tenggelam.4.Wilayah pesisir terdapat berbagai ekosistem alami yang mempunyai
fungsi masing-masing yang berlainan, yaitu misalnya hutan bakau, padang lamun,
estuaria, delta, dan terumbu karang. Selain dimanfaatkan sebagai sumber daya alam
pesisir, ekosistem tersebut juga mempunyai fungsi ekologis yang penting yaitu
sebagai pelindung pantai, pengatur luapan banjir, sebagai tempat untuk
mengendapnya sedimen atau bahan pencemar dan tempat berlindung serta

4
berkembangnya jenis-jenis biota yang mempunyai potensi ekonomi yang tinggi.
Demikian pula ada yang berfungsi sebagai pengatur sumber air tawar dan rembesan
air laut ke arah darat. Dipandang sebagai suatu “ruang”, wilayah pesisir merupakan
wadah kehidupan manusia dan makluk hidup lainnya, yang mengandung potensi
sumber daya pesisir yang bersifat terbatas. Sebagai wadah, wilayah pesisir memang
terbatas dalam hal besaran wilayahnya, sedangkan sebagai sumber daya terbatas
mengenai daya dukungnya. Dalam fungsinya untuk budidaya, besaran wilayah pesisir
mengandung berbagi potensi pemanfaatan dalam berbagai sektor kegiatan ekonomi.
Umumnya wilayah pesisir digunakan sebagai wadah berbagai aktivitas manusia
dengan intensitas yang tinggi. Hal itu misalnya untuk permukiman, kawasan industri,
pertanian, pertambakan, pelabuhan, rekreasi dan pariwisata, pertambangan,
pembangkit tenaga listrik, dan konservasi sumberdaya alam. Sedangkan di laut pantai
digunakan untuk media pelayaran dan untuk penangkapan ikan, serta sumber daya
alam hayati lainnya. Masing-masing kegiatan tersebut belum tentu dapat saling
menguntungkan, bahkan justru dapat merugikan satu sama lain. Oleh karena itu
wilayah pesisir di samping sebagai “pusat kegiatan” juga dapat menjadi “pusat
konflik atau benturan” antara kepentingan sektor yang satu dengan sektor lainnya.5
oleh karena itu perludipertegas pada suatu pengaturan yang rigid mengatur masalah
pesisir dan sumber dayanya untuk kepentingan masyarakat pesisir pada khususnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas maka di susun beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa Pentingnya Pengelolaan Pada Pesisir Pantai?
2. Mengapa perlu melakukan perencanaa dalam pengelolaan di pesisir pantai?
3. Apa saja Wewenang yang berlaku terhadap Pengelolan di Pesisir Pantai?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Dari rumusan masalah yang telat disusun, maka ada beberapa tujuan penulisan dari
makalah ini, seperti :
1. Mengetahui Pentingnya Pengelolaan Dipesisir Pantai.
2. Mengetahui Wewenanv yang berlaku dipesisir Pantai .
3. Mengetahui bagaimana Pengelolaan di pesisir pantai.
4. Mengetetahui Perencanaan dalan Pengelolaan dipesisir Pantai

1.4 METODE PENELITIAN


5
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
Empiris. Metode penelitian empiris merupakan metode penelitian hukum yang
berfungsi untuk melihat bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Soetandyo
Wignjosoebroto menyebut penelitian empiris sebagai penelitian nondoktrinal
(Wignjosoebroto, 2002: 147). Bambang Sunggono juga menyebut aspek penelitian
hukum empiris juga disebut sebagai nondoctrinal research atau sociolegal research
(Sunggono, 2003: 43). Mengenai sociolegal research sebagaimana ditegaskan
Sulistyowati Irianto meruapakan kajian terhadap hukumdengan menggunakan
pendekatan ilmu hukum Laut maupun ilmu sosial. Pada prinsipnya sociolegal
research mengkaji tekstual yaitu kajian terhadap pasal-pasal dalam peraruran
perundang-undangan dan menganailis secara kritis serta mengungkap makna yang
terkandung di dalamnya serta implikasi pada subjek hukum, selanjutnya dikaitkan
denggan konteksnya (Irianto, 2009: 299). Di dalam melakukan penelitian empirik,
penting melakukan studi lapangan. Dalam hal ini peneliti melakukan pengumpulan
data kualitatif yaitu dengan melakukan pengumpulan catatan pengamatan dan
wawancara.Di dalam penelitian empiris ini fokus kajiannya pada model pengelolaan
wilayah pesisir yang berbasis kumunitas masyarakat. Tentu saja dalam mengkaji
model pengelolaan wilayah pesisir tidak terlepas dari peraturan–peraturan dan
kebijakan-kebijakan yang mengatur wilayah pesisir. Sumber data yang diigunakan
adalah data primer dan data sekunder. data primer yang digunakan adalah data
lapangan yang bersumber dari catatan dan pengamatan serta hasil wawancara dengan
pihak yang terkait. Sedangkan data sekunder yang digunakan adalah peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan wialayah
pesisir, buku, jurnal makalh yang terkait dengan permasalahan yang diajukan
Selanjutnya teknik analisis data diawali dengan pengolahan data primer selanjutnya
dikaitkan dengan data sekunder. Pada tahappengolahan data ini, data yang telah
terkumpul selanjutnya dikategorikan dan dikualifikasi berdasarkan permasalahhan
yang diajukan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan interpretasi hukum,
Interpretasi hukum yang digunakan adalah hermeneutika hukum(Irianto, 2009: 181).

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengaturan Tentang


Pengelolaan Wilayah Pesisir

Di Dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya L


alinea ke-2 dan ke-4, jelas dipahami bahwa pemerintahan daerah merupakan alat
kelengkapan negara yang betujuan untuk mewujudkan cita- cita negara. Untuk
mewujudkan cita- cita negara, pemerintahan daerah diberi kewenangan untuk
menjalankan seluruh urusan pemerintahan di daerah sesuai dengan kewenangan
pemerintahan daerah. Untuk mengetahui kewenangan pemerintah daerah maka
sebelumya perlu diketahui konsep kewenangan. Konsep kewenangan dapat dilihat
dalam bahasa Belanda yang dikenal dengan “bevoegdheid” yang berarti wewenang
atau berkuasa. Berdasarkan pemahaman Atmosudirdjo anatar kewenangan dan
wewenang adalah berbeda walaupun dalam praktiknya perbedaan itu tidak terlalu
dirasakan. Atmosudirdjo memahami kewenangan meruapakan kekuasaan formal
dalam arti kekuasaan yang berasal dari legislatif (kekuasaan yang diberi oleh
Undang-Undang atau kekuasaan eksekutif administratif) (Atmosudirjo, 1994: 78).
Konsep kewenangan juga disampaikan oleh P. Nicolai yang menegaskan bahwa
kewenangan merupakan kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu
dalam arti tindakan yang menimbulkan akibat hukum serta mencakup timbul dan
lenyapnya akibat hukum(Ridwan, 2006: 102). M. Hadjon memberikan konsep bahwa
kewenangan itu adalah konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi
negara (Setiawan, 2009: 16). Dalam Pemahaman M. Hadjon bahwa segala tindakan
pemerintah harus didasarkan pada hukum yang berlaku. Dengan demikian
bahwatindakan pemerintah yang sah adalah apabila sesuai dengan kewenangan.
Lebih lanjut juga dikatakan bahwa kewenangan hanya dapat diperoleh dengan dua
cara yaitu atribusi dan delegasi (Hadjon, et.al, 2011: 130).Pemahaman yang sama
juga dijelaskan oleh F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek (Sadjijono, 2011: 65) .
Selanjutnya Indroharto menegaskan bahwa wewenang diperoleh secara atribusi,
delegasi dan mandat (Indroharto, 1993:90).Berdasarkan pemahaman di atas dapat
dipahami bahwa sumber wewenang bagi pemerintah dalam menyelenggarakan suatu
pemerintahan sangatlah penting, karena penggunaan wewenang berkaitan dengan
pertanggungjawaban hukum (Ridwan, 2006: 108). Oleh karena itu dalam konteks
kajian ini pemahaman konsep kewenangan sangatlah penting dalam mengkaji
7
kewenangan pemerintah dalam pengaturan perlindungan dan
pengelolmasyarakat.Merujuk pendapat Nicolai dwa sumber kewenangan di dapa.
Lebih lanjut Hadjon juga menyatakan bahwa kewenangan itu merupakan konsep inti
dalam HTN dan HAN yang pada dasarnya Pemerintah dalam mengambil suatu
tindakan maka harus berdasarkan atas hukum yang berlaku. Hal ini dapat dipahami
bahwa suatu tindakan pemerintah dikatakan sah, apabila tindakan itu berdasarkan atas
hukum. Dengan demikian konsep kewenangan sangat kental dengan aspek legalitas.
Secara singkatdipahami bahwa hukum memberikan suatu kewennangan baik untuk
bertindak maupun tidak bertindak. Apabila Pemerintah melakukan tindakan yang
berakibat pada timbul atau lenyapnya akibat hukum. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kewenangan pemerintah untuk bertindak akan menimbulkan akibat
hukum maupun tidak menimbulkan akibat hukum.

