Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN MANAJEMEN PESISIR DAN LAUT

“Analisis dan formulasi kebijakan Pulau-pulau Kecil”

Disusun Oleh :
AGARPINA EL
201763039

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKLUTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi sumberdaya


alam yang melimpah. Konsep negara kepulauan ini sangat besar manfaatnya karena
Indonesia tidak lagi dilihat sebagai negara yang terdiri dari pulau-pulau yang dipisahkan oleh
laut, namun negara yang terdiri dari pulau-pulau yang disatukan oleh laut. Dengan demikian
luas wilayah Indonesia makin luas, tidak hanya terkait laut territorial, tetapi juga perairan
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Menurut Peraturan Presiden Nomor 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan PulauPulau
Kecil terluar tereatat ada 92 pulau terluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ke-
92 pulau tersebut terse bar di 18 provinsi dan berbatasan dengan 10 negara tetangga yaitu:
Australia (27 pulau), Filipina (11 pulau), India (6 pulau), Malaysia (17 pulau), Papua Nugini
(1 pulau) , Republik Palau (7 pulau), Singapura (4 pulau),Thailand (1 pulau), Timor Leste (6
pulau), dan Vietnam (3 pulau), sedangkan 9 pulau lainnya berbatasan dengan Samudera
Hindia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Oaftar Koordinat
Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia di seluruh wilayah Indonesia
terdapat 183 titik dasar (masih termasuk Pulau Sipadan dan Ugitan) sebagai aeuan untuk
menentukan batas wilayah Negara Republik Indonesia. Oari 183 titik dasar tersebut, 92 di
antaranya terdapat di pulau-pulau kedl terluar. Hal tersebut menunjukkan arti penting pulau-
pulau kecil terluar dalam konteks kedaulatan negara.

Posisi strategis pulau-pulau terluar tersebut menyebabkan pemerintah perlu segera


memperjelas batas wilayah dengan negara-negara tetangga karena segala potensi kelautan
dan sumber daya lain yang dimiliki Indonesia tidak akan berarti bilamana wilayah
perairannya tidak memiliki batas wilayah laut yang jelas. Kebijakan dalam pengelolaan
potensi pulau-pulau kecil harus dilakukan, baik dengan memperhatikan semua aspek yang
mendukung sehingga potensi yang ada dapat tetap lestari dan berkelanjutan. Ketiadaan batas
wilayah laut yang jelas analog dengan halaman rumah tanpa pagar. Oleh sebab itu untuk
mengklaim seberapa besar potensi kekayaan sumberdaya kelautan harus diikuti dengan
penetapan batas wilayah laut terlebih dahulu. Hal ini sangat penting karena sebagian besar
wilayah perbatasan kita berada di laut dan pulau-pulau kecil. Selain itu apabila kelestarian
dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang ada ingin tetap
dipertahankan, maka diperlukan komitmen dari semua pihak (stakeholders) untuk menjaga
dan mengegelola kualitas dan daya dukung lingkungan wilayah yang unik tersebut. Salah
satu kunci dan peran penting dalam hal tersebut yaitu keterlibatan masyarakat, mengingat
setiap kebijakan dalam pengelolaan harus ada Kerjasama yang baik antara masyarakat dan
stakeholders agar kebijakan itu dapat terealisasikan dengan baik. Untuk itu laporan ini
bertujuan untuk menganalisis kebijakan-kebijakn perikanan khususnya pada pulau-pulau
kecil yang ada di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Isu-isu Positif
 Pariwista, pariwisata berkaitan erat dengan perjalanan wisata, yaitu suatu perjalanan dari
satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok,
sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dengan lingkungan hidup dalam
dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Namun dalam pelaksanaannya, perlu
diperhatikan isu ini agar tidak merusak SD yang tersedia.
 Konservasi, konservasi dilakukan untuk melindungi sumberdaya dan lingkunganya yang
dilakukan secara bijaksana sehingga SD dan lingkunganya tetap dalam keadaan lestari
dan berkelanjutan.

2.2 Isu-isu Negatif


 Kesiapan SDM dan Kapasitas Lembaga, dalam pembangunan wilayah pesisir dan pulau -
pulau kecil sangatlah dibutuhkan kesiapan SDM yang memadai dan kapasitas lembaga
masyarakat yang stabil. Namun dalam kenyataanya ada daerah di Indonesia yang masih
memiliki keterbatasan mengenai hal ini. Dengan terbatasnya kualitas SDM local, berarti
kebutuhan akan tenaga kerja Sebagian besar akan diimpor dari luar pulau. Keadaan ini
harus mendapat perhatian karena di satu pihak masuknya pedantang memberikan
keuntungan bagi masyarakat setempat namun disisi yang lain dapat menimbulkan
masalah social ekonomi bagia masayarakat setempat (misalnya kecemburuan sosial).
 Permukiman Padat penduduk, isu dan jumlah kepadatan penduduk sangat berkaitan erat
dengan daya tampug pulau. Hal ini dapat mengakibatkan timbul masalah lain yang sangat
berpengaruh bagi kehidupan masyarakat setempat. Dampak yang sangat nyata yaitu,
ketidakmampuan pulau dalam menyediakan air tawar dan lahan yang dibutuhkan
penduduk semakin berkurang. Masalah ini merupakan masalah yang serius bagi
pembangunan yang berkelanjutan.
 Reklamasi pantai, meningkatnya jumlah penduduk maka bertambalah pula permukiman
baru yang dimana masyarakat akan melakukan reklamasi pantai untuk menambah
wilayah daratan untuk pembangunan rumah dan memperluas pulau.
 Kelemahan penegak hukum, Belum adanya pengaturan lebih lanjut terkait izin lokasi dan
izin pengelolaan yang meliputi syarat, tata cara pemberian, pencabutan, jangka waktu,
luasan, dan berakhirnya Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan. Selain itu masalah lainya yaitu
masyarakat lebih (Nelayan dan pembudidaya ikan) lebih mematuhi hukum adat
dibanding hukum formal.
 Keterbatasan infrastruktur dasar
 Lemahnya pengawasaan dan penegakan hukum konflik pengelolaan , Tumpang tindih
lembaga pengelola kawasan konservasi. Secara hukum sudah diatur peralihan kawasan
konservasi dari kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatanan ke Kementerian
Kelautan dan Perikanan namun dalam prakteknya di lapangan masih dikelola oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
 Sangat rentan rusak dan daya dukung terbatas
 Degradasi lingkungan dan sumberdaya perikanan, ketergantungan masyarakat pulau
terhadap sumberdaya laut sanagat besar, Sebagian besar penduduk bekerja sebagai
nelayan. Degradai terumbu karang berkaitan erat dengan kegiatan perikanan yang
merusak seperti penggunaan bahan peledak dalam menangkap ikan, membius dan juga
jangkar kapal dalam jumlah yang banyak.
 Biaya pembangunan tinggi, biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan dan pengelolaa
pulau-pulau kecil membutuhkan biaya yang cukup besar.
 Pulau Kecil Terluar Indonesia dan Ancaman Perubahan Iklim, Sesuai dengan Pasal 1 ayat
b, Perpres Pulau-Pulau Kecil Terluar, definisi pulau kecil terluar adalah pulau dengan
luas areal kurang atau sama dengan 2000 km2 (dua ribu kilomenter persegi) yang
memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut
kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional RI Nomor 78 tahun 2005
tentang Pengelolaan
 Konflik Kelembagaan Konservasi, Perairan UU No 1/2014 sudah mengamanatkan bahwa
kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil termasuk suaka alam dan
kawasan pelestarian alam yang berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam
bentuk Taman Nasional/Taman Nasional Laut, suaka Margasatwa ……..dll Sebagaimana
penjelasan Pasal 78A UU nomor 1 tahun 2014.
 Tingkat Pengetahuan dan Kesadaran Tentang Implikasi Kerusakan Lingkungan Terhadap
Kesinambungan Pembangunan Ekonomi Masih Rendah.
 Kewenangan Masyarakat Adat, Belum adanya pengakuan pemerintah terhadap
masyarakat adat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dalam arti perlu
pengaturan masyarakat hukum adat yang tidak mendelegitemasi masyarakat hukum adat.

2.3 Analisis Kebijakan


Berdasarkan hasil analisis kebijakan pengelolaan pulau-pulau kecil, terlihat bahwa
kebijakan yang diambil dalam pengelolaan pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia dan yang
paling terluar di Indonesia memiliki kebijakan yang harus dikerjakan secara bersama-sama, yang
mana bukan hanya membiarkan pemerintah bekerja sendiri namun juga masyarakat harus
dilibatkan didalamnya. Namun masih ada banyak kendala dan masalah yang harus dihadapi.
Permasalahan umum yang terjadi yaitu :
 Pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir belum diatur dengan peraturan perundang-
undangan, sehingga daerah mengalami kesulitan dalam menetapkan sesuatu kebijakan.
 Pemanfaatan dan pengelolaan pesisir cendrung bersifat sektoral, sehingga kadangkala
melahirkan kebijakan yang tumpang tindih satu sama lain.
 Pemanfatan dan pengelolaan pesisir belum memperhatikan konsep daerah pesisir sebagai
suatu kesatuan ekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif pemerintahan,
sehingga hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antar daerah.
 Kewenangan daerah dalam rangka otonomi daerah belum dipahami secara komprehensif
oleh para stakeholders, sehingga pada setiap daerah dan setiap sector timbul berbagai
pemahaman dan penafsiran yang berbeda dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah
pesisir.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau oleh karena itu
dibutuhkan kebijakan yang mengatur pengelolaan pulau-pulau kecil termasuk pulau terluar.
Dasar hukum yang kuat mengenai kepemilikan pulau-pulau kecil terluar tidak akan berarti apa-
apa tanpa ditindaklanjuti dengan pengelolaan yang berkesinambungan. Karena tanpa adanya
tindakan pengelolaan, yang artinya potensi potensi yang dimiliki pulau-pulau kecil terluar tidak
dapat tergali dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.
2.4 Formulasi Kebijakan
Potensi kelautan dan perikanan perlu terus dikelola secara cerdas untuk menghasilkan
manfaat bagi masyarakat baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Kinerja keberhasilan
perlu terus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembangunan yang senantiasa meningkat dan makin
kompleks di masa depan. Arah pengaturan dan kebijakan dalam pembangunan hukum nasional
terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk mewujudkan kepastian
hukum dan keberlanjutan pengelolaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Oleh Karena itu,
kebijakan yang telah dirintis dan dilaksakan dalam beberapa tahun terakhir ini perlu dilanjutkan
bahkan diperkuat dengan pendekatan yang lebih baik dan makin efektif.
Kebijakan yang diambil dan dilaksanakan diharapkan agar tidak hanya mencakup
segelintir orang, melainkan juga dapat mencakup seluruh elemen masyarakat dengan
memperhatikan dan mempertimbangkan seluruh aspek yang mempengaruhi kebijkan tersebut.
Sehingga keberlanjutan sumberdaya di pesisir pulau-pulau kecil dapat diperhatikan dan tetap
lestari. Agar dapat menunjang kehidupan masyarakat yang ada.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis jurnal kebijakan Pesisir Pulau-pulau kecil, permasalahan
umum yang dihadapi yaitu :
 Pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir belum diatur dengan peraturan perundang-
undangan, sehingga daerah mengalami kesulitan dalam menetapkan sesuatu kebijakan.
 Pemanfaatan dan pengelolaan pesisir cendrung bersifat sektoral, sehingga kadangkala
melahirkan kebijakan yang tumpang tindih satu sama lain.
 Pemanfatan dan pengelolaan pesisir belum memperhatikan konsep daerah pesisir sebagai
suatu kesatuan ekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif pemerintahan,
sehingga hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antar daerah.
 Kewenangan daerah dalam rangka otonomi daerah belum dipahami secara komprehensif
oleh para stakeholders, sehingga pada setiap daerah dan setiap sector timbul berbagai
pemahaman dan penafsiran yang berbeda dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah
pesisir.

3.2 Rekomendasi
Berdasarkan pada permasalah atau isu-isu yang ada, maka rekomendasi yang dapat
diberikan yaitu :
 Peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
agar tetap mengakomodasi hukum adat setempat mengingat kepatuhan hukum terhadap
hukum adat oleh Nelayan dan pembudidaya ikan lebih kuat dibanding terhadap hukum
formal.
 Keterlibatan dan Kerjasama antar masyarakat dan pemerintah sangat diperlukan dalam
menunjang dan mendukung kebijakan yang dikeluarkan, sehingga SD yang ada di pesisir
pulau-pulau kecil dan juga pulau-pulau kecil yang terluar dapat terus diperhatikan dan
tetap lestari.
 Perlunya pengakuan terhadap masyarakat hukum adat harus oleh pemerintah, Peraturan
perundang-undangan terkait pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil agar tetap
mengakomodasi hukum adat setempat mengingat kepatuhan hukum terhadap hukum adat
oleh Nelayan dan pembudidaya ikan lebih kuat dibanding terhadap hukum formal.
 Perlu diatur lebih lanjut kewajiban pemerintah untuk memfasilitasi pengurusan izin oleh
masyarakat, dan penetapan sanksinya apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan.
Masayarkat dan pemerintah tetap saling mengetahui tugas dan tanggung jwab yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Adiyanto, E., Eidman, E., & Adrianto, L. (2007). tinjauan hukum dan kebijakan pengelolaan
pulau-pulau kecil terluar indonseia (studi kasus pulau nipa). Buletin Ekonomi Perikanan,
51-62.
Sari, D. A., & Muslimah, S. (2014). KEBIJAKAN PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL
TERLUAR INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM GLOBAL.
Yustisia, 57-72.
Sugiarti, Bengen , G. D., & Dahuri , R. (2000). analisis kebijakan pemanfaatan ruang wilayah
pesisir di Kota Pasuruan - Jawa Timut. Pesisir dan lautan, 1-18.

Anda mungkin juga menyukai