Anda di halaman 1dari 10

MATRA P���������� W������ P������

I�������� ����� R�����


PEMBARUAN P���������� B������� P����������
L���������
www.matrapembaruan.com

Tommy Cahya Trinanda *


Sekretariat Jenderal DPR RI
e-ISSN: 2549-5283 Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Senayan, Jakarta Pusat
p-ISSN: 2549-5151
Matra Pembaruan 1 (2) (2017): 75-84 Dikirim: 7 Juni 2017; Direvisi: 21 Juni 2017; Disetujui: 25 Juli
2017

Keywords: Management of Coastal


Area, Development, Preservation.

Abstract
Kata Kunci: Pengelolaan Wilayah Indonesia is a country with the second longest shoreline in the world
Pesisir, Pembangunan, Pelestarian. after Canada. Regardless, the management of coastal areas with the said
length havn’t optimized yet and evenly that only 55 percent of potential
available sources was used. Development on all sectors in coastal areas has
marginalized the local society that on average work as traditional �ishermen
and has ruled out the preservation of enviromental ecosystem and natural
*Korespondensi habitat. The purpose of this study was to �ind out the ideal formulation of
Phone : +62 821 351 12592
coastal management based on conservation. The research method used is
Email : tommytrinanda@yahoo.
normative juridical analysis method. The research aim tho show that the
com
management coastal areas between sectors is still not well integrated.
Therefore, it needs a policy that regulate various aspects on coastal areas
management for the welfare of the people in the coastal area and archipelago.

Intisari
Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang
kedua di dunia setelah Kanada. Namun dengan panjang garis pantai
tersebut, pengelolaan wilayah pesisir belum optimal dan merata. Dari
potensi sumber data yang ada baru sekira 55 persen dimanfaatkan.
Kegiatan pembangunan segala bidang di wilayah pesisir masih
memarjinalkan masyarakat lokal yang rata-rata berprofesi sebagai nelayan
tradisional dan masih mengesampingkan aspek pelestarian ekosistem
dan habitat asli. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran ideal
mengenai pengelolaan wilayah pesisir yang berbasis pelestarian. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode analisis yuridis normatif. Hasil
BADAN PENELITIAN DAN penelitian menunjukkan, pengelolaan wilayah pesisir antar sektor masih
PENGEMBANGAN (BPP) belum terintegrasi dengan baik. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan
KEMENTERIAN DALAM yang mengatur berbagai aspek dalam pengelolaan wilayah pesisir untuk
NEGERI mensejahterakan masyarakat di wilayah pesisir dan kepulauan.

Jl. Kramat Raya No. 132, Jakarta Pusat,


10450

© Tommy Cahya Trinanda

This work is licensed under the Creative


Commons Attribution-NonCommercial-
ShareAlike 4.0 International License.
75
I. Pendahuluan mineral juga sangat beragam dan terdiri dari tiga
Penelitian ini adalah tentang pengelolaan kelas yaitu kelas A (mineral strategis; minyak, gas,
wilayah pesisir dalam rangka pembangunan, dengan dan batu bara), kelas B (mineral vital; emas, timah,
melestarikan ekosistem dan berpatokan kepada nikel, bauksit, bijih besi, dan cromite), dan kelas
ekonomi kerakyatan, di mana masyarakat pesisir C (mineral industri; termsuk bahan bangunan dan
yang notabene adalah masyarakat ekonomi kelas galian seperti granit, kapur, tanah liat, kaolin, dan
menengah ke bawah, harus mendapat prioritas pasir).
kesejahteraan dari pembangunan ekonomi di Selain sumber daya tersebut masih
wilayah pesisir. Contoh kasus pengelolaan wilayah terdapat berbagai potensi wilayah pesisir yang
pesisir dalam penelitian ini adalah proses reklamasi dapat memberikan konstribusi bagi perekonomian
teluk Benoa di Bali yang masih menimbulkan pro negara namun belum terkelola dengan baik, seperti
kontra di masyarakat, banyak pihak yang menolak fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat
adanya reklamasi tersebut yang dikhawatirkan akan rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan
merusak ekosistem baik di perairan dan daratan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan
teluk Benoa. penelitian, pertahanan keamanan, penampungan
Wilayah Pesisir merupakan suatu wilayah yang limbah, pengatur iklim, kawasan perlindungan, dan
tidak bisa dipisahkan dalam luas wilayah Indonesia, sistem penunjang kehidupan serta fungsi ekologis
mengingat garis pantai yang dimiliki. Secara umum lainnya.
wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan Permasalahan yang juga kerap terjadi dalam
antara daratan dan laut. Supriharyono dalam buku A. pengelolaan wilayah pesisir adalah masih adanya
Syahrin (2012:75) mendefinisikan, kawasan wilayah nelayan tradisional yang menggunakan alat
pesisir sebagai wilayah pertemuan antara daratan penangkapan ikan tidak ramah lingkungan yang
dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi cukup berbahaya bagi kelangsungan ekosistem.
bagian daratan, baik kering maupun terendam air, Hal ini yang kemudian mendorong diterbitkannya
yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No
pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. 2 Tahun 2015 yang melarang penggunaan alat
Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup tangkap pukat hela (trawls) dan alat tangkap
bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses pukat tarik (seine nets). Hal ini menunjukkan,
alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan masyarakat lokal kita sendiri masih sangat kurang
aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena dalam hal pemanfaatan pengetahuan dan teknologi
kegiatan manusia di darat seperti penggundulan dalam rangka pelestarian dan peningkatan
hutan dan pencemaran. perekonomian mereka. Meski harus terus
Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah melakukan peningkatan pembangunan di wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mendefinisikan pesisir, namun pembangunan wilayah pesisir tidak
wilayah pesisir sebagai wilayah peralihan antara boleh menimbulkan kerusakan bagi lingkungan dan
ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh ekosistem di wilayah tersebut.
perubahan di darat dan laut (UU No 1 Tahun 2014 Victor P.H Nikijuluw (2001:3) dalam
tentang Perubahan Atas UU No 27 Tahun 2007 makalahnya menyatakan sudah ada program
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- pembangunan yang digulirkan pemerintah untuk
Pulau Kecil (RI, 2014)). mengentaskan kemiskinan bagi masyarakat pesisir,
Sebagai sebuah negara yang memiliki potensi di antaranya program motorisasi, penerapan sistem
sumber daya yang sangat melimpah di kawasan rantai dingin, dan Protekan 2003 yang merupakan
pesisirnya, pengelolaan yang dilakukan pemerintah Gerakan Peningkatan Ekspor Perikanan. Namun
saat ini masih dirasa belum optimal. Indonesia program tersebut mati seiring dengan bergantinya
sebagai wilayah kepulauan terbesar di dunia era pemerintahan. Sementara Yessy Nurmalasari
memiliki berbagai potensi, yang di antaranya tidak (2013:13) mengemukakan, pengelolaan berbasis
terbatas pada potensi sumber daya hayati, potensi masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
sumber daya mineral dan energi, potensi industri melalui pendekatan struktural dan pendekatan
dan jasa maritim, potensi transportasi laut dan jasa subyektif, atau bisa dikatakan pendekatan secara
lingkungan, serta potensi kulturalnya. Namun juga kelembagaan dan pendekatan melalui aspek
memiliki sumber daya daerah pesisir yang dapat manusia.
diperbaharui (renewable resource) terdiri atas Menurut Ahmad Djunaedi (2002:10) masing-
hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun masing wilayah berbeda satu dengan yang lain
dan rumput laut, sumber daya perikanan laut serta dan berbeda pula permasalahan yang dihadapi,
bahan-bahan bioaktif. Sedangkan sumber daya oleh karena itu penanganannya akan berbeda pula.
tidak dapat pulih (non-renewable resource) terdiri Kewenangan pengelolaan sumber daya pesisir
atas seluruh mineral dan geologi. Sumber daya dan lautan, tersebar dalam berbagai peraturan

