Anda di halaman 1dari 11

Dokumen Final

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian Sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antarsektor, antara Pemerintah
dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Visi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Sulawesi Selatan adalah ” Terwujudnya Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Melalui
Pendekatan Kemandirian Lokal untuk meningkatkan Kesejahteraan masyarakat Sulawesi Selatan Tahun
2028”. Visi tersebut menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil
yang tangguh dan mandiri, akan tercipta jika pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan
dan dikelola dengan baik sesuai dengan prinsip pengelolaan. Pengelolaan yang baik akan semakin
meningkatkan produktivitas perairan, efektivitas pemanfaatan wilayah perairan dan kelestarian ekosistem,
yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat, kemandirian dan kesejahteraan.
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 24 kabupaten/kota dimana terdapat 18 kabupaten/kota pesisir, yaitu
Kabupaten Luwu Timur, Kab. Luwu Utara, Kota Palopo, Kab. Luwu, Kab. Wajo, Kab. Bone, Kab. Sinjai, Kab.
Bulukumba, Kab. Selayar, Kab. Bantaeng, Kab. Jeneponto, Kab. Takalar, Kota Makassar, Kab. Maros, Kab.
Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kab. Pinrang. Letak geografis keseluruhan kabupaten/kota di
Sulsel berada 0O - 12O LS dan 116O 48’ – 122O 36’ BT, dengan wilayah perairan meliputi Selat Makassar,
Laut Flores, Laut Jawa dan Teluk Bone. Keseluruhan wilayah pesisir dan laut Sulawesi Selatan adalah seluas
kurang lebih 94.399,85 km2 dengan panjang garis pantai sebesar 1.993,66 km serta memiliki pulau-pulau
kecil sekitar 313 pulau.
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Sulawesi Selatan memiliki ekosistem yang cukup lengkap
seperti ekosistem mangrove dimana terdapat 19 spesies mangrove dengan luas sekitar 77.135 ha. Biomas
hutan mangrove di wilayah Sulawesi diperkirakan berkisar 122 – 245 ton/ha. Ekosistem terumbu karang
diwilayah ini memiliki biodiversity yang cukup tinggi dimana terdapat 3 kawasan yang memiiki ekosostem
yang cukup besar yang di Kawasan Taka Bonerate Kabupaten Selayar, Kepulauan Spermonde Kabupaten
Pangkep dan Kawasan Kepulauan Sembilan di Kabupaten Sinjai. Luas kawasan eksositem terumbu karang
di Provinsi Sulawesi Selatan seluas 129.654,3 Ha namun tingkat kerusakan yang cukup besar. Ekosistem
padang lamun terdiri atas 7 genera dengan luas 4.938,8 ha dalam kondisi Rusak sampai Baik. Tekanan
ekosistem ini cukup besar mengingat keberadaannya diwilayah pesisir mendapatkan kondisi pengrusakan
yang cukup besar pula. Sampah, penggalian pasir, pencemaran, abrasi/sedimentasi dan lainnya.
Provinsi Sulawesi Selatan sebagai provinsi yang dikelilingi oleh lautan yang kaya akan hasil laut yang
memiliki potensi yang cukup besar dalam sektor kelautan dan perikanan. Potensi Perikanan tangkap
Sulawesi Selatan pada tahun 2020 sebesar 1.177.857 ton/tahun, dengan rincian Ikan Pelagis Besar sebesar
645.058 ton, Ikan Pelagis Kecil sebesar 208.414 ton, Ikan Demersal sebesar 252.869 ton, Ikan Karang
sebesar 19.859 ton, Cumi-Cumi sebesar 10.519 ton, Kepiting sebesar 4.347 ton, Rajungan sebesar 5.463
ton, Lobster sebesar 927 ton dan Udang Penaeid sebesar 30.404 ton (KKP, 2021). Wilayah pesisir Sulawesi
Selatan memiliki potensi lahan budidaya laut sebesar 1.667.674.751 m2 dan potensi lahan tambak sekitar
103.305,15 ha. Sampai tahun 2018 tingkat capaian produksi sektor perikanan dan kelautan mencapai
3.349.134.6 ton atau setara dengan Rp. 3,22 Milyar dengan rincian perikanan tangkap sebesar 298.111.6 ton,

