Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kawasan Pesisir merupakan wilayah yang strategis sekaligus paling
rentan terhadap perubahan, gangguan dan pencemaran oleh manusia. Dikatakan
daerah yang strategis karena hampir semua kawasan pesisir di Desa Glagah
merupakan pintu gerbang utama aktivitas ekonomi kelautan, sementara dikatakan
paling rentan terhadap perubahan yang terjadi secara alami, akibat aktivitas
manusia, maupun kombinasi dari keduanya. Namun diantara faktor-faktor
tersebut, pengaruh aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan merupakan
penyebab utamanya. Dapat dilihat kondisi kawasan pesisir mengalami kerusakan
ekosistem yang sangat mencemaskan, misalnya kerusakan terumbu karang,
kerusakan mangrove, erosi pantai, maupun pencemaran.
Setiap wilayah atau daerah tertentu memiliki keanekaragaman mengenai
sumber daya alam, baik dalam wilayah darat, laut, maupun udara. Dengan adanya
sumber daya alam tersebut maka suatu daerah atau kawasan tersebut dapat
memperkaya dan memanfaatkan sumber daya tersebut sesuai dengan
kebutuhannya. Tanpa mengurangi dan merusak kelestarian lingkungan
disekitarnya. Sumber daya alam berarti sesuatu yang ada di alam yang berguna
dan mempunyai nilai dalam kondisi dimana kita menemukannya. Tidak dapat
dikatakan sumber daya alam apabila sesuatu yang ditemukan tidak diketahui
kegunaannya sehingga tidak mempunyai nilai, atau sesuatu yang berguna tetapi
tidak tersedia dalam jumlah besar sebanding permintaannya sehingga ia dianggap
tidak bernilai.
Wilayah pesisir merupakan transisi ekosistem terestrial dan laut yang
ditandai oleh gradien perubahan ekosistem yang tajam (Pariwono, 1992).
Kawasan pantai merupakan wilayah pelindung (barrier) antara lautan dan daratan.
Selain kaya akan sumberdaya alamnya yang beragam dan banyak menyimpan
potensi kekayaan alam yang layak untuk dimanfaatkan dan dikelola lebih lanjut
dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, wilayah pesisir juga berperan dalam
menambah kesejahteraan masyarakat karena fungsinya sebagai pelabuhan,
kawasan industri, pariwisata, transportasi dan dapat dijadikan sebagai sarana
penghubung bagi penyediaan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat
(Wibisono, 2005; Noor, 2011).
Perbedaan antara wilayah pesisir dan pantai disebutkan di dalam
Undang-undang No. 27 Tahun 2007. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan
antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Pantai umum merupakan bagian dari kawasan pemanfaatan umum yang telah
dipergunakan masyarakat antara lain untuk kepentingan kegiatan sosial, budaya,
rekreasi pariwisata, olahraga, dan ekonomi. Sedangkan Sempadan Pantai
dijelaskan juga di dalam Undang-undang No. 27 Tahun 2007 dan Triatmodjo
(2012), merupakan daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang
tertinggi ke arah darat.
Sumber daya di wilayah pesisir terdiri dari sumber daya alam yang dapat
pulih dan tidak dapat pulih, sumber daya yang dapat pulih antara lain, meliputi
sumber daya perikanan (planton, benthos, ikan, moluska, krustasea, mamalia laut),
rumput laut (seaweed), padang lamun, hutan mangrove dan terumbu karang.
Sedangkan sumberdaya yang tidak dapat pulih antara lain, mencakup: minyak dan
gas, bijih besi, pasir, timah, bauksit dan mineral serta bahan tambang lainnya.
Dalam hal tersebut terkait pemanfaatan sumberdaya yang ada di pesisir
serta berbagai aktivitas-aktivitas yang berlangsung diwilayah pesisir maka perlu
adanya pengelolaan secara terpadu. Perencanaan secara terpadu dimaksudkan
untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai aktivitas dari dua atau lebih
sektor dalam perencanaan pembangunan dalam kaitannya dengan pengelolaan
wilayah pesisir dan lautan. Perencanaan terpadu dimaksudkan sebagai suatu upaya
secara terprogram untuk mencapai tujuan yang dapat mengharmoniskan dan
mengoptimalkan antara kepentingan untuk memelihara lingkungan, keterlibatan
masyarakat dan pembangunan ekonomi.
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan
pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber
daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna
mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berlanjutan. Dalam konteks ini,
keterpaduan (integration) mengadung tiga dimensi : sektoral, bidang ilmu, dan
keterkaitan ekologis. Untuk mendorong pembangunan yang berkelanjutan perlu
dilakukan penataan kawasan sesuai dengan kondisi sumberdaya alam, pola
pemanfaatan dan sesuai dengan daya dukung lingkungan (carrying capacity).
Upaya penataan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan
tata ruang untuk keseluruhan wilayah. Pengelolaan lingkungan wilayah pesisir,
laut dan pulau-pulau kecil harus dirancang secara rasional dan bertanggungjawab
sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan mengutamakan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat serta memperhatikan kelestarian fungsi dan
keseimbangan lingkungan kawasan pesisir bagi pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam hal ini pengelolaan pesisir wilayah pantai menjadi ajang dan
pemerhati bagi pemerintah Indonesia, mengingat kepulauan di Indonesia lebih
luas dibandingkan dengan daratannya. Dengan eksotisme dan beragam keindahan
yang ada dengan ciri khas tertentu maka upaya yang dilakukan adalah membuat
perencanaan pembangunan pengelolaan sumber daya alam pesisir pantai yang
berbasis kemasyarakatan dan perencanaan secara berkelanjutan.
Pantai Glagah merupakan pantai paling terkenal di Kulon Progo.
Laguna dan pemecah ombaknya menjadi daya tarik unik yang tak ditemukan di
pantai lain di Jogja. Berbentuk tetrapod, pemecah ombak yang berada di sisi
kanan dan kiri dermaga tampak siap menghadapi ganasnya ombak Samudera
Indonesia. Di atas tetrapod-tetrapod tersebut pulalah para pemancing biasanya
melemparkan kail dan menunggu ikan layur, surung hingga pethek menyambar
umpan. Waktu terbaik untuk mengunjungi Pantai Glagah adalah ketika bulan
baru dan air laut pasang. Saat itu, kita dapat melihat atraksi ombak di pantai ini.
Ombak akan menggulung-gulung hebat, pecah menghantam tetrapod dan
buihnya menghambur ke dermaga. Jika berada di dekatnya, sensasinya seperti
tiba-tiba kehujanan, namun airnya terasa asin. Meskipun tampak menyenangkan,
berenang di pantai ini tidak disarankan.
Selain ombaknya besar, karakteristik ombak pantai selatan Jogja
merupakan ombak balik yang menarik ke arah laut sehingga sangat berbahaya
untuk berenang. Tapi jangan berkecil hati, serunya bermain air masih bisa kita
lampiaskan di Laguna Pantai Glagah. Terdapat banyak wahana bermain di sana,
seperti perahu bebek, kano, hingga keliling laguna dengan menggunakan perahu
nelayan. Suasana senja indah di dermaga pantai pun menjadi hal yang favorit
yang tak boleh dilewatkan. Bagi penggemar fotografi, pemandangan ombak yang
pecah oleh tetrapod dengan matahari tenggelam sebagai latarnya, terlalu indah
bila tak diabadikan.

Pemandangan Sunset di Pantai Glagah, Yogyakarta

lokasi pantai Glagah terletak di desa Glagah, Kec. Temon, kab. Kulon
Progo. Berjarak sekitar 41 km dari arah barat Kota Yogyakarta, Pulau
Jawa, Indonesia. Jika Anda dari ibu kota kabupaten kulon progo, untuk
menuju kawasan wisata pantai Glagah ini dapat menempuh jarak sekitar 15 km.
Daerah wisata tersebut memiliki Sumber Daya Alam yang beragam dan ciri khas
tersendiri sesuai dengan letak geografis dan potensi alam pesisir pantai tersebut,
selain potensi alam yang dimiliki oleh objek wisata tersebut juga adanya pengaruh
dan pendukung melalui prilaku pengelolaan secara terpadu oleh masyarakat
setempat, agar tempat tersebut menjadi objek wisata yang menjadi daya tarik bagi
wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Hal ini dikarenakan terletak di Pesisir
pantai dan setiap tempat maupun wilayah memiliki perbedaan dalam pengelolaan
wilayah peisir. Dari penjelasan tersebut maka makalah ini akan membahas
mengenai pengelolaan wilayah peisir di kab. Kulon Progo Yogyakarta.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka perumusan masalah
dalam laporan praktikum ini adalah :
1. Apa saja jenis dan potensi di wilayah pesisir Pantai Glagah, kab. Kulon Progo
Yogyakarta?
2. Bagaimana bentuk pengelolaan wilayah pesisir sehingga dapat bermanfaat
bagi kesejateraan masyarakat di kawasan Pantai Glagah, kab. Kulon Progo
Yogyakarta?

1.3 Tujuan dan Manfaat Praktikum


Tujuan dari laporan ini adalah :
1. Mengetahui jenis dan potensi di wilayah pesisir Pantai Glagah, kab. Kulon
Progo Yogyakarta secara terpadu dan berkelanjutan yang berbasis masyarakat.
2. Mengetahui bentuk pengelolaan wilayah peisir sehingga dapat memberikan
rekomendasi untuk pengelolaan wilayah peisir pada masa yang akan datang
sehingga bermanfaat bagi kesejateraan masyarakat Kabupaten Kulon Progo.
Manfaat dari laporan ini adalah :
Dapat memberi manfaat bagi masyarakat, pembaca, dan mahasiswa agar
dapat mengetahui pengelolaan wilayah peisir sehingga menyadari pentingnya
lingkungan bagi kehidupan manusia, agar segala sumber daya yang terdapat di
wilayah pesisir yang telah diciptakan oleh Sang Maha Kuasa tidak rusak begitu
saja.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sumberdaya Alam


Definisi sumberdaya alam (UU RI no. 32 th 2009 tentang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup) sumberdaya alam adalah unsur lingkungan
hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan
membentuk kesatuan ekosistem. Pemahaman mengenai SDA akan semakin jelas
jika dilihat menurut jenisnya. Berdasarkan wujud fisiknya, SDA dapat dibedakan
menjadi 4 klasifikasi yaitu:
Sumberdaya Lahan
Sumberdaya Hutan
Sumberdaya Air
Sumberdaya Mineral
Pemulihan Sumberdaya Alam dibedakan menjadi 3 klasifikasi (Alen,
1959), yaitu :
Sumberdaya alam yang tidak dapat habis (inexhaustible naturalresources),
seperti : udara, energi matahari, dan air hujan.
Sumberdaya alam yang dapat diganti atau diperbaharui dan dipelihara
(renewable resources ), seperti : air di danau/ sungai, kualitas tanah, hutan,
dan margasatwa.
Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewableresources/
irreplaceable atau stocknatural resources ), seperti : batubara, minyak bumi,
dan logam.
Dalam penggunaannya, SDA yang dapat diperbaharui dan tidak dapat
diperbaharui dapat saling melengkapi (komplementer), saling menggantikan
(substitusi) atau dapat bersifat netral. Kajian tentang hubungan di antara berbagai
penggunaan SDA ini akan sangat bermanfaat pada saat membahas masalah
kebijaksanaan dalam pengelolaan SDA. Ruang lingkup SDA mencakup semua
pemberian alam di bawah atau di atas bumi baik yang hidup maupun yang tidak
hidup. Pengertian SDA meliputi semua sumberdaya dan sistem yang bermanfaat
bagi manusia dalam hubungannya dengan teknologi, ekonomi, dan keadaan social
tertentu.
Definisi ini berkembang dan sekarang mencakup sistem ekologi dan
lingkungan. Setelah lepas dari alam dan dikuasai oleh manusia, maka sumberdaya
tersebut disebut barang-barang sumberdaya (resource commodity ). Dari definisi
tersebut menjadi jelas bahwa yang kita ketahui mengenai SDA tergantung pada
keadaan yang kita warisi, tingkat teknologi saat ini maupun yang akan datang
serta kondisi ekonomi maupun preferensi pasar (Howe, 1979).

2.2 Pesisir Pantai


Wilayah pesisir merupakan transisi ekosistem terestrial dan laut yang
ditandai oleh gradien perubahan ekosistem yang tajam (Pariwono, 1992).
Kawasan pantai merupakan wilayah pelindung (barrier) antara lautan dan daratan.
Selain kaya akan sumberdaya alamnya yang beragam dan banyak menyimpan
potensi kekayaan alam yang layak untuk dimanfaatkan dan dikelola lebih lanjut
dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, wilayah pesisir juga berperan dalam
menambah kesejahteraan masyarakat karena fungsinya sebagai pelabuhan,
kawasan industri, pariwisata, transportasi dan dapat dijadikan sebagai sarana
penghubung bagi penyediaan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat
(Wibisono, 2005; Noor, 2011).
Pesisir adalah jalur yang sempit dimana terjadi interaksi darat dan laut.
Artinya, kawasan pesisir meliputi kawasan darat yang masih dipengaruhi oleh
sifat-sifat laut (gelombang, pasang surut) dan kawasan laut yang masih
dipengaruhi oleh proses- proses alami dan aktivitas manusia di daratan
(sedimentasi, pencemaran). Wilayah pesisir dalam geografi dunia merupakan
tempat yang sangat unik, karena di tempat ini air tawar dan air asin bercampur dan
menjadikan wilayah ini sangat produktif serta kaya akan ekosistem yang memiliki
keaneka ragaman lingkungan laut. Pesisir tidak sama dengan pantai, karena pantai
merupakan bagian dari pesisir.
Ekosistem Pesisir Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir secara
garis besar terdiri dari tiga kelompok :
a. Sumber daya dapat pulih (renewable resources) Hutan mangrove, ekosistem
terumbu karang, rumput laut, sumber daya perikanan laut, merupakan
ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir. Selain
mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia utrient bagi biota perairan,
tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota, penahan abrasi, penahan
amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut,
dan lain sebagainya, Sumber Daya Pulih yang terdapat di pesisir juga
mempunyai fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai
bahan baku obat obatan, dan lain-lain.
b. Sumber daya tak dapat pulih (non-renewable resources) Sumber daya yang
tidak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan geologi, antara lain minyak
gas, granit, emas, timah, Bouksit, tanah liat, pasir, dan Kaolin.
c. Jasa-jasa lingkungan (environmental services). Jasa-jasa lingkungan yang
dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi
dan parawisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana
pendidikan dan praktikum, pertahanan keamanan, penampungan limbah,
pengatur iklim, kawasan lindung, dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi
fisiologis lainnya.
d. Konsep pengelolaan wilayah pesisir berbeda dengan konsep pengelolaan
sumberdaya di wilayah pesisir yang mengelola semua orang dan segala
sesuatu yang ada di wilayah pesisir. Contoh dari pengelolaan yang berbeda
dengan pengelolaan wilayah pesisir adalah; pengelolaan perikanan,
pengelolaan hutan pantai, pendidikan dan kesehatan dimana contoh-contoh
tersebut tidak melihat wilayah pesisir sebagai target. Yang paling utama dari
konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah fokus pada karakteristik wilayah
dari pesisir itu sendiri, dimana inti dari konsep pengelolaan wilayah pesisir
adalah kombinasi dari pembangunan adaptif, terintegrasi, lingkungan, ekonomi
dan sistem sosial. Strategi dan kebijakan yang diambil didasarkan pada
karakteristik pantai, sumberdaya, dan kebutuhan pemanfaatannya.

2.3 Pengelolaan Sumberdaya Alam


Sebagaimana telah dijelaskan bahwa semenjak telah diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
kewenangan daerah adalah mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali
kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan,
peradilan, moneter dan bidang lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
(PP). Khusus mengenai pengelolaan SDA, maka kewenangan daerah adalah
mengelola sumberdaya Nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung
jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Sehubungan dengan batasan kewenangan daerah pengelolaan SDA
tersebut, maka pengertian pengelolaan SDA adalah mencakup kegiatan eksplorasi,
eksploitasi, konservasi, dan rehabilitasi SDA.
Konsep pengelolaan wilayah pesisir berbeda dengan konsep
pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir yang mengelola semua orang dan
segala sesuatu yang ada di wilayah pesisir. Contoh dari pengelolaan yang berbeda
dengan pengelolaan wilayah pesisir adalah; pengelolaan perikanan, pengelolaan
hutan pantai, pendidikan dan kesehatan dimana contoh-contoh tersebut tidak
melihat wilayah pesisir sebagai target. Paling utama dari konsep pengelolaan
wilayah pesisir adalah fokus pada karakteristik wilayah dari pesisir itu sendiri,
dimana inti dari konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah kombinasi dari
pembangunan adaptif, terintegrasi, lingkungan, ekonomi dan sistem sosial.
Strategi dan kebijakan yang diambil didasarkan pada karakteristik pantai,
sumberdaya, dan kebutuhan pemanfaatannya. Oleh karena itu didalam proses
perencanaan wilayah pesisir, dimungkinkan pengambilan keputusan akan
diarahkan pada pemeliharaan untuk generasi yang akan datang (pembangunan
berkelanjutan). Idealnya, dalam sebuah proses pengelolaan kawasan pesisir yang
meliputi perencanaan, implementasi dan evaluasi, harus melibatkan minimal tiga
unsur, yaitu: ilmuwan , pemerintah, dan masyarakat.
Proses alam lingkungan pesisir dan perubahan ekologi hanya dapat
dipahami oleh ilmuwan dan kemudian pemahaman tersebut menjadi basis
pertimbangan bagi pemerintah untuk melaksanakan program pembangunan yang
menempatkan masyarakat pesisir sebagai pelaku dengan tujuan meningkatkan
keadaan sosial ekonomi kawasan. Program-program itu pun memerlukan
partisipasi masyarakat dalam pelestarian tradisi yang selaras dengan alam dan
pelaksanaan kebijakan pemerintah Rekayasa Ilmu Teknologi Manajemen
pengetahuan (Sosial-Ekonomi) alam Ilmuwan Budaya Sasaran Pembangunan
Kebutuhan Pengelolaan Pesisir Dunia secara Terpadu Internasional Masyarakat
dan Pemerintah.
Unsur-Unsur dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
Perencanan pembangunan pesisir secara terpadu tersebut harus memperhatikan
tiga prinsip pembangunan berkelanjutan untuk pengelolaan wilayah pesisir yang
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Instrumen ekonomi lingkungan telah menjadi bagian dari pengambilan
keputusan, yang memasukkan parameter lingkungan untuk melihat analisis
biaya manfaat (cost benefit analysis). Misalnya pembangunan pabrik di
wilayah pesisir harus memperhitungkan tingkat pencemarannya terhadap laut,
perlunya pengolahan limbah ikan di Tempat Pelelangan Ikan, dan lain lain.
2. Isu lingkungan seperti konservasi keanekaragaman hayati menjadi perhatian
utama dalam pengambilan keputusan;
3. Pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan kualitas hidup manusia
pada saat sekarang dan masa yang akan datang, termasuk di dalamnya adalah
sarana pendidikan bagi masyarakat pesisir, penyediaan fasilitas kesehatan dan
sanitasi yang memadai, dan mitigasi bencana.

2.4 Pengertian Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu Dan Berkelanjutan Yang


Berbasis Masyarakat
2.4. 1 Pengelolaan Pesisir Terpadu
Pesisir Terpadu (P2T) adalah proses yang dinamis yang berjalan secara
terus menerus, dalam membuat keputusan-keputusan tentang pemanfaatan
pembangunan dan perlindungan wilayah dan sumberdaya pesisir dan lautan.
Bagian penting dalam pengelolaan terpadu adalah perancangan proses
kelembagaan untuk mencapai harmonisasi dalam cara yang dapat diterima secara
politis.

2.4.2. Pengelolaan Pesisir Secara Berkelanjutan


Suatu kegiatan dikatakan keberlanjutan, apabila kegiatan pembangunan
secaraekonomis, ekologis dan sosial politik bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan
secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat
membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan capital (capital maintenance),
dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara
ekologis mengandung arti, bahwa kegiatan dimaksud harus dapat
mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan
konservasi sumber daya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity),
sehingga diharapkan pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan. Sementara itu,
berkelanjutan secara sosial politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan
pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil pembangunan,
mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat
(dekratisasi), identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan.

2.4.3. Pengelolaan Pesisir Berbasis Masyarakat


Pengelolaan berbasisi masyarakat dapat diartikan sebagai suatu sistem
pengelolaan sumber daya alam disuatu tempat dimana masyarakat lokal ditempat
tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam yang
terkandung didalamnya (Nurmalasari, 2001). Di Indonesia pengelolaan
sumberdaya berbasis masyarakat sebenarnya telah ditetapkan dalam Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut
secara tegas menginginkan agar pelaksanaan penguasaan Negara atas sumber daya
alam khususnya sumber daya pesisir dan lautan diarahkan kepada tercapainya
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat banyak, dan juga harus
mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan sekaligus memperbaiki kehidupan
masyarakat pesisir serta memajukan desa-desa pantai.