Matra Pembaruan 1 (2) (2017): 75-84


76
perundang-undangan (sektoral) seperti pariwisata, III. Hasil dan Pembahasan
lingkungan, tata ruang, pertanahan, pertambangan, A. Pro Kontra Reklamasi Teluk Benoa
kehutanan dan sebagainya. Akibatnya lembaga Reklamasi adalah pekerjaan atau usaha dalam
atau instansi yang menangani persoalan pesisir pemanfaatan suatu kawasan atau lahan yang
dan laut pun cukup beragam. Banyaknya lembaga tidak berguna dan berair untuk dijadikan lahan
yang menangani pesisir dan laut berpotensi dapat yang berguna dengan cara dikeringkan. Tempat-
mengakibatkan terjadinya perselisihan wewenang tempat yang biasa dijadikan sebagai tempat
antar instansi, dari sudut institusi akan terjadi untuk melakukan reklamasi seperti kawasan
kegiatan yang saling terkait secara lintas sektoral, pantai, lepas pantai atau offshore, danau, rawa
tumpang tindih kegiatan, dan makin potensialnya ataupun sungai yang begitu lebar.
konflik wewenang dan kepentingan tersebut. Keberadaan teluk Benoa dianggap begitu
Seharusnya pemerintah membentuk sistem penting karena teluk Benoa melindungi sekitar
institusi dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. sepuluh desa dan kelurahan di Bali Selatan dari
Persoalan tumpang tindih wewenang ini diperjelas ombak samudera. Peranan hutan mangrove di Teluk
oleh Aditya Irawan dan Nilam Sari (2016:8) yang Benoa adalah mencegah abrasi pantai, sebagai ruang
menyatakan, hutan mangrove sebagai salah satu terbuka hijau, dan sebagai pencegah rembesan
potensi di wilayah pesisir, pengelolaannya dilakukan air laut. Tanpa mangrove, warga di pesisir akan
oleh Kementerian Kehutanan serta Kementerian kesulitan memperoleh air tawar, karena air laut
Kelautan dan Perikanan. merembes melalui air tanah ke daratan. Selain itu,
Beberapa penelitian tersebut sangat hutan mangrove juga mengubah mikroorganisme
berhubungan dengan penelitian ini sebagai bahan dan makroorganisme menjadi bioplankton sebagai
dasar pengkajian permasalahan pengelolaan makanan ikan. Bagi burung, hutan mangrove
wilayah pesisir. Penelitian ini penting dan menarik merupakan tempat yang disukai untuk bersarang
untuk dilakukan karena wilayah pesisir sebagai dan bertelur karena tajuknya yang rapat dan
wilayah yang sangat penting bagi pembangunan rata. Walaupun teluk ini dangkal, bahkan ketika
Indonesia, namun belum menjadi perhatian utama surut dasar teluk dapat terlihat, namun kawasan
dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. perairan Teluk Benoa menjadi tampungan air dari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengalir
ideal mengenai pengelolaan wilayah pesisir yang ke Teluk Benoa (2016). Selain itu pembangunan
berbasis pelestarian yang komprehensif. reklamasi teluk Benoa dikhawatirkan hanya akan
menguntungkan para investor dan masyarakat kelas
menengah ke atas, karena nantinya akan dibangun
II. Metode hotel dan berbagai macam tempat hiburan di
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis
atas teluk yang direklamasi tersebut. Selama ini,
dalam pembahasan adalah studi kepustakaan atau
perekonomian masyarakat lokal hanya bertumpu
data sekunder yang terdiri atas bahan primer, bahan
pada kegiatan pariwisata dan kegiatan jual beli
sekunder, serta bahan tersier (Ali 2011:23). Metode
makanan di sekitar Teluk. Proses reklamasi pada
penelitian ini digunakan karena banyak sekali
hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan tingkat
penelitian maupun makalah dan bahan tertulis
kesejahteraan hidup masyarakat di wilayah pesisir
lainnya yang mengupas mengenai pengelolaan
sebagai suatu implementasi atas pemerataan
wilayah pesisir dalam berbagai aspek. Kajian bahan
pembangunan.
hukum primer dalam penulisan ini terdiri dari
Penolakan reklamasi Teluk Benoa didasari
peraturan perundang-undangan serta buku yang
karena proses reklamasi akan menghancurkan
terkait dengan sistem pembangunan kelautan,
ekosistem yang diakibatkan dari percepatan
pengelolaan wilayah pesisir, dan perekonomian.
sedimentasi atau pendangkalan, selain itu juga
Sementara itu, kajian bahan hukum sekunder
akan menyebabkan majunya garis pantai, sehingga
dalam penulisan ini merupakan bahan hukum yang
lingkungan tinggal mangrove akan berganti,
membantu menganalisis bahan hukum primer,
yang tadinya lingkungan payau berganti menjadi
seperti karya-karya penelitian ilmiah para ahli
lingkungan pantai. Selain itu reklamasi Teluk
hukum. Kajian terakhir dalam bahan hukum tersier
Benoa diprediksi akan berdampak sistemik seperti
terdiri dari bahan-bahan yang memberi informasi
meningkatnya ketinggian air, juga menghancurkan
terkait bahan hukum primer dan sekunder, antara
habitat dan ekosistem mangrove Teluk Benoa.
lain kamus, majalah, jurnal, koran, internet, dan
Ekosistem ini berperan penting dalam menjaga
lain-lain.
kestabilan produktivitas dan ketersediaan sumber
daya hayati wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

Pengelolaan Wilayah Pesisir Indonesia dalam Rangka Pembangunan Berbasis


Pelestarian Lingkungan
Tommy Cahya Trinanda 77
yang juga merupakan daerah asuhan (nursery huruf h terdiri atas:
ground), pemijahan (spawning ground), dan a. Kegiatan yang diperbolehkan meliputi
tempat mencari makan bagi ikan (feeding ground) kegiatan perlindungan dan pelestarian fungsi
beberapa jenis biota perairan seperti udang, Taman Hutan Raya dan ekosistem mangrove,
ikan, dan kerang-kerangan serta sebagai suaka kelautan, perikanan, kepelabuhanan,
kehidupan liar dan mangrove yang dikenal sebagai transportasi, pariwisata, pengembangan
pemasok hara dan makanan bagi plankton serta ekonomi, permukiman, sosial budaya, dan
menciptakan suatu rantai makanan yang kompleks agama;
di perairan sekitarnya akan rusak selama proses b. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat
pengerjaan pulau-pulau baru (2013). Namun di meliputi kegiatan selain sebagaimana
sisi lain, pemerintah pusat terkesan mendukung dimaksud pada huruf a yang tidak
adanya reklamasi, dengan diterbitkannya Peraturan mengganggu fungsi Zona P;
Presiden (Perpres) No 51 Tahun 2014 tentang c. Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi
Perubahan Atas Peraturan Presiden No 45 Tahun kegiatan untuk tempat pembuangan limbah
2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan dan kegiatan yang mengganggu fungsi Zona
Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan. P;
Karena dalam Perpres tersebut memuat perubahan d. Penerapan ketentuan di Zona P meliputi:
yang cukup signifikan dalam proses reklamasi Teluk »» Kegiatan dalam Zona P yang berhadapan
Benoa, di antaranya: dengan Zona L3 dilakukan dengan
1. Penghilangan keterangan luas wilayah hektar menjaga fungsi Taman Hutan Raya
Taman Hutan Raya Ngurah Rai pada Pasal 55 Ngurah Rai dan ekosistem mangrove
Ayat (3) huruf a. serta pendalaman bagian-bagian tertentu
2. Penghilangan perairan kawasan Teluk Benoa dari Teluk;
sebagai kawasan konservasi pada Pasal 55 Ayat »» Penyediaan aksesibilitas di dalam
(5) huruf b. kawasan teluk, termasuk ketersediaan
3. Penambahan Zona Penyangga (P) pada Pasal 56 alur pelayaran;
4. Penambahan Pasal 63A: »» Pemanfaatan ruang dengan tidak
Ayat (1) Zona P sebagaimana dimaksud dalam mengganggu keberlanjutan fungsi sistem
Pasal 56 merupakan zona perairan pesisir Daerah Aliran Sungai;
dengan karakteristik kawasan teluk yang »» Pemanfaatan ruang dilakukan sekurang-
berhadapan dengan Zona L3, Zona B1, Zona kurangnya berjarak 100 meter dari Zona
B2, dan Zona B3 di Kawasan Teluk Benoa, yang L3;
menjaga fungsi Zona L3, Zona B1, Zona B2, »» Pemanfaatan ruang dengan
dan Zona B3 sebagai kawasan pemanfaatan memperhatikan rencana induk
umum yang potensial untuk kegiatan kelautan, pengembangan Pelabuhan Internasional
perikanan, kepelabuhanan, transportasi, Benoa, Bandar Udara Internasional
pariwisata, pengembangan ekonomi, Ngurah Rai, Jalan Bebas Hambatan
permukiman, sosial budaya, dan agama. Serangan-Benoa-Bandar Udara Ngurah
Ayat (2) Zona P sebagaimana dimaksud dalam Rai-Nusa Dua-Tanjung Benoa, dan fungsi
ayat (1) ditetapkan di perairan pesisir Teluk jaringan energi;
Benoa yang berada di sebagian Kecamatan »» Kegiatan sebagaimana dimaksud huruf a
Denpasar Selatan, Kota Denpasar dan sebagian dan b dapat dilakukan melalui kegiatan
Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. revitalisasi termasuk penyelenggaraan
Ayat (3) Zona P yang berdasarkan ketentuan reklamasi paling luas 700 hektare dari
perundang-undangan di bidang kehutanan Kawasan Teluk Benoa; dan
masih ditetapkan sebagai Taman Hutan »» pemanfaatan ruang untuk mitigasi
Raya Ngurah Rai, selanjutnya disebut bencana.
L3/P di sebagian Kecamatan Kuta Selatan, e. Kegiatan sebagaimana dimaksud huruf d
Kabupaten Badung, termasuk Pulau Pudut. angka 6 melalui penyelenggaraan reklamasi
Ayat (4) Perubahan peruntukan dan fungsi dilakukan dengan: Penyediaan ruang
kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada terbuka hijau paling kurang 40% dari total
Ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan luasan pulau hasil reklamasi; Penerapan
peraturan perundang-undangan. ketentuan tata bangunan dan lingkungan
5. Penambahan huruf h yaitu “arahan peraturan yang meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH,
zonasi untuk Zona P. KTB, ketinggian bangunan, dan GSB
6. Penambahan pasal 101A: terhadap jalan sesuai ketentuan peraturan
Arahan peraturan zonasi untuk Zona P perundang-undangan; Pengembangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 Ayat (3) sentra ekonomi berbasis lingkungan dan

Matra Pembaruan 1 (2) (2017): 75-84


78
budaya Bali; Pengaturan tata letak, bentuk, tidak boleh dilakukan di wilayah konservasi. Hal
dan luasan, ditentukan berdasarkan hasil ini menunjukkan tidak adanya harmonisasi atas
kajian kelayakan lingkungan; Aksesibilitas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan
di dalam kawasan teluk, termasuk dilakukan tanpa memperhatikan kepentingan
ketersediaan alur pelayaran dan alur aliran dan aspirasi masyarakat.
air antar pulau hasil reklamasi dengan
memperhatikan karakteristik lingkungan,
kedalaman paling kurang 2 meter dari titik B. Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis
surut terendah; Perencanaan, pemanfaatan, Pelestarian Lingkungan
dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk Dalam pengelolaan wilayah pesisir, konsep
kegiatan reklamasi dalam Zona P dilakukan keberlanjutan dan pelestarian lingkungan
sesuai dengan ketentuan peraturan merupakan dua hal saling terkait yang tidak dapat
perundang-undangan. dipisahkan. Konsepsi pembangunan di wilayah
7. Penambahan pasal 120 A: pesisir idealnya bisa menunjang peningkatan
Ayat (1) Dalam Zona P dapat dikembangkan pertumbuhan dan pembangunan serta pelestarian
sistem pusat permukiman dan sistem jaringan lingkungan. Hal ini dilakukan untuk mencapai
prasarana: Jaringan transportasi, energi, sasaran berupa sinergitas kegiatan ekonomi dan
telekomunikasi, sumber daya air, dan prasarana sosial di kawasan yang bersangkutan sekaligus
perkotaan guna mendukung pengembangan dan meminimalisasi dampak negatif lingkungan
fungsi Zona P yang ditetapkan sesuai ketentuan akibat kegiatan ekonomi dan sosial tersebut,
peraturan perundang-undangan. adanya peningkatan upaya pelestarian lingkungan
Ayat (2) Sistem jaringan prasarana: Jaringan kawasan pesisir disamping meningkatkan
transportasi, energi, telekomunikasi, sumber kemampuan pemenuhan kebutuhan pembangunan
daya air, dan prasarana perkotaan dapat melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki
dikembangkan di Kawasan Perkotaan Sarbagita secara optimal, juga dengan menselaraskan pola
guna mendukung pengembangan dan fungsi pemanfaatan ruang kawasan pesisir dengan
Zona P yang ditetapkan sesuai ketentuan pengembangan konsepsi wawasan nusantara
peraturan perundang undangan. (2002:29).
Ayat (3) Pengembangan sistem permukiman Pengelolaan atau manajemen kawasan pesisir
dan sistem jaringan prasarana sebagaimana (Coastal Zone Management/CZM) secara umum
dimaksud pada Ayat (1) dan pengembangan bertujuan untuk melindungi, melestarikan, dan
sistem jaringan prasarana ayat (2) melakukan restorasi sumber daya alam di mana
dikoordinasikan oleh Menteri. memungkinkan dan perlu mendorong pertumbuhan
8. Perubahan Pasal 122 ayat (2) menjadi: (2) dan pembangunan melalui perencanaan yang
Sepanjang rencana tata ruang wilayah dan/ sehat secara terpadu terhadap dampak lingkungan
atau rencana rinci tata ruang berikut peraturan dari kegiatan dan proyek yang dilakukan, dan
zonasi  termasuk rencana zonasi wilayah pesisir mengukur serta mengevaluasi konsekuensinya
dan pulau-pulau kecil provinsi dan kabupaten/ sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Dua
kota di Kawasan Perkotaan Sarbagita tahap yang harus ditempuh yaitu tahap penyusunan
belum ditetapkan dan/atau disesuaikan dengan program dan tahap implementasi program,
Peraturan Presiden ini, digunakan rencana tata dan harus dijabarkan dalam pengembangan
ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita sebagai program pembangunan secara keseluruhan dan
acuan pemberian izin pemanfaatan ruang. komprehensif serta diimplementasikan ke seluruh
Berkaca pada desakan dan penolakan komunitas daerah yang memunyai kawasan pesisir (2006:48).
masyarakat baik komunitas lokal, akademisi,
maupun LSM yang begitu masif sejak awal C. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
adanya rencana reklamasi, seharusnya Perpres Perencanaan dan pembangunan wilayah pesisir
tersebut dicabut atau paling tidak dikaji ulang, selama ini dilakukan oleh berbagai sektor, baik
seperti yang terjadi pada SK Gubernur Bali No itu pemerintah pusat dan daerah ataupun sektor
2138/02-CL/HK/2012 yang berimplikasi pada swasta. UUD 1945 telah menjamin pemanfaatan
ditundanya proses reklamasi Teluk Benoa. bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Perikanan No 17 Tahun 2013 sebagai pengaturan UUD 1945 dalam Pasal 33 Ayat (3) dan Pasal
lebih lanjut dari Peraturan Presiden No 122 28A juga telah mengakui hak setiap orang untuk
Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dalam Peraturan kehidupannya. Perencanaan dan pengelolaan
Presiden tersebut sudah dijelaskan, reklamasi

Pengelolaan Wilayah Pesisir Indonesia dalam Rangka Pembangunan Berbasis


Pelestarian Lingkungan
Tommy Cahya Trinanda 79
wilayah pesisir secara sektoral biasanya berkaitan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RAPWP-3-K) (Pasal 7
hanya satu macam pemanfaatan sumber daya atau UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
ruang pesisir oleh satu instansi pemerintah untuk Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil). Sejalan dengan
memenuhi tujuan tertentu. Pengelolaan semacam adanya UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antar Daerah yang merupakan perubahan terakhir atas
sektor yang berkepentingan yang melakukan UU No 22 Tahun 1999 telah dikenal istilah otonomi
aktivitas pembangunan pada wilayah pesisir dan daerah, di mana titik sentral pembangunan terletak
lautan yang sama. Selain itu, pendekatan sektoral di Kabupaten/Kota, maka secara tidak langsung
semacam ini pada umumnya tidak atau kurang akan memacu eksploitasi sumber daya alam di
mengindahkan dampaknya terhadap yang lain, kabupaten/kota yang bersangkutan. Eksploitasi
sehingga dapat mematikan sektor lain. Sebagai yang tidak terkontrol akan menimbulkan gangguan
contoh, adanya dinamika penolakan yang besar dari terhadap kestabilan ekosistem dan merusak
masyarakat sekitar dalam permasalahan reklamasi lingkungan hidup sekitarnya.
di teluk Jakarta dan teluk Benoa seperti yang sudah Pengelolaan wilayah pesisisir dan laut yang
dijelaskan diatas. baik membutuhkan suatu program pengelolaan
Para ahli di bidang pengelolaan wilayah pantai yang terintegrasi. Program pengelolaan tersebut
berpendapat pengelolaan wilayah pantai secara dapat dilaksanakan jika didukung oleh tersedianya
terpadu (Intergrated Coastal Zone Management) informasi-informasi yang obyektif, akurat, dan
merupakan kunci bagi pemecahan problem dan terbaharui. Informasi tersebut bisa berisikan
konflik di wilayah pantai yang sangat pelik dan pemetaan flora dan fauna, kekayaan alam, dan
kompleks. Keterpaduan di dalam manajemen budaya, serta lanskap fisik dan geografis. Hal ini
publik dapat didefinisikan sebagai penentuan dirasa sudah sangat mendesak untuk membantu
tujuan secara simultan, melakukan secara bersama- penyusunan kebijakan dan perencanaan
sama pengumpulan informasi, perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan laut menjadi
dan analisis secara kolektif, penggunaan secara terintegrasi sehingga pengelolaannya lebih efektif
bersama-sama perangkat/instrumen pengelolaan. dan tepat sasaran. Informasi-informasi tersebut
Pada kenyataannya, integrasi yang bersifat ideal dapat diwujudkan dalam bentuk atlas. Atlas ini
sebagaimana dikemukakan di atas tidak pernah kemudian disusun dalam suatu kesatuan sistem
bisa terjadi atau dilakukan. Di dalam praktek pendataan yang nantinya dapat dijadikan sebagai
integrasi ini biasanya merupakan upaya koordinasi informasi dan kajian bagaimana pembangunan ke
antara berbagai institusi/lembaga terkait untuk depan (2002:55).
menyelaraskan berbagai kepentingan, prioritas, dan Secara ekonomi, pengelolaan wilayah pesisir
tindakan. Usaha untuk melakukan koordinasi ini seharusnya bisa dilakukan dengan penerbitan
dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme, kebijakan yang berbasis ekonomi kerakyatan, di
prosedur, dan rencana. Dengan demikian, rencana mana negara berperan aktif namun tidak dominan
wilayah pantai terpadu di samping berfungsi dalam memberikan affirmative policy melalui
sebagai arahan bagi pengembangan, strategi yang keberpihakan yang jelas. Kebijakan seperti ini
dilakukan dan tindakan yang akan dilaksanakan, diharapkan dapat berkontribusi menyelesaikan
juga berfungsi sebagai instrumen koordinasi problem pembangunan kelautan dan perikanan, dan
(2002:42). di sisi lain mampu mengatasi problem struktural
UU No 27 Tahun 2007 yang kemudian telah berupa pengangguran dan kemiskinan di pesisir.
diubah dengan UU No 1 Tahun 2014 mendefinisikan Beberapa kebijakan berbasis ekonomi kerakyatan
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang bisa digunakan di antaranya, perbaikan
terpadu sebagai pendekatan yang memberikan insfrastruktur lingkungan di wilayah pesisir dan
arah bagi pemanfaatan sumber daya pesisir pulau-pulau kecil melalui rehabilitasi dan restorasi.
dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan Proses tersebut dilakukan melalui pemberdayaan
dengan mengintegrasikan berbagai perencanaan masyarakat pesisir, mulai dari pembibitan,
pembangunan dari berbagai tingkat pemerintahan, pemeliharaan, penanaman, hingga pengelolaan.
antara ekosistem darat dan laut, serta antara Negara menyediakan pembiayaan untuk proses
ilmu pengetahuan dan manajemen. Selanjutnya itu dalam jangka waktu 2-3 tahun. Setelahnya
UU tersebut membagi perencanaan pengelolaan pemerintah memberikan hak penguasaan lahan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi: dan hutan mangrove melalui organisasi komunitas
Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau- seperti koperasi. Kebijakan seperti ini akan
Pulau Kecil (RSWP-3-K), Rencana Zonasi Wilayah mencegah abrasi pantai, menyediakan lapangan
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K), Rencana kerja karena bersifat padat karya. Di sisi lain,
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meningkatkan produktivitas perikanan yang
(RPWP-3-K), dan Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah berakibat pada meningkatnya pendapatan ekonomi

Matra Pembaruan 1 (2) (2017): 75-84


80
keluarga nelayan karena secara ekologis habitatnya keterampilan bagi pelaku wisata (2011:89).
mengalami perbaikan. Termasuk menjamin hajat Gagasan berbagai kebijakan ini setidaknya akan
hidup nelayan tradisional yang mendominasi mampu menggerakkan ekonomi rakyat di sektor
aktivitas perikanan di wilayah pesisir. kelautan dan perikanan. Akan tetapi wewenang
Solusi lain yaitu dengan melakukan revitalisasi pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan
industri perkapalan tradisional yang mendukung tersebar dalam berbagai peraturan perundang-
pelayaran rakyat melalui stimulus fiskal hingga undangan yang sektoral seperti pariwisata,
moneter misalnya kredit usaha. Hal ini akan lingkungan, tata ruang, pertanahan, pertambangan,
menyerap tenaga kerja, mengurangi ketergantungan kehutanan dan sebagainya. Akibatnya lembaga atau
asing, dan menyeimbangkan jasa pelayanan antar instansi yang menangani persoalan pesisir dan
pulau dan pelabuhan di Indonesia. laut pun cukup beragam. Banyaknya lembaga yang
Menggalakan budidaya laut (marine culture) menangani pesisir dan laut, berpotensi terjadinya
mulai ikan hingga rumput laut di daerah potensial perselisihan wewenang antar instansi, dari sudut
yang dikelola rakyat bisa menjadi kebijakan institusi, kegiatan yang saling terkait secara lintas
berbasis ekonomi kerakyatan. Karena rumput laut sektoral, terjadinya tumpang tindih kegiatan,
mendominasi 55% ekspor budidaya laut Indonesia. dan makin potensialnya konflik wewenang dan
Pemerintah memberikan dukungan pasar melalui kepentingan tersebut. Dalam kaitan ini, maka
kebijakan harga dasar di level pembudidayaan ikan. pengelolaan sumber daya pesisir membutuhkan
Termasuk akses teknologi maupun permodalan asas-asas hukum antar-wewenang agar jelas siapa,
yang mampu meningkatkan nilai tambah produk. melakukan apa, dan kaidah hukum apa yang harus
Akibatnya, pelaku usah domestik lebih menikmati berlaku apabila terjadi konflik antar-instansi.
surplus value-nya ketimbang negara tujuan ekspor Pendekatan kelembagaan (institutional approach)
atau perantara. melalui penataan wewenang, lembaga (institusi)
Selanjutnya memanfaatkan pulau-pulau dan prosedur dalam pengelolaan sumber daya
kecil tak berpenghuni di perbatasan maritim di pesisir, merupakan salah satu langkah strategis
negara tetangga sebagai basis penangkapan ikan dalam mendorong peningkatan efisisensi dan
di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Kelebihannya, efektivitas dalam pengelolaan sumber daya pesisir
menghemat bahan bakar serta mengukuhkan secara berkelanjutan.
kedaulatan nasional atas pulau kecil perbatasan,
mudah memantau pergerakan kapal asing yang
akan mengeruk ikan di perairan Indonesia D. Pengelolaan Wilayah Pesisir dengan
hingga aktivitas membuang limbah pencemar Partisipasi Masyarakat
di laut. Pulau yang strategis dan layak antara Pada bagian pendahuluan di atas dijelaskan
lain Kepulauan Natuna untuk perairan Laut Cina salah satu permasalahan yang terjadi dalam
Selatan, Kepulauan Sangihe-Talaud di utara Laut pengelolaan wilayah pesisir adalah kurangnya
Sulawesi hingga perairan Samudera Pasifik serta kesadaran masyarakat lokal kita dalam pengetahuan
Pulau Banyak, Mentawai, dan Enggani di Samudera dan pemanfaatan teknologi yang berbasis pelestarian
Hindia. Negara berperan aktif mendorong swasta dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kurangnya
nasional maupun BUMN/BUMD dengan insentif perhatian dalam aspek pelestarian ekosistem di
stimulus fiskal maupun moneter agar berperan wilayah pantai maupun di lautan akan membuat
utama di dalamnya. Negara juga menekankan keberlangsungan ekosistem tersebut menjadi
untuk lebih mengutamakan konsumsi di dalam rentan akan perusakan. Pengelolaan wilayah
negeri ketimbang ekspor sehingga mendukung pesisir yang berbasis masyarakat merupakan salah
kedaulatan pangan. Nantinya berdampak pada satu pendekatan pengelolaan sumber daya alam
penurunan angka pengangguran di kota-kota besar yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran
karena mobilitas tenaga kerja antarpulau di sektor masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya.
perikanan ikut meningkat. Implementasi pola pengelolaan sumber daya pesisir
Perlunya penggerakkan wisata bahari dan lautan selama ini masih bersifat vertikal, semua
kepulauan dan pesisir yang memosisikan rakyat kegiatan pengelolaan wilayah pesisir mulai dari
sebagai pelaku utama melalui koperasi hingga pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
organisasi komunitas. Negara berperan memberikan evaluasi, dan monitoring dilakukan oleh pemerintah
insentif dalam hal infrastruktur dan transportasi tanpa melibatkan partisipasi masyarakat lokal.
serta kontrol maupun akses atas pulau kecil dan Hal ini seharusnya patut diubah mengingat
suber daya sekitarnya berupa terumbu karang, masyarakat lokal di wilayah pesisir adalah pihak
ikan karang, dan situs sejarah menyerupai reforma yang paling mengerti karakteristik wilayah pesisir
agraria. Negara juga menyediakan aransemen dan lautan baik dari segi sumber daya alam
kelembagaan berupa aturan main dan pelatihan maupun masyarakatnya yang sangat kompleks

