Anda di halaman 1dari 38

UTS Pengelolaan Pesisir

Dinda Nova Amalia


20190510046

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS HANG TUAH
TAHUN 2021
Soal
a.
a. Jelaskan apa pengertian pesisir, perairan pesisir, sumberdaya pesisir dan
pengelolaan wilayah pesisir yang anda ketahui, sebutkan pula sumber rujukan
pengertian tersebut?
Jawab :
- Pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan yang
merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut ke arah darat meliputi
bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi
sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin
sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh
proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air
tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran.
(Sumber: PPT mata kuliah Pengelolaan Pesisir pertemuan 1&2)
- Perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan
sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang
menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa
payau, dan laguna.
(Sumber: PPT mata kuliah Pengelolaan Pesisir pertemuan 1&2)
- Sumberdaya pesisir adalah sumberdaya alam, sumber daya binaan/buatan dan
jasa-jasa lingkungan yang terdapat di dalam wilayah pesisir seperti sumber
daya hayati, sumber daya non hayati, sumber daya buatan, dan jasa jasa
lingkungan.
(Sumber: PPT mata kuliah Pengelolaan Pesisir pertemuan 1&2)
- Pengelolaan wilayah pesisir adalah suatu pengoordinasian perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah,
antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan
manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
(Sumber: PPT mata kuliah Pengelolaan Pesisir pertemuan 1&2)

b. Uraikan menurut pemahaman anda, makna strategis pesisir dan laut di Indonesia?
Jawab :
- Secara sosial, wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 110 juta jiwa atau
sekitar 60% dari total penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam
radius 50 km dari garis pantai. kondisi inilah yang merupakan cikal bakal
perkembangan urbanisasi Indonesia di masa yang akan datang.
- Secara administratif, kurang lebih daerah Kota dan daerah Kabupaten berada
di pesisir, dimana dengan konsep otonomi daerah, maka kewenangan Kota dan
Kabupaten menjadi lebih luas dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah
pesisir.
- Secara fisik, terdapat pusat sosial ekonomi yang tersebar Sabang-Merauke
dimana di dalamnya, terkandung berbagai aset sosial (Social Overhead
Capital) dan ekonomi yang memiliki nilai finansial sangat besar.
- Secara ekonomi, hasil sumberdaya pesisir memberikan kontribusi terhadap
pembentukan PDB nasional sebesar 24% pada tahun 1989. Selain itu,terdapat
berbagai sumber daya masa depan (future resources) dengan memperhatikan
potensinya yang saat ini belum dikembangkan secara optimal, diantaranya
perikanan yang masih 58,5 %.
- Secara biofisik, wilayah pesisir Indonesia merupakan pusat biodiversity,
laut tropis dunia, karena hampir 30%/ hutan mangrove dan terumbu karang
dunia terdapat di Indonesia.
- Secara Politik & Hankam, pesisir merupakan wilayah perbatasan antara
Negara maupun antar daerah yang sensitive dan memiliki implikasi terhadap
pertahanan dan keamanan NKRI.

c. Uraikan menurut pemahaman anda pendekatan-pendekatan dalam pengelolaan


wilayah pesisir dan laut di Indonesia.
Jawab :
- Pendekatan Large Marine Ecosystem (LMEs), yaitu sebuah pendekatan yang
digunakan untuk menentukan luasan dari suatu kawasan pesisir dan laut untuk
dikonservasi. Pendekatan LMEs ini fokus pada lima hal yaitu produktivitas,
ikan dan kegiatan perikanan, kesehatan ekosistem, social ekonomi dan tata
kelola ekosistem pesisir dan laut.
- Pendekatan struktural, yaitu pendekatan makro yang menekankan pada
penataan sisitem dan struktur sosial politik. Pendekatan ini mengutamakan
peranan instansi yang berwenang atau organisasi yang dibentuk untuk
pengelolaan pesisir laut.
- Pendekatan nonstructural, yaitu pendekatan yang subyektif. Pendekatan ini
mengutamakan pemberdayaan masyarakat secara mental dalam rangka
meningkatkan kemampuan anggota masyarakat untuk ikut serta dalam
pengelolaan dan persoalan pesisir laut.

b.
a. Uraikan persoalan dalam wilayah pesisir dan laut di Indonesia.
Jawab :
- Ekonomi kelautan, masih banyak pulau-pulau kecil yang belum terkelola dan
dimanfaatkan secara optimal.belum adanya pengaturan tata Kelola mineral
dasar laut.
- Tata Kelola laut, belum diatur dan rencana zonasi pesisir belum tuntas.
- Batas laut dengan negara tetangga yang masih belum selesai perundingannya
dan keamanan laut, masih maraknya praktek illegal fishing.
- Konektivitas antar pulau, sarana prasarana Pelabuhan perintis yang belum
memadai, terutama di wilayah timur. Rute dan moda angkutan perintis yang
masih terbatas.
- Bencana dan pencemaran laut dan pesisir, kelembagaan dan mekanisme
penanganan penegakan hukumnya masih kurang.
- SDM dan Iptek kelautan, kualitas dan kuantitas SDM Kelautan yang belum
optimal. Masih kurangnya inovasi dan sosialisasi iptek kelautan yang tepat
guna dan masih belum berkembangnya wawasan kebangsaan Indonesia
sebagai negara kepulauan.

b. Jelaskan makna pengelolaan wilayah peisir terpadu.


Jawab :
Suatu proses yang dinamis yang berjalan secara terus-menerus, dalam
membuat keputusan-keputusan tentang pemanfaatan, pembangunan dan
perlindungan wilayah dan sumberdaya pesisir dan lautan (Sain and Krecth).
Pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih
ekosistem, sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu
guna mencapai pembangunan wilayah pesisir yang berkelanjutan. Suatu kegiatan
dikatakan berkelanjutan, apabila kegiatan pembangunan secara ekonomis,
ekologis dan social politik bersifat berkelanjutan.

c. Jelaskan pula urgensi pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu.
Jawab :
1. Kawasan pesisir memiliki produktifitas hayati tertinggi.
- 85% kehidupan biota laut tropis bergantung pada ekosistem pesisir (Odumand
Teal, 1976; Berwick,1982)
- 90% hasil tangkap ikan berasal dari laut dangkal/pesisir (FAO, 1998)
- Lumbung pangan pada umumnya terdapat di lahan pesisir (coastal lands),
seperti pantai timur Sumatera, Pantura, dan Sulsel.
2. Kawasan pesisir merupakan multiple-use zone:
- Kemudahan akses transportasi
- Lahan darat dan perairan yang subur
- Relatif mudah dan murah sebagai pembuangan limbah
- Kemudahan akses mendapatkan water cooling untuk industri
- Keindahan Panorama
Oleh karena itu:
- 50%-70% dari jumlah penduduk dunia (5,3 milyar) tinggal di Kawasan pesisir
(Edgren, 1993)
- 2/3 kota-kota besar dunia terdapat di wilayah pesisir (Cicin-Saindan Knecht,
1998)
3. Kawasan pesisir menerima dampak negative berupa pencemaran, sedimentasi, dan
perubahan regimhidrologi akibat aktivitas manusia & pembangunan di daratan.
4. Pengalaman empiris di berbagai negara menunjukkan bahwa pengelolaan wilayah
pesisir secara sectoral cenderung mengarah pada pembangunan yang tidak berkelanjutan
(unsustainable development) / gagal yang dicirikan oleh: pencemaran, over eksploitasi SDA,
degradasi fisik habitat, abrasi, dll.

c.
a. Buatlah matriks kategorisasi nelayan berdasar literatur yang anda ketahui.
Jawab :

Berdasarkan waktu Berdasar strata sosial- Berdasar tingkatan Tingkatan nelayan


yang digunakan ekonomi nelayan usaha perikanan menurut (Arif
melakukan nelayan Satria, 2002 : 28)
penangkapan

Nelayan / petani Nelayan juragan Nelayan Skala Besar, Peasant-fisher atau


ikan penuh adalah merupakan nelayan besarnya kapasitas nelayan tradisional
orang yang seluruh pemilik perahu dan teknologi yang biasanya lebih
waktu kerjanya alat penangkap ikan penangkapan maupun berorientasi pada
digunakan untuk yang mampu jumlah armada. Lebih pemenuhan
melakukan mengupah para berorientasi pada kebutuhan sendiri
pekerjaan operasi nelayan pekerja keuntungan (Profit (subsistence).
penangkapan/ sebagai pembantu Oriented) dan
pemeliharaan ikan/ dalam usahanya melibatkan buruh
binatang air menangkap ikan di nelayan sebagai anak
lainnya/ tanaman laut. buah kapal (ABK)
air. dengan orientasi kerja
yang kompleks.
Nelayan/ petani Nelayan pekerja Nelayan Skala Kecil, Post-peasant fisher
ikan sambilan adalah nelayan yang beroperasi di daerah yang dicirikan
utama adalah orang tidak mempunyai alat pesisir yang tumpang dengan penggunaan
yang sebagian produksi, tetapi hanya tindih dengan kegiatan teknologi
besar waktu memiliki tenaga yang budidaya. Belum penangkapan ikan
kerjanya digunakan dijual kepada nelayan menggunakan alat yang lebih maju
untuk melakukan juragan untuk yang lengkap dan seperti motor
pekerjaan operasi membantu maju, biasanya hasil tempel atau kapal
penangkapan/ menjalankan usaha tangkapannya dijual motor.
pemeliharaan ikan/ penangkapan ikan di untuk memenuhi
binatang air/ laut. Dalam hubungan kebutuhan sehari-hari.
tanaman air. kerja

Nelayan/ petani Nelayan pemilik, Commercial fisher,


ikan sambilan kehidupannya agak yaitu nelayan yang
tambahan adalah lebih mapan dari pada telah berorientasi
orang yang nelayan pekerja. pada peningkatan
sebagian kecil Nelayan ini memiliki keuntungan. Skala
waktu kerjanya perahu kecil untuk usahanya sudah
digunakan untuk dirinya sendiri dan besar yang dicirikan
melakukan alat penangkap ikan dengan banyaknya
pekerjaan yang sederhana jumlah tenaga kerja
penangkapan/ dengan status yang
pemeliharaan ikan/ berbeda dari buruh
binatangair hingga manajer.
lainnya/ tanaman
air.

Industrial fisher
atau nelayan
industry, di
organisasi dengan
cara-cara yang
mirip dengan
perusahaan agro-
industri di negara-
negara maju,

b. Buatlah matriks kategorisasi pola bagi hasil nelayan pada 3 daerah/wilayah yang
anda ketahui.
Jawab :

Sumatera Utara Kab . Belitung Kota Padang


Bagi hasil 50:50 Bagi hasil 25:75 Bagi hasil 50:50
Keseluruhan biaya operasi Jumlah ABK (3 orang) Jumlah ABK 4 orang dan
ditanggung oleh pemilik seorang nahkoda
kapal
Pendapatan nelayan di atas Biaya ditanggung oleh Nilai UMK diatas nilain
umk pemilik kapal kecuali UMK Padang
perbekalan
Pendapatan nelayan di
Belitung lebih tinggi dai
nilai UMK Belitung yaitu
sebesar rp. 1.024.000,00.
c. Buatlah review singkat atas jurnal yang anda temukan, tentang esensi nilai-nilai
local dalam pengelolaan wilayah pesisir dalam lokus/tempat pada jurnal tersebut
(30 point).
Jawab :

Judul TRADISI DAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT DALAM


PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT DI KOTA
TIDORE KEPULAUAN, PROVINSI MALUKU UTARA
Jurnal Jurnal TRITON

Volume dan Volume 16, Nomor 1, hal. 19 – 27


Halaman

Tahun April 2020

Penulis
Ruslan H.S. Tawari, dkk
Reviewer Dinda Nova Amalia

Tanggal 05 November 2021

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis eksistensi tradisi dan


Penelitian kelembagaan serta pengaruhnya terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir
dan laut di Kota Tidore Kepulauan.
Subjek Masyarakat tokoh adat pesisir dan laut di Kota Tidore Kepulauan
Penelitian

Metode 1. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif (Cresswel, 2010),


Penelitian yang melibatkan teknik-teknik wawancara mendalam, observasi,
dan dokumentasi.
2. Pengumpulan data primer menggunakan metode pengamatan
langsung di lapangan (Observation) dan wawancara mendalam
(In dept interview) terhadap responden yang dilakukan secara
purposive sampling.
3. Wawancara mendalam (In dept interview) dilakukan terhadap
informan kunci sebesar 36 responden sebagai perwakilan
masyarakat setempat. Perwakilan masyarakat terdiri dari tokoh
adat berjumlah 2 responden, aparatur desa 1 responden dan
nelayan 3 responden dari masing-masing desa dan kelurahan.
4. Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber laporan pemerintah
daerah maupun hasil-hasil riset ilmiah berupa jurnal serta
berbagai litertur yang berkaitan dengan penelitian ini.
5. Penelitian ini menggunakan pendekatan deksriptif kualitatif
dalam proses analisis datanya.