Berkaitan dengan kewenangan sebagaimana dijelaskan di atas, sangat penting dalam


konteks perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir, kewenangan
juga.didelegasikan ke Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Di dalam
perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir, peran Pemerintah Daerah dan
Kabupaten/Kota sangat besar, sehingga diperlukan produk hukum daerah yang
mengatur perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir. Dasar pementukan produk
hukum daerah ini adalah untuk mendukung semangat otonomi daerah dengan
memanfaatkan potensi yang ada di daerah masing-masing. Namun demikian dalam
pembentukan produk hukum daerah dak terlepas dari dasar-dasar yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan

Berdasarkan pada konsep kewenangan dan konsep perlindungan hukum di atas,


berkaitan dengan kewenangan pemerintah daerah dalam pengaturan perlindungan dan
pengelolaan wilayah pesisir dapat dilihat dalam dalam batas-batas kewenangan yang
telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam konteks pengaturan, setiap
pembentukan peraturan hukum sebagai bentuk perlindungan hukum kepada
masyarakat maka dasar kewenangan merupakan point penting dalam suatu proses
pembentukan hukum. Selain mendasarkan pada dasar kewenangan suatu
pembentukan hukum juga medasarkan pada fakta sosiologis atau kebutuhan
masyarakat terhadap produk hukum tersebut.Terkait dengan dasar kewenangan dalam
pengaturan perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir didasarkan pada Pasal 18
Ayat (6) UUD Negara Republik Indonesia yang menegaskan bahwa pemerintah
daerah berhakmenetapkan peraturan daerah dan peraturan-Peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi.

8
Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999, Pemerintah Pusat telah memberikan otonomi
yang lebih jelas dan nyata termasuk kewe-nangan pengelolaan sumberdaya kelautan.
Kewenangan ini meliputi :

(a) Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas 12 mil
laut.

(b) Pengaturan kepentingan administratif

(c) Pengaturan tata ruang

(d) Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah atau
yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah

(e) Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara khususnya di laut.

Secara lebih detail, kewenangan-kewenangan tersebut dapat

dijabarkan sebagai berikut :

(1) Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut :

Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota berwenang terhadap pengelolaan sumberdaya alam


laut untuk kesejahteraan masyarakat, pemba-ngunan daerah dan pembangunan
nasional.

(2) Kewenangan Eksplorasi

a. Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota berwenang melakukan eks-plorasi terhadap


sumberdaya alam laut.

b. Kegiatan eksplorasi mencakup kegiatan pemantauan, survei atau penelitian


terhadap sumber alam hayati dan non hayati yang berada di dasar , di badan air
maupun di permukaan laut.

(3) Kewenangan Eksploitasi

a. Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota berwenang melakukan eks-ploitasi secara


bijaksana dan berwawasan lingkungan terhadap sumberdaya alam laut.

b. Kegiatan eksploitasi mencakup kegiatan pemanfaatan, pengem-bangan fasilitas,


pengangkutan, penuyimpanan, pengolahan dan pemasaran sumberdaya alam laut, dan
rehabilitasi wilayah eksploitasi

9
c.Tata cara dan prosedur pelaksanaan eksploitasi ditetapkan dengan Peraturan Daerah
dan mengacu pada peraturan perundangan yang ada.

(4) Kewenangan Konservasi

a. Daerah berwenang mengkonservasi sumberdaya alam laut yang ada di wilayah


kewenangannya mencakup kewenangan melindungi, melestarikan, dan merehabilitasi
sumberdaya alam laut.

2.2 Permasalahan Yang Dihadapi Wilayah Pesisir

(1) Kerusakan fisik habitat ekosistem pesisir


Kerusakan fisik habitat ekosistem wilayah pesisir di Indonesia umumnya terjadi pada
ekosistem mangrove, terumbu karang dan rumput laut. Terumbu karang di Indonesia
yang masih berada dalam kondisi sangat baik hanya 6,20 %, kondisi rusak 41,78 % ,
kondisi sedang 28,30%, dan kondisi baik 23,72 % (Moosa et.al. 1996).Kerusakan
terumbu karang umumnya disebabkan oleh kegiatan-kegiatan perikanan yang bersifat
destruktif seperti penggunaan bahan peledak dan beracun, penambangan karang,
reklamasi pantai, pariwisata, dan sedimentasi akibat erosi dari lahan atas.

(2) Over-eksploitasi sumberdaya hayati laut


Meskipun secara agregat (nasional) sumberdaya perikanan laut baru dimanfaatkan
sekitar 58,5 % dari total potensi lestarinya, namun di beberapa kawasan perairan,
beberapa stok sumberdaya perikanan telah mengalamik ondisitangkap
lebih(overfishing) seperti di perairan Selat Malaka (112,38 %), Laut Jawa (88,98,%),
dan Selat Makasar serta Laut Flores (66,70 %).

(3) Pencemaran
Tingkat pencemaran di beberapa kawasan pesisir dan lautan di Indonesia pada saat ini
telah berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Kawasan yang termasuk
dalam katagori dengan tingkat pencemaran tinggi adalah Propinsi Jawa Barat,
JawaTimur, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Kalimantan Timur, Riau, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Kawasan yang termasuk
katagori tingkat pencemaran rendahadalah Irian Jaya,Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Bengkulu, dan Nusa Tenggara Timur.Sumber utama pencemaran pesisir
dan lautan terdiri dari tiga jenis kegiatan di darat, yaitu kegiatan industri, kegiatan
rumah tangga, dan kegiatan pertanian. Sedangkan sumber pencemaran yang
berasal dari berbagai kegiatan di laut meliputi perhubungan laut dan kapal
pengangkut minyak, kegiatan pertambangan dan energi lepas pantai.

10
(4) Konflik pemanfaatan ruang
Ketidakterpaduan berbagai kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dalam
memanfaatkan sumberdaya wilayah pesisir telah memicu konflik kepentingan sektor,
swasta, dan masyarakat. Penyebab utamanya karena selama ini belum adanya aturan
yang jelas baik dari segi hukum maupun substansi mengenai penataan ruang wilayah
pesisir dan lautan. Kegiatan yang tidak terpadu itu selain kurang bersinergi juga
sering saling mengganggu dan merugikan antar kepentingan, seperti kegiatan industri
yang polutif dengan kegiatan perikanan yang berdampingan.

(5) Permasalahan lain yang merupakan permasalahan klasik meliputi


keterbatasan sumber dana pembangunan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia,
kemiskinan masyarakat pesisir, kurangnya koordinasi antar pelaku pembangunan, dan
lemahnya penegakan hukum

2.3 Pentingnya Pengelolaan Wilayah Pesisir

Pentingnya pengelolaan wilayah pesisir, yaitu : Pertama, wilayah pesisir


merupakan salah satu kawasan yang memiliki produktivitas hayati yang tinggi.
Perairan (coastal waters) daerah tropis seperti Indonesia, mendapatkan masukan
unsur hara (nutrients) dari daratan melalui aliran sungai dan aliran air permukaan (run
off) ketika hujan, serta siraman sinar matahari sepanjang tahun, sehingga
memungkinkan proses fotosintesa terjadi sepanjang tahunpula. Oleh sebab itu
berbagai ekosistem paling produktif di dunia, seperti mangrove, padang lamun
(seagrass beds), dan terumbu karang, tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir.
Ekosistem-ekosistem tersebut menjadi tempat pemijahan (spawning grounds) dan
tempat asuhan (nursery grounds) bagi kebanyakan biota laut tropis seperti udang,
kepiting, dan moluska. Selain berbagai jenis ekosistem tersebut, perairan pesisir
daerah tropis juga kaya akan produser primer lainnya, termasuk fitoplankton (micro
algae) dan rumput laut (macro algae – seaweeds). Oleh karena produser primer
merupakan makanan utama dari organisme (biota) konsumer zooplankton (plankton
hewani) dan berbagai jenis ikan, maka wajar jika sekitar 85 % hasil tangkapan ikan
dunia berasal dari perairan pesisir (perairan dangkal) (FAO, 1993): dan hampir 90 %
dari biota laut tropis sebagian atau seluruh daur hidupnya bergantung pada ekosistem
wilayah pesisir (Poerwito dan Naamin, 1979; Berwick, 1982; Turner, 1985; dan
Garcia, 1992). Dengan demikian, apabila kita ingin mendukung kelestarian
(sustainability) dan produktivitas usaha perikanan, baik penangkapan maupun
budidaya, maka kita harus memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan wilayah
pesisir.Kedua, wilayah pesisir memiliki potensi keindahan dan kenya-manan sebagai
tempat rekreasi dan pariwisata. Selain itu karena adanya kemudahan transportasi dan
distribusi barang dan jasa, sumber air pendingin bagi industri, dan tempat

11
pembuangan limbah; maka wilayah pesisir berfungsi sebagai pusat permukiman,
pelabuhan, kegiatan bisnis, dll. Oleh sebab itu, wajar bila lebih dari separuh jumlah
penduduk dunia bermukim di wilayah pesisir dan dua pertiga dari kota-kota besar
dunia juga terletak di wilayah ini (World Bank, 1994 ; Cicin-Sain and Knecht, 1998).
Ketiga, karena tingkat kepadatan penduduk dan intensitas pembangunan yang tinggi
di wilayah pesisir, maka wilayah pesisir pada umumnya mengalami tekanan
lingkungan (environmental stresses) yang tinggi pula. Selain dampak lingkungan
yang berasal dari kegiatan-kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, wilayah ini Juga
menerima dampak kiriman dan berbagai kegiatan manusia di lahan atas (upland
areas), terutama berupa bahan pencemar dan sedimen dari erosi tanah.

Keempat, wilayah pesisir biasanya merupakan sumberdaya milik bersama


(common property resources), sehingga berlaku rejim open access (siapa saja boleh
memanfaatkan wilayah ini untuk berbagai kepentingan). Pada rejim open access ini,
setiap pengguna ingin memanfaatkan sumberdaya pesisir semaksimal mungkin
sehinggasulit dilakukan pengendalian, dan sering kali terjadi kehancuran ekosistem
sebagai akibat tragedi bersama (tragedy of the common). Keadaan demikian dapat
menjadi potensi konflik. Dengan karak-teristik wilayah pesisir seperti di atas, maka
jelas bahwa pemanfaatan sumberdaya pesisir secara optimal dan
berkesinambungahanya dapat terwujud jika pengelolaannya dilakukan secara terpadu,
menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable develop-ment),
serta pendekatan pembangunan secara hati-hati (precautionary approach).

2.4 Model Ideal Pengelolaan Wilayah Pesisir Yang Berbasis Pada Masyarakat

Masyarakat pesisir merupakan masyarakat atau komunitas yang hidup dan


tumbuh di pesisir dan terikat dengan kearifan lokal setempat. Indonesia yang
merupakan negara kepalauan, luas lautnya mencapai 70 persen dari total wilayah
kepulauan. Kondisi laut yang demikian luas dengan sumber daya laut yang berlimpah
seharusnya mampu membawa masyarakat pesisir hidup makmur dan sejahtera,
namun sebaliknya masyarakat pesisir kurang berkembang dan terus dalam posisi
marjinal (Satria, 2015: 1). Namun sejalan dengan perkembangan jaman,
perkembangan wilayah pesisir mulai diperhatikan. Mulai dari pembentukan regulasi
yang berpihak pada program pengembangan wilayah pesisir. Sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 angka

2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-


Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-
Pulau Kecil bahwa wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem
darat dan ekosistem laut yang kental dipengaruhi oleh adanya perubahan iklim di

12
darat maupun di laut. Selanjutnya Bingen menyatakan bahwa wilayah pesisir
merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Dengan demikian pesisir
merupakanbagian daratan yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut termasuk masih
digunakan untuk kegiatan manusia

Peran serta masyarakat dalam tahap perencanaan dilakukan dengan menggali


potensi wilayah pesisir dan memberi usulan kepada pihak terkait mengenai
pengelolaan wilayah pesisir serta tanpa mengabaikan kearifan lokal wilayah pesisir.
Selanjutnya pada tahap pelaksanaan dipahami bahwa peran serta masyarakat dapat
berupa pengelolaan sumber daya pesisir, menjaga dan memelihara fungsi lingkungan
hidup wilayah pesisir, memantau pelaksanaan rencana pengelolaan wilayah pesisir
serta memberi informasi pelaksanaan pemanfaatan wilayah pesisir. Hal yang tidak
kalah penting dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah pemberdayaan masyarakat
pesisir (community development). Dalam konteks pemberdayaan masyarakat pesisir
dalam pengelolaan wilayah pesisir disesuaikan dengan potensi, karakteristik dan
analisis kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan kondisi sosial, ekonomi,
budaya dan lingkungan pesisir.Di dalam pengelolaan wilayah pesisir berbasis
masyarakat (community based development) tidak terlepas dari dukungan
pemerintah, desa adat dan masyarakat. Berbagai hal dapat dilakukan dalam rangka
pemberdayaan masyarakat diantaranya pelatihan, pendidikan, penyuluhan,
permodalan, akses teknologi dan informasi, bantua n sarana dan prasarana, akses
pemasaran dan akses kerja sama dengan pihak lain. Dalam konteks inilah dibutuhkan
peran pemerintah daerah untuk dapat membantu pemberdayaan masyarakat pesisir.
Pemberdayaan masyarakat pesisir ini penting untuk membangun kemandirian
masyarakat pesisir dalampengelolaan wilayah pesisir. Di samping itu, untuk
mengembangkan pengelolaan wilayah pesisir yang berbasis masyarakat
(communitybased development), kearifan lokal juga tidak boleh diabaikan. Kearifan
lokal dipahamisebagai tradisi dan nilai-nilai yang tumbuh dalam dan diwarisi secara
turun temurun pada masyarakat pesisir yang cukup efektif dalam perlindungan dan
pengelolaan wilayah pesisir.Wujud konkritnya adalah awig-awig. Awig-awig ini
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan
masyarakat pesisir. Selain itu peran pemerintah daerah sangat dibutuhkan dalam
rangka pemberdayaan masyarakat pesisir sesuai dengan potensi, karakter, kebutuhan
masyarakat dan sosial budaya masyarakat untuk menuju kemandirian dalam
pengelolaan wilayah pesisir.

2.5 Permasalahan Pemanfaatan Dan Pengelolaan Pesisir

13
Pemanfatan dan pengelolaan daerahpesisir yang dilakukan oleh masyarakat
maupun daerah sebagian belum memenuhi ketentuan pemanfaatan sumber daya alam
secara lestari dan berkelanjutan. Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi dan
kelestarian pesisir dan lingkungannya. Penyebab degradasi kondisi daerah pesisir
secara tidak langsung juga disebabkan oleh pengelolaan sumber daya alam di hulu
yang berpengaruh terhadap muara di pesisir. Kebijakan reklamasi yang tidak
berdasarkan kepada analisa dampak lingkungan pada beberapa daerah juga
berpengaruh terhadap ekosistem dipesisir. Perizinan pengembangan usaha bagi
kelangan dunia usaha selama ini sebagian besar menjadi kewenangan pusat.
Kadangkala dalam hal ini pemberian izin tersebut tanpa memperhatikan kepentingan
daerah dan masyarakat setempat. Jika kita perhatikan berbagai permasalahan yang
timbul dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :

 Pemanfaatan dan pengelolaan daerah belum diatur dengan peraturan perundang-


ungan yang jelas, seingga daerah mengalami kesulitan dalam menetapkan sesuatu
kebijakan.

 Pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir cendrung bersifat sektoral, sehingga


kadangkala melahirkan kebijakan yang tumpang tindih satu sama lain. Pemanfatan
dan pengelolaan daerah pesisi belum memperhatikan konsep daerah pesisir sebagai
suatu kesatuan ekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif
pemerintahan, sehingga hal ini dapatmenimbulkan konflik kepentingan antar daerah

 Kewenangan daerah dalam rangka otonomi

daerah belum dipahami secara komprehensif oleh para stakeholders, sehingga pada
setiap daerah dan setiap sector timbul berbagai pemahaman dan penafsiran yang
berbeda dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerahpesisir.

2.6 Kebijakan, Strategi Dan Perencanan Pengelolaan Wilayah Pesisir

Menteri Kimpraswil dalam Seminar Umum Dies Natalis ITS ke-34 menyatakan
beberapakebijakan nasional yang terkait denganpengelolaan wilayah laut dan pesisir
adalah sebagai berikut :

1. Revitalisasi kawasan berfungsi lindung,mencakup kawasan-kawasan lindung yang


terdapat di wilayah darat dan wilayah laut/pesisir, daalm rangka menjaga kualitas
lingkungan hidup sekaligus mengamankan
kawasan pesisir dari ancaman bencana alam. Salah satu factor penyebab berbagai
permasalahan di wilayah laut dan pesisir adalah hilangnya fungsi lindung kawasan-
kawasan yang seharusnya ditetapkan sebagai kawasan lindung, termasuk kawasan
14
lindung di wilayah daratan yang mengakibatkan pendangkalan perairan pesisir,
kerusakan padang lamun, dan kerusakan terumbu karang (coral bleaching).

2. Pengembangan ekonomi masyarakat pesisir berbasis potensi dan kondisi sosial


budaya setempat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan
sumber daya laut dan pesisir secara optimal danberkelanjutan. Peningkatan
tingkatkesejahteraan masyarakat pesisir
merupakan salah satu kunci dalammengurangi tekanan terhadap ekosistemlaut dan
pesisir dari pemanfaatansumber
daya yang tidak terkendali.

3. Peningkatan pelayanan jaingan prasarana wilayah untuk menunjang pengembangan


ekonomi di wilayah laut dan pesisir. Ketersediaan jaringan prasrana wilayah yang
memadai akan menunjang pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir secara
optimal serta menunjang fungsi pesisir sebagai simpul koleksi- distribusi produk
kegiatan ekonomi

masyarakat.

Strategi pengembangan masyarakat pesisir dapat dilakukan melalui dua pendekatan


yaitu, yang bersifat struktural dan non structural. Pendekatan structural adalah
pendekatan makro yang menekankan pada penataan sisitem dan struktur sosial
politik. Pendekatan ini mengutamakan peranan instansi yang berwenang atau
organisasi yang dibentuk
untuk pengelolaan pesisir laut. Dalam hal ini peranan masyarakat sangat penting
tetapi akan kurang kuat karena aspek struktural biasanya
lebih efektif bila dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai kewenangan, paling
tidak pada tahap awal. Dilain pihak pendekatan non
struktural adalah pendekatan yang subyektif. Pendekatan ini mengutamakan
pemberdayaan masyarakat secara mental dalam rangka meningkatkan kemampuan
anggota masyarakatuntuk ikut serta dalam pengelolaan dan
persoalan pesisir laut. Kedua pendekatantersebut harus saling melengkapi dan
dilaksanakan secara integrasi.

perencanaan pembangunan pesisir secara terpadu harus memperhatikan tiga prinsip


pembnagunan berkelanjutan untuk pengelolaan wilayah pesisir yang dapat diuraikan
sebagai berikut ;
 Instrumen ekonomi lingkungan telah menjadi bagian dari pengambilan
keputusan, yang memasukkan parameterlingkungan untuk melihat analisis biaya
manafaat (cost benefit analysis). Misalnya pembangunan pabrik di wilayah pesisi
harus memperhitungkan tingkt pencemarannya terhadap laut, perlunya pengelolaan
limbah ikan di Tempat Pelelangan Ikan, dan lain-lain.  Isu lingkungan seperti
konservasi keanekaragaman hayati menjadi perhatian
utama dalam pengambilan keputusan.  Pembangunan berkelanjutan sangat

15
memperhatikan kualitas hidup manusia pada saat sekarang dan masa yang akan
dating, termasuk didalamnya adalah sarana pendidikan bagi masyarakat pesisir,
penyediaan fasilitas kesehatan dan sanitasi yang memadai, dan mitigasi bencana.
Strategi pengelolaan tersebut merupakanupaya-upaya pemecahan masalah-masalah
wilayah pesisir yang yang harus dipecahkan melalui program-program pembangunan
Lebih lanjut lagi dapat disimpulkan bahwfactor-faktor yang harus diperhatikan
berkenaan dengan program-program pengelolaan sumberdaya pesisir yaitu;

 Pemerintah harus memiliki inisiatif dalam menanggapi berbagai


permasalahandegradasi sumberdaya yang terjadi dankonflik yang melibatkan
banyakkepentingan
.  Batas wilayah hukum secara geografis harus ditetapkan (meliputi wilayah
perairan dan wilayah darat)  Dicirikan dengan integrasi dua atau lebih
sektor, didasarkan pada pengakuan alam dan sistem pelayanan umum yang saling
berhubungan dalam penggunaan pesisir dan lingkungan

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

 Sumberdaya pesisir dan laut merupakan ekosistem yang sangat strategis bagi
pembangunan nasional, maka dalam penetapan program dan kebijakannya
harus diupayakan adanya efisiensi dalam pemanfaatan ruang dan sumberdaya
pesisir, peningkatan pendapatan/kesejahteraan masyarakat pesisir, member-
dayakan masyarakat pesisir, dan memperkaya dan meningkatkan mutu
sumberdaya alam

 Model pengelolaan wilayah pesisir


berbasis masyarakat (community based development) merupakan model yang
ideal dan tepat untuk diterapkan dalam rangka mewujudkan kemandirian
masyarakat pesisir.Model yang ditawarkan dalam makalah ini adalah peran
serta aktif masyarakat pesisir baik mulai tahap perencanaan, pelaksanaan
maupun pengawasan pengelolaan wilayah pesisir. Dalam tahap perencanaan
dipahami bahwa masyarakat pesisir menggali potensi-potensi wilayah pesisir
yang dapat dikembangkan selanjutnya membuat perencanaan pelaksanaan
pengelolaan wilayahpesisir. Pada tahap perencanaan, masyarakat pesisir
dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam membaca peluang potensi-potensi
yang dapat dikembangkan. Pada tahap pelaksanaan, bahwa yang terlibat aktif
dalam pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir adalah masyarakat pesisir.
Mayarakat pesisir konsisten dengan perencanaan yang telah disepakati,
melakukan kegiatan pengelolaan wilayah pesisir yang berdasarkan pada nilai
kearifan lokal serta melakukan pencegahan terhadap kegiatan yang berpotensi

16
mengakibatkan kerusakan wilayah pesisir. Selanjutnya tahap pengawasan,
bahwa apabila terjadi indikasi pencemaran dan kerusakan wilayah pesisir
maka masyarakat pesisir segera melaporkan pada pihak yang
terkait.Disamping itu peran pemerintah sangat pentingterutama dalam konteks
pemberdayaan masyarakat pesisir. Dalam hal ini pemerintah
memberikan bantuan baik berupa permodalan, akses informasi, akses
infrastruktur, pembinaan, pelatihan dan penyuluhan kepada
masyarakat pesisir mengenai strategi dalam pengembangan dan pengelolaan
wilayah pesisir.

 Wilayah pesisir memiliki nilai strategis bagi pengembangan ekonomi nasional


dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus merupakan wilayah
yang sangat rentan terhadap kerusakan dan perusakan.Oleh sebab itu
diperlukan pengelolaa yang bijaksana dengan menempatkan kepentingan
ekonomi secara proporsional dengan kepentingan lingkungan, baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang.

3.2 SARAN

Perlu membentuk peraturan daerah untuk menjamin kepastian hukum bagi


masyarakat pesisir untuk dapat terlibat dalam melakukan pengelolaan wilayah
pesisir. Dalam melakukan pengelolaan wiayah pesisir hendaknya berdasarkan
pada nilai kearifan lokal masyarakat setempat. Pembentukan peraturan daerah
mengenai peran serta aktif masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir
merupakanbentuk penguatan dan pemberdayaan masyarakat pesisir untuk menuju
kemandirian dalam pengelolaan wilayah pesisir. Selanjutnya bagi daerah-daerah
pesisir yangbelum berkembang perlu menerapkan strategi yaitu sinergi dan
interaksi yang tepat antara pemerintah daerah, masyarakat pesisir dan nilai
kearifan lokal dalam melakukan pengelolaan wilayah pesisir, sehingga terbangun
kemandirian masyarakat pesisir dalam pengelolaan wilayah pesisir.

3.2 Daftar Pustaka

https://id.m.wikipedia.org/wiki/

https ://www.googleschollar.com/

17

Anda mungkin juga menyukai