1 Latar Belakang
Negara Republik Indonesia sebagai Negara kepulauan yang 70% wilayahnya
merupakan lautan menunjukan bahwa Negara Indonesia memiliki sumber daya laut dan
pesisir dan kekayaan alam potensial, khususnya sumber daya alam hayati; seperti perikanan,
terumbu karang, dan hutan mangrove, bahkan terdapat pula sumber daya mineral berupa
barang tambang seperti minyak, gas dan lain-lain. Keberadaan masyarakat pesisir yang
berprofesi sebagian besar sebagai nelayan dengan kearifan lokalnya juga termasuk potensi
yang dimiliki oleh beberapa wilayah pesisir di Indonesia.
Kecamatan Muara Gembong merupakan salah satu bagian dari wilayah pesisir
Kabupaten Bekasi yang terletak di antara Jakarta Utara dan Kabupaten Karawang. Daerah
pesisir Kecamatan Muara Gembong yang sebagian besar diperuntukan sebagai daerah
konservasi alam, saat ini mendapatkan ancaman rencana reklamasi yang dilakukan oleh
pemerintah. Agenda reklamasi laut dibagian barat dan pembangunan apartemen di kawasan
Ancol Jakarta Utara serta rencana Kota Jakarta Utara mereklamasi pantai utara mengancam
terjadinya abrasi yang dapat mencapai lebih dari 20 Ha.
1.2 Permasalahan
Permasalahan umum di Kecamatan Muara Gembong terutama berkaitan dengan
masalah fisik akibat abrasi, kemiskinan, keterbatasan akses dan fasilitas serta adaptasi
masyarakat pesisir. Penelitian ini lebih membahas permasalahan terkait dengan
pengembangan sosial ekonomi di Kecamatan Muara Gembong, diantaranya:
1. Bagaimana pola perencanaan yang tepat untuk wilayah pesisir Kec. Muara Gembong?
2. Bagaimana potensi dan pengembangan sosial masyarakatnya?
3. Bagaimana peluang pengembangan Kecaatan Muara Gembong sebagai salah satu kawasan
wisata alam?
4. Bagaimana peluang pengembangan kegiatan ekonomi melalui pengembangan UMKM
(Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dengan memanfaatkan potensi alam yang ada di
Kecamatan Muara Gembong?
Jumlah penduduk kecamatan Muara gembong adalah 47.014 jiwa yang terdiri atas
23.916 laki laki dan 23,098 perempuan. Lima dari 6 desa di wilayah kecamatan ini memiliki
pantai, semuanya merupakan pantai alami yang mengalami masalah iklim pantai yaitu abrasi
dan sedimentasi. namun pantai terpanjang dimiliki Pantai Bahagia.
Kecamatan Muara Gembong merupakan salah satu wilayah pesisir yang mempunyai
ekosistem estuaria dan ekosistem mangrove untuk mendukung kehidupan masyarakat.
Kedua ekosistem ini mempunyai peran yang sangat penting dalam mendukung kehidupan
Ekosistem estuari merupakan perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas
dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar
(Pickard, 1967). Ekosistem mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang
waktu air laut pasang dan bebas dari genangan pada saat air laut surut, yang komunitas
tumbuhannya toleran terhadap garam (Kusmana et . all., 2005)
Ekosistem mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut
(terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang waktu air laut
pasang dan bebas dari genangan pada saat air laut surut, yang komunitas tumbuhannya
toleran terhadap garam (Kusmana et. all., 2005). Dengan demikian ekosistem mangrove
mempunyai fungsi ekologis dan ekonomi. Fungsi ekologis dari ekosistem mangrove sebagai
pelindung pantai dari abrasi, pengendali banjir, tempat hidup biota laut untuk berlindung,
mencari makan, pemijahan maupun pengasuhan , sebagai sumber makanan bagi spesies yang
ada, penambat zat beracun, penyerap karbon, Disamping itu fungsi ekonomi dari ekosistem
mangrove adalah ekosistem mangrove dapat dimanfaaatkan untuk penghasil bahan obat-
obatan, sebagai penghasil bahan pangan seperti ikan, udang, kerang kepiting, serta sebagai
tempat rekreasi dan wisata. (Sumber : Yulia Asyiawati1, IDENTIFIKASI DAMPAK
PERUBAHAN FUNGSI EKOSISTEM PESISIR TERHADAP LINGKUNGAN DI WILAYAH PESISIR
KECAMATAN MUARAGEMBONG, Jurnal FT Universitas Islam Bandung)
GAMBAR 2.
LOKASI PANTAI BAHAGIA DALAM PETA ADMISTRASI KECAMATAN MUARA GEMBONG
PANTAI
BAHAGIA
Berdasarkan data tahun 2013 jumlah penduduk Kelurahan Pantai Bahagia adalah 7.123
jiwa yang terdiri atas 3.674 laki laki dan 3.445 perempuan. Sebagian besar mata pencaharian
penduduk pada sektor pertanian, yaitu sebesar 1.261 keluarga dari 1.802 keluarga di Desa
Pantai Bahagia. Wilayah Pesisir Kecamatan Muara Gembong dimanfaatkan sebagai
penggunaan campuran, mengakibatkan ketidakteraturan dalam pemanfaatan kawasan
sehingga menimbulkan perubahan fungsi dari ekosistem pesisir yang mengakibatkan
penurunan terhadap kualitas ekosistem dan lingkungan.
Jarak Kecamatan Muara Gembong dari pusat kabupaten Bekasi sekitar 80 kilometer.
Uniknya, jarak ke Jakarta (kawasan Marunda) justru lebih dekat 10 kilometer. Namun, karena
akses jalan yang kurang baik maka rute yang biasa dipilih dari Jakarta menuju ke sana adalah
melalui kota Bekasi via jalan tol Jakarta-Cikampek. Waktu tempuh ke Muara Gembong lewat
perjalanan darat sekitar empat jam, sedangkan apabila menggunakan kapal dari Cilincing
hanya butuh waktu 45 menit sampai 1 jam.
Melihat situasi tersebut, kami memandang perlu untuk meneliti lebih jauh pengaruh
faktor sosial ekonomi masyarakat dengan kerusakan lingkungan di Muara Gembong. Tidak
sekadar merekam jejak kerusakan yang sudah terjadi, penelitian ini juga diharapkan bisa
menghasilkan rekomendasi perencanaan seperti apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi
persoalan di Muara Gembong.
Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan
tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah, baik berdasarkan urusan maupun
berdasarkan jenjang kewilayahan. Keterpaduan dalam sudut pandang keilmuan
mensyaratkan diterapkannya pendekatan interdisiplin ilmu seperti : ekonomi, sosiologi,
teknik, hukum, dan lainnya yang relevan. Sedangkan keterpaduan ekologis dimaknai sebagai
bentuk perhatian terhadap berbagai ekosistem yang tidak bisa dilihat secara parsial di
kawasan pesisir. Jadi, meskipun lokus penelitian kami sebetulnya sangat mikro yakni area
Kampung Beting, Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, dalam analisisnya tetap
akan melihat kerangka yang lebih makro dengan memperhatikan konteks lokal dan region
kawasan. Seperti disampaikan oleh salah satu informan kami, Bapak Misar (34 tahun) bahwa
dampak kerusakan lingkungan semakin terasa sejak kawasan Ancol di pesisir utara Jakarta
terus dilakukan reklamasi.2
Ketersediaan air bersih untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Selama ini warga
mengandalkan tadahan air hujan untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan jika
musim kemarau mereka terpaksa harus membeli air bersih dengan harga Rp.2.000
per jerigen.
1
RokhminDakhuri, dkk., 1996, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu, Jakarta
: PT Pradnya Paramita
2
Wawancara Bapak Misar, 17 Desember 2014
Selain Pemkab Bekasi dan Pemprov Jawa Barat, sebetulnya Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta dan Pemerintah Pusat juga harus ikut memberi perhatian pada kawasan Muara
Gembong. Proyek National Capital IntegratedCoastal Development (NCICD) yang
direncanakan akan dibangun untuk ‘melindungi’ pesisir Jakarta harus ditinjau dampaknya
terhadap wilayah Muara Gembong yang persis akan berada di sebelah timurnya. Jangan
sampai NCICD sukses membendung kenaikan muka air laut di Jakarta tapi justru
menghancurkan kawasan hutan lindung di Muara Gembong. Harus disadari bahwa bencana
tidak bisa dibatasi oleh wilayah administratif. Apabila Muara Gembong sampai rusak akibat
kenaikan muka air laut, dampaknya akan ikut dirasakan Jakarta dan daerah lain secara
langsung dan tidak langsung.