Hasil dan a. Tradisi dan Kelembagaan Adat


Pembahasan
Penelitian Kota Tidore Kepulauan merupakan salah satu daerah kesultanan
di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang masih
melestarikan warisan leluhur dalam upaya pengelolaan dan pelestarian
sumberdaya pesisir dan laut berdasarkan adat dan tradisi yang telah
terlembaga. Tradisi kota tidore meliputi berbagai aturan yang terikat
dengan tata kehidupan masyarakat tidore, tata pemerintahan maupun
tata kelola sumberdaya alam yang telah diimplementasikan oleh
masyarakat setempat baik pada zaman kesultanan Tidore, maupun
pada era pemerintahan modern sekarang ini. Secara administratif
pemerintahan, masyarakat di lokasi penelitan berada di dalam naungan
pengelolaan pemerintahan Kota Tidore Kepulauan, namun secara
struktural kelembagaan adat berada di bawah kekuasaan Kesultanan
Tidore maka dalam proses pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut,
pemerintah perlu memperhatikan masyarakat dan kebudayaannya, baik
sebagai bagian dari subjek maupun objek pengelolaan, sehingga
kondisi fisik dan alamiah dari sumberdaya serta proses pengelolaannya
lebih terpadu dan efektif serta diterima oleh masyarakat. Terdapat lima
tradisi dan kelembagaan yang menjadi kearifan lokal masyarakat
berkaitan dengan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya pesisir dan
laut yakni, tradisi Karo Kahiya di Desa Mare Gam, Fola Sow dan Jere
di Desa Maitara, Cofa di Kelurahan Soasio dan Dowora serta Saihu di
Kelurahan Tomalou dan Mareku. Adapun tradisi dan kelembagaan
dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Karo Kahiya (Memanggil Lumba- Lumba)
Memanggil Lumba-Lumba merupakan sebuah tradisi turun
temurun yang dilakukan oleh masyarakat Desa Mare Gam. Ritual ini
biasanya dilakukan di teluk berjarak kurang lebih 500 m ke arah
Selatan dari Desa Mare Gam. Teluk ini diberi nama oleh masyarakat
setempat dengan sebutan Kahiya Masolo. Ritual ini dilakukan ketika
terjadi gangguan di desa seperti wabah penyakit, bencana alam
ataupun memenuhi hajat dari masyarakat setempat. Tradisi ini
dilakukan dengan tujuan memohon keselamatan, restu dan
perlindungan untuk desa dan anak cucu dari ancaman tersebut.
Dampak positif yang timbul yaitu masyarakat melindungi berbagai
ekosistem pesisir dan laut yang berada di kawasan Teluk Kahiya
Masolo. Ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove dengan
berbagai biota asosiasinya terlindungi dari aktivitas ekploitasi oleh
manusia.
2) Fola Sow (Rumah Obat)
Masyarakat Kota Tidore Kepulauan pada umumnya dan
masyarakat Desa Mare Gam pada khususnya, masih mempercayai
proses penyembuhan penyakit dengan pendekatan mistis dan
supranatural. Fola Sow (Rumah Obat) merupakan tempat yang
disakralkan oleh masyarakat setempat untuk mengobati berbagai
penyakit. Pulau Tidore, Pulau Mare, dan Maitara memiliki Fola Sow-
nya masing-masing dengan lokasi penempatan yang berbeda- beda.
Khususnya pada beberapa tempat seperti di lokasi studi (Desa Mare
Gam), Fola Sow (Rumah obat) terletak di kawasan ekosistem
mangrove, atau tepatnya berada di dataran Teluk Kahiya Masolo.
Ritual ini dilakukan ketika ada orang yang memerlukan bantuan
pengobatan akibat penyakit yang dideritanya, maupun memohon obat
dari Fola Sow agar dalam aktivitasnya tidak ditimpakan penyakit.
Ritual ini dilakukan dengan cara memberi tumpeng dan membaca
puja-puji untuk kesembuhan dan perlindungan dari berbagai penyakit.
Posisi Fola Sow terletak di kawasan ekosistem mangrove menjadikan
kawasan ini dijaga dan dilestarikan. Selain itu terletak dikawasan
mangrove, Selain itu, pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat
setempat dilakukan secara baik dan bijaksana. Kegiatan penebangan
pohon mangrove dilakukan hanya pada pohon- pohon yang sudah
mati.
3) Jere (Kuburan Leluhur)
Jere merupakan tempat yang dikeramatkan berupa kuburan para
leluhur. Semua masyarakat desa dan kelurahan di Pulau Tidore dan
Pulau Maitara masing-masing memiliki Jere (kuburan yang
dikeramatkan) dnegan tempat yang berbeda-beda pula. Pada lokasi studi
(Desa Maitara) posisi Jere terletak di kawasan hutan Mangrove. Jere di
Pulau Maitara terletak di beberapa titik dan tersebar di pesisir pantai
Pulau Maitara. Lokasi-lokasi ini disakralkan dan sangat dihormati,
sehingga sumberdaya alam dan lingkungan di kawasan Jere tersebut
terjaga dengan baik. Masyarakat di Pulau Maitara memanfaatkan
sumberdaya pesisir untuk kebutuhan sehari- hari seperti pembangunan
rumah dan lainnya. Kayu dari pohon mangrove digunakan sebagai
material untuk pembangunan rumah masyarakat, sedangkan batu
diambil dari terumbu karang. Pemanfaatan terumbu karnag dan pohon
mangrove tersebut cukup tinggi, sehingga dapat merusak ekosistem
pesisir penting.

4) Cofa (Metode Penangkaran Ikan)

Cofa atau tempat berteduhnya ikan sebelum dipancing merupakan


suatu tempat yang dibuat oleh nelayan di lokasi studi yang bahannya
terdiri dari kayu, bambu dan pelepah daun kelapa. Pembuatan Cofa
dimaksudkan untuk penangkapan ikan dengan alat tangkap pancing
dengan target tangkapan utama ikan Tude/Selar kuning (Selaroides
leptolepis). Masyarakat setempat mempecayai bahwa ukuran-ukuran
ganjil akan membuat tempat (Cofa) selalu dimasuki oleh ikan untuk
bernaung atau siap dipancing oleh nelayan dan tidak akan pernah habis.
Selain itu, pengambilan bahan-bahan pembuat Cofa seperti bambu dan
daun kelapa harus dilakukan pada waktu surut. Pembuatan Cofa juga
memiliki ritual tersendiri mulai dari pembuatan hingga Cofa siap untuk
dioperasikan. Setelah Cofa siap dioperasikan, maka ritual selanjutnya
adalah memanggil ikan target tangkapan untuk datang bernaung di
bawah Cofa. Kekuatan Cofa untuk menarik gerombolan ikan yang
datang mendiaminya, dipercayai terletak pada kemampuan lokal genius
dalam membuat ritual memanggil ikan. Hingga saat ini, Cofa masih ada
dan tradisi ini masih terpelihara. Kearifan ini sangat bermafaat karena
usaha penangkapan yang dilakukan hanya menggunakan pancing, yang
sudah tentu sangat selektif terhadap hasil tangkapan serta ramah
lingkungan.

5) Saihu (Pemimpin Nelayan dalam Suatu Pelayaran)

Nelayan di lokasi studi secara kelembagaan membentuk


kelompok nelayan yang dipimpin oleh seorang Saihu. Orang yang akan
diangkat menjadi Saihu biasanya berasal dari garis keturunan Saihu.
Secara turun temurun Saihu dididik untuk memiliki ilmu spiritual yang
tinggi juga memahami ilmu falak, perbintangan kemampuan membaca
tanda alam. Saihu bertangung jawab atas keselamatan para nelayan yang
menjadi anggota dalam sebuah operasi penangkapan ikan yang
dipimpinnya. Beberapa pelarangan yang sangat dikontrol oleh Saihu
pada saat operasi penangkapan ikan dilakukan adalah larangan
membuang sampah ke laut, larangan membuang sampah di laut,
menangkap burung, ikan hiu dan lumba- lumba. Larangan-larangan ini
biasanya diberitahukan sebelum operasi penangkapan dilakukan.
Kesadaran ini wajib dijaga dan dilestarikan oleh seorang Saihu dari
generasi ke genarasi, karena kehidupan mereka sangat bergantung
dengan hasil tangkapan ikan di laut.

b. Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Kelembagaan Adat


Pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan oleh masyarakat Kota
Tidore Kepulauan melalui pelestarian nilai-nilai tradisi dan kelembagaan
adat bermakna ganda bagi kelangsungan hidup masyarakat setempat.
Keberadaan tradisi dan kelembagaan adat tersebut di atas memiliki
keterkaitan yang signifikan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan
lautan yang pada gilirannya dapat menguntungkan masyarakat pesisir itu
sendiri.
Sehubungan dengan itu, kelembagaan sebagai institusi, terdiri dari
tiga aspek yaitu : 1) aparatur yang bekerja di lembaga tersebut, 2) fasilitas
ruang, peralatan dan bahan, serta fasilitas lainnya untuk mengoperasikan
lembaga, dan 3) dana operasional untuk membiayai kegiatan lembaga
tersebut. Sedangkan pelembagaan nilai-nilai adalah memasyarakatkan
hasil yang dikerjakan oleh lembaga tersebut kepada masyarakat atau
pengguna jasa lembaga tersebut. Keberlanjutan sumberdaya alam dan
lingkungan sangat ditentukan oleh interaksi antara manusia dan
lingkunganya. Manusia masih memiliki kesadaran untuk menjaga dan
memelihara alam, sehingga kerusakan alam tidak signifikan terjadi dan
bahkan keberlanjutannya dapat terjaga dengan baik. Pelestarian
lingkungan dan sumberdaya alam akan tercipta jika manusia secara
kolektif memiliki kearifan dalam memperlakukan alam dan
lingkungannya.
Kearifan lokal masyarakat Tidore dapat menjadi salah satu bagian
dari spirit pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Bukan hanya
difokuskan pada tradisi, keyakinan dan kepercayaannya serta tata nilai
lokalnya semata, namun terletak pada sistem yang dibangun dalam tradisi
tersebut sehingga terjaga dan terpelihara hingga saat ini. Tradisi dan
kelembagaan adat ini memberi makna tentang masyarakat lokal yang
dengan arif dan bijaksana mampu menjaga, merawat dan melestarikan
sumberdaya alam dan lingkungannya. Tradisi ini menunjukkan suatu pola
kelembagaan yang dianut oleh masyarakat Kota Tidore pada masa lalu
dapat diaplikasikan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan
pada masa sekarang. Pada dasarnya, potensi sumberdaya alam dang
lingkungan yang dimiliki saat ini merupakan titipan dari generasi
mendatang. Pengelolaan pesisir dan lautan yang dilakukan oleh
masyarakat Kota Tidore telah memiliki tata kelembangaan yang
didalamnya sudah termasuk perangkat hukum, ekonomi, hubungan antara
pelaku yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut,
sehingga akselerasi yang dimaksudkan dapat menguntungkan semua
pihak termasuk pemanfaatan sumberdaya pesisr dan lautan yang
berkelanjutan.
Kekuatan 1. Metode penelitian lengkap
2. Teori dan model analisis yang digunakan tepat
3. Teori yang digunakan oleh penulis mudah dipahami maksud dan
tujuannya oleh
Kelemahan 1. Penulis kurang detail dalam memberikan hasil yang didapat dalam
melakukan penelitiannya.
2. Tidak ada rincian data konsumen/objek.
Kesimpulan 1. Terdapat lima kearifan local yang tetap terjaga oleh masyarakat
Kota Tidore Kepulauan. Kelima tradisi tersebut merupakan
warisan dari para leluhur dalam pengelolaan sumberdaya pesisir
dan laut, yakni Karo Kahiya (Memanggil Lumba Lumba), Fola
Sow (Rumah Obat), Jere (Keramat), Cofa (Penangkaran Ikan) dan
Saihu (Pemimpin/Nakoda dalam Operasi Penangkapan Ikan).
2. Pendekatan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan dengan
tata cara tradisi dan kelembagaan telah memberikan dampak yang
sangat signifikan (sangat efektif) bagi masyarakat setempat dalam
pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan yang berkelanjutan.
3. Memberikan makna ganda baik terhadap pengaturan tata cara
pemanfaatan serta pelestarian sumberdaya alam maupun
pelestarian tradisi dan kelembagaan adat istiadat setempat.