2.5 Pemanfaatan Dan Pengelolaan Potensi Pesisir Di Daerah


Secara alamiah potensi pesisir di daerah dimanfaatkan langsung oleh
masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan tersebut yang pada umumnya
terdiri dari nelayan. Nelayan dipesisir memanfaatkan kekayaan laut mulai dari
ikan, rumput laut, terumbu karang dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Pada umumnya potensi pesisir dan kelautan yang di manfaatkan oleh
nelayan terbatas pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Pemanfaatan potensi
daerah pesisir secara besar-besaran untuk mendapatkan keuntungan secara
ekonomis dalam rangka peningkatan pertumbuhan perekonomian rakyat belum
banyak dilakukan.
Pemanfaatan pesisir untuk usaha ekonomi dalam skala besar baru
dilakukan pada sebagian Kabupaten dan Kota yang berada di daerah pesisir. Pada
umumnya usaha ekonomi pemanfaatan daerah pesisir ini bergerak disektor
pariwisata. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah
berupaya untuk memanfaatkan potensi daerah pesisir ini untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Disamping itu Pemerintah Daerah juga
memanfaatkan potensi daerah pesisir ini untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perekonomian masyarakat didaerah.
Mengingat kewenangan daerah untukmelakukan pengelolaan bidang
kelautan termasuk juga daerah pesisir masih merupakankewenangan baru bagi
daerah maka pemanfaatan potensi daerah pesisir ini belum sepenuhnya
dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten atau kota yang berada di pesisir. Jadi belum
semua Kabupaten dan Kota yang memanfaatkan potensi daerah pesisir.
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilakukan pada tanggal 01 Desember s/d 04 Desember 2016
untuk Study praktikum Pengelolaan Wilayah Pesisir tepatnya di Pantai Glagah
Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
GPS
form isian
Kamera

3.3 Metode Praktikum


Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode survey dan
wawancara. Praktikum ini melakukan pengamatan secara langsung ke pesisir
pantai Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

3.4 Analisis Data


Data yang di butuhkan dalam praktikum ini meliputi data primer. Data
primer diperoleh melalui survey lapangan, observasi dan wawancara langsung
dengan responden.
Analisis data adalah penyederhanaan dan kedalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan diinterprestasikan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis
secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk table dan Lampiran yang kemudian
selanjutnya diambil kesimpulan dan saran saran.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum DIY Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta (bahasa Jawa: Dharah Istimwa


Ngayogyakarta) adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang
merupakan peleburan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Negara Kadipaten Paku
Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian selatan Pulau Jawa, dan
berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah Istimewa
yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kotamadya, dan empat
kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan, dan 438 desa/kelurahan.
Menurut sensus penduduk 2010 memiliki populasi 3.452.390 jiwa dengan
proporsi 1.705.404 laki-laki, dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan
penduduk sebesar 1.084 jiwa per km2.

Dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Negara


Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), DIY mempunyai peranan yang penting.
Terbukti pada tanggal 4 Januari 1946 sampai dengan tanggal 27
Desember 1949, pernah dijadikan sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia.
Tanggal 4 Januari inilah yang kemudian ditetapkan menjadi hari Yogyakarta Kota
Republik pada tahun 2010. Pada saat ini Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Kadipaten
Pakualaman dipimpin oleh Sri Paku Alam X yang sekaligus menjabat sebagai
Gubernur, dan Wakil Gubernur DIY. Keduanya memainkan peran yang
menentukan dalam memelihara nilai-nilai budaya, dan adat istiadat Jawa dan
merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.

DIY terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, secara geografis


terletak pada 8 30' - 7 20' Lintang Selatan, dan 109 40' - 111 0' Bujur Timur.
Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi empat
satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi Gunungapi Merapi, satuan
fisiografi Pegunungan Sewu atau Pegunungan Seribu, satuan
fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah.

Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut


gunung api hingga dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang
lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah
kerucut, dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan
resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di Sleman bagian
utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan karakteristik
khusus, mempunyai daya tarik sebagai objek penelitian, pendidikan, dan
pariwisata.

Karts mendominasi struktur rupa bumi di wilayah Gunungkidul bagian


selatan Satuan Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, yang terletak di
wilayah Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping dan bentang
alam karst yang tandus, dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah
merupakan cekungan Wonosari yang telah mengalami pengangkatan secara
tektonik sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari).
Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional (pelarutan), dengan
bahan induk batu gamping, dan mempunyai karakteristik lapisan tanah dangkal,
dan vegetasi penutup sangat jarang.

Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kulon Progo bagian


utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi
berbukit, kemiringan lereng curam, dan potensi air tanah kecil.

Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses


pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di
bagian selatan DIY, mulai dari Kulon Progo sampai Bantul yang berbatasan
dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah yang subur. Termasuk
dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum
didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulon Progo
sampai Bantul.

Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang


terkenal dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian
bentang alam pantai.

Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran


penduduk, ketersediaan prasarana, dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial
ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antarwilayah yang timpang.
Daerah-daerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran fluvial yang meliputi
Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di
wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan
penduduk tinggi, dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi,
sehingga merupakan wilayah yang lebih maju, dan berkembang.

Dua daerah aliran sungai (DAS) yang cukup besar di DIY adalah DAS
Progo di barat, dan DAS Opak-Oya di timur. Sungai-sungai yang cukup terkenal
di DIY antara lain adalah Sungai Serang, Sungai Progo, Sungai Bedog, Sungai
Winongo, Sungai Boyong-Code, Sungai Gajah Wong, Sungai Opak, dan Sungai
Oya.
Gambar 1. Peta Administrasi DIY Yogyakarta

4.1.1. Gambaran Umum Desa Glagah


1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah
Desa Glagah merupakan salah satu dari 15 desa yang ada di Kecamatan
Temon, Kabupaten Kulon Progo. Letak Desa Glagah sangat dekat dengan pusat
pemerintahan Kecamatan Temon, yaitu berjarak 1,5 km dari pusat pemerintahan
kecamatan. Sedangkan dengan pusat pemerintahan di Kabupaten Kulon Progo dan
DIY juga tidak terlalu jauh, yaitu berjarak 12 km dari pusat pemerintahan
Kabupaten Kulon Progo dan 42 km dari pusat pemerintahan DIY. Berdasarkan
letak astronomisnya, Desa Glagah berada pada 110 o 03 194 BT 110o 05 121
BT dan 7o 53 29 LS 7o 55 021 LS. Desa Glagah mempunyai luas 603,94 Ha
yang merupakan 16,64 persen dari luas wilayah Kecamatan Temon. Secara
administratif Desa Glagah terbagi dalam sembilan dusun, yaitu Batas administratif
Desa Glagah sebagai berikut :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kalidengen, Kecamatan Temon.
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.
c. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Palihan, Kecamatan Temon.
d. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Karangwuni, Kecamatan Wates.
41

Gambar 2. Peta Administrasi Desa Glagah

2. Topografi Topografi
(Yudha, 2012: 41) merupakan gambaran kenampakan muka bumi atau sebagian
permukaan bumi. Faktor yang penting dalam mengetahui topografi suatu daerah adalah
relief. Relief menggambarkan tinggi rendahnya permukaan bumi dengan permukaan air
laut. Berdasarkan data monografi Desa Glagah tahun 2013, Desa Glagah merupakan
daerah pantai dengan ketinggian 5-7 mdpl dengan tingkat kemiringan 0-1 persen. Suhu
udara di Desa Glagah kurang lebih 30o C dan curah hujan rata-rata setiap tahun 2.342
mm/tahun.
3. Tataguna Lahan
Tanah yang ada di Desa Glagah dibedakan menjadi tanah hak milik pribadi atau
milik masyarakat Desa Glagah dan tanah milik Pakualaman. Tanah Pakualaman berupa
tanah pertanian lahan kering yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat pertanian oleh
masyarakat namun tidak dapat dijualbelikan. Penggunaan lahannya terbagi dalam
beberapa penggunaan, antara lain lahan permukiman, lahan untuk fasilitas umum, lahan
pertanian yang terdiri dari tegalan dan sawah, serta lahan untuk keperluan lain.

Tabel 2. Luas Penggunaan Lahan Desa Glagah


No Pengguna Lahan Luas (Ha) Persentase
1 Tanah Sawah 242,00 40,07
2 Tanah Kering/Tegalan 134,21 22,22
3 Bangunan dan pekarangan 126,53 20,95
4 Lainnya (wisata, jalan, pemakaman dll) 101,20 16,76
Jumlah 603,94 100
Sumber : Database Bappeda Kulon Progo Tahun 2012.

4. Demografis
Kondisi demografis yang ditampilkan di bawah ini adalah kondisi demografis
secara umum yang ada di wilayah penelitian. Data demografis tersebut sebagian besar
didapatkan dari Badan Pusat Statistik tahun 2012 dan data monografi desa.
a. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Desa Glagah selalu ada perubahan setiap tahunnya.
Selain adanya peristiwa kelahiran dan kematian, lokasi Desa Glagah yang dilalui
jalan provinsi dan adanya objek wisata semakin memungkinkan adanya perubahan
jumlah penduduk berdasarkan migrasi penduduk.
Berdasarkan data monografi yang diperoleh dari Kepala Desa Glagah,
jumlah penduduk Desa Glagah sebanyak 3.045 jiwa. Keseluruhan jumlah penduduk
tersebut terdiri dari jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.463 jiwa atau sebanyak
48,04 persen dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 1.582 jiwa atau sebanyak
51,96 persen dari keseluruhan jumlah penduduk Desa Glagah. Sedangkan jumlah
rumah tangga yang ada di Desa Glagah sebanyak 745 rumah tangga.
b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk merupakan perbandingan antara jumlah penduduk di
suatu wilayah dengan luas wilayah tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh
peneliti dari data monografi Desa Glagah tahun 2013, Desa Glagah memiliki jumlah
penduduk sebesar 3.045 jiwa dengan luas wilayah 603,93 hektar atau 6,04 km2.

4.1.2 Gambaran Umum Pantai Glagah


Pantai Glagah berada di kawasan Kulon Progo dan mempunayai pesona
alam yang cantik nan indah dan hamparan pasir besi merupakan andalan Pantai
ini. Di kawasan wisata pantai ini juga terdapat laguna yang menjadi sebuah wisata
tirta. Di pantai Glagah terdapat fasilitas pendukung wisata seperti bumi
perkemahan serta perkebunan buah Naga.
Untuk lebih detailnya lokasi pantai Glagah terletak di desa Glagah, Kec.
Temon, kab. Kulon Progo. Berjarak sekitar 41 km dari arah barat Kota
Yogyakarta, Pulau Jawa, Indonesia. Jika Anda dari ibu kota kabupaten kulon
progo, untuk menuju kawasan wisata pantai Glagah ini dapat menempuh jarak
sekitar 15 km.

Pantai Glagah Indah

Di kawasan objek wisata pantai glagah, Anda dapat berkunjung ke tempat


wisata berikut :
1. Dermaga Wisata berada di depan tempat retribusi
2. Laguna, terletak disebelah barat dari Dermaga Wisata yang membatasi dua
kawasan antara area yang ditumbuhi dengan tanaman pantai serta rerumputan
dan dengan area pasir yang langsung berbatasan dengan laut.
3. Wisata pemancingan ada di sekitar pantai.
4. Pemandian air tawar untuk anak-anak
5. Kawasan agrowisata seperti perkebunan buah Naga dan buah Roselle

Laguna Pantai Glagah Indah


Fasilitas yang tersedia di kawasan Pantai Glagah seperti Persewaan
dayung (kano) dengan standar harga kurang lebih Rp. 20.000 per jam, perahu
bebek, gethek untuk mengarungi laguna, Jika Anda memilih untuk naik perahu
motor, hanya dengan uang senilai Rp. 3.000 sudah dapat menaiki perahu motor
selama 30 menit, di kawasan wisata ini juga Ada area ujntuk motocross.
4.3 Potensi Biogeofisik Lokasi Praktikum
Informasi Tentang Sumber Daya Alam
Sifat Yang Potensi / Kondisi Pemanfaatan Status
Pembaharuannya Teridentifikasi Jumlahnya / Status Pengelolaan
Renewable Padi, Terbatas Baik Sebagai Dikelola
Buah naga tanaman kelompok
Cabai, melon, pangan dan tani Desa
Semangka, perkebunan Glagah
Jagung
Padi
Cemara Terbatas Kurang Sebagai Dikelola
Baik penghias oleh pihak
pantai swasta dan
pariwisata

Udang, Terbatas Kurang Dijual dan di Dikelola


Burung puyuh Baik ekspor kelompok
masyarakat
dan
investor

Undur-undur Terbatas Baik Makanan Kelompok


ringan khas laguna
Pantai
Glagah
Unrenewable Pasir besi Terbatas Baik Belum Dikelola
optimal investor
Unlimited Air, Tak Baik Pemandian Dikelola
terbatas air tawar Kelompok
laguna

Matahari, Baik Belum Belum


optimal dikelola

Udara, Tak Cukup Rencana Dikelola


terbatas Baik pemanfaatan oleh pihak
bandara Angkas
Pura

Pasir pantai Baik Sebagai Kelompok


arena Motor laguna dan
APV dan swasta
taman bunga

Sumber: Data Lapangan 2016

4.3.1 Sumber daya alam klasifikasi Renewable Desa Glagah, Kab. Kulon
Progo, D.I Yogyakarta.
Kabupaten Kulonprogo dinilai cukup berhasil dalam memanfaatkan
daerah pesisir pantai selatan sebagai lahan pertanian produktif. Itu dibuktikan
dengan keberhasilan para petani membudidayakan tanaman cabai, hingga
kabupaten berslogan Binangun ini layak disebut sebagai salah satu sentra
penghasil cabai di Indonesia. Sebagian besar lahan pesisir di Indonesia masih
jarang dimanfaatkan untuk pertanian. Namun yang terjadi di Kulonprogo justru
menjadi sentral tanaman cabe yang mampu dipasarkan hingga keluar daerah, ujar
Sianipar warga desa Glagah.
Desa Glagah memiliki potensi yang sangat bagus di sektor pertanian. Hal
tersebut juga terlihat dari penggunaan lahannya, sebanyak 125,00 Ha dari 603,94
Ha luas Desa Glagah digunakan sebagai lahan pertanian padi. pertanian padi yang
baik, di Desa Glagah juga terdapat pertanian lahan kering, yaitu seb anyak 144,53 Ha
dari 603,94 luas keseluruhan digunakan seb agai pertanian lahan kering. Beberapa
hasil pertanian lahan kering yang hasilnya cukup baik antara lain cab ai, semangka,
melon, dan buah naga.

Gambar 6. Pertani an Tanah S awah Desa Glagah


Tanaman cabai termasuk salah satu komoditi hortikultural yang cukup
penting dan banyak dibutuhkan oleh masyarakat mulai dari kalangan bawah
hingga kalangan atas. Oleh karena itu banyak para petani yang ingin
meningkatkan penghasilan keluarganya dengan menanam cabai. Petani Desa
Glagah tidak luput dari keinginan untuk menanam cabai. Keinginan tersebut
didukung oleh lahan pantai yang masih luas dan cocok untuk tanaman cabai.
Petani di desa tersebut telah menanam cabai lebih kurang 5 tahun yang lalu.
Ternyata hasil tanaman cabai tersebut cukup bagus. Jenis cabai keriting dari desa
tersebut dipasarkan di Jakarta, dan dikenal sebagai cabai temon, karena berasal
dari Kecamatan Temon. Cabai temon tersebut termasuk jenis cabai nomor satu
sehingga harga jualnya lebih tinggi dari daerah lain.
Pantai Glagah ini kekompakan petaninya masih terjaga dengan
terbentuknya kelompok tani. Ada sekitar 20 kelompok tani di desa Glagah, dan
kelompok tani ini melalui ketuanya akan mengatur jadwal bertanam secara
bersamaan dan jadwal panen juga sudah diatur. Lebih menarik lagi, pinjaman
bank satu petani cabe, ditutupi oleh petani lain, yang akan dikembalikan saat
untung penjualan cabe sudah diterima. Pihak bank pun sudah mengerti sistem ini,
sehingga mereka tidak pernah kesulitan mendapatkan pinjaman dari bank.
Hanya saja petani tidak bisa benar-benar lepas dari peran tengkulak.
Bagi para petani cabe, tengkulak memang bisa merugikan mereka, namun disisi
lain tengkulak ini punya peran besar untuk menadah hasil pertanian mereka,
walaupun harus dihargai murah.

Gambar 7. Pertani an Lahan Kering Desa Glagah


2) Peternakan dan Perikanan

Perternakan dan Perikanan juga menjadi salah satu potensi yang


dikembangkan oleh penduduk desa Glagah. Peternakan yang diunggulkan di Desa
Glagah yaitu peternakan sapi, kambing, domba, ayam buras, ayam pedaging, dan
itik. Perkembangan jumlah hewan peternakan disajikan dalam tabel berikut:

Tab el 6. Juml ah Hewan Ternak Di D esa Glagah

Hewan T ernak Tahun


2009 2010 2011
Sapi 329 339 454
Kambing 138 146 112
Domba 234 213 150
Ayam Buras 1.167 1.203 2.280
Ayam Pedaging 0 0 8.000
Itik 1.328 1.051 1.524
Sumber: Datab ase Bappeda Kulon Progo Tahun 2012
Berdasarkan data tabel 6, menunjukan bahwa adanya perkembangan pada
peternakan sapi yang terus meningkat.
Tidak hanya untuk kawasan peternakan, kawasan pesisir yang dulu hanya
berupa gumuk pasir, namun kini kawasan pesisir juga dimanfaatkan sebagai tempat
budidaya/ tambak udang. Hamparan tambak itu telah berjejer di sepanjang pantai dari
Pantai Trisik, Pantai Bugel, Pantai Glagah, Pantai Congot, hingga Pasir Mendit.
Banyak investor lokal dan nasional berinvestasi di Kulon Progo untuk
membudidayakan udang tersebut , berdasarkan data di Dinas Kelautan, Perikanan dan
Peternakan (DKPP) Kulon Progo, jumlah tambak udang mencapai 600 petak, Udang
hasil budi daya masyarakat Pantai Trisik sangat diminati importir dari Eropa dan Asia
Timur seperti Jepang dan Taiwan.
Menurut dia, dengan luasan 1.600 meter persegi mampu panen tiga kali
dengan hasil 4,6 ton atau Rp310 juta dalam waktu kurang dari empat bulan, dengan
modal awal sebesar Rp260 juta. Harga udang ditingkat pembudidaya yakni ukuran 40
Rp100 ribu per kilogram, sedangkan ukuran 75 harganya Rp80 ribu per kg.
Jika berkunjung ke Pantai Glagah, banyak ditemui penjaja undur-undur laut
goreng. Bercita rasa gurih layaknya udang goreng. Kudapan ini jadi buah tangan untuk
dibawa pulang. Undur-undur laut ini bisa ditemui di pantai selatan Jawa. Binatang ini
suka membenamkan diri di pasir laut merupakan kuliner khas Pantai Glagah. Hewan
serupa udang dan akan memerah saat digoreng ini banyak diburu wisatawan.
Salah seorang pedagang, Suyati, 43, warga Desa Bojong, Kecamatan Panjatan
mengatakan saat liburan sekarang, penjual undur-undur laut menjamur. Ada puluhan
pedagang undur-undur laut yang menempati lapak-lapak sepanjang jalan menuju Pantai
Glagah. Saya sudah berjualan undur-undur laut krispi tiga tahun. Hari biasa saya bisa
jual 5 kilogram per hari. Saat liburan bisa 20 kilogram, kata Suyati.
Undur-undur laut didapat dari nelayan setempat. Hewan ini juga diburu
pemancing untuk umpan berburu ikan plagis dari tubir pantai berpasir (Mancing
Pasiran).
4.3.2 Sumber daya alam klasifikasi Unrenewable Pantai Glagah Kabupaten
Kulon Progo, D.I Yogyakarta
Pesisir pantai selatan khususnya Pulau Jawa memiliki potensi alam yang
besar, salah satunya adalah pasir besi. Pasir besi jika diolah dapat digunakan
sebagai bahan tambahan di pabrik semen. Di Indonesia pasir besi merupakan
salah satu sumber besi yang dalam pemanfaatannya masih belum optimal. Di
negara Selandia Baru pasir besi sudah digunakan sebagai bahan baku pembuatan
besi baja. Begitu juga di Negara Tiongkok yang sudah menggunakan pasir besi
sebagai bahan baku pembuatan besi baja.
Kehadiran tambang, menurut pihak JMM dan PEMDA, juga akan
membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Yang menjadi persoalan, lahan
pasir yang tandus yang akan ditambang itu kini sudah berwujud lahan pertanian
produktif yang mengidupi belasan ribu petani dan keluarganya.
Rencana eksploitasi pasir besi tersebut direncanakan oleh PT Krakatau
Steel di daerah pesisir selatan Kulon Progo, yang mencakup lahan pasir seluas
2.900 hektar di empat kecamatan itu. Nota kesepahaman di antara pihak terkait,
yakni Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pemerintah
Kabupaten Kulon Progo, PT Krakatau Steel, dan PT Jogya Magasa Mining
(JMM) sudah ditandatangani setahun lalu.
Pabrik pengolah bijih besi akan dibangun oleh Indo Mines, perusahaan
Australia yang bekerja sama dengan PT JMM. Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral sudah mengeluarkan rekomendasi bagi Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono untuk mengeluarkan izinnya. Namun rencana penambangan besi
menimbulkan konflik petani lahan pasir dengan pemerintah diperumit oleh
lemahnya komunikasi dan sosialisasi, dan diabaikannya hak-hak atau kepentingan
para petani. Ada kesimpangsiuran informasi yang diterima masyarakat. Bukan
hanya petani lahan pasir, kehadiran tambang pasir besi sebenarnya juga ditentang
oleh sebagian akademisi dan kalangan lain karena dianggap akan merusak
ekosistem dan lingkungan.
4.3.3. Sumber daya alam klasifikasi Unlimited Pantai Glagah Kabupaten
Kulon Progo, D.I Yogyakarta.
Pemanfaatan sumberdaya alam di pantai Glagah belum begitu optimal,
dimana kawasan pantai Glagah terlihat hanya difungsikan sebagai tempat objek
wisata bahari akan tetapi terbatas oleh tingginya gelombang yang menyebabkan
kawasan pinggir pantai tidak diizinkan bagi para pengunjung untuk berenang.
Gelombang dan arusnya pantai gelagah yang tinggi sebenarnya dapat
didayagunakan untuk tenaga listrik jika lebih dioptimalkan. Selain itu sumberdaya
angin yang dimiliki oleh pantai Glagah sebenarnya juga berpotensi bagi
pembangkit listrik tenaga angin.
4.4. Isu Lingkungan dan Sosial Kemasyarakatan
Rencana pembangunan bandara yang berarti perubahan alih fungsi lahan
dengan konsekuensi harus melakukan pemindahan penduduk desa Glagah
mengakibatkan bermacam-macam persepsi dari penduduk yang terkena dampak
langsung. Walaupun proses pembangunan belum mencapai tahap pengerjaan,
masih pada tahapan persiapan dan pelengkapan dokumen-dokumen keperluan
pembangunan tersebut. Namun keadaan di beberapa desa yang terkena dampak
langsung sudah memiliki persepsi negatif rencana pembangunan bandara tersebut.
Masalah kebisingan, air bersih, irigasi pertanian dan perubahan alih fungsi
lahan di sekitar kawasan bandara akan mengejutkan mereka yang terbiasa hidup
dalam suasana tenang, sehari-hari hanya bertani, menggunakan sepeda. Tiba-tiba
lalu lintas sekitar desa mereka semakin padat, bangunan baru berjajar, gaya
individu semakin di tonjolkan. Perubahan sosial dan lingkungan tidak dapat
dipandang sepele, karena perubahan ini akan bersinggungan dengan nilai-nilai
sosial yang sudah berjalan selama bertahun-tahun.
Jika pendekatan yang dilakukan oleh Angkasa Pura dan pemerintah
sebatas take and give itu sama saja mendahului cara-cara santun yang lebih
dipahami masyarakat desa yakni bermusyawarah, duduk sama rata, dan rembuk
desa. Pengalaman serupa terkait penolakan warga Kronggahan terhadap
pembangunan Real Estate oleh pengembang besar di daerah Mlati, bertumpu pada
masalah komunikasi. Padahal penolakan ini bisa dihindari, seandainya kesantunan
dan cara komunikasi yang digunakan pihak pengembang lebih memasyarakat.
Komunikasi yang dibangun dengan warga Glagah akan membuka jalan bagi
pemerintah dan Angkasa Pura untuk mendalami masalah dasar penolakan rencana
bandara ini. Memang benar tulisan-tulisan penolakan banyak, namun penduduk
yang menolak tidak sebanyak itu. Dari enam desa yang terdampak, yang panas itu
hanya dua desa, terutama Dusun Sidorejo, Desa Glagah. Pro dan kontra terhadap
kebijakan itu wajar, tetapi kalau bersitegang tidak mau dibangun bandara, kita
akan tetap menjalankanya karena ini program pemerintah. Kondisi tersebut
membuktikan dengan fakta yang ada di lapangan bahwa dari enam desa yang
yang terkena dampak langsung, ada dua desa yang menolak rencana
pembangunan bandara tersebut.