Oleh karena itu perencanaan wilayah Muara Gembong harus dilakukan secara terpadu
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Meski menghadapi sejumlah masalah, kawasan Kampung Beting dan umumnya Muara
Gembong memiliki potensi yang bisa dikembangkan. Hasil temuan di lapangan menunjukkan
warga mulai mengerti cara mengolah mangrove menjadi komoditas makanan (dodol dan
3. Keterkaitan Ekologis
Berbicara kawasan Muara Gembong kita tidak boleh mengesampingkan ekosistem lain,
khususnya makhluk hidup selain manusia. Di sana juga merupakan habitat alami satwa
langka seperti lutung dan burung-burung tertentu. Alangkah lebih baik apabila
pengembangan kawasan ini sekaligus merevitalisasi hutan mangrove yang jumlahnya sudah
semakin berkurang. Pengalaman di masa lalu yaitu beralih fungsinya lahan mangrove
menjadi tambak secara besar-besaran harus dijadikan pelajaran.
3
Informasi dari Bapak Uci, 17 Desember 2014
Seperti kondisi pesisir pada umumnya di Kampung Beting mengalami banjir rob dua
kali dalam sebulan. Kondisi ini terjadi akibat adanya abrasi yang cukup parah di sekitar
pantai Kampung Beting. Abrasi ini terjadi karena semakin berkurangnya area hutan
bakau/mangrove yang telah berubah fungsi menjadi tambak. Menurut hasil penelitian
terdahulu oleh Sodikin (2012), dosen UIN Jakarta, kerusakan mangrove di Desa Pantai
Bahagia yang terjadi pada rentang tahun 2000-2012 berdasarkan hasil overlay citra satelit
landsat 7 ETM+ adalah 55,5%. Serta berdasarkan pedoman penentuan perusakan mangrove
Kepmeneg LH No. 201 tergolong kriteria rusak. Sedangkan kerusakan yang terjadi disetiap
stasiun antara lain, pada stasiun I 30,2%, stasiun II adalah 5,6%, stasiun III adalah 45,7%,
dan stasiun IV adalah 7,3%.
Berdasarkan penuturan warga, usaha tambak yang merubah area mangrove sudah
terjadi sejak puluhan tahun lalu. Dari segi ekonomi, pada awalnya tambak-tambak ini
menghasilkan hasil yang menjanjikan dengan komoditi utama bandeng dan udang. Namun
konversi lahan mangrove menjadi tambak yang terjadi terus menerus mengakibatkan
terjadinya abrasi. Akibatnya lahan tambak yang merupakan usaha perikanan air payau mulai
terendam oleh air laut begitu banjir tiba. Tambak-tambak yang ada pun tidak dapat
dimanfaatkan kembali. Hal ini berpengaruh terhadap sektor perekonomian masyarakat
sekitar.
Pengamatan di dua lokasi Kampung Beting yaitu RT 4 dan RT 5 yang secara fisik
memiliki sedikit perbedaan. Wilayah RT 4 masih terlihat sebagai ekosistem darat,
permukiman berada di tepi muara sungai Citarum memiliki akses jalan lingkungan,
sedangkan RT 5 sudah terlihat ekosistem pantai, tidak memiliki akses jalan darat tetapi harus
melalui sungai.
GAMBAR 3.
KONDISI LINGKUNGAN DI RT 04 DAN JALAN MENUJU PERBATASAN DENGAN RT 05
Masyarakat Kampung Beting sudah menempati wilayah tersebut lebih dari 20 tahun.
Seperti Bapak Wawan (44 th, Ketua RT 5) masuk ke Kampung Beting pada tahun 1992,
keluarga Ibu Fatimah (45th, warga RT 5) masuk pada tahun 1984, bahkan ibu Siti (35 th, istri
ketua RT4) tinggal di Kampung Beting sejak kecil. Sebelum tinggal di Kampung Beting
mereka tinggal di wilayah Kecamatan Muara Gembong, kemudian menempati kawasan pantai
untuk mempermudah mencari ikan dan mendapatkan lahan untuk permukiman.
GAMBAR 4.
ALAT PENANGKAPAN IKAN BERUPA JARING
A. Mata Pencaharian
Kebutuhan air bersih dibedakan menjadi dua diantaranya : (1) Kebutuhan air bersih
untuk MCK (dalam hal ini hanya mandi-cuci karena untuk kakus mereka langsung melakukan
di sungai) dan (2) Kebutuhan air bersih untuk konsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan air
bersih MC masyarakat tepi muara sungai menggunakan air sungai Citarum pada saat air
tawar. Mereka bisa membedakan air dalam keadaan tawar atau asin berdasarkan ciri
fisiknya. Air tawar berwarna kecoklatan sedangkan air asin berwarna kehijauan. Pada saat
air sungai tawar mereka menampung di dalam bak kemudian diendapkan selama 1 hari,
kemudian bisa digunakan untuk mandi dan cuci. Untuk warga yang memiliki sumur pompa
seperti keluarga Bapak Sanin air bersih untuk mandi-cuci langsung dari sumur, tidak
diendapkan atau diproses. Kondisi lebih sulit dialami sebagian besar warga RT 5 yang berada
di tepi pantai. Sedangkan dalam mendapatkan air bersih untuk dikonsumsi masyarakat
kampong Beting menggunakan 2 cara yaitu menampung air hujan membeli air bersih.
Pada musim hujan masyarakat menampung air hujan dengan bak tandon atau untuk
masyarakat yang lebih mampu membuat kolam penampungan, sehingga air bersih tadah
hujan bisa dikonsumsi selama 1 bulan. Untuk membeli air bersih mereka mengandalkan
pedagang air bersih, membeli 2 jerigen tiap 3 hari dengan harga rata rata Rp 3000/jerigen.
Selain mengandalkan pedagang keliling dan warung kelontong, warga Kampung Beting
bisa pergi ke pasar yang terdapat di dekat Kelurahan Pantai Bahagia. Keunikan pasar ini
hanya buka setiap hari selasa sehingga mereka menyebutnya Pasar Selasa.
D. Interaksi Sosial
Masyarakat kampung Beting sudah menempati wilayah tersebut lebih dari 20 tahun.
Hasil wawancara kami pada Bapak Wawan (44th, ketua RT 5/RW2) hubungan sosial antar
warga di dalam wilayah RTnya berlangsung sangat baik karena merasa senasib. Wilayah RT 5
yang berlokasi di tepi pantai ini sangat unik, karena tidak ada jalur darat yang
menghubungkan dengan RT lainnya sehingga akses warga ke lokasi lain harus menggunakan
perahu. Kondisi ini membuat RT 5 terisolir terhadap lingkungan kelurahan Pantai Bahagia
maupun Kecamatan Muara Gembong secara umum.
Bencana yang rutin dialami masyarakat kampung Beting adalah banjir rob yang datang
dua kali dalam satu bulan. Kehadiran banjir rob ini berkaitan dengan saat bulan purnama,
dan masyarakat bisa menandai dengan bertiupnya angin kencang. Banjir rob biasanya
merendam kawasan permukiman di RT 5 dan RT 4 setinggi 30-50cm dan akan surut dalam
12 jam. Selama banjir masyarakat tidak mengungsi, mereka tetap tinggal di rumahnya di atas
bale bale yang dibuat di depan rumah. Kegiatan sosial seperti sekolah dan mencari
ikan/kepiting tetap dilakukan. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan penduduk
bisa diidentifikasi penyebab masalah utama berkaitan dengan sosial ekonomi masyarakat
adalah:
- Ketergantungan terhadap alam dalam memenuhi kebutuhan
- Keterbatasan sarana transportasi
- Keterbatasan pengetahuan untuk pengembangan
Analisis terhadap masalah berdasarkan kondisi eksisting yang ada, potensi dan kendala
dalam pengembangan sektor sosial ekonomi Kampung Beting Desa Pantai Bahagia
Kecamatan Muara Gembong dapat dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT (Strength,
Weakness, Opportunity, Thread). Dengan menggunakan metode analisis SWOT akan
didapatkan potensi yang dapat dikembangkan serta kendala yang harus di hadapi dalam
pengembangan wilayah ini.
A. Strength
Kondisi sosial ekonomi memiliki kekuatan pada kekerabatan yang kuat, dan adaptasi
mereka yang kuat terhadap alam karena sudah tinggal lebih dari 20 tahun. Selain itu
memiliki potensi alam yang bisa dikembangkan seperti pohon mangrove yang buahnya
mulai dibudidayakan untuk membuat dodol dan juice.
B. Weaknesses
C. Opportunity
Kesempatan berkembang dalam aspek sosial masyarakat, terkait potensi alam pantai
seperti kekuatan angin dan kekayaaan hayati.
D. Thread
Ancaman yang ada di lokasi ini adalah munculnya banjir rob yang tidak dapat
diprediksi. Berdasarkan penuturan warga, banjir muncul secara perlahan dan dapat
bertahan hingga 12 jam. Ancaman lain adalah penangkapan ikan yang merusak
lingkungan sehingga mengurangi wilayah dan jumlah tangkapan nelayan tradisional.
Perencanaan pesisir terpadu telah dibahas dalam bab terdahulu, di dalam bab ini
perencanaan lebih menekankan pengembangan sosial masyarakat yang mungkin dilakukan
di Kampung Beting Kelurahan Pantai Bahagia secara khusus dan Kecamatan Muara Gembong
secara umum. Dalam perencanaan pengembangan sosial ekonomi kampung Beting
memerlukan berbagai disiplin ilmu, seperti disiplin teknik, sosial dan pemerintahan untuk
mengkaji pengembangan potensi alam menjadi energi, perbaikan infrastruktur,
pengembangan organisasi kemasyarakatan, dan kesehatan masyarakat. Hal ini perlu
dilakukan agar pembangunan bisa bermanfaat untuk seluruh lapisan masyarakat.
Pengembangan pengadaan air bersih bisa dengan pembuatan pengolahan air sederhana
dengan tangki pengendapan dan tawas agar kualitas air lebih baik, kemungkinan akan
mengurangi penyakit gatal gatal akibat kualitas air kurang memenuhi syarat.
c) Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak
dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari
kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal
atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai
buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang
minim. Mereka membutuhkan modal kerja dan modal investasi
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Muara Gembong bisa dilakukan dengan dua pendekatan,
yaitu:
(a) Kelembagaan.
Untuk memperkuat posisi tawar masyarakat, mereka haruslah terhimpun dalam suatu
kelembagaan yang kokoh, sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat
disalurkan secara baik. Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung
(intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain itu kelembagaan ini juga dapat
menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran dana produktif diantara
kelompok lainnya.
Di Kelurahan Pantai Bahagia terdapat 2 pantai yaitu Pantai Muara Beting dan Pantai
Muara Bendera. Pantai Muara Beting. Pantai yang terletak di Desa Pantai Bahagia ini
merupakan destinasi rekreasi keluarga favorit di Bekasi. Objek wisata tersebut sudah
dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas untuk memudahkan pengunjung misalnya
kamar ganti, tempat parkir, hingga rumah makan. Di sini pengunjung juga dapat menemukan
hutan bakau yang luas. Tanaman yang juga disebut mangrove itu tumbuh di lahan seluas 70
hektar.
Di Desa Pantai Bahagia juga terdapat Pantai Muara Bendera. Salah satu tempat tujuan
wisata di Kecamatan Muara Gembong ini menawarkan pemandangan laut lengkap dengan
satwa-satwanya. Pantai itu merupakan tempat singgah burung-burung laut yang bermigrasi
dari Laut Cina Selatan dan Samudra Pasifik. Pemandangan tersebut dapat disaksikan antara
bulan September hingga Februari. Di tempat ini bisa dijumpai lutung hitam yang langka serta
buaya rawa.
Wilayah Kampung Beting memiliki daerah pantai yang terletak di RT.05 RW 02.
Kondisi Pantai Beting ini masih alami karena masih jarang pengunjung yang datang untuk
berwisata. Aktivitas manusia yang cukup sering di lokasi ini hanya aktivitas penduduk sekitar
yang tinggal di dekat pantai. Selain penduduk sekitar, kunjungan yang sering dilakukan ke
pantai ini dilakukan oleh komunitas-komunitas pecinta lingkungan yang memiliki misi untuk
menyelamatkan Kecamatan Muara Gembong secara umum dari bahaya abrasi yang terjadi
dengan melakukan penanaman mangrove. Di sekitar pantai terdapat pula habitat lutung jawa
yang hampir punah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua RT.005, Bp Wawan selain
lutung jawa di Kampung Beting juga terdapat kera yang habitatnya berada di dekat
permukiman penduduk. Namun sampai sejauh ini belum ada laporan dari warga yang
mengalami kerugian akibat adanya habitat binatang-binatang ini.
Berdasarkan data BPS dalam laporan Muara Gembong dalam Angka 2014, sektor
Pariwisata bukan merupakan salah satu komponen utama dalam PDRB Kecamatan Muara
Gembong. Selain itu, laporan tersebut juga menuliskan bahwa di Desa Pantai Bahagia tidak
terdapat fasilitas penunjang pariwisata seperti rumah makan dan penginapan. Data-data ini
menunjukkan sektor pariwisata di Kampung Beting, Desa Bahagia- Kecamatan Muara
Gembong belum dikembangkan sebagai salah satu sektor yang dapat meningkatkan tingkat
perekonomian masyarakat.