d. Kumpulkan penugasan pembuatan matriks klausul pasal yang membahas tentang


pemberdayaan masyarakat pada UU 27 Tahun 2007, UU 01 Tahun 2014, UU
Nomer 7 Tahun 2016, PP 27 Tahun 2021 dan Permen KKP Nomor 3 Tahun 2019 (10
dan berkontribusi pada nilai penugasan).
Jawab :

- UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisisr dan Pulau-


Pulau Kecil

PASAL 1 (1) Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu
proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut,
serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

(9) Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari Wilayah Pesisir


yang ditetapkan peruntukkannya bagi berbagai sektor kegiatan.

(23) Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Orang dalam rangka
meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan
dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau
drainase.

(25) Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana,


baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami
dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.

(31) Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya pemberian fasilitas,


dorongan atau bantuan kepada Masyarakat Pesisir agar mampu
menentukan pilihan yang terbaik dalam memanfaatkan Sumber Daya
Pesisir dan PulauPulau Kecil secara lestari.

(35) Masyarakat tradisional adalah masyarakat perikanan tradisional yang


masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan
ikan atau kegiatan lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada dalam
perairan kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional.

(43) Mitra Bahari adalah jejaring pemangku kepentingan di bidang


pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam penguatan
kapasitas sumber daya manusia, lembaga, pendidikan, penyuluhan,
pendampingan, pelatihan, penelitian terapan, dan pengembangan
rekomendasi kebijakan.

Bab II Asas dan Tujuan

Memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta


mendorong inisiatif Masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan
PASAL 4
Pulau-Pulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan
(Ayat C)
keberkelanjutan.
Bab III Proses Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi kegiatan


perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi
manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
PASAL 5 serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan Masyarakat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Bab IV Perencanaan

Pemerintah Daerah menyusun rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan


PASAL 7
Pulau-Pulau Kecil dengan melibatkan masyarakat berdasarkan norma,
(Ayat 4)
standar, dan pedoman.

Mekanisme penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3- K, dan RAPWP-


PASAL 14
3-K pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dilakukan dengan
(Ayat 2)
melibatkan Masyarakat.

Setiap Orang yang memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau


Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan data dan
PASAL 15
informasi kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
(Ayat 4)
selambatlambatnya 60 (enam puluh) hari kerja sejak dimulainya
pemanfaatan.

BAB V Pemanfaatan

Pemberian HP-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib


PASAL 17 mempertimbangkan kepentingan kelestarian Ekosistem Pesisir dan Pulau-
(Ayat 2) Pulau Kecil, Masyarakat Adat, dan kepentingan nasional serta hak lintas
damai bagi kapal asing.
Untuk pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya yang telah
PASAL 23 digunakan untuk kepentingan kehidupan Masyarakat, Pemerintah atau
(Ayat 5) Pemerintah Daerah menerbitkan HP-3 setelah melakukan musyawarah
dengan Masyarakat yang bersangkutan.

Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan oleh


PASAL 33 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dan/atau setiap Orang yang secara
(Ayat 1) langsung atau tidak langsung memperoleh manfaat dari Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.

Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan dalam rangka


PASAL 34
meningkatkan manfaat dan/atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-
(Ayat 1)
Pulau Kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi.

BAB VI Pengawasan dan Pengendalian

Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan dan pengendalian


PASAL 36
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud
(Ayat 6)
pada ayat (1).

Pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan Wilayah


PASAL 37 Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan secara terkoordinasi oleh instansi
terkait sesuai dengan kewenangannya.

Organisasi Masyarakat dan/atau kelompok Masyarakat dapat menyusun


PASAL 40 dan/atau mengajukan usulan akreditasi program Pengelolaan Wilayah Pesisir
(Ayat 7) dan Pulau-Pulau Kecil kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan standar dan pedoman

Dalam upaya peningkatan kapasitas pemangku kepentingan Pengelolaan


Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dibentuk Mitra Bahari sebagai forum
PASAL 41
kerja sama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, perguruan tinggi, lembaga
(Ayat 1)
swadaya masyarakat, organisasi profesi, tokoh Masyarakat, dan/atau dunia
usaha.
Kegiatan Mitra Bahari difokuskan pada:

a. pendampingan dan/atau penyuluhan;

(Ayat 3 ) b. pendidikan dan pelatihan;

c. penelitian terapan; serta

d. rekomendasi kebijakan.

BAB VII Penelitian dan Pengembangan

Untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan implementasi Pengelolaan


Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pemerintah melakukan penelitian dan
PASAL 42
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengembangan sumber
(Ayat 1)
daya manusia di bidang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
secara berkelanjutan.

Penelitian dan pengembangan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau


Kecil dapat dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, perguruan
PASAL 43
tinggi, lembaga swadaya masyarakat, lembaga penelitian dan pengembangan
swasta, dan/atau perseorangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII Pendidikan, Pelatihan dan Penyuluhan

Penelitian dan pengembangan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau


Kecil dapat dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, perguruan
PASAL 47
tinggi, lembaga swadaya masyarakat, lembaga penelitian dan pengembangan
swasta, dan/atau perseorangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB IX Kewenangan
Dalam upaya mendorong percepatan pelaksanaan otonomi daerah di Wilayah
PASAL 52 Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pemerintah dapat membentuk unit pelaksana
(Ayat 3) teknis pengelola Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan
kebutuhan.

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada tingkat provinsi


PASAL 54
dilaksanakan secara terpadu yang dikoordinasikan oleh dinas yang
(Ayat 1)
membidangi Kelautan dan Perikanan.

BAB X Mitigasi Bencana

(1) Mitigasi bencana Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan


PASAL 57 dengan melibatkan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan/atau Masyarakat.

(1) Setiap Orang yang berada di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
wajib melaksanakan mitigasi bencana terhadap kegiatan yang
PASAL 59
berpotensi mengakibatkan kerusakan Wilayah Pesisir dan PulauPulau
Kecil.

(2) Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


melalui kegiatan struktur/fisik dan/atau nonstruktur/nonfisik.

BAB XI Hak, Kewajiban, Dan Peran Serta Masyarakat

PASAL 61 (1) Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Masyarakat
mempunyai hak untuk:

a. Memperoleh kompensasi karena hilangnya akses terhadap Sumber Daya


Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang menjadi lapangan kerja untuk
memenuhi kebutuhan akibat pemberian HP-3 sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
b. Memperoleh manfaat atas pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil;
c. Mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas
kerugian yang menimpa dirinya yang berkaitan dengan pelaksanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
(2) Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
berkewajiban:

a. Menyampaikan laporan terjadinya bahaya, pencemaran, dan/atau


perusakan lingkungan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
b. Melaksanakan program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang disepakati di tingkat desa.
Pemerintah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak Masyarakat
PASAL 61 Adat, Masyarakat Tradisional, dan Kearifan Lokal atas Wilayah Pesisir dan
PulauPulau Kecil yang telah dimanfaatkan secara turuntemurun.

Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam


PASAL 62 perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

BAB XII Pemberdayaan Mayarakat

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban memberdayakan


Masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya.

(2) Pemerintah wajib mendorong kegiatan usaha Masyarakat melalui berbagai


PASAL 63 kegiatan di bidang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang berdaya guna dan berhasil guna.

(4) Ketentuan mengenai pedoman Pemberdayaan Masyarakat diatur lebih


lanjut dengan Peraturan Menteri.

BAB XIV Gugatan Perwakilan


Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan sesuai
PASAL 68
dengan peraturan perundang-undangan.

(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab Pengelolaan Wilayah Pesisir


PASAL 69 dan Pulau-Pulau Kecil, organisasi kemasyarakatan berhak mengajukan
gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan.

- UU NOMOR 1 TAHUN 2014

1. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu


pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan
pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan
oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem
darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemenuntuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut
yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
3. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan
2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya.
4. Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati,
PASAL 1 sumber daya nonhayati; sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan;
sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun,
mangrove dan biota laut lain; sumber daya nonhayati meliputi pasir, air
laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut
yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan
berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air
yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut
yang terdapat di Wilayah Pesisir.
5. Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan,
organisme dan non organisme lain serta proses yang
menghubungkannya dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan
produktivitas.
6. Bioekoregion adalah bentang alam yang berada di dalam satu hamparan
kesatuan ekologis yang ditetapkan oleh batas-batas alam, seperti daerah
aliran sungai, teluk, dan arus.
7. Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi
perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai,
perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk,
perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.
8. Kawasan adalah bagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria
karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan
keberadaannya.
9. Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari Wilayah Pesisir
yang ditetapkan peruntukkannya bagi berbagai sektor kegiatan.
10. Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah Kawasan yang terkait
dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau
situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi
kepentingan nasional.

18A. Izin Pengelolaan adalah izin yang diberikan untuk melakukan


kegiatan pemanfaatan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau
kecil.
19. Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah upaya
pelindungan, pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan,
ketersediaan, dan kesinambungan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragamannya.
20. Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang
dilindungi untuk mewujudkan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil secara berkelanjutan.
21. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100
(seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
22. Rehabilitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
proses pemulihan dan perbaikan kondisi Ekosistem atau populasi
yang telah rusak walaupun hasilnya berbeda dari kondisi semula.
23. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Setiap Orang dalam
rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut
lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan
lahan atau drainase.
24. Daya Dukung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
kemampuan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
26. Bencana Pesisir adalah kejadian karena peristiwa alam atau karena
perbuatan Setiap Orang yang menimbulkan perubahan sifat fisik dan/atau
hayati Pesisir dan mengakibatkan korban jiwa, harta, dan/atau kerusakan
di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
28. Pencemaran Pesisir adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan Pesisir
akibat adanya kegiatan Setiap Orang sehingga kualitas Pesisir turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan Pesisir tidak
dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
30. Pemangku Kepentingan Utama adalah para pengguna Sumber Daya
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mempunyai kepentingan langsung
dalam mengoptimalkan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil, seperti nelayan tradisional, nelayan modern, pembudi daya ikan,
pengusaha pariwisata, pengusaha perikanan, dan Masyarakat.
(4) Bupati/wali kota menyampaikan dokumen final perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil kabupaten/kota kepada gubernur dan
Menteri untuk diketahui.
(5) Gubernur menyampaikan dokumen final perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil provinsi kepada Menteri dan
Bupati/wali kota di wilayah provinsi yang bersangkutan.
PASAL 14
(6) Gubernur atau Menteri memberikan tanggapan dan/atau saran terhadap
usulan dokumen final perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja.
(7) Dalam hal tanggapan dan/atau saran sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) tidak dipenuhi, dokumen final perencanaan Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimaksud diberlakukan secara definitif.
(1) Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian
Perairan Pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara
PASAL 16
menetap wajib memiliki Izin Lokasi.
(1) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diberikan
berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Pemberian Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
PASAL 17
mempertimbangkan kelestarian Ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil,
Masyarakat, nelayan tradisional, kepentingan nasional, dan hak lintas damai
bagi kapal asing.
(1) Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan sumber daya Perairan Pesisir
dan perairan pulau-pulau kecil untuk kegiatan:
a. produksi garam;
PASAL 19 b. biofarmakologi laut;
c. bioteknologi laut;
d. pemanfaatan air laut selain energi;
e. wisata bahari;
f. pemasangan pipa dan kabel bawah laut; dan/atau
g. pengangkatan benda muatan kapal tenggelam, wajib memiliki Izin
Pengelolaan.
(3) Dalam hal terdapat kegiatan pemanfaatan sumber daya Perairan Pesisir
dan perairan pulau-pulau kecil yang belum diatur berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi pemberian Izin
Lokasi dan Izin Pengelolaan kepada Masyarakat Lokal dan Masyarakat
PASAL 20
Tradisional.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Masyarakat
Lokal dan Masyarakat Tradisional, yang melakukan pemanfaatan
ruang dan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau
kecil, untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

1) Pemanfaatan ruang dan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-
pulau kecil pada wilayah Masyarakat Hukum Adat oleh Masyarakat
Hukum Adat menjadi kewenangan Masyarakat Hukum Adat setempat.
PASAL 21
(2) Pemanfaatan ruang dan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-
pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
mempertimbangkan kepentingan nasional dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(1) Menteri berwenang memberikan dan mencabut Izin Lokasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Izin Pengelolaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) di wilayah Perairan Pesisir
dan pulau-pulau kecil lintas provinsi, Kawasan Strategis Nasional, Kawasan
Strategis Nasional Tertentu, dan Kawasan Konservasi Nasional.
PASAL 50 (2) Gubernur berwenang memberikan dan mencabut Izin Lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Izin Pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) di wilayah Perairan Pesisir
dan pulau-pulau kecil sesuai dengan kewenangannya.
(3) Bupati/wali kota berwenang memberikan dan mencabut Izin Lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Izin Pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) di wilayah Perairan
Pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan kewenangannya.
(1) Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Masyarakat
mempunyai hak untuk:
PASAL 60
a. Memperoleh akses terhadap bagian Perairan Pesisir yang sudah
diberi Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan;
b. Mengusulkan wilayah penangkapan ikan secara tradisional ke dalam
RZWP-3-K;
c. Mengusulkan wilayah Masyarakat Hukum Adat ke dalam RZWP-3-
K;
d. Melakukan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Memperoleh manfaat atas pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil;
f. Memperoleh informasi berkenaan dengan Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
g. Mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang
atas kerugian yang menimpa dirinya yang berkaitan dengan
pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
h. Menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan yang sudah
diumumkan dalam jangka waktu tertentu;
i. Melaporkan kepada penegak hukum akibat dugaan pencemaran,
pencemaran, dan/atau perusakan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang merugikan kehidupannya;
j. Mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap berbagai masalah
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang merugikan
kehidupannya;
k. Memperoleh ganti rugi; dan
l. Mendapat pendampingan dan bantuan hukum terhadap permasalahan
yang dihadapi dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- UU No 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan


Nelayan, Pembudi Daya Ikan, Dan Petambak Garam
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :

1. Perlindungan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam


adalah segala upaya untuk membantu Nelayan, Pembudi Ikan dan
Petambak Garam dalam menghadapi permasalahan kesulitan
melakukan Usaha Perikanan atau Usaha Pergaraman.
2. Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam
adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan Nelayan,
Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam untuk melaksanakan Usaha
Perikanan atau Usaha Pergaraman lebih baik.
3. Nelayan adalah setiap orang yang mata pencahariannya melakukan
penangkapan ikan.
4. Nelayan kecil adalah Nelayan yang melakukan penangkapan ikan
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang tidak
menggunakan kapal penangkap ikan berukuran paling besar10 gros
PASAL 1
ton.
5. Nelayan Tradisional adalah Nelayan yang melakukan penangkapan
ikan di perairan yang merupakan hak perikanan tradisional yang telah
dimanfaatkan secara turun-temurun sesuai dengan budaya dan
kearifan lokal.
6. Usaha Perikanan adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan sistem
bisnis Perikanan yang meliputi praproduksi, produksi, pascaproduksi,
pengolahan, dan pemasaran.
7. Usaha Pergaraman adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan sistem
bisnis Pergaraman yang meliputi praproduksi, produksi,
pascaproduksi, pengolahan, dan pemasaran.

8. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau korporasi yang


melakukan usaha prasarana dan/atau sarana produksi Perikanan,
prasarana dan/atau sarana produksi Garam, pengolahan, dan
pemasaran hasil Perikanan, serta produksi Garam yang berkedudukan
di wilayah hukum Republik Indonesia.
9. Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh perusahaan
penjaminan atas pemenuhan kewajiban finansial Nelayan, Pembudi
Daya Ikan, dan Petambak Garam kepada perusahaan pembiayaan dan
bank.

PASAL 2 Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan


Petambak Garam berdasarkan asas:

a. kedaulatan;
b. kemandirian;

c. kearifan lokal

d. keterpaduan

e. kesejahteraan
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
Petambak Garam bertujuan untuk:

a. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas Nelayan, Pembudi Daya


Ikan, dan Petambak Garam; menguatkan kelembagaan dalam
PASAL 3 mengelola sumber daya Ikan dan sumber daya kelautan serta dalam
menjalankan usaha yang mandiri, produktif, maju, modern, dan
berkelanjutan; dan mengembangkan prinsip kelestarian lingkungan;
b. Memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan;
c. Memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta bantuan
hukum.
PASAL 4 Lingkup pengaturan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi
Daya Ikan, dan Petambak Garam meliputi:

a. perencanaan;

b. penyelenggaraan perlindungan;

c. penyelenggaraan pemberdayaan;

d. pendanaan dan pembiayaan;

e. pengawasan; dan

f. partisipasi masyarakat.

Perencanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan,


PASAL 9
dan Petambak Garam dilakukan secara sistematis, terpadu, terarah,
(Ayat 1)
menyeluruh, transparan, dan akuntabel.
Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang
integral dari:

a. rencana pembangunan nasional;


(Ayat 4)
b. rencana pembangunan daerah;

c. rencana anggaran pendapatan dan belanja negara; dan

d. rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Perencanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan,


dan Petambak Garam, termasuk keluarga Nelayan dan Pembudi Daya Ikan
PASAL 13
yang melakukan pengolahan dan pemasaran disusun oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

Rencana Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan


PASAL 15 Petambak Garam nasional, provinsi, dan kabupaten/kota menjadi pedoman
(Ayat 3) untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

Prasarana Usaha Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

PASAL 18 a. prasarana Penangkapan Ikan;


(Ayat 2) b. prasarana Pembudidayaan Ikan; dan

c. prasarana pengolahan dan pemasaran.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya


memberikan kemudahan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
dalam memperoleh sarana Usaha Perikanan dan sarana Usaha Pergaraman
PASAL 21 paling sedikit melalui:
(Ayat 1)
a. penjaminan ketersediaan sarana Usaha Perikanan dan Usaha Pergaraman;
dan

b. pengendalian harga sarana Usaha Perikanan dan Usaha Pergaraman.

PASAL 24 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya


(Ayat 1) dapat memberikan subsidi:
a. bahan bakar minyak atau sumber energi lainnya, air bersih, dan es kepada
Nelayan;

b. bahan bakar minyak atau sumber energi lainnya, induk, benih, bibit,
pakan, dan obat Ikan kepada Pembudi Daya Ikan Kecil; dan

c. bahan bakar minyak atau sumber energi lainnya kepada Petambak Garam
Kecil.

Untuk menjamin kepastian usaha Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan


PASAL 26
Petambak Garam, Pemerintah Pusat menugasi badan atau lembaga yang
(Ayat 1)
menangani Komoditas Perikanan dan/atau Komoditas Pergaraman.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya


memberikan fasilitas akses Penjaminan kepada Nelayan, Pembudi Daya
PASAL 31
Ikan, dan Petambak Garam guna meningkatkan kapasitas Usaha Perikanan
dan Usaha Pergaraman melalui perusahaan Penjaminan.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya


PASAL 33 memfasilitasi setiap Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
menjadi peserta Asuransi Perikanan atau peserta Asuransi Pergaraman.

Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
berupa:

a. pemberian pelatihan dan pemagangan di bidang Perikanan atau

PASAL 46 Pergaraman;
(Ayat 2) b. pemberian beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan untuk
mendapatkan pendidikan di bidang Perikanan atau Pergaraman; atau

c. pengembangan pelatihan kewirausahaan di bidang Usaha Perikanan atau


Usaha Pergaraman.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
PASAL 47 berkewajiban meningkatkan keahlian dan keterampilan Nelayan, Pembudi
(Ayat 1) Daya Ikan, dan Petambak Garam, termasuk keluarganya, melalui pendidikan
dan pelatihan.

Pendanaan untuk kegiatan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,


Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam bersumber dari:

a. anggaran pendapatan dan belanja negara;


PASAL 59
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau

c. dana lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan.

Dalam melaksanakan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi


Daya Ikan, dan Petambak Garam, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya menugasi badan usaha milik negara atau
PASAL 62
badan usaha milik daerah bidang perbankan, baik dengan prinsip
konvensional maupun syariah untuk melayani kebutuhan pembiayaan Usaha
Perikanan dan Usaha Pergaraman.

Dalam melaksanakan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi


Daya Ikan, dan Petambak Garam, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya dapat menugasi lembaga pembiayaan
Pemerintah Pusat atau lembaga pembiayaan Pemerintah Daerah untuk
PASAL 65
melayani Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam dalam
memperoleh pembiayaan Usaha Perikanan dan Usaha Pergaraman, baik
dengan prinsip konvensional maupun syariah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

- PP Nomor 27 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan


Dan Perikanan
Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi:
PASAL 2
a. Perubahan status Zonalnti;

b. Kriteria dan persyaratan pendirian, penempatan, dan/atau


pembongkaran Bangunan dan Instalasi di Laut;

c. Pengelolaan sumber daya ikan;

d. Standar Mutu Hasil Perikanan;

e. Penangkapan Ikan dan/atau Pembudidayaan Ikan di Wilayah


Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia bukan untuk
tujuan komersial;

f. Kapal Perikanan;

g. KepelabuhananPerikanan;

Perubahan status Zona Inti pada Kawasan Konservasi untuk kegiatan


PASAL 3
pemanfaatan hanya dapat dilakukan dalam rangka pelaksanaan kebijakan
(Ayat 1)
nasional yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Kriteria Bangunan dan Instalasi di Laut meliputi:

a. wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi;


PASAL 8
b. berada di atas dan/atau di bawah permukaan Laut secara menetap;
(Ayat 1)
c. menempel atau tidak menempel pada daratan; dan

d. memiliki fungsi tertentu.