4.5. Rekomendasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Glagah


Setelah dilakukan pratikum lapangan yang dilaksanakan di Desa Glagah
maka kelompok kami merekomendasikan dilakukannya pengelolaan wilayah
pesisir terpadu di Desa Glagah. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu dahulu
dikenal dengan istilah Integrated Coastal Zone Management (ICZM) pertama kali
dikemukakan pada Konferensi Pesisir Dunia (World Conference of Coast) yang
digelar pada tahun 1993 di Belanda. Pada forum tersebut, PWPT diartikan sebagai
proses paling tepat menyangkut masalah pengelolaan pesisir, baik untuk
kepentingan saat ini maupun jangka panjang, termasuk di dalamnya akibat
kerugian habitat, degradasi kualitas air akibat pencemaran, perubahan siklus
hidrologi, berkurangnya sumber daya pesisir, kenaikan muka air laut, serta
dampak akibat perubahan iklim dunia (Subandono, et al, 2009). Lebih jauh,
Subandono, et al, (2009) juga menyatakan bahwa konsep PWPT menyediakan
suatu kerangka perencanaan dan pengelolaan yang tepat dalam menaklukkan
berbagai kendala dan permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir, seperti
adanya pengaturan institusi yang terpecah-pecah, birokrasi yang berorientasi pada
satu sektor, konflik kepentingan, kurangnya prioritas, kepastian hukum, minimnya
pengetahuan kedudukan wilayah dan faktor sosial lainnya, serta kurangnya
informasi dan sumberdaya.
Untuk mewujudkan hal itu maka keterpaduan dalam perencanaan dan
pengelolaan kawasan pesisir dan laut mencakup lima aspek, yaitu :
1) keterpaduan wilayah/ekologis.
2) keterpaduan sektoral.
3) keterpaduan kebijakan secara vertikal.
4) keterpaduan disiplin ilmu.
5) keterpaduan stakeholder.
Dengan kata lain, penetapan komposisi dan laju/tingkat kegiatan pembangunan
pesisir yang optimal akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang dapat
dirasakan oleh segenap stakeholders secara adil dan berkelanjutan. Pengelolaan
wilayah pesisir dan lautan secara terpadu pada dasarnya merupakan suatu proses
yang bersifat siklikal. Dengan demikian terlihat bahwa pendekatan keterpaduan
pengelolaan/pemanfaatan kawasan pesisir dan laut menjadi sangat penting,
sehingga diharapkan dapat terwujud one plan dan one management serta tercapai
pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan.
Pengelolaan Sumber Daya Alam di Pantai Glagah perlu ditingkatkan
secara optimal dengan melibatkan semua stakeholder diantara masyarakat, swasta
dan pemerintah. Masing-masing pihak menjalankan fungsinya untuk mendapatkan
informasi tentang potensi SDA yang berada disekitar Pantai Glagah dan
mengunakan pola Pengelolaan yang dilakukan dengan melibatkan semua pihak
(CBM) dilanjutkan dengan Co Managemen denga melibatkan pemerintah dalam
pengelolaan.
Pengelolaan Sumber Daya Alam di Pantai Glagah perlu ditingkatkan
secara lagi khususnya dalam melibatkan peran serta masayrakat sekitar objek
pariwisata untuk dapat berperan dalam rangka memajukan budaya masyarakat
sekitar dan menjual potensi kerajianan masyarakat tempat. Pengelolaan yang telah
diberikan kepada swasta perlu ditingkatkan pengawasan dari pemerintah sehingga
mengurangi dampak negative dari pariwista khusus terhadap nilai budaya
masyarakat setempat, kesehatan masyarakat dan situs budaya disekitar lokasi
wisata untuk dapat dipertahankan oleh masyarakat setempat.Wisata yang
bertanggujawab juga tidak boleh meluntur nilai budaya khususnya melayu yang
menjunjung tinggi nilai agamis. Untuk itu, perlu dilakukan inventarisasi potensi
yang dimiliki daerah setempat, adat istiadat kebiasaan hidup masyarakat sekitar
lokasi pariwisata, kepercayaan yang dianutnya, sampai kepada kebiasaan dan
tingkah laku wisatawan yang direncanakan akan tertarik untuk berkunjung ke
daerah tujuan wisata yang siap dikembangkan.
Kebijakan Wilayah Pesisir yang berpihak kepada masyarakat dengan
memperhatikan Sistem pengendalian kerusakan ekosistem harus tumbuh secara
inherent di dalam kebijakan tersebut, Menyiapkan sarana pendukung bagi
masyarakat untuk bertumbuh dan tidak kaku terhadap perubahan strategi
pengelolaan sumberdaya. Dengan kata lain harus merupakan kebijakan dengan
pola penerapan manajemen adaptif. Mempertimbangkan pola kehidupan
masyarakat sebagai sebuah entitas sosio-budaya.
Pihak pemerintah sebaiknya memberikan pelatihan dan penyuluhan
kepada masyarakat sekitar pantai tentang ekowisata yang bertangggung jawab dan
memiliki daya tarik dan pemeliharaan pantai yang bersih sehingga penggunjung
menjadi tertarik datang ke pantai Glagah. Serta meningkatkan keterampilan
masyarakat sekitar pantai untuk membuat kerajinan dengan bahan baku dari hasil
laut sebagai cendramata dari Pantai Glagah.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kawasan Kulon Progo yang berada di Provinsi D.I Yogyakarta memiliki
sumber daya alam yang berpotensi sangat besar dan termasuk wisata bahari yang
sangat pesat berkembang dari tahun ke tahun ditandai dengan banyaknya
wisatawan yang berkunjung. Bentuk pengelolaan pantai ada dua macam yaitu
secara tradisional dan pengelolaan secara modern yang dikelola oleh pihak swasta.
Pengelolaan secara tradisional dikelola oleh masyarakat setempat.
Pengelolaan wilayah pesisir yang dikelola swasta dan masyarakat seperti
pemanfaatan laut sebagai keramba ikan dan sebagai areal penangkapan ikan.
Pemanfaatan pantai dan mangrove sebagai kawasan ekowisata yang dapat
dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara. Dalam hal pengelolaan kawasan
pesisir pihak swasta lebih terkonsep dan tertata dibandingkan pihak masyarakat.
Pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu memerlukan pendekatan yang
komprehensif dengan melibatkan pengelolaan kawasan daerah aliran sungai yang
merupakan satu kesatuan ekosistem. Degradasi lingkungan perairan pesisir
merupakan hasil akibat kegiatan manusia yang tidak hanya bersumber di kawasan
pesisir itu sendiri, namun juga bersumber di sepanjang daerah aliran sungai yang
mengalir ke kawasan pesisir.
Penanganan permasalahan pencemaran perairan misalnya, memerlukan
penanganan menyeluruh terhadap seluruh aktifitas penghasil limbah di sepanjang
daerah aliran sungai, mulai dari daerah hulu. Tanpa melakukan pengelolaan
menyeluruh melibatkan area daerah aliran sungai, akan menjadikan upaya
pengelolaan kawasan pesisir, khususnya pengelolaan pencemaran akan menjadi
kurang mengenai sasaran dan sifatnya sementara saja.

5.2. Saran
Pengelolaan kawasan pesisir terpadu hendaknya dilakukan dengan prinsip-
prinsip good governance yaitu keterbukaan (openness), partisipasi
(participation), akuntabilitas (accountability), efektivitas (effectiveness) dan
keterhubungan (coherence), dan juga dengan saling menghargai (respect),
transparan (transparency) dan kepercayaan (trust).
Perlakuan kawasan pesisir dan daerah aliran sungai sebagai suatu kesatuan
ekosistem, sejalan dengan konsep pengelolaan secara terpadu (integrated) dimana
semua stakeholder di kawasan pesisir dan daerah aliran sungai, tidak hanya
berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan pesisir dan daerah aliran sungai, namun
juga turut aktif (bernegosiasi) dalam perumusan kebijakan dan konsep
pengelolaan kawasan tersebut, sesuai dengan kondisi lokal di Desa Glagah.
DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, R, Rais J Ginting , S.P., Sitepu M.J. 2001. Pengelolaan sumberdaya


wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita

DKP. 2008. Urgensi RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
Artikel on-line Diunas Kelautan Dan Perikanan

Harahap, R. Hamdani dan Subhilhar. 1998. Partisipasi Masyarakat Nelayan Dalam


Pengelolaan Mangrove. Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan. DP3M
Dirjen Dikti dan FISIP USU. Medan

Hawley, Amos H. 190 Human Ecology : A Theory Of Community Struture. New


York. RonalPress. Co

Kabupaten Kulon ProgoDalam Angka. 2009. BPS. D.I Yogyakarta

Nurmalasari, Y. Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. www.


Stmikim.ac.id/userfiles/jurnal%20yessi.pdf.Unduh 6 Juni 2016 Pukul
20.00 WIB

Pariwono, J. 1988. Upwelling Di Perairan Selatan Pulau Jawa . Laporan


Penelitian Bogor. Fakultas Perikanan. IPB

Triatmojo, B. 2012. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta

Undang-Undang RI No 32. Tahun 2009. Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan


Lingkungan

Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta. PT. Gramedia


Widiasarana Indonesia

Anda mungkin juga menyukai