TINJAUAN PUSTAKA
9
2) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya
disebut RZWP-3K.
Merupkaan arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil pemerintah provinsi dan/atau pemerintah
kabupaten/kota, yang harus diserasikan, diselaraskan, dan diseimbangkan
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah provinsi atau
pemerintah kabupaten/kota. Memliki jangka waktu pelaksanaan selama 20
tahun dan dapat di tinjau kembali setiap 5 (lima) tahun sekali.
3) Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
selanjutnya disebut RPWP-3-K.
Memuat kebijakan tentang pengaturan serta prosedur administrasi
penggunaan sumber daya yang diizinkan dan yang dilarang berlaku selama
5 (lima) tahun dan dapat ditinjau kembali sekurang- kurangnya 1(satu)
kali.
4) Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
selanjutnya disebut RAPWP-3-K.
Kebijakan ini dilakukan dengan mengarahkan Rencana Pengelolaan dan
Rencana Zonasi sebagai upaya mewujudkan rencana strategis. Rencana ini
berlaku 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) tahun.
2.2 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 16 Tahun 2013 Tentang
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K)
Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2029
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa
Barat ini memiliki asas keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum,
kemitraan, pemerataan, peranserta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi,
akuntabilitas dan keadilan. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengarahkan
pemanfaatan pengalokasian penggunaan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil di Daerah, berdasarkan daya dukung lingkungan dan potensi sumberdaya
alam.
2.2.1 Kawasan Pemanfatan Umum
Didalam Kawasan pemanfaatan umum wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil Jawa Barat sesuai dengan karakteristik biogeofisik lingkungannya
10
direncanakan pemanfaatannya untuk zona pariwisata, zona pelabuhan, zona
pertambangan, zona perikanan tangkap, zona perikanan budidaya, zona
pergaraman, dan zona energi. Sedangkan untuk wilayah pesisir Kota
Palabuhanratu yang menjadi wilayah penelitian terdiri dari:
1. Zona Pariwisata (Pantai Citepus dan Pantai Palabuhanratu)
2. Zona Pelabuhan
- Pelabuhan Umum (Pelabuhan Regional Palabuhanratu)
- Pelabuhan Perikanan (PPN Palabuhanratu)
3. Zona Perikanan Tangkap
- Sub Zona Pelagis (KPU-PT-P-25) dan (KPU-PT-P-26)
- Sub Zona Pelagis Demersial (KPU-PT-PD-13), (KPU-PT-PD-14) dan
(KPU-PT-PD-15)
4. Zona Perikanan Budidaya
- Sub Zona Budidaya Laut Pantai Selatan Jawa (Pantai Palabuhanratu)
5. Zona Energi
- Sub Zona Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU Palabuhanratu)
2.2.2 Kawasan Konservasi
Kawasan koservasi yang berada di pesisir Provinsi Jawa Barat terdiri dari
Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kawasan Konservasi
Perairan, Kawasan Konservasi Maritim dan Kawasan lindung lainnya. Sedangkan
di Wilayah Pesisir Kota Palabuhanratu sendiri tidak terdapat Kawasan
Konservasi.
2.2.3 Alur Laut
Alur laut yang berada di pesisir Provinsi Jawa Barat terdiri Alur-Pelayaran
dan/atau Perlintasan yang selanjutnya, Pipa Bawah Laut , Kabel Bawah Laut dan
Migrasi Biota Laut. Sedangkan untuk alut laut yang berda di Pesisir Kota
Palabuhanratu adalah Pelabuhan Alur Pelayaran Nasional Palabuhanratu.
Untuk lebih jelasnya mengenai RZWP3K Provinsi Jawa Barat dan alokasi
ruang laut di wilayah pesisir Kota Palabuhanratu disajikan dalam bentuk pera
pada Gambar 2 berikut ini.
11
12
2.3 Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi No. 22 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Tahun 2012-2032
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten adalah mewujudkan tata ruang
wilayah yang efisien, produktif, berkelanjutan dan berdaya saing di bidang
agribisnis, pariwisata dan industri menuju kabupaten yang maju dan
sejahtera.kebijakan struktur dan pola ruang Kabupaten Sukabumi dapat di
uraikan sebagai berikut:
13
Sedangkan untuk kawasan peruntukan permukiman, Kecamatan
Palabuhanratu masuk ke dalam kawasan permukiman perkotaan. Kemudian
dalam peruntukan kawasan lainnya Palabuhanratu masuk dalam kawasan
pesisir dan laut dengan dengan arahan peruntukan untuk perikanan budidaya
tawar dan laut, perikanan tangkap, pariwisata, industri pengolahan ikan dan
konservasi.