I-1
Dokumen Final

perikanan budidaya air payau sebesar 1.086.154,9 ton dengan komoditas unggulan udang dan bandeng,
serta perikanan budidaya rumput laut sebesar 2.866.119 ton.
Selain potensi perikanan, objek wisata bahari di Sulawesi Selatan merupakan sektor yang masih terbuka
untuk dikembangkan lebih baik. Daerah ini memiliki potensi wisata yang beragam, baik wisata alam, wisata
bahari, agrowisata, maupun wisata budaya, diantaranya adalah obyek wisata TWA Kapoposang, Taman
Nasional Takabonerate, Kepulauan Spermonde, Kepulauan Sembilan.
Sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan aset strategis untuk
dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi pada tujuan pemakmuran masyarakat pesisir dan
peningkatan perolehan pendapatan asli daerah. Namun demikian keanekaragaman sumberdayanya, dewasa
ini cenderung terlihat meningkatnya intensitas kegiatan eksploitasi yang justru mengancam kelestarian
sumberdaya. Oleh karena itu, upaya reorientasi pola penyusunan kebijakan sumberdaya laut dan pesisir
merupakan hal yang krusial dan selanjutnya membutuhkan perhatian yang serius. Hal ini beralasan ketika
perekonomian negara kita berada pada kondisi keterpurukan, maka basisnya harus dibangun dari tahap
factors-driven economy, yaitu kegiatan ekonomi yang didasarkan pada pemanfaatan sumberdaya alam ke
basis innovation-driven economy.
UU No. 27 Tahun 2007 Jo UU No. 1 Tahun 20014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil, Pemerintah Daerah Provinsi yang memiliki wilayah pesisir wajib untuk menyusun Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) yang kemudian dilegalkan kedalam Peraturan Daerah
(Perda). Penyusunan rencana Zonasi WP-3-K Provinsi merupakan salah satu bentuk pendekatan untuk
mengintegrasikan sektor yang berkepentingan di wilayah pesisir melalui pengalokasian ruang WP-3-K
untuk aktivitas/sektor tertentu berdasarkan daya dukung dan kesesuaian peruntukkannya. Secara normatif,
kekayaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil dikuasai oleh negara. Menurut UU No. 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memiliki hak untuk mengelola kawasan
perairan yurisdiksi hingga batas 12 mil dari garis pantai. Terkait dengan pemanfaatannya, diperlukan suatu
acuan dalam kerangka pengelolaan sumberdaya alam kelautan dan perikanan, yang mengatur atau
mengarahkan kegiatan pengelolaan sumberdaya dalam konteks keruangan (spasial) untuk menjaga
keseimbangan antara aspek konservasi dan pembangunan ekonomi secara berkelanjutan (sustainable).
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K) merupakan arahan pemanfaatan
sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pemerintah provinsi. RZWP-3-K diserasikan,
diselaraskan dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah provinsi atau
pemerintah kabupaten/kota. Wilayah Provinsi yang memiliki pesisir, laut dan pulau-pulau kecil diamanatkan
untuk menyusun RZWP-3-K yang menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Penyusunan Rencana Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2016 ini,
mempunyai peran penting sebagai strategi pengembangan ekonomi lokal dan penciptaan peluang investasi.
Pengembangan RZWP-3-K akan mendorong pengembangan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil
secara efesien, efektif dan menghasilkan nilai tambah. Berkembangnya sentra-sentra produksi dan
agroindustri sektor kelautan dan perikanan, pariwisata, pelayaran, konservasi, dan laiinya pada kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil diindikasikan oleh ketersediaan sumberdaya hayati, non hayati, jasa lingkungan
serta SDM yang terampil, terbentuknya kemampuan (skills) dan pengetahuan (knowledge) para masyarakat,
terbangunnya jaringan (network) terhadap sektor hulu dan hilir, dan terlestarikannya pranata (institusi) sosial.
Pengembangan kawasan WP-3-K akan mengoptimalkan potensi lokal untuk keberhasilan pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat dan sangat mendukung perlindungan dan pengembangan sosial budidaya lokal
(local social cultural) .

I-2
Dokumen Final

Beberapa tahun belakangan ini terdapat banyak isu-isu dan permasalahan yang menyangkut pemanfaatan
wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecilnya. Isu-isu strategis dan permasalahan ekosistem pesisir dan laut
antara lain kerusakan dan penurunan kualitas ekosistem, penangkapan yang merusak, optimalisasi produksi
masih rendah, kemiskinan masyarakt pesisir dan pulau-pulau kecil, konflik pemanfaatan lahan, pemcemaran
dan bencana alam dan lain-lain.
Untuk menghindari laju kerusakan dan penurunan ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, konflik serta
meminimalkan dampak dari penggunaan terhadap berbagai wilayah pesisir dan laut, maka perlu disusun
RZWP-3-K. RZWP-3-K Provinsi Sulawesi Selatan adalah rencana yang menentukan arah penggunaan
sumberdaya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan alokasi ruang pada kawasan
perencanaan yang memuat kegiatan-kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan
yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Dengan demikian pengelolaan wilayah pesisir, laut dan
pulau-pulau kecil dapat terencana dengan baik dan terukur.
Pasca keluarnya Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang,
mengamanatkan setiap Pemerintah Provinsi melakukan Integrasi perencaaan ruang baik berbasis darat
maupun laut dalam satu perencaaan yang komplimetar atau utuh, oleh karena itu Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan mesti melakukan integrasi RTRW Provinsi dengan RZWP-3-K Provinsi Sulawesi Selatan.
Integrasi RTRW dan RZWP-3-K ini, mempunyai peran penting sebagai strategi pengembangan ekonomi lokal
dan penciptaan peluang investasi. Pengembangan perencanaan ruang darat dan laut akan mendorong
pengembangan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil secara efesien, efektif dan menghasilkan nilai
tambah. Berkembangnya sentra-sentra produksi dan agroindustri sektor kelautan dan perikanan, pariwisata,
pelayaran, konservasi, dan laiinya pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil diindikasikan oleh
ketersediaan sumberdaya hayati, non hayati, jasa lingkungan serta SDM yang terampil, terbentuknya
kemampuan (skills) dan pengetahuan (knowledge) para masyarakat, terbangunnya jaringan (network)
terhadap sektor hulu dan hilir, dan terlestarikannya pranata ( institusi) sosial. Pengembangan kawasan
perikanan akan mengoptimalkan potensi lokal untuk keberhasilan pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat dan sangat mendukung perlindungan dan pengembangan usaha dan sosial budaya lokal (local
social cultural) .
Dalam satu dekade belakangan ini, banyak pihak berkepentingan yang memanfaatkan sumberdaya
pesisir dan pulau-pulau kecil dari komoditas yang sama atau di wilayah pesisir dan pula-pulau kecil
yang sama, khususnya di wilayah yang pembangunannya pesat. Masing-masing pihak yang
berkepentingan memegang dasar hukum dan kebijakan dari instansi pusat yang berwenang.
Kebijakan tersebut, memuat tujuan dan sasarannya masing-masing dalam memanfaatkan
sumberdaya pesisir. Untuk mencapainya, setiap instansi menyusun perencanaan sendiri, sesuai
dengan tugas dan fungsi sektornya, tetapi kurang mengakomodasi kepentingan sektor lain, daerah,
masyarakat setempat, dan lingkungannya. Perbedaan tujuan, sasaran, dan rencana memicu
kompetisi pemanfaatan dan tumpang tindih pengelolaan. Tumpang tindih perencanaan dan
kompetisi pemanfaatan memicu konflik pemanfaatan dan konflik kewenangan.
Dinamikia pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Sulawesi Selatan saat ini
mengalami peningkatan yang cukup pesat, dimana terlihat di beberapa lokasi pesisir dan pulau-
pulau kecil, minat berbagai inverstor berminat melakukan berbagai kegiatan usaha yang secara
langsung akan mendukung pertumbuhan dan kesejateraan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil Provinsi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, pemerintah provinsi mesti melakukan
berbagai usaha dalam bentuk dukung kebijakan dalam mendukung investasi pembangunan namun