PASAL 10 Pendirian dan/atau penempatan Bangunan dan


(Ayat 1) Instalasi di Laut harus memperhatikan:

a. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut;

b. Pelindungan dan kelestarian Sumber Daya Kelautan;

c. Keamanan terhadap bencana di Laut;

d. Keselamatan pelayaran;

e. Pelindungan lingkungan;

f. Pelindungan masyarakat; dan


g. Wilayah pertahanan negara.

Ketentuan mengenai pendirian dan/atau penempatan Bangunan dan Instalasi


PASAL 11 di Laut di kawasan pelabuhan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran.

Dalam pelaksanaan pendirian dan/atau penempatan Bangunan dan Instalasi di


Laut, untuk menjamin keselamatan pelayaran dan keamanan di sekeliling
PASAL 31
Bangunan dan Instalasi di Laut, menteri yang menyelenggarakan urusan
(Ayat 1)
pemerintahan di bidang pelayaran menetapkan zona keamanan dan
keselamatan Bangunan dan Instalasi di Laut.

Zona keamanan dan keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


berfungsi:

a. Sebagai batas pengaman Bangunan dan Instalasi di Laut;


(Ayat 2)
b. Melindungi Bangunan dan Instalasi di Laut dari gangguan sarana lain;
dan

c. Melindungi pelaksanaan kegiatan konstruksi, operasi, perawatan


berkala, dan pembongkaran Bangunan dan Instalasi di Laut.

Pembongkaran Bangunan dan Instalasi di Laut meliputi:

a. Pemotongan sebagian;

b. Pemotongan keseluruhan instalasi;


PASAL 32
c. Pemindahan hasil pembongkaran ke lokasi yang telah
ditentukan; atau

d. Pengalihfungsian untuk kepentingan lain.


Dalam pelaksanaan pendirian, penempatan, dan/atau pembongkaran
Bangunan dan Instalasi di Laut dengan fungsi telekomunikasi, fungsi
perhubungan darat, kegiatan usaha minyak dan gas bumi, kegiatan usaha
PASAL 36 mineral dan batubara, serta fungsi instalasi ketenagalistrikan yang melintasi
wilayah perairan danf atau wilayah yurisdiksi, menteri yang terkait dengan
fungsi Bangunan dan Instalasi di Laut tersebut harus berkoordinasi dengan
Menteri dan melaporkan kedalam sistem online single submfssion bagi
Bangunan dan Instalasi di Laut yang memiliki Perizinan Berusaha.

PASAL 40 Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan yang
(Ayat 1) berkelanjutan berbasis WPPNRI, Pemerintah menetapkan estimasi potensi
sumber daya ikan, jumlah tangkapan lkan yang diperbolehkan, tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan, dan alokasi sumber daya ikan di setiap
WPPNRI.

(Ayat 2) Pemerintah mendelegasikan kewenangan kepada Menteri untuk menetapkan


estimasi potensi sumber daya ikan, jumlah tangkapan Ikan yang
diperbolehkan, tingkat pemanfaatan sumber daya ikan, dan alokasi sumber
daya ikan di setiaP WPPNRI.

PASAL 45 Dalam rangka pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya secara
(Ayat 1) bertanggung jawab, Pemerintah Pusat mengatur jenis alat bantu penangkapan
Ikan di WPPNRI.

Pemerintah Pusat mendelegasikan kewenangan kepada Menteri untuk


mengatur jenis alat bantu penangkapan Ikan di WPPNRI sebagaimana
(Ayat 3)
dimaksud pada ayat (1).

PASAL 46 Dalam rangka meningkatkan pengelolaan sumber daya ikan secara tertib dan
(Ayat 1) bertanggung jawab serta meminimalisasi potensi konflik, Pemerintah
melakukan penataan andon penangkapan Ikan.

(Ayat 2) Penataan andon penangkapan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam norma, standar, prosedur, dan kriteria.
PASAL 49 SPKP digunakan untuk mengetahui pergerakan dan aktivitas Kapal Perikanan
(Ayat 1) yang memperoleh Perizinan Berusaha atau persetujuan dari Menteri.

(Ayat 3) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi
kapal latih perikanan dan kapal penelitian / eskplorasi perikanan.

Penangkapan Ikan Berbasis Budi Daya dilakukan dengan memperhatikan:

PASAL 71 a. Umur Ikan konsumsi;


(Ayat 1)
b. Metode penangkaPan; dan

c. Kearifan lokal.

(Ayat 5) Teknis pelaksanaan terhadap Penangkapan Ikan Berbasis Budi Daya


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

PASAL 72 Penangkapan Ikan Berbasis Budi Daya dilakukan dengan menggunakan alat
penangkapan Ikan yang ramah lingkungan.

PASAL 83 Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan,


(Ayat 1) Pemerintah menetapkan potensi dan Alokasi Lahan Pembudidayaan Ikan di
WPPNRI'

(Ayat 3) Menteri/gubernur/bupati/wali kota sesuai kewenangannya menetapkan


Potensi Lahan Pembudidayaan Ikan berdasarkan rencana tata ruang,
RZ KSNT, danf atau RZ KAW.

PASAL 84 Berdasarkan penetapan potensi dan Alokasi Lahan Pembudidayaan Ikan


(Ayat 1) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83, Pemerintah mengatur dan membina
tata pemanfaatan air dan Lahan Pembudidayaan Ikan.

(Ayat 2) Pengaturan dan pembinaan tata pemanfaatan air dan Lahan Pembudidayaan
Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka menjamin
kuantitas dan kualitas air untuk kepentingan pembudidayaan.

PASAL Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya


102 melakukan pembinaan pemenuhan Standar Mutu kepada Pelaku Usaha dalam
rangka jaminan Mutu dan keamanan Hasil Perikanan.
(Ayat 1)

- PERMEN – KP NO 3/ PERMEN- KP/ 2019

1. Partisipasi Masyarakat adalah kepedulian dan keterlibatan


Masyarakat secara fisik atau nonfisik, langsung atau tidak langsung,
atas dasar kesadaran sendiri atau akibat peranan pembinaan dalam
penyelenggaraan Pelindungan dan Pemberdayaan Nelayan,
Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
2. Pelindungan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
adalah segala upaya untuk membantu Nelayan, Pembudi Daya Ikan,
dan Petambak Garam dalam menghadapi permasalahan kesulitan
melakukan Usaha Perikanan atau Usaha Pergaraman.
3. Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan Nelayan,
Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam untuk melaksanakan
Usaha Perikanan atau Usaha Pergaraman secara lebih baik.

PASAL 1 4. Nelayan adalah setiap orang yang mata pencahariannya melakukan


Penangkapan Ikan.
5. Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh Ikan di
perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat dan
cara yang mengedepankan asas keberlanjutan dan kelestarian,
termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat,
mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah,
dan/atau mengawetkannya.
6. Pembudi Daya Ikan adalah setiap orang yang mata pencahariannya
melakukan Pembudidayaan Ikan air tawar, Ikan air payau, dan Ikan
air laut.
7. Pembudidayaan Ikan adalah kegiatan untuk memelihara,
membesarkan, dan/atau membiakkan Ikan serta memanen hasilnya
dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang
menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
8. Petambak Garam adalah setiap orang yang melakukan kegiatan
Usaha Pergaraman.
9. Pergaraman adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
praproduksi, produksi, pascaproduksi, pengolahan, dan pemasaran
garam.
10. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari
siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.
12. Usaha Perikanan adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan sistem
bisnis perikanan yang meliputi praproduksi, produksi, pascaproduksi,
pengolahan, dan pemasaran.
13. Usaha Pergaraman adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan sistem
bisnis Pergaraman yang meliputi praproduksi, produksi,
pascaproduksi, pengolahan, dan pemasaran.
15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kelautan dan perikanan.

1. Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai dasar pelaksanaan


Partisipasi Masyarakat dalam penyelenggaraan Pelindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
2. Tujuan pengaturan Partisipasi Masyarakat dalam penyelenggaraan
Pelindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
Petambak Garam adalah:
a. Menjamin terlaksananya Partisipasi Masyarakat dalam
penyelenggaraan Pelindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi
PASAL 2 Daya Ikan, dan Petambak Garam.
b. Menciptakan Masyarakat yang ikut bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan Pelindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi
Daya Ikan, dan Petambak Garam.
c. Mewujudkan penyelenggaraan Pelindungan dan Pemberdayaan
Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam yang transparan,
efektif, akuntabel, dan berkualitas.
d. meningkatkan kualitas pengambilan kebijakan dalam
penyelenggaraan Pelindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi
Daya Ikan, dan Petambak Garam.

1. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pelindungan


dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
2. Partisipasi Masyarakat dapat dilakukan secara perseorangan dan/atau
berkelompok.
3. Partisipasi Masyarakat dapat dilakukan:
a. Secara langsung kepada Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
Petambak Garam.

PASAL 3 b. Secara langsung dan/atau tertulis kepada instansi berwenang.


4. Partisipasi Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
memperhatikan:
e. Rencana Pelindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya
Ikan, dan Petambak Garam.
f. Potensi sumber daya perikanan dan Pergaraman.
g. Peluang Usaha Perikanan dan Usaha Pergaraman.
h. Kebutuhan Usaha Perikanan dan Usaha Pergaraman.
i. Kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan dan/atau
j. Kearifan lokal.

Partisipasi Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat


dilakukan terhadap:
a. Penyusunan perencanaan
b. Pelindungan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
PASAL 4
c. Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
d. Pendanaan dan pembiayaan
e. Pengawasan.

Partisipasi Masyarakat dalam penyusunan perencanaan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, dapat berupa:
a. Memberikan saran dan masukan dalam penyusunan renccana
PASAL 5
pelindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudi daya ikan, dan
petambak garam
b. Turut serta dalam musyawarah penyusunan rencana Pelindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

Partisipasi Masyarakat dalam penyelenggaraan Pelindungan Nelayan,


Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf b berupa:
a. Penyediaan prasarana Usaha Perikanan dan Usaha
Pergaraman.

PASAL 6 b. enyediaan sarana Usaha Perikanan dan Usaha


Pergaraman.
c. Pengupayaan keberlanjutan Usaha Perikanan dan Usaha Pergaraman.
d. Mitigasi risiko Penangkapan Ikan, Pembudidayaan Ikan, dan
Pergaraman.
e. Pengupayaan keamanan dan keselamatan Nelayan, Pembudi Daya
Ikan, dan Petambak Garam.
f. Fasilitas dan bantuan hukum.

Penyediaan prasarana Usaha Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


6 huruf a untuk :
a. Penangkapan Ikan antara lain:
1) Stasiun pengisian bahan bakar minyak dan sumber energi lainnya
untuk Nelayan.
2) Pelabuhan perikanan
3) Jalan akses ke Pelabuhan
4) Sumber tenaga listrik, alat telekomunikasi, dan air bersih
5) Tempat penyimpanan berpendingin dan/atau pembekuan
b. Pembudidaya ikan antara lain :
PASAL 7
1) Lahan dan air
2) tasiun pengisian bahan bakar minyak dan sumber energi lainnya
untuk Pembudi Daya Ikan.
3) Saluran pengairan
4) Bangunan untuk pembenihan, pembesaran, dan laboratorium
5) Jalan produksi
6) Sumber tenaga listrik dan alat telekomunikasi
7) Instalasi penanganan limbah
8) Tempat dan penyimpanan berpendingin hasil produksi.
(2) Penyediaan prasarana Usaha Pergaraman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf a, untuk Pergaraman antara lain:
a. Lahan
b. Saluran pengairan
c. Jalan produksi
d. Tempat penyimpanan Garam
e. Kolam penampung air
f. Kolam pengolahan (treatment) yang dilengkapi dengan alat vakum
dan pipa;
g. Kolam pencucian Garam
h. Jembatan penghubung tambak.

Partisipasi Masyarakat dalam pengupayaan keberlanjutan Usaha Perikanan


dan Usaha Pergaraman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, antara
lain:
PASAL 9
a. Penyampaian informasi harga Ikan dan harga Garam
b. engendalian kualitas lingkungan perairan, perairan pesisir, laut, dan
lingkungan pengolahan.
c. Pemenuhan perjanjian kerja antara pemberi kerja dengan pekerja.

Partisipasi Masyarakat dalam pengupayaan keamanan dan keselamatan


Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 huruf e, antara lain
a. Nelayan :
PASAL 11
1) Menyediakan perlengkapan keselamatan bagi Nelayan dalam
melakukan Penangkapan Ikan.
2) Menyediakan bantuan pencarian dan pertolongan bagi Nelayan dalam
melakukan Penangkapan Ikan.

Partisipasi Masyarakat dalam fasilitasi dan bantuan hukum sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 6 huruf f, antara lain pendampingan penyelesaian
PASAL 12
permasalahan hukum bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak
Garam dalam menjalankan usahanya.

Partisipasi Masyarakat dalam penyelenggaraan Pemberdayaan Nelayan,


Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf c berupa:
PASAL 13
a. Pendidikan dan pelatihan
b. Penyuluhan dan pendampingan
c. Kemitraan usaha
d. Kemudahaan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi.
e. Penguatan kelembagaan
Partisipasi Masyarakat dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan kepada
Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf a, antara lain:
a. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan di
bidang perikanan atau Pergaraman
b. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang perikanan atau
Pergaraman.
c. Penyelenggaraan pemagangan di bidang perikanan atau
PASAL 14
Pergaraman;
d. Penyediaan tenaga pendidikan dan pelatihan di bidang perikanan
atau Pergaraman
e. Pemberian beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan untuk
mendapatkan pendidikan di bidang perikanan atau Pergaraman
f. Pemberian bantuan biaya pelatihan di bidang perikanan atau
Pergaraman.
g. Pembentukan dan pengembangan wirausaha di bidang perikanan
atau Pergaraman.

Partisipasi Masyarakat dalam kemitraan usaha sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 13 huruf c, antara lain:
a. Penangkapan ikan:
1) Penyediaan bahan bakar minyak, air bersih, es, dan perbekalan operasi
Penangkapan Ikan.
2) Penyediaan anak buah kapal.
3) Pengolahan hasil Penangkapan Ikan.
4) Pemasaran hasil Penangkapan Ikan.
PASAL 16
5) Pengembangan usaha Penangkapan Ikan.
b. Pembudidayaan ikan:
1) Penyediaan sarana dan prasarana Pembudidayaan Ikan
2) Penyediaan penggarap lahan budidaya
3) Pengolahan hasil Pembudidayaan Ikan
4) Pemasaran hasil Pembudidayaan Ikan
5) Pengembangan usaha Pembudidayaan Ikan

Partisipasi Masyarakat dalam kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi,


dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, antara lain:
a. Buku petunjuk teknis, majalah, tabloid, leaflet, piringan padat
(Compact Disk), dan poster
b. Penyediaan informasi tentang potensi sumber daya kelautan dan
PASAL 17 perikanan, informasi pasar, penyakit Ikan, ketersediaan bahan baku
c. Penerapan teknologi anjuran; dan/atau
d. Penyediaan fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi,
dan informasi antara lain ruang pertemuan, peralatan komunikasi,
peralatan pengolah data, dan peralatan audio visual.

Partisipasi Masyarakat dalam pengawasan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 4 huruf e, antara lain:
a. Pemantauan terhadap kesesuaian perencanaan pelindungan dan
pemberdayaan.
PASAL 20
b. Pemantauan terhadap kesesuaian pelaksanaan pelindungan dan
pemberdayaan.
c. Pelaporan ketidaksesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan
pelindungan dan pemberdayaan.
d. Pengusulan upaya perbaikan atas ketidaksesuaian antara
perencanaan dengan pelaksanaan pelindungan dan pemberdayaan.

Anda mungkin juga menyukai