2.3.3 Kawasan Strategis
Kawasan strategis yang ditetapkan di Kabupaten terdiri atas:
a) kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi.
b) kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup.
c) kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya
alam dan/atau teknologi tinggi.
14
1) Tujuan Penataan Bagian Wilayah Perencanaan adalah Kecamatan
Palabuhanratu yang lestari melalui pengembangan potensi agrowisata dan
wisata alam secara berdaya saing dan berwawasan lingkungan bagi
percepatan pembangunan Kabupaten Sukabumi.
2) Tujuan Penataan Bagian Wilayah Perencanaan sebagaimana dimaksud
dalam dijabarkan dalam sasaran penataan BWP Kecamatan Palabuhanratu
meliputi:
a) pengembangan sistem infrastruktur dalam mendukung perkembangan
wilayah selatan Kabupaten Sukabumi terutama untuk menghadirkan
kegiatan-kegiatan penarik/pemicu perekonomian.
b) tersedianya ruang-ruang perkotaan yang di dukung oleh lingkungan
dan didukung oleh pasar.
3) Sasaran penataan ruang dijabarkan dalam kebijakan penataan ruang BWP
Kecamatan Palabuhanratu meliputi:
a) menyempurnakan konektivitas jaringan di dalam wilayah selatan
Kabupaten Sukabumi dan didukung oleh sistem pengangkutan yang
baik.
b) kemudahan pencapaian pelayanan pada fasilitas sosial dan fasilitas
umum oleh seluruh penduduk.
c) pengembangan pelayanan infrastruktur.
d) memperkaya aktivitas penduduk.
e) meningkatkan Sumberdaya manusia agar memiliki daya saing yang
tinggi.
15
7. Sub BWP G (Palabuhanratu, Citarik dan Jayanti)
16
17
Ruang Wilayah (RTRW). Artinya segala bentuk pelaksanaan pembangun dalam
suatu wialayah atau ruang harus mengacu atau sesuai dengan rencana yang sudah
di bentuk sebelumnya.
a) Kawasan perumahan
merupakan kawasan yang luasannya paling mendominasi di kota (50-
60% dari luas kota). Di kota-kota di Indonesia, kawasan perumahan
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu perumahan formal/teratur/terencana
18
(seperti rumah susun, perumahan kolonial Belada dan perumahan
mewah) dan perumahan informal/tidak teratur (seperti perkampungan,
squater area dan slum area)
b) Kawasan perdagangan
Merupakan kawasan fungsional perkotaan yang dominan pada suatu
kota meskipun luasannya relative kecil. Hal ini terutama karena
kegiatan perdagangan dan jasa menjadi salah satu fungsi utama kota
dalam wilayah yang lebih luas, terkait fungsi kota sebagai pusat
koleksi dan distribusi bagi wilayah belakangnya. Di tinjau dari
distribusi lokasinya, struktur kegiatan perdagangan dapat berupa
centers, reibbons, atau specialized areas. Ditinjau dari skala
pelayanannya, hirarki pusat perdagangan (shopping center) terdiri dari
Conveience store, Neightborhood center. Community center, dan
Superregional center.
c) Kawasan perkantoran
kawasan perkantoran di kota-kota keberadaannya adalah untuk
mewadahi kegiatan sektor jasa: transportasi, telekomunikasi, utilitas,
mewadahi perdagangan besar; finansial, asuransi, real estate; jasa
pribadi; jasa profesional dan administrasi publik. Pola lokasi
perkantoran jasa biasanya dipengaruhi oleh faktor komunikasi,
aksesibilitas, prestisius, lingkungan, tenaga kerja, dan daya tarik tapak.
d) Kawasan industri
Kawasan Industri (KI) dalam pengertian luas adalah tempat pemusatan
kelompok perusahaan industri dalam suatu areal tersendiri. Secara
rinci kawasan ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni Kawasan
Industri Non-manajemen dan Kawasan Industri ber-Manajemen.
Kawasan Industri bermanajemen terdiri dari Kawasan industri
(industrial estate), Kawasan Berikat (Export Processing Zone),
Kompleks Industri, Sarana Usaha Industri Kecil (SUIK), Permukiman
Industri Kecil (PIK), dan Lingkungan Industri Kecil (LIK).
Kawasan Industri Non-manajemen terdiri dari Lahan peruntukan
industri, Kantong industri, dan Sentra industri kecil. Dalam konteks
19
perencanaan tata ruang kota, Sesuai dengan industri menurut RTRW;
(2) Aksesibilitas (bahan baku, bahan jadi, pemasok); 3) Aksesibilitas
ke pusat-pusat transportasi; (4) Topografi datar (kemudahan
pengembangan lahan); (5) Bebas dari rawan bencana alam; (6)
Berdekatan dengan kota-kota besar yang berpenduduk padat (pasar,
murah; dan (9) Keterkaitan industri hulu-hilir. (Iwan Kustiwan, 2013)
2.5.3 Bangunan
Bangunan sesungguhnya merupakan unsur perkotaan yang paling jelas
terlihat. Secara umum bangunan didirikan dengan menghindari kondisi fisik yang
akan memperbesar biaya konstruksi, misalnya kondisi geologi yang tidak stabil,
rawa-rawa atau daerah yang sering dilanda banjir. Sehingga ada penyataan
dilapangan bahwa bentuk bangunan kadang tidak beraturan karena mengikuti
bentuk geografis wilayah.
20
d. Bangunan hunian sementara
2) Fungsi keagamaan merupakan bangunan gedung dengan fungsi utama
sebagai tempat manusia melakukan ibadah yang berupa:
a. Bangunan masjid termasuk mushola
b. Bangunan gereja termasuk kapel
c. Bangunan pura
d. Bangunan vihara
e. Bangunan kelenteng
3) Fungsi usaha merupakan bangunan gedung dengan fungsi utama sebagai
tempat manusia melakukan kegiatan usaha yang terdiri dari:
a. Bangunan perkantoran : perkantoran pemerintah, perkantoran
niaga, dan sejenisnya
b. Bangunan perdagangan : pasar, pertokoan, pusat perbelajaan, mall
dan sejenisnya
c. Bangunan perindustrian : industri kecil, industri sedang, industri
besar/berat
d. Bangunan perhotelan: hotel, motel, hostel, penginapan, dan
sejenisnya
e. Bangunan wisata dan rekreasi: tempat rekreasi, bioskop, dan
sejenisnya
f. Bangunan terminal: stasiun kereta, terminal bus, terminal udara,
halte bus, pelabuhan laut;
g. Bangunan tempat penyimpanan: gudang, gedung tempat parkir,
dan sejenisnya
4) Fungsi sosial dan budaya merupakan bangunan gedung dengan fungsi
utama sebagai tempat manusia melakukan kegiatan sosial dan budaya yang
terdiri dari:
a. Bangunan pelayanan pendidikan: sekolah taman kanak-kanak,
sekolah dasar, sekolah lanjutan, sekolah tinggi/universitas, sekolah
luar biasa
b. Bangunan pelayanan kesehatan: puskesmas, poliklinik, rumah
bersalin, rumah sakit klas A, B, C, dan sejenisnya
21
c. Bangunan kebudayaan: museum, gedung kesenian, dan sejenisnya
d. Bangunan laboratorium: laboratorium fisika, laboratorium kimia,
laboratorium biologi, laboratorium kebakaran
e. Bangunan pelayanan umum: stadion/hall untuk kepentingan
olahraga, dan sejenisnya
5) Fungsi khusus merupakan bangunan gedung dengan fungsi utama
a. Tingkat kerahasiaan tinggi: bangunan kemiliteran, dan sejenisnya
b. Tingkat resiko bahaya tinggi: bangunan reaktor, dan sejenisnya
22
Dari uraian yang ditulis diatas menyampailkan bahwa setiap bangunan
gedung sudah memiliki fungsi beserta klasifikasinya masing-masing.
Pengelompokan fungsi dan pengklasifikasian ini dilakukan untuk memudahkan
pengendalian dalam penggunaan lahan khususnya lahan terbangun yang masuk
dalam kategori lahan budidaya.
23
jenis penggunaan yang direncanakan. Menurut Notohadiprawiro dalam Trigus
Eko dan Rahayu (2012), kemampuan lahan menyiratkan daya dukung lahan,
sedangkan kesesuaian lahan menyiratkan kemanfaatan.
24
Nilai dari setiap kelas ini juga menunjukan klasifikasi lahan yang dapat
dikembangkan. Klasifikasi lahan ini dibagi menjadi 5 (lima) sesuai dengan
pembagian KKL. Kelas A dengan nilai total diantara 32-58 memilki kalsifikasi
kemampuan lahan yang sangat rendah. Sedangkan lahan dengan kemampuan
lahan untuk pengembangan sangat tinggi berada di kelas E dengan nilai 135-160.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel.1 dibawah ini.
Tabel. 1
Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan
Total Nilai KKL Klasifikasi Pengembangan
32-58 Kelas A Kemampuan Pengembangan Sangat Rendah
59-83 Kelas B Kemampuan Pengembangan Rendah
84-109 Kelas C Kemampuan Pengembangan Sedang
110-134 Kelas D Kemampuan Pengembangan Agak Tinggi
135-160 Kelas E Kemampuan Pengembangan Sangat Tinggi
Sumber: Permen PU No.20 Tahun 2007
25
4) Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan
ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.
Harvey dan Kivell (1993) dalam Naraya (2013) mengemukakan bila
dilihat dari sisi permintaan lahan, ada tiga faktor yang mempengaruhi
pemanfaatan lahan diperkotaan, yaitu aksesibilitas umum terhadap pusat kegiatan,
aksesibilitas khusus karena adanya aglomerasi, serta faktor pelengkap yang
mencakup faktor historis, topografis dan karakteristik tapak.
2.6.6 Pertimbangan Aspek Fisik Dasar Bagi Kriteria Daya Dukung Lahan
Pada setiap lahan tentunya memiliki kemampuan yang berbeda-beda,
kemampuan tersebut memilki nilai tergantung pada berbagai aspek fisik dasar
yang terdapat pada lahan itu sendiri. Menurut pendapat Legget (1973) dalam
Laiko (2010) menyatakan bahwa terdapat tujuh kriteria geologi yang dapat
membantu perencanaan wilayah dalam kaitannya dengan kemampuan lahan.
kriteria ini dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan suatu
lahan. Kriteria-kriteria tersebut adalah daerah buangan limbah, kondisi tanah
pondasi dan biaya penggalian, kegiatan gempa dan kehadiran sesar aktif, stabilitas
(kemantapan) lereng, ketersediaan bahan galian, bahaya banjir dan sumberdaya
air.
Hampir sependapat dengan pernyataan di atas, Sampurno (1986),
mengemukakan bahwa setidaknya terdapat 6 (enam) informasi geologi yang
diperlukan untuk perencanaan wilayah. Informasi tersebut adalah bentang alam,
karakteristik tanah dan batuan, air permukaan dan air bawah tanah, kestabilan
lereng, bencana alam, serta penyebaran tanah dan batuan. Berdasarkan dari kedua
pernyataan tersebut, maka aspek fisik yang dikaji dalam penelitian ini meliputi :
26
Herlambang (1996) dalam Yulianti S. (2013) air tanah adalah air yang bergerak di
dalam tanah yang terdapat di dalam ruang antar butir-butir yang meresap ke dalam
tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut akifer. Air tanah
merupakan salah satu sumberdaya mineral yang terpenting yang dapat
dimanfaatkan dari bawah permukaan bumi. Pengambilan air tanah dalam yang
berlebihan pada kondisi lahan tertentu akan dapat menyebabkan terjadinya intrusi
air laut ke daratan dan kemungkinan amblesan pondasi konstruksi bangunan berat.
Tinggi rendahnya posisi muka air tanah akan tergantung kepada besarnya
masukan air baik secara alami, buatan maupun faktor-faktor lainnya. Air hujan
merupakan sumber yang penting bagi keberadaan air tanah. Intensitas curah hujan
yang tinggi, akan memungkinkan terjadinya peresapan air hujan kedalam tanah,
meskipun hal ini masih akan dipengaruhi oleh kondisi dan sifat tanah. Secara
tidak langsung keadaan ini menunjukan adanya hubungan yang erat antara
keberadaan sumberdaya air dan iklim. Intensitas curah hujan di Indonesia secara
umum dibagi dalam 5 (lima) kelompok yaitu intensitas sangat rendah, rendah,
sedang, tinggi dan sangat tinggi. Untuk lebih jelasnya mengenai intensitas curah
hujan rata-rata tahunan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2
Intensitas Curah Hujan Rata-rata Tahunan
Intensitas Hujan
No. Keterangan
(mm/tahun)
1 0 – 1500 Sangat Redah
2 2000 – 2500 Rendah
3 2500 – 3000 Sedang
4 3000 – 3500 Tinggi
5 >3500 Sangat Tinggi
Sumber: SK Menteri Pertanian No.833?KPTS/Um/11/1980 dan No.683/KPTS/Um/8/1981
27
Tabel 3
Penggolongan Satuan Peta Kemiringan Lereng
N
Sudut Lereng Keterangan
o
Datar. Cocok untuk pengembangan/perluasan
kota dan lahan pertanian. Dibeberapa tempat
1 0% - 8%
potensi untuk terjadinya banjir dan sistem
drainase yang kurang baik.
Landai. Kurang baik untuk lapangan terbang
atau industri berat. Cocok untuk pertanian
2 8% - 15%
kering dan untuk pengembangan permukiman.
Sistem drainase cukup baik.
Agak curam. Kurang baik jika digunakan untuk
pembudidayaan tanaman, erosi intrusif, dapat
3 15% - 25% digunakan untuk industri ringan, sekolah,
permukiman dan tempat rekreasi (tempat
terbatas).
Curam. Digunakan untuk permukiman yang
sangat terbatas dan tingkat kerapatannya
4 25% - 40% sangat rendah, baik untuk rekreasi,
perkebunan dan daerah penggembalaan
ternak.
Sangat Curam. Daerah ini terlalu terjal untuk
permukiman, namun sangat baik untuk
5 >40%
kawasan hutan lindung dan daerah
pengembalaan ternak terbatas.
Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980 dan No.683/Kpts/Um/8/1981
28
Batuan merupakan campuran dari berbagai mineral dan senyawa dengan
komposisi yang bervariasi. Berdasarkan proses keterjadiannya (genesa), batuan
dikelompokan menjadi tiga jenis yaitu batuan beku, batuan sedimen dan batuan
metamorf. Pemahaman informasi batuan sangat diperlukan untuk berbagai
keperluan, dalam hal ini pemahaman tentang batuan adalah untuk pertimbangan
pemanfaatan bahan pondasi, bahan bangunan dan pemanfaatan terhadap lahan.
Dari berbagai pertimbangan pemanfaatan tersebut tentunya menjadi salah
satu dasar pemilihan batuan untuk proses perencanaan atau pemabangunan.
Sehingga diperlukan jenis/kategori batuan atau jenis tanah yang akan digunakan.
Berdasarkan SK Menteri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980 dan juga
No.683/Kpts/Um/8/1981 menggolongkan jenis tanah terhadap kepekaan dalam
mengahadapi erosi yang digunakan untuk pertimbangan pemanfaatan lahan. Lebih
jelasnya disajikan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4
Jenis Tanah Menurut Kepekaan Terhadap Erosi
N
o Jenis Tanah Keterangan
Aluvial, Gleisol, Planosol, Hidromorf
1 Tidak Peka
Kelabu dan Laterit Air Tanah
2 Latosol dan Kambisol Kurang Peka
Brown Forest Soil, Non Calcic
3 Agak Peka
Brown dan Mediteran
Andosol, Laterik, Grumusol, Podsol
4 Peka
dan Podsolik
Regosol, Litosol, Organosol dan
5 Sangat Peka
Rendzina
Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980 dan No.683/Kpts/Um/8/1981
Tabel 5
Jenis Batuan Menurut Sifat Fisik Litologi Batuan Terhadap Daya Dukung
N
Jenis Batuan Sifat Batuan Keterangan
o
Tekstur halus sampai kasar,
sehingga memperlihatkan
Batuan Terobosan hubungan antar butir mineral Daya Dukung
1
(Batuan Beku) rapat, dengan demikian Tinggi
mempunyai sifat kekuatan yang
tinggi
29
N
Jenis Batuan Sifat Batuan Keterangan
o
Tekstur halus sampai sedang,
sehingga memperlihatkan
Batuan Malihan (Batuan hubungan antar butir mineral dari Daya Dukung
2
Metamorf) yang rapat hingga sedang, Cukup
dengan demikian mempunyai sifat
kekuatan kuat
Tekstur sedang sampai kasar,
sehingga memperlihatkan
hubungan antar butir mineral dari
Daya Dukung
3 Batuan Sedimen menengah sampai buruk,
Sedang
kerapatan tinggi, dengan
demikian mempunyai sifat
kekuatan menengah
Tekstur halus sampai kasar,
sehingga memperlihatkan
hubungan antar butir mineral dari Daya Dukung
4 Batuan Gunung Api
menengah sampai kasar, dengan Kurang
demikian mempunyai sifat
kekuatan kurang
Tekstur kasar, sehingga
memperlihatkan hubungan antar
Endapan Permukaan Daya Dukung
5 butir mineral buruk, dengan
(Batuan Aluvial) Rendah
demikian mempunyai sifat
kekuatan lemah
Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980 dan No.683/Kpts/Um/8/1981
A. Bencana Banjir
Bencana banjir merupakan suatu peristiwa atau keadaan dimana
terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat.
Bencana yang sebenarnya merupakan bencana alam paling dapat
diramalkan kedatangannya ini tentunya erat kaitannnya dengan curah
hujan dan daya dukung lahan. Banjir dapat terjadi oleh dua faktor seperti
30
kondisi alam dan atau karena telah adanya campur tangan manusia. Salah
satu bentuk campur tangan yang erat dengan kejadian banjir adalah
penggunaan lahan yang tidak baik.
31
jadikan pertimbangan terhadap kemampuan lahan. Dalam skala ricther
gempa di klasifikasikan menjadi 13 bagian dengan ciri-ciri atau dampak
yang berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6
Klasifikasi Daerah Berpotensi Bencana Gerakan Tanah
N
Gerakan Tanah Keterangan
o
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan
Gerakan Tanah
1 sangat rendah untuk terkena gerakan tanah atau
Sangat Rendah
hampir tidak pernah terjadi gerakan tanah
Tabel 7
Klasifikasi Gempa Berdasarkan Ricther
No Skala Ricther Efek gempa
1 <2 Gempa Kecil, Tidak terasa
2 2 - 2,9 Tidak terasa, tapi terekam oleh alat
Seringkali terasa,namun jarang menimbulkan
3 3 - 3,9
kerusakan
Dapat diketahui dari bergetarnya perabot dalam
4 4 - 4,9 ruangan, suara gaduh bergetar. Kerusakan tidak
terlalu signifikan
32
No Skala Ricther Efek gempa
Dapat menyebabkan kerusakan serius dalam
7 7 - 7,9
area lebih luas
Dapat menyebabkan kerusakan serius hingga
8 8 - 8,9
dalam area ratusan mil
9 9 - 9,9 Menghancurkan area ribuan mil
10 10 - 10,9 Terasa dan dapat menghancurkan sebuah benua
D. Bencana Tsunami
Merupakan serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang
timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi. Berasal
dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan ("tsu" berarti
lautan, "nami" berarti gelombang ombak). Bencana ini pada umumnya
terjadi karena adanya gempa pada dasar laut sehingga getarangannya atau
dampak dari longsoran yang terjadi di dasar laut mengakibatkan
gelombang dipermukaan sehinga dapat menerjang kawasan pesisir pantai
hingga daratan.
Mengingat penelitian ini dilakukan di kawasan pesisir pantai
Kecamatan Palabuhanratu yang notabennya adalah kawasan sempadan
pantai. Sehingga daya dukung lahan perlu tinjauan terhadap kemungkinan
terjadinya bencana tsunami, walaupun tidak semua gempa yang terjadi di
dasar laut dapat mengakibatkan bencana tsunami. Tsunami dapat terjadi
apabila gempa memilki besaran sekitar 6 (enam) skala Ricther atau di
atasnya dan adanya gerakan kulit bumi kearah atas serta adanya gempa
dengan kedalaman gempa kurang dari 80 km. Selain karena adanya
gempa, tsunami juga dapat terjadi karena adanya letusan gunung berapi di
daerah dekat pantai atau di gunung api laut. Sebagai contoh bencana
tsunami pada Tahun 1883 terjadi di Indonesia yang disebabkan oleh
33
letusan Gunung Krakatau yang dapak tsunaminya menimpa pulau jawa
dan Sumatera bahkan dilaporkan dalam Wikipedia dampak dari tsunami
mengakibatkan kapal- kapal berlayar hingga Afrika Selatan.