I-3
Dokumen Final

tetap mempertimbangkan aspek kehatian-hatian dalam mempertahankan sumberdaya yang ada di


wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam konsep pembangunan yang berkelanjutan.
1.2. Maksud Tujuan Penyusunan Materi Teknis Ruang Pesisir RZWP-3-K
Maksud kegiatan penyusunan materi teknis ruang pesisir Provinsi Sulawesi Selatan sebagai
landasan bagi pihak-pihak terkait dalam kegiatan pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau
kecil.
Tujuan penyusunan materi teknis ruang pesisir Provinsi Sulawesi Selatan ini adalah menyusun
tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang pesisir, struktur ruang, pola ruang, migrasi biota laut
dan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut.
1.3. Dasar Hukum Penyusunan Materi Teknis Ruang Pesisir RZWP-3-K
Dasar hukum Penyusunan Materi Teknis Ruang Pesisir Provinsi Sulawesi Selatan adalah UU No 27 Tahun
2007 Jo UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 32 Tahun 2014 tentang Kelautan serta UU No. 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja
UU No 27 Tahun 2007 Jo UU No 1 tahun 2014, Jo UU No 11 tahun 2021 dijelaskan bahwa dalam
Perencanaan Penataan Ruang Provinsi berupa Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
selanjutnya disebut RZWP-3- K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota dimana RZWP-3-K ini diserasikan,
diselaraskan, dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah provinsi atau
pemerintah kabupaten/kota. RZWP-3-K adalah pengalokasian Ruang laut untuk Kawasan Pemanfaatan
Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan alur laut dengan jangka waktu
pelaksanaan 20 tahun. UU ini mengamanatkan untuk dilakukan integrasi antara RTRW dengan RZWP-3-K.
Seiring dengan keluarnya UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya terkait
pemanfaatan dan pengelolaan wilayah laut dalam pasal 14 disebutkan bahwa Penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan bidang Kehutanan, Kelautan, serta Energi dan Sumber Daya Mineral dibagi antara Pemerintah
Pusat dan Daerah provinsi. Selanjutnya pada pasal 27 disebutkan bahwa Kewenangan Daerah provinsi
untuk mengelola sumber daya alam di laut adalah paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai
ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan, termasuk didalamnya penganturan pemanfaatan
ruang dalam hal ini RZWP-3-K.
Salah satu tujuan dari dikeluarkannya UU No 32 tahun 2014 adalah untuk mewujudkan laut yang lestari serta
aman bagi ruang hidup dan ruang juang bangsa Indonesia dan memberi kepastian hukum dalam
pemanfaatan ruang pesisir. UU ini menjadi salah satu dasar penyusunan RZWP-3-K, dimana pada pasal 43
di jelaskan tentang pentingnya perencanaan ruang laut nasional dan RZWP-3-K.
Dasar hukum penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi
Sulawesi Selatan ini adalah
1.3.1. Undang–Undang
- Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Sulawesi Selatan
Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah sebagaimana telah diubah Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan
Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun
1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah dan Daerah Tingkat I
Sulawesi Selatan Tenggara menjadi Undang-Undang

I-4
Dokumen Final

- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia


- UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
- UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005 – 2025
- UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
- UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
- UU No.27 tahun 2007 sebagimana telah diubah menjadi UU No. 1 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah diperbaharui dengan UU No. 1
tahun 2014
- UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
- UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
- UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
- UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan
- UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
- UU No. 7 Tahun 2016 tentang Pemberdayaan Nelayan
- UU No. 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja
1.3.2. Peraturan Pemerintah
- PP No 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut
- PP No 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah
- PP No 38 tahun 2011 tentang Sempadan Sungai
- PP No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
- PP No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan.
- PP No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
- Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
- Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
- PP No. 64 tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana di Wiliyah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
- PP No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang
- PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
- PP No. 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
1.3.3. Peraturan/Keputusan Presiden
- Perpres No. 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar
- Perpres No. 88 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi
- Perpres No. 121 Tahun 2012 tentang Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
- Perpres No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
- Perpres No. 109 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun
2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
- Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
- Kepres No. 62 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penataan Ruang Nasional
1.3.4. Peraturan Menteri
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 40 tahun 2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata
Ruang Kawasan Reklamasi Pantai
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 08 tahun 2008 tentang
Peran serta dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 17 tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

I-5
Dokumen Final

- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 18 tahun 2008 tentang Akreditasi Terhadap
Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 20 2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil
dan Perairan di Sekitarnya
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 01 tahun 2009 tentang Wilayah Pengelolaan
Perikanan Republik Indonesia
- Peraturan menteri kelautan dan perikanan No 2 tahun 2009 tentang Tata Cara Penetapan
Kawasan Konservasi Perairan
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 02 tahun 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan
dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat bantu Penangkapan Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara; sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 18/PERMEN-KP/2013 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.02/MEN/2011 tentang Jalur
Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat bantu Penangkapan Ikan
di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
- Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 47 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
- Peraturan Menteri ESDM No 2737/K/30/MEM/2014 tentang Wilayah Pertambangan Pulau
Sulawesi
- Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN No. 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara
Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, Dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, Dan Rencana Detail Tata Ruang
- Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN No. 14 Tahun 2021 tentang Basis Data
Penyusunan RTRW
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 28 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang Laut.
1.3.5 Peraturan Daerah
- Perda No 6 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
- Perda No 8 tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Sulawesi Selatan
- Perda No 2 tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
- Perda No 8 tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan sebagaimana telah diubah dengan Perda No 11 Tahun 2009
- Perda No 10 tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2008-2028
- Perda No 9 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
- Perda No 1 tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Menengah Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan
- Perda No 2 tahun 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi
Sulawesi Selatan
1.4. Profil Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 24 kabupaten/kota dimana terdapat 18 kabupaten/kota pesisir, yaitu
Kabupaten Luwu Timur, Kab. Luwu Utara, Kota Palopo, Kab. Luwu, Kab. Wajo, Kab. Bone, Kab. Sinjai, Kab.
Bulukumba, Kab. Selayar, Kab. Bantaeng, Kab. Jeneponto, Kab. Takalar, Kota Makassar, Kab. Maros, Kab.
Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kab. Pinrang. Enam kabupaten yang tidak memiliki wilayah
pesisir adalah Kab. Gowa, Kab. Sidrap, Kab. Soppeng, Kab. Enrekang, Kab. Toraja Utara dan Kab. Toraja.
Letak geografis keseluruhan kabupaten/kota di Sulsel berada 0 O - 12O LS dan 116o 48’ – 122o 36’ BT,
dengan wilayah perairan meliputi Selat Makassar, Laut Flores, Laut Jawa dan Teluk Bone.
Wilayah perairan Selat Makassar berbagi dengan pesisir Kalimantan, wilayah perairan Laut Flores berbagi
dengan pesisir Flores dan laut Jawa serta wilayah perairan Teluk Bone berbagi dengan pesisir Sulawesi

I-6
Dokumen Final

Tenggara. Keseluruhan wilayah pesisir dan laut Sulawesi Selatan adalah seluas kurang lebih 94.399,85 km2
dengan panjang garis pantai sebesar 1.993,66 km.
Secara administrasi Provinsi Sulawesi Selatan memiliki batas-batas sebagai berikut:
 Sebelah Utara : Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah
 Sebelah Timur : Provinsi Sulawesi Tenggara dan Teluk Bone
 Sebelah Selatan : Laut Flores dan Laut Jawa
 Sebelah Barat : Selat Makassar
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Sulawesi Selatan terdapat sebanyak 313 pulau yang tersebar
di 18 kabupaten/kota, dimana kabupaten Selayar memiliki pulau-pulau kecil terbanyak yakni sebanyak 131
pulau dan kabupaten Pangkep sebanyak 113 pulau. Kawasan pulau-pulau kecil di Provinsi Sulawesi Selatan
umumnya telah dimanfaatkan oleh masyarakat baik untuk pemukiman, perikanan maupun untuk
pengembangan pariwisata. Beberapa pulau-pulau kecil juga merupakan kawasan konservasi baik berupa
taman nasional maupun taman wisata alam. Pulau Kambing yang terletak antara Kabupaten Bulukumba dan
Selayar masih dalam proses penyelesaian kepemilikan antara Kab. Bulukumba dengan Selayar.
Tabel 1.1. Panjang Pantai dan Jumlah Pulau di Provinsi Sulawesi Selatan

No Kabupaten/Kota Panjang Pantai (km) Jumlah Pulau Kecil (buah)


1 Selayar 670.17 131
2 Bulukumba 128.00 5
3 Bantaeng 21.50 2
4 Jeneponto 114.00 1
5 Takalar 74.00 9
6 Sinjai 41.06 10
7 Maros 31.00 0
8 Pangkajene Kepulauan 108.57 113
9 Barru 78.00 13
10 Bone 138.00 1
11 Wajo 102.85 0
12 Pinrang 93.00 3
13 Luwu 139.35 0
14 Luwu Utara 52.50 0
15 Luwu Timur 118.65 11
16 Makassar 50.40 12
17 Pare - Pare 11.60 0
18 Palopo 21.01 1
19 P.Kambing - 1
Jumlah 1,993.66 313
Sumber: DKP Sulsel dan KKP, 2015

Wilayah perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi 18 kabupaten/kota di Provinsi
Sulawesi Selatan. Adapun nama-nama kabupaten dan kecamatan di Provinsi Sulawesi Selatan adalah
sebagai berikut :
 Kabupaten Selayar meliputi Kecamatan Benteng (ibu kota), Bontosikuyu, Bontoharu,
Bontomanai, Buki, Bontomate’ne, Pasimasunggu, Pasimarannu, Takabonerate, Pasilambena dan
Kecamatan Pasimasunggu Timur.
 Kabupaten Bulukumba meliputi Kecamatan Gantarang (ibu kota), Ujung Bulu, Ujung Loe, Bonto
Bahari, Bonto Tiro, Herlang dan Kecamatan Kajang.
 Kabupaten Bantaeng meliputi Kecamatan Bantaeng (ibu kota), Bisappu, dan Kecamatan
Pa’jukukang.

I-7
Dokumen Final

 Kabupaten Jeneponto meliputi Kecamatan Bangkala (ibu kota), Bangakala Barat, Tamalatea,
Binamu, Arungkeke, Batang dan Kecamatan Tarowang
 Kabupaten Takalar meliputi Kecamatan Galesong, Galesong Selatan, Mangarabombang,
Mappakasunggu, Sanrobone dan Kecamatan Galesong Utara.
 Kabupaten Sinjai meliputi Kecamatan Sinjai Utara (ibukota), Sinjai Timur, Tellu Limpoe, dan
Kecamatan Persatuan Sembilan.
 Kabupaten Maros  terdiri atas Kecamatan Bonota, Lau, Maros Baru, dan Kecamatan Marusu.
 Kabupaten Pangkajene Kepulauan meliputi Kecamatan Pangkajene (ibukota), Mandalle,
Ma’rang, Labakkang, Bungoro, Minasatene, Liukang Tupabbiring, Liukang Tupabbiring Utara,
Liukang Kalukuang Massalima dan Kecamatan Liukang Tangaya.
 Kabupaten Barru meliputi Kecamatan Barru (ibukota), Tanete Rilau, Balusu, Soppeng Riaja dan
Kecamatan Mallusetasi.
 Kabupaten Bone meliputi Kecamatan Kajuara, Salomekko, Tonra, Mare, Sibulue, Barebbo,
Awangpone, Tellu Siattinge, Cendrana dan Kecamatan Tanete Riattang Timur.
 Kabupaten Wajo meliputi Kecamatan Pitumpanua, Keera, Sajoanging, Penrang, Takkalala, dan
Kecamatan Bola.
 Kabupaten Pinrang meliputi Kecamatan Suppa, Lanrisang, Mattiro Sompe, Cempa, Duampanua
dan Kecamatan Lembang.
 Kabupaten Luwu meliputi Kecamatan Belopa (ibukota), Larompong, Larompong Selatan, Suli,
Belopa Utara, Kamanre, Ponrang Selatan, Ponrang, Bua, Walenrang Timur, dan Kecamatan
Lamasi Timur.
 Kabupaten Luwu Utara meliputi Kecamatan Bone Bone (ibukota), Malangke, Malangke Barat,
dan Kecamatan Tana Lili.
 Kabupaten Luwu Timur meliputi Kecamatan Malili (ibukota), Burau, Angkona, dan Kecamatan
Wotu.
 Kota Makassar meliputi Kecamatan Ujung Pandang (ibukota), Tamalate, Biringkanaya, Mariso,
Wajo, Ujung Tanah, Tallo, dan Kecamatan Tamalanrea.
 Kota Pare-Pare meliputi Kecamatan Bacukiki Barat, Ujung, dan Kecamatan Soreang.
 Kota Palopo meliputi Kecamatan Wara Utara, Wara Selatan, Wara Timur, Bara, dan Kecamatan
Telluwanua.
Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kota Makassar yang merupakan pusat kegiatan nasional, sedang yang
paling rendah adalah di Kabupaten Selayar. Kabupaten/kota yang menjadi pusat-pusat kegiatan wilayah
seperti Parepare, Barru, Pangkajene, Palopo, Bulukumba, dan Bone (Watampone) memiliki jumlah penduduk
yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan Kota Makassar.
Distribusi penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan masih belum merata. Sebagian besar penduduk masih
terkonsentrasi di bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan. Mayoritas penduduk terkonsentrasi di Kota
Makassar dengan proporsi penduduk sebesar 16,72%. Konsentrasi penduduk yang relatif tinggi juga terdapat
di Kabupaten Bone dengan proporsi penduduk sebesar 8,90% dari total penduduk Provinsi Sulawesi Selatan.
Distribusi penduduk dengan konsentrasi terendah terdapat di Kabupaten Selayar yang letaknya berada di luar
Pulau Sulawesi dengan proposi sebesar 1,52 % dari total penduduk.

Kepadatan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan adalah 179 jiwa/km 2. Angka kepadatan penduduk tersebut
bervariasi pada setiap kabupaten/kota yang ada. Kepadatan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan masih
belum merata. Kota Makassar yang memiliki luas wilayah sebesar 175,77 km2 dihuni oleh 1.369.606 jiwa
penduduk. Hal tersebut mengakibatkan kepadatan penduduk di Kota Makassar berada jauh lebih tinggi

I-8
Dokumen Final

dibandingkan dengan kepadatan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan. Kepadatan penduduk di Kota
Makassar pada tahun 2012 mencapai 7.792 jiwa/km2. Sedangkan daerah yang memiliki kepadatan penduduk
sangat rendah adalah Kabupaten Kabupaten Luwu Timur yaitu 36 jiwa/km2. Angka tersebut berada jauh di
bawah kepadatan penduduk Provinsi Sulawesi Selatan secara keseluruhan.
Keragaman sosial budaya dalam tatanan Sulawesi Selatan sangat tinggi. Sulawesi Selatan pada awalnya
mencakup empat etnis besar yakni Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar serta berbagai sub-etnis seperti
Duri, Konjo, Bajo dan sebagainya. Dalam perkembangannya, Sulawesi Selatan mengalami pemekaran
wilayah, Kabupaten, Polewali Mamasa, Mamuju dan Majene yang dominan etnis Mandar tergabung dalam
propinsi baru yakni Sulawesi Barat. Etnis Bugis dominan berada di Kabupaten pada wilayah Utara Sulawesi
Selatan, sementara etnis Makassar dominan berada di Kabupaten pada wilayah Selatan Sulawesi Selatan.
Etnis Toraja tersebar di Kabupaten Tana Toraja dan Luwu, etnis Duri di Kabupaten Enrekang.
Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Jumlah penduduk Provinsi
Sulawesi Selatan yang bekerja pada sektor pertanian mencapai 54,20% (1.530.385 jiwa) dari jumlah
penduduk yang berumur di atas 10 tahun. Tingginya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian
menunjukkan bahwa tingkat kebergantungan penduduk terhadap sektor pertanian masih sangat tinggi.
Sebagian besar daerah di Provinsi Sulawesi Selatan penduduknya bekerja pada sektor pertanian. Hanyak
penduduk Kota Makassar dan Kota Pare-pare yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor non
pertanian yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Jumlah penduduk di Kota Makassar dan Kota Pare-
pare yang bekerja pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran masing-masing sebesar 161.583 jiwa dan
12.171 jiwa.
PDRB Sulsel atas dasar harga berlaku pada tahun 2012 sekitar 59,708,60 Milyar Rupiah, dengan konstribusi
terbesar diberikan oleh sektor pertanian sebesar 25,95% dan disusul oleh sektor perdagangan, restoran dan
hotel yaitu sebesar 17,76%. Karakteristik penting yang melekat dalam proses pertumbuhan ekonomi yaitu
dari tingkat perubahan struktural dan sektoral yang tinggi. Komponen utama dari perubahan struktural ini
meliputi pergeseran secara bertahap kegiatan-kegiatan dari bidang pertanian ke bukan pertanian. Struktur
perekonomian Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun 2012 - 2015 tidak mengalami banyak perubahan.
1.4. Peta Orientasi Wilayah Perencanaan
Wilayah perencanaan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sulawesi Selatan
berbasis kecamatan pesisir pada wilayah darat dan 12 mil batas arah wilayah laut.

I-9
Dokumen Final

Gambar 1.1. Peta Orientasi Wilayah Perencanaan RZWP-3-K Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki potensi yang sangat beragam baik potensi fisik dasar, sumber daya lahan
dan air, potensi penduduk maupun potensi sektor-sektor perekonomian. Sektor perekonomian yang dimaksud
meliputi sektor pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, kehutanan, pariwisata, pertambangan dan
sektor industri. Dilihat dari wilayahnya, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki beberapa keunggulan sesuai
dengan karakteristik wilayah yaitu :
 Memiliki potensi hutan yang dominan dari luas wilayah keseluruhan yang berpotensi untuk
pengembangan pertanian, peternakan, perkebunan dan pariwisata.
 Memiliki letak yang sangat strategis sebagai pintu gerbang dengan provinsi-provinsi lain di
kawasan timur Indonesia.
 Memiliki kawasan perairan yang cukup luas meliputi kawasan Selat Makassar, Laut Flores, Laut
Jawa dan Teluk Bone
 Memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 332 (Tiga Ratus Tiga Puluh Dua) pulau yang tersebar di 4
kawasan perairan yang memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan
 Memiliki kawasan konservasi laut berupa Taman Nasional, Taman Wisata Alam Laut dan
Kawasan Konservasi Perairan Daerah yang dapat menjamin kelestarian sumberdaya perikanan
 Potensi sumber daya alam yang sangat menjanjikan baik sumber daya yang ada di darat
maupun sumber daya perikanan dan kelautan.
 Sumber daya manusia berupa tenaga kerja potensial cukup tersedia.
 Memiliki keadaan Infrastruktur dasar berupa jalan, transportasi udara, transportasi laut,
telekomunikasi, air bersih, sarana pendidikan, dan sarana kesehatan yang memadai.
 Memiliki sarana perekonomian baik pasar, perbankan, dan perhotelan yang memenuhi.
 Memiliki pemerintahan yang stabil dan kondisi sosial, politik dan keamanan yang kondusif.
Dalam perspektif Internasional dan Regional, Propinsi Sulawesi Selatan, khususnya wilayah peraiaran selat

I - 10
Dokumen Final

Makassar termasuk dalam kawasan Trianggel Terumbu Karang Dunia serta kawasan ALKI II dan arlindo.

Gambar 1.2. Peta Konstalasi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

I - 11

Anda mungkin juga menyukai