Pengelolaan Wilayah Pesisir Indonesia dalam Rangka Pembangunan Berbasis


Pelestarian Lingkungan
Tommy Cahya Trinanda 81
dan beragam. Pengembangan masyarakat wilayah seperti dalam hal jenis dan hayati, pola budaya,
pesisir merupakan bagian dari pengelolaan wilayah dan pemanfaatan sumber daya, sistem sosial dan
pesisir dan pulau-pulau kecil bagi kemakmuran lain-lain. Hal ini juga untuk mengurangi tekanan
masyarakatnya, sehingga perlu digunakan eksploitasi terhadap satu jenis sumber daya
pendekatan di mana masyarakat sebagai obyek (2004:44).
sekaligus subyek pembangunan. Dengan kata lain,
pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat
dapat diartikan sebagai suatu sistem pengelolaan E. Peraturan Perundang-undangan yang
sumber daya alam dimana masyarakat lokal di Terkait
tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses Sebagai negara hukum, pengaturan mengenai
pengelolaan sumber daya alam yang terkandung pengelolaan wilayah pesisir memerlukan instrumen
di dalamnya. Strategi pengembangan masyarakat hukum yang tidak diskriminatif, sebagai sebuah
dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu payung hukum dan landasan kebijakannya yang
pendekatan struktural dan non-struktural. tidak ditemui dalam peraturan perundang-
Pembangunan berkelanjutan sangat undangan sebelum lahirnya UU No 27 Tahun 2007
memperhatikan kualitas hidup manusia pada masa tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
sekarang dan masa yang akan datang, termasuk di Pulau Kecil (UU tentang Wilayah Pesisir). Implikasi
dalamnya adalah sarana pendidikan bagi masyarakat lahirnya UU tentang Wilayah Pesisir di antaranya
pesisir, penyediaan fasilitas kesehatan dan sanitasi adalah adanya perubahan paradigma pembangunan
yang memadai, serta mitigasi bencana. Konsep dari berbasis sumber daya daratan ke sumber daya
pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan kelautan; perubahan kebijakan pengalokasian
idealnya berfokus pada karakteristik ekosistem anggaran pembangunan dengan memperhatikan
pesisir yang bersangkutan, yang dikelola dengan parameter luas wilayah perairan laut; perubahan
memperhatikan aspek parameter lingkungan, pendekatan pembangunan sesuai dengan
konservasi, dan kualitas hidup masyarakat, yang karakteristik bio-geofisik wilayah P3K; obligasi bagi
selanjutnya diidentifikasi secara komprehensif dan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk
terpadu melalu kerja sama masyarakat, ilmuwan, memitigasi bencana di wilayah P3K; membuat
dan pemerintah untuk menemukan strategi sepadan pantai dan mengkonversi wilayah pesisir
pengelolaan pesisir yang tepat (2014:64). untuk perlindungan, pelestarian biodiversity,
Agar sistem laut dan perikanan (pesisir) perlindungan manusia dari bencana, pelestarian
kerakyatan dapat memperoleh manfaat secara nilai-nilai sosial budaya pesisir (2013:71).
ekologis dan ekonomis setidaknya harus memiliki Namun kelahiran UU tentang Wilayah Pesisir
ciri antara lain, (a) Aktor utama pengelolaan pada prosesnya dianggap kurang menjamin
laut dan perikanan (pesisir) adalah masyarakat keberlangsungan kesejahteraan masyarakat di
setempat. Artinya masyarakat harus diberi hak dan wilayah pesisir. Hal ini tercermin dengan adanya
kewajiban secara resmi. (b) Lembaga pengelolaan putusan MK No 3/PUU-VIII/2010 yang dalam
harus dibentuk, dilaksanakan, dan dikontrol secara amar putusannya menyatakan Pasal 1 angka 18,
langsung oleh masyarakat setempat. (c) Adanya Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20,
wilayah yang jelas, yang memiliki kepastian hukum Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 ayat (4) dan ayat (5),
yang mendukungnya. Hukum itu bisa hukum negara Pasal 50, Pasal 51, Pasal 60 ayat (1), Pasal 71, serta
atau hukum adat setempat. Artinya ada pengakuan Pasal 75 UU tentang Wilayah Pesisir bertentangan
negara atas hukum adat dan hak ulayat komunitas, dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
interaksi antara masyarakat dengan laut dan 1945 dan tidak memunyai kekuatan mengikat.
perikanan (pesisir) setempat bersifat erat dengan Dalam pertimbangannya Mahkamah Konstitusi
langsung. (d) Pengetahuan lokal posisinya sangat berpendapat pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
penting dan melandasi bentuk pengelolaan laut dan pulau kecil dengan tujuan untuk: (i) melindungi,
perikanan (pesisir) setempat. (e) Teknologi yang mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan,
digunakan memang sangat dikuasai masyarakat dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-
setempat dan menjadi tradisi mereka. Artinya pulau kecil serta sistem ekologisnya secara
strategi pengelolaan sesuai dengan kebutuhan berkelanjutan, (ii) menciptakan keharmonisan
aktual dan kapasitas lokal. (f) Dalam melaksanakan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintahan
hasil-hasil laut dan perikanan (pesisir) itu aspek Daerah dalam pengelolaan sumber daya pesisir
kelestariannya sangat diperhatikan sekalipun dan pulau-pulau kecil, serta (iii) memperkuat
itu mereka memanfaatkan untuk mendapatkan peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah
uang sebanyak-banyaknya. (g) Sistem ekonomi serta mendorong inisiatif masyarakat dalam
didasarkan pada kesejahteraan bersama. (h) pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-
Keanekaragaman mendasari berbagai bidangnya, pulau kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan

Matra Pembaruan 1 (2) (2017): 75-84


82
dan keberlanjutan, tidak dapat dilakukan partisipasi masyarakat. Pengelolaan wilayah
dengan pemberian hak pengusahaan perairan pesisir harus dilakukan secara terpadu dengan
pesisir (HP3). Menurut MK untuk menghindari mengintegrasikan berbagai perencanaan sektor
pengalihan tanggung jawab penguasaan negara oleh pengambil kebijakan baik di pusat maupun di
atas pengelolaan perairan pesisir dan pulau-pulau daerah, sehingga saling terjadi keharmonisan dan
kecil kepada pihak swasta, maka negara dapat penguatan pemanfaatan dengan pengelolaan yang
memberikan hak pengelolaan tersebut melalui melibatkan masyarakat. Perbaikan dapat dilakukan
mekanisme perizinan. Pemberian izin kepada pihak apabila pemerintah daerah dan pemerintah pusat
swasta tersebut tidak dapat diartikan mengurangi berkonsentrasi pada pengembangan SDM lokal di
wewenang negara untuk membuat kebijakan wilayah pesisir, infrastruktur, dan keberlangsungan
(beleid), melakukan pengaturan (regelendaad), ekosistem sebagai sebuah rangkaian yang tidak
melakukan pengurusan (bestuursdaad), melakukan terpisahkan. Penulis menyarankan sinergitas
pengelolaan (beheersdaad), dan melakukan berkesinambungan antara elemen pemerintah dan
pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sektoral pembangunan serta masyarakat dalam
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di samping penyusunan sebuah kebijakan dalam sebuah tim
itu, negara tetap dimungkinkan menguasai dan maupun forum pertemuan, serta penggantian UU
mengawasi secara utuh seluruh pengelolaan wilayah tentang wilayah pesisir secara menyeluruh untuk
perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Melalui mengakomodasi pembangunan ekonomi di wilayah
mekanisme perizinan, pemberian hak pengelolaan pesisir yang sejalan dengan aspek pelestarian yang
kepada swasta tidak merupakan pemberian hak mengutamakan keterlibatan masyarakat lokal.
kebendaan yang mengalihkan penguasaan negara
secara penuh kepada swasta dalam kurun waktu
tertentu. Dengan demikian, wilayah perairan pesisir Ucapan Terima Kasih
dan pulau-pulai kecil tetap dapat dikelola secara Dengan selesainya karya tulis ilmiah ini, penulis
terintegrasi dan membangun sinergi berbagai ingin mengucapkan terima kasih kepada Sekretariat
perencanaan sektoral, mengatasi tumpang tindih DPR yang telah memberikan keleluasaan waktu
pengelolaan, konflik pemanfaatan dan kewenangan untuk menyelesaikan penelitian ini. Tidak lupa juga
serta memberikan kepastian hukum (Putusan kepada para staf di perpustakaan DPR yang sangat
Mahkamah Konstitusi No 3/PUU-VIII/2010). ramah membantu mencarikan referensi demi
Dengan demikian dapat dikatakan pemberian HP3 terselesaikannya penelitian ini.
melanggar prinsip demokrasi ekonomi kerakyatan
karena akan mengakibatkan wilayah perairan
pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi wilayah HP3 V. Daftar Pustaka
yang dikuasai oleh pemilik modal besar. Adisasmita, R. (2006). Perencanaan Kawasan
Pada prosesnya, UU tentang Wilayah Pesisir Perairan dan Pantai. Yogyakarta: Graha Ilmu.
telah diubah dengan lahirnya UU No 1 Tahun 2014 Ali, H. Z. (2011). Metode Penelitian Hukum (3rd ed.).
tentang Perubahan Atas UU No 27 Tahun 2007 Jakarta: Sinar Grafika.
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau- Apridar, Muhamad Karim, & Suhana. (2011). Ekonomi
Pulau Kecil. Dikeluarkannya UU No 1 Tahun 2014 Kelautan dan Pesisir (1st ed.). Yogyakarta.
ini untuk mengakomodasi putusan MK No 3/ Retrieved from http://opac.perpusnas.go.id/
PUU-VIII/2010 serta memberikan kewenangan DetailOpacBlank.aspx?id=188495
dan tanggung jawab negara secara memadai atas BEM FEB UGM. (2014). Tolak Reklamasi Teluk
pengelolaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil Benoa! Retrieved July 18, 2017, from http://
melalui mekanisme pemberian hak pengusahaan bem.feb.ugm.ac.id/tolak-reklamasi-teluk-
perairan pesisir. Selain itu dengan terbitnya UU No benoa/
1 Tahun 2014 membuat adanya pengakuan dan Djunaedi, A., & Basuki, N. (2002). Perencanaan
penghormatan kesatuan-kesatuan masyarakat Pengembangan Kawasan Pesisir. Jurnal
hukum adat serta hak-hak tradisional sesuai dengan Teknologi Lingkungan, 3(3), 225–231.
prinsip NKRI, dan mengakui serta menghormati Retrieved from http://ejurnal.bppt.go.id/
masyarakat lokal dan masyarakat tradisional yang index.php/JTL/article/view/259
bermukin di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Fabianto, M. D., & Berhitu, P. T. (2014). Konsep
Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
Dan Berkelanjutan Yang Berbasis Masyarakat.
IV. Kesimpulan Jurnal TEKNOLOGI, 11(2), 2044–2060.
Kasus Penolakan reklamasi Teluk Benoa Retrieved from http://ejournal.unpatti.ac.id/
menjadi parameter utama, pengelolaan wilayah ppr_iteminfo_lnk.php?id=1005
pesisir di Indonesia tidak dilakukan dengan forbali.org. TOLAK REKLAMASI! - Beberapa urgensi
pendekatan pelestarian yang melibatkan menolak reklamasi Teluk Benoa - ForBALI,

Pengelolaan Wilayah Pesisir Indonesia dalam Rangka Pembangunan Berbasis


Pelestarian Lingkungan
Tommy Cahya Trinanda 83
forbali.org § (2013). Retrieved from http:// from http://brwa.or.id/assets/image/
www.forbali.org/id/faq-2/ regulasi/1429617839.pdf
Irawan, A., & Sari, N. (2016). Kajian Implikasi Universitas Sumatera Utara. (2012). Kawasan
Terbitnya UU RI No. 27 Tahun 2007 Tentang Wilayah Pesisir. Medan. Retrieved from
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau http://repository.usu.ac.id/bitstream/
Kecil Terhadap Pengelolaan Hutan Mangrove. handle/123456789/32310/Chapter
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 5(3), 131– II.pdf?sequence=4
141. Retrieved from http://ejournal.forda-
mof.org/latihan/index.php/JAKK/article/ Regulasi
view/1669 Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang
Lasabuda, R. (2013). Pembangunan Wilayah Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor
Pesisir dan Lautan Dalam Perspektif Negara 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Kepulauan Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar,
Platax, 1(2). https://doi.org/10.1016/j. Dan Tabanan.
egypro.2016.11.209 Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang
Nikijuluw, V. P. . (2001). Populasi dan Sosial Reklamasi Di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi Kecil
Pemberdayaan Mereka Dalam Konteks Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-
Pengelolaan Sumber daya Pesisir Secara VIII/2010. 164-165.
Terpadu. In Makalah Pelatihan Pengelolaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Pesisir Terpadu (p. 3). Bogor. Tahun 1945.
Nurmalasari, Y. (2013). Pengelolaan Wilayah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pesisir Berbasis Masyarakat. Retrieved from Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
https://www.academia.edu/4504019/jurnal_ Kecil.
yessy?auto=download Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Razali, I. (2004). Strategi Pembangunan Masyarakat Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27
Pesisir dan Laut. Jurnal Pemberdayaan Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Komunitas, 3(2), 61–68. Retrieved from Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/ Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
handle/123456789/15655/pkm-mei2004- Pemerintahan Daerah
%281%29.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Matra Pembaruan 1 (2) (2017): 75-84


84

Anda mungkin juga menyukai