34
Soegiarto (Dahuri, dkk, 2001: 9) yang juga merupakan pengertian wilayah pesisir
yang dianut di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dimana
wilayah pesisir ke arah darat meliputi daratan, baik kering maupun terendam air
yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan
perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut
yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia
di darat seperti pengundulan hutan dan pencemaran.
Menurut Bengen (2002), hingga saat ini masih belum ada definisi wilayah
pesisir yang baku. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum bahwa wilayah
pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau
dari garis pantai (coast line), maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas
(boundaries) yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang
tegak lurus garis pantai (cross shore).
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah
darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air,
yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan
perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut
yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia
di darat, Clark (dalam Baskoro R. dan Ibnu P., 2006).
Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan
(ekosistem) dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami
35
ataupun buatan (man-made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir
antara lain adalah terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove, padang lamun
10 (sea grass), pantai berpasir (sandy beach), formasi pes-caprea, formasi
baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain
berupa tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri,
kawasan agroindustri dan kawasan pemukiman (Dahuri, Rais, Ginting dan Sitepu,
2004).
36
Disamping itu kawasan pesisir juga dipengaruhi oleh cuaca, iklim dan
kegiatan-kegiatan manusia di daratan dengan dampak lanjutan adanya
peningkatan kepadatan penduduk, Fordham (dalam Ristianto, 2011 : 20). Dari
beberapa karakteristik pesisir diatas dapat dikelompokan menjadi:
37
dilakukan secara bijaksana akan merusak tatanan dan fungsi ekologis
kawasan pesisir dan laut.
b. Dalam suatu kawasan pesisir, biasanya terdapat lebih dari dua macam
sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan
untuk kepentingan pembangunan. Terdapat keterkaitan langsung yang
sangat komplek antara proses-proses dan fungsi lingkungan dengan
pengguna sumberdaya alam.
c. Dalam suatu kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu
kelompok masyarakat (orang) yang memiliki keterampilan/keahlihan dan
kesenangan (preference) bekerja yang berbeda sebagai petani, nelayan,
petani tambak, petani rumput laut, pendamping pariwisata, industri dan
kerajinan rumah tangga dan sebagainya. Pada hal sangat sukar atau hampir
tidak mungkin untuk mengubah kesenangan bekerja (profesi) sekelompok
orang yang sudah mentradisi menekuni suatu bidang pekerjaan.
d. Baik secara ekologis maupun secara ekonomis, pemanfaatan suatu
kawasan pesisir secara monokultur (single use) adalah sangat rentan
terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus pada
kegagalan usaha. Misalnya suatu hamparan pesisir hanya digunakan untuk
satu peruntukan, seperti tambak, maka akan lebih rentan, jika hamparan
tersebut digunakan untuk beberapa peruntukan.
e. Kawasan pesisir pada umumnya merupakan sumberdaya milik bersama
(common property resources) yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang
(open access). Pada hal setiap sumberdaya pesisir biasanya berprinsip
memaksimalkan keuntungan. Oleh karenanya, wajar jika pencemaran over
eksploitasi sumberdaya alam dan konflik pemanfaatan ruang seringkali
terjadi di kawasan ini, yang pada gilirannya dapat menimbulkan suatu
tragedi bersama (open tragedy).
f. Kawasan pesisir memiliki tiga habitat utama (vital) yakni mangrove,
padang lamun dan terumbu karang. Di antara ketiga habitat tersebut
terdapat hubungan dan interaksi yang saling mempengaruhi. Kerusakan
yang terjadi pada satu habitat akan mempengaruhi kehidupan biota pada
38
habitat lainnya, sehingga pengelolaan pada suatu habitat harus
mempertimbangkan kelangsungan habitat lainnya.
Sebagai daerah yang memiliki tiga unsur interaksi yaitu daratan, laut dan
atmosfer. Kondisi fisik ini memiliki ciri dengan kondisi hidro-oceanografi, yang
di gambarkan oleh terjadinya fenomena alam seperti terjadinya pasang surut, arus,
kondisi suhu dan salinitas. Dengan demikian kondisi hidro-oceanografi juga dapat
menggambarkan potensi yang dikembangkan di pesisir dan lautan.
Akan tetapi, penetapan batas-batas suatu wilayah pesisir yang tegak lurus
terhadap garis pantai, sejauh ini belum ada kesepakatan. Dengan perkataan lain,
batas wilayah pesisir berbeda dari satu negara ke negara lain. Hal ini dapat di
mengerti, karena setiap negara memiliki karateristik lingkungan, sumber daya dan
sistem pemerintahan tersendiri.
39
Diretorat Jenderal Pemeritah Umum dan Otonomi Daerah, Departemen Dalam
Negeri) yang termasuk dalam wilayah pesisir MREP.
40
mengakibatkan pemanfaatan ruang dan pertumbuhan pembangunan di kawasan
pesisir akan semakin meningkat.
Key dan alder (1998; 25) membagi penggunaan lahan pesisir menjadi
beberapa fungsi, yaitu:
41
Kegiatan pembangunan yang banyak dilakukan di kawasan pesisir
menurut Dahuri dkk (2001: 122) adalah :
42
terdapat dikawasan pesisir, menjadikan kawasan pesisir menjadi tempat
berlangsung berbagai kegaiatan pembangunan yang cukup intensif.
43
Gambar 4
Pola Perkembangan Daerah Terbangun di derah pantai
Sumber: Sujarto dalam Pricilia J. (2017)
2) Daerah Desa Pantai, perkembangan dan pertumbuhan dimulai oleh
terbentuknya kelompok masyarakat yang mata pencahariannya nelayan.
Pemukiman umumnya berorientasi ke arah laut karena usaha utama dari
hasil laut. Biasanya daerah terbangun terpencar-pencar di tepi pantai
sesuai dengan potensi kebutuhan masyarakat. Jadi, sifat perkembangan
fisik adalah ekstensif.
3) Pantai Pusat Kegiatan Rekreasi, yaitu suatu kawasan rekreasi yang
memanfaatkan potensi alam kawasan pesisir. Orientasi kegiatannya adalah
ke arah pantai dan sepanjang pantai serta memberikan pelayanan bagi
kebutuhan rekreasi regional di pedalaman. Dalam hubungan ini, peranan
jaringan perhubungan darat dengan daerah dan kota-kota lainnya di
pedalaman merupakan faktor yang sangat penting. Pantai untuk Kegiatan
Khusus, yaitu suatu penggunaan fungsi daerah pantai untuk kepentingan
kegiatan-kegiatan khusus bagi yang berorientasi kepada ekonomi dan
ataupun pemerintah.
44
3. Alokasi ruang untuk akses public melewati pantai
4. Alokasi ruang untuk saluran air limbah
Tabel 8
Kriteria Penetapan Lebar Sempadan Pantai
Lebar
No Jenis Aktivitas Bentuk Pantai Kondisi Fisik Pantai Sempadan
(m)
Stabil dengan
30
pengendapan
Stabil tanpa
50
Landai dengan pengendapan
gelombang <2m Labil dengan
50
pengendapan
Labil tanpa
75
Kawasan pengendapan
1
Permukiman Stabil dengan
50
pengendapan
Stabil tanpa
75
Landai dengan pengendapan
gelombang >2m Labil dengan
75
pengendapan
Labil tanpa
100
pengendapan
Stabil dengan
100
pengendapan
Stabil tanpa
150
Landai dengan pengendapan
Kawasan Non gelombang <2m
2 Labil dengan
Permukiman 150
pengendapan
Labil tanpa
200
pengendapan
Landai dengan Stabil dengan 150
45
Lebar
No Jenis Aktivitas Bentuk Pantai Kondisi Fisik Pantai Sempadan
(m)
pengendapan
Stabil tanpa
200
pengendapan
gelombang >2m Labil dengan
200
pengendapan
Labil tanpa
250
pengendapan
Curam dengan Stabil 200
gelombang < 2 m Labil 250
Curam dengan Stabil 250
gelombang > 2 m Labil 300
Sumber: Stefan Sutarjo/F 111 12 161, Tadulako University
46