Berdasarkan kondisi eksisting yang ada, potensi dan kendala dalam pengembangan
sektor sosial ekonomi Kampung Beting Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muara Gembong
dapat dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity,
Thread). Dengan menggunakan metode analisis SWOT akan didapatkan potensi yang dapat
dikembangkan serta kendala yang harus di hadapi dalam pengembangan wilayah ini.
A. Strength
Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muara Gembong merupakan salah satu desa di
Kabupaten Bekasi yang memiliki area hutan bakau. Kondisi ini membuat lingkungan di
sekitarnya masih alami. Selain itu, di lokasi ini terdapat sarana transportasi sungai dengan
menggunakan perahu yang disediakan warga setempat. Transportasi sungai ini sebagai
alternatif transportasi darat. Untuk berkunjung ke Pantai Beting hanya dapat menggunakan
transportasi sungai karena terputusnya jalan darat.
B. Weaknesses
Kampung Beting Desa Pantai Bahagia sering mengalami banjir akibat abrasi yang
terjadi. Abrasi ini diakibatkan oleh adanya konversi lahan bakau (mangrove) menjadi area
tambak. Area tambak yang ada sekarang pun menjadi tidak produktif karena air payau dari
tambak tercampur air laut yang datang pada saat banjir rob. Akibatnya konversi lahan bakau
menjadi tambak pun tidak memberikan dampak yang menguntungkan bagi masyarakat
sekitar. Kekurangan lain yang ada antara lain akses yang kurang memadai ke lokasi ini.
Lokasi kampung beting Desa Pantai Bahagia hanya dapat dikunjungi dengan menggunakan
perahu dan jalan darat menggunakan sepeda motor. Jalan darat yang ada pun terputus di
C. Opportunity
Kampung Beting memiliki kelebihan yang dapat dijadikan potensi wisata yaitu pantai
beting yang terletak di RT.005 RW02 Pantai ini dapat menjadi salah satu kawasan wisata
pantai yang menarik wisatawan, karena lokasinya masih asri dan dekat dengan habitat
lutung jawa yang menambah kesan alami dari lokasi ini.
D. Thread
Ancaman yang ada di lokasi ini adalah munculnya banjir rob yang tidak dapat
diprediksi. Berdasarkan penuturan warga, banjir muncul secara perlahan dan dapat bertahan
hingga 12 jam.
Secara umum, berdasarkan hasil analisis SWOT diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa banjir yang sering terjadi di Kampung Beting Desa Bahagia Kecamatan Muara
Gembong diakibatkan oleh abrasi akibat penebangan hutan bakau. Siklus rob yang sering
terjadi di lokasi ini membuat aktivitas warga terhenti akibat banjir yang menggenangi rumah
mereka. Melihat kondisi ini, perlu dilakukan konservasi hutan bakau dengan melakukan
penanaman kembali bibit bakau. Hal ini untuk merehabilitasi lingkungan ini pada masa yang
akan datang. Konservasi hutan bakau sudah di prakarsai oleh sejumlah komunitas pecinta
lingkungan yang sering mengadakan kegiatan penanaman bakau. Hal ini dapat menjadi suatu
potensi wisata yang menarik para pecinta lingkungan untuk ikut serta dalam pelestarian
hutan bakau di Kampung Beting Kecamatan Muara Gembong.
Ekowisata adalah salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan
mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi
masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan. (sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekowisata). Dengan mengembangkan konsep ekowisata,
1. Lingkungan; ekowisata bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang belum tercemar.
3. Perencanaan fisik suatu daerah untuk tujuan pariwisata haruslah didasarkan atas
penelitian yang sesuai dengan lingkungan alam sekitar dengan memperhatikan
faktor geografi yang lebih luas dan tidak meninjau dari segi administrasi saja.
Pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa petugas pemberdayaan masyarakat tahu apa
yang dibutuhkan dan apa yang baik bagi masyarakat. Dalam pendekatan ini peran
masyarakat tidak dominan. Pendekatan ini diterapkan pada masyarakat yang relatif belum
berkembang.
Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat telah mengetahui apa yang
mereka butuhkan dan apa yang baik untuk mereka. Tujuannya adalah agar masyarakat
memperoleh pengalaman belajar untuk mengembangkan dirinya melalui pemikiran dan
tindakan yang dirumuskan oleh mereka sendiri.
Pendekatan yang dapat dilakukan di Kampung Beting