Abstrak
Indonesia memiliki sektor ekonomi maritim sebagai sektor utama dalam mensejahterakan masyarakat.
Keadaan alam Indonesia dengan laut yang sangat luas memberikan sumber daya alam yang dapat
mensejahterakan masyarakat Indonesia. Wilayah laut atau perairan di Indonesia juga dapat dijadikan
sebagai aktivitas ekonomi seperti di bidang perikanan, pariwisata bahari dan pelayaran. Pulau Madura
memiliki potensi sektor kalautan dan perikanan yang luar biasa besar. Oleh karena itu pemerintah melalui
Kementrian Kelautan dan Perikanan akan mendorong pembangunan sektor ini, sehingga diharapkan akan
berdampak bagi pergerakan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat
Kata Kunci: Sektor ekonomi maritim, kelembagaan ekonomi maritim di pulau Madura pamekasan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kusumastanto (2010) dalam Nur dan Siang (2016), mengemukakan bahwa perekonomian
Indonesia belum memanfaatkan potensi kelautan dengan sungguh-sungguh, masih diperlukan
keberpihakan terhadap pembangunan ekonomi sektor maritim. Setidaknya terdapat tujuh
spectrum ekonomi strategis dalam pembangunan ekonomi maritim yakni perikanan, pariwisata
bahari, pertambangan dan energi kelautan, industri kelautan/ maritim, transportasi laut, bangunan
kelautan dan jasa 3 kelautan. Sebagian besar spektrum ekonomi strategis tersebut berada di Pulau
jawa termasuk Pulau madura.
Permasalahan yang juga kerap terjadi dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah masih adanya
nelayan tradisional yang menggunakan alat penangkapan ikan tidak ramah lingkungan yang
cukup berbahaya bagi kelangsungan ekosistem. Hal ini yang kemudian mendorong
diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 2 Tahun 2015 yang melarang
penggunaan alat tangkap pukat hela (trawls) dan alat tangkap pukat tarik (seine nets). Hal ini
menunjukkan, masyarakat lokal kita sendiri masih sangat kurang dalam hal pemanfaatan
pengetahuan dan teknologi dalam rangka pelestarian dan peningkatan perekonomian mereka.
Meski harus terus melakukan peningkatan pembangunan di wilayah pesisir, namun
pembangunan wilayah pesisir tidak boleh menimbulkan kerusakan bagi lingkungan dan
ekosistem di wilayah tersebut. Karena itu, salah satu cara yang dilakukan untuk mengembangkan
ekonomi maritim di Pulau Madura yaitu melalui Kelembagaan Ekonomi Nelayan. Kebijakan dan
kelembagaan organisasi yang menfasilitasi sulit dipisahkan, seperti dua sisi sekeping mata uang.
Kebijakan yang bagus tetapi dilandasi kelembagaan yang jelek tidak akan proses pembangunan
mencapai hasil secara maksimal. Demikian sebaliknya, kelembagaan yang bagus tetapi
kebijakannya tidak mendukung juga membuat tujuan pembangunan sulit dicapai sesuai harapan.
Dalam sistem kehidupan manusia,masalah kelembagaan berada dalam lingkup sistem budaya
yaitu sistem yang ditunjang oleh unsur-unsur; nilai, norma, simbolisasi, kepercayaan,
pengetahuan, teknologi, dan seni termasuk politik (kearifan). Paul B. Horton dan Chester L. Hunt
(1993) mendefinisikan institusi sebagai sistem hubungan sosial yang terorganisasi yang
mewujudkan nilai-nilai dan tata cara umum tertentu dan memenuhi kebutuhan dari masyarakat
tertentu.
B. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui cara pengembangan sektor ekonomi nelayan di Pulau
Madura Pamekasan melalui kelembagaan ekonomi nelayan.
C. Manfaat Penulisan
Penulisan ini bermanfaat untuk memberikan pengetahuan mengenai apa saja upaya
pengembangan sektor ekonomi masyarakat di daerah pamekasan.
B. Pembahasan
Kabupaten Pamekasan merupakan salah satu kabupaten di kawasan Madura yang terletak di
perlintasan jalur jaringan jalan Sampang-Sumenep. Luas wilayah Kabupaten Pamekasan 79.230
Ha, terdiri dari 13 Kecamatan dan 189 Desa. Kecamatan Batumarmar merupakan kecamatan
terluas, dengan luas 9.707 Ha atau sekitar 12,25 % dari seluruh wilayah Kabupaten Pamekasan.
Kecamatan Pamekasan sebagai Ibukota Kabupaten memiliki luas wilayah terkecil yaitu dengan
luas 2.647 Ha atau sekitar 3,34 % dari seluruh wilayah. Secara garis besar wilayah Kabupaten
Pamekasan terdiri dari dataran rendah pada bagian selatan dan dataran tinggi di wilayah tengah
dan utara dengan kemiringan lahan tidak lebih rendah dari 2 %. Secara astronomis Kabupaten
Pamekasan berada pada 60 51’ – 70 31’ LS dan 1130 19’ – 1130 58’ BT.
Pada wilayah administrasi Kabupaten Pamekasan berbatasan dengan batas asministrasi sebagai
berikut:
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan : Selat Madura
Sebelah Barat : Kabupaten Sampang
Peta Batas Administrasi Kabupaten Pamekasan
Menurut UU No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
menjelaskan bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat & laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat & laut. Kemudian menurut Kay dan Alder (1999)
menyatakan bahwa pesisir merupakan wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam,
wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan.
Setiap penggunaan pesisir pada wilayah pesisir memiliki pengelolaan yang berbeda-beda, sehingga
penentuan batas pesisir pun harus dilihat dari tujuan penggunaan pesisir tersebut (Kay, Alder: 2002).
Apabila ditinjau dari garis pantai (coastalline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas
(boundaries), yaitu batas yang sejajar garis pantai (longsshore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis
pantai (cross-shore)
Menurut Arifin, A. (2012), Secara garis besar, potensi yang terdapat di wilayah pesisir pamekasan terdiri
dari tiga kelompok, yaitu (1). Sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources). (2). Sumberdaya tak
dapat pulih (non-renewable resources). (3). Jasa-jasa lingkungan (environmental services).
(1). Pada sektor Konservasi Taman Suaka Alam yang memiliki potensi adalah , Mangrove, S, d potensi
tersebut dapat ditemukan di Kabupaten pamekasan
(2). Pada sektor Rekreasi/Wisata, potensinya adalah renang, selam, olahraga mamancing,
(3). Pada sektor Pelayaran Navigasi Transportasi, potensinya yaitu Pelabuhan Rambu Navigasi Feri
Penumpang,
(4). Pada sektor perikanan terdapat potensi Budidaya perikanan pantai, pengunduhan rumput laut dan
kerang
(5). Dan yang terakhir yaitu pada sektor Penelitian yang berpotensi adalah Ekosistem Pesisir
Adapun beberapa cara pengelolaan Sektor Ekonomi Maritim yang dikemukakan oleh
Trinanda, C. T. (2017). yaitu: Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Pelestarian
Lingkungan
Pengelolaan wilayah pesisisir dan laut yang baik membutuhkan suatu program pengelolaan yang
terintegrasi. Program pengelolaan tersebut dapat dilaksanakan jika didukung oleh tersedianya
informasi-informasi yang obyektif, akurat, dan terbaharui. Informasi tersebut bisa berisikan
pemetaan flora dan fauna, kekayaan alam, dan budaya, serta lanskap fisik dan geografis. Hal ini
dirasa sudah sangat mendesak untuk membantu penyusunan kebijakan dan perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir dan laut menjadi terintegrasi sehingga pengelolaannya lebih efektif
dan tepat sasaran. Secara ekonomi, pengelolaan wilayah pesisir seharusnya bisa dilakukan
dengan penerbitan kebijakan yang berbasis ekonomi kerakyatan, di mana negara berperan aktif
namun tidak dominan dalam memberikan affirmative policy melalui keberpihakan yang jelas.
Kebijakan seperti ini diharapkan dapat berkontribusi menyelesaikan problem pembangunan
kelautan dan perikanan, dan di sisi lain mampu mengatasi problem struktural berupa
pengangguran dan kemiskinan di pesisir.
Beberapa kebijakan berbasis ekonomi kerakyatan yang bisa digunakan di antaranya, perbaikan
insfrastruktur lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil melalui rehabilitasi dan
restorasi. Proses tersebut dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat pesisir, mulai dari
pembibitan, pemeliharaan, penanama, hingga pengelolaan. Pendekatan kelembagaan
(institutional approach) melalui penataan wewenang, lembaga (institusi) dan prosedur dalam
pengelolaan sumber daya pesisir, merupakan salah satu langkah strategis dalam mendorong
peningkatan efisisensi dan efektivitas dalam pengelolaan sumber daya pesisir secara
berkelanjutan.
Pengelolaan wilayah pesisir yang berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan
pengelolaan sumber daya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat local
sebagai dasar pengelolaannya. Implementasi pola pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan
selama ini masih bersifat vertikal, semua kegiatan pengelolaan wilayah pesisir mulai dari
pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan monitoring dilakukan oleh
pemerintah tanpa melibatkan partisipasi masyarakat lokal. Hal ini seharusnya patut diubah
mengingat masyarakat lokal di wilayah pesisir adalah pihak yang paling mengerti karakteristik
wilayah 9 pesisir dan lautan baik dari segi sumber daya alam maupun masyarakatnya yang
sangat kompleks dan beragam. Pengembangan masyarakat wilayah pesisir merupakan bagian
dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bagi kemakmuran masyarakatnya,
sehingga perlu digunakan pendekatan di mana masyarakat sebagai obyek sekaligus subyek
pembangunan. Dengan kata lain, pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat dapat
diartikan sebagai suatu sistem pengelolaan sumber daya alam dimana masyarakat lokal di tempat
tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di
dalamnya. Strategi pengembangan masyarakat dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu
pendekatan struktural dan non-struktural.
Dalam pemanfaatan potensi yang dimiliki oleh daerah ini terdapat tipe pemanfaatan diantaranya
yaitu: Pertama, yaitu penggunaan secara intensif, maksunya adalah penggunaan wilayah pesisir
yang keberadaannya telah digunakan secara intensif untuk tujuan tertentu, diantaranya meliputi
daerah pemukiman, persawahan irigasi teknis, tambak intensif yang dikelola oleh pemerintah
atau swasta, industry dan lain-lain.
Kedua, Penggunaan secara ekstensif, yang berarti tipe penggunaan wilayah pesisir yang
keberadaannya belum secara intensif, seperti mangrove, padang lamun, pantai berpasir. Sehingga
daerah ini merupakan daerah yang tersedia bagi pengembangan wilayah. Ciri utama masyarakat
pesisir di daerah ini adalah menetap di sepanjang pesisir dan selain itu juga memanfaatkan
sumberdaya kelautan dan pesisir dalam jangka waktu lama, serta telah membentuk kehidupan
bersama yang serasi dan mewujudkan persaudaraaan atau rasa kita (we feeling) di antara mereka.
Aspek pertama yaitu, kondisi lingkungan eksternal. Salah satu faktor yang menjadi pendorong
dan sekaligus pembatas suatu kelembagaan adalah lingkungan sosial yang berupa kondisi politik
dan pemerintahan,perekonomian, sosiokultural, berbagai kelopok kepentingan, infrastruktur dan
kebijakan terhadap pengelolaan 10 sumberdaya alam.
Aspek kedua yaitu, Motivasi Kelembagaan. Untuk mengetahui motivasi kelembagaan dapat
dilihat dari sejarah kelembagaan, misi yang diembannya, kultur yang menjadi pegangan dalam
bersikap dan berperilaku anggotanya, serta pola penghargaan yang dianut.
Aspek selanjutnya adalah, kapasitas kelembagaan. Dalam mencapai tujuan kelembagaan perlu
dipelajari bagaimana kemampuan untuk mencapainya yang bisa diukur dari strategi
kepemimpinan yang dipakai, peremcanaan program, manajemen dan pelaksanaannya, alokasi
sumberdaya yang dimiliki, dan hubungan dengan pihak luar. Dan aspek yang terakhir adalah
Kineja Kelembgaan. Dalam keefektifan suatu lembaga dalam mencapai tujuannya perlu
diperhatikan efesiensi penggunaan sumber daya dan keberlanjutan kelembagaan dalam
berinteraksi dengan para kelompok kepentingan yang ada di luarnya.
Menurut Arifin, A. (2012), pada dasarnya hampir semua kegagalan pembangunan salah satunya
bersumber dari kegagalan kelembagaan. Maka perlu dilakukan optimalisasi kelembagaan
ekonomi nelayan. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan pendekatan model kelembagaan
dengan model Zero-Sum dan Model Positive-sum.
1. Model Zero-sum
Teori zero-sum game merefleksikan adanya pengambilalihan peran secara drastis dari penguasa
kepada pihak yang sebelumnya tidak berkuasa/ tidak memiliki kekuasaan, sehingga
mengakibatkan pemerintah menjadi kehabisan energi dan tidak mampu lagi berperan dominan
dalam manajemen sektor publik. Pada level organisasi, intervensi pemerintah dalam pola
rekruitmen, penataan struktur kerja, distribusi wewenang dan penguatan jejaring relative menjadi
tanggung jawab mandiri pihak Organisasi Nelayan. Pemerintah hanya berperan dalam
membangun sistem melalui perangkat hukum, kebijakan pendukung dan lingkungan yang
kondusif untuk mengontrol aktivitas intuisi dalam kegiatan ekonomi masyarakat.
2. Model Positive-sum Model ini merupakan antithesis dari model zero-sum dimana positive-
sum lebih focus pada pengidentifikasian dan pemecahan isu-isu kolektif, menekankan pada 11
penilaian terhadap lingkungan internal dan eksteranal dan lebih dominan pada tindakaan. Dalam
mengoptimalisasi kelembagaan ekonomi nelayan maka pemerintah membangun kemitraan yang
sejajar dengan pihak kelompok nelayan dalam menggerakkan perluasan secara gradual dan
memberikan asistensi teknis pada operasionalisasi kegiatan, pemberdayaan kelembagaan.
Kelompok-kelompok nelayan berupaya memanfaatkan fasilitas dan anggaran yang disediakan
pemerintah untuk melakukan peningkatan kapasitas individual dan penataan organisasi.
Tingkatan sistem dengan melalukan penyesuian terhadap tuntutan dan aspirasi masyarakat yang
berkembang. Pemerintah menyiapkan strategi kebijakan dalam skala waktu opersional tertentu
hingga pengembangan kelembagaan ekonomi nelayan telah mengarah pada kemandirian yang
terbangun dari hasil sinergi antar stake-holders pembangunan. Pola pembinaan yang dilakukan
secara menyebar di seluruh unit terkecil kelompok, sehingga dapat memperkuat basis legitimasi
dalam mengambil tindakan yang berdimensi luas bagi masyarakat. Pembangunan kelembagaan
ekonomi nelayan adalah suatu proses generic yang berarti bahwa ia dapat diterapkan dalam
bentuk inovesi sosial yang tidak dipaksakan pada masyarakat karena hal tersebut bukanlah suatu
model perubahan sosial yang ekslusif yang tidak meneranngkan perubahan-perubahan yang
terjadi oleh proses-proses yang sembarangan atau penyebaran yang tidak direncanakan maupun
terjadi melalui tindakan revolusioner. Tetapi walaupun Pembangunan Lembaga bukanlah suatu
model yang universal tentang perubahan sosial namun ia dapat diterapkan untuk keadaan dalam
komunitas nelayan.
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran Untuk mengembangkan sektor ekonomi di pamekasan salah satunya
yaitu melalui Optimalisasi Kelembagaan Ekonomi Nelayan melalui pendekatan model
kelembagaan. Pembangunan kelembagaan ekonomi nelayan adalah suatu proses generik.
Walaupun pembangunan lembaga bukanlah suatu model yang universal tntang perubahan sosial
tetapi dapat diterapkan untuk keadaan dalam komunitas nelayan. Perlu dilakukan koreksi apabila
terjadi kekeliruan dalam penulisan ini agar bisa lebih baik lagi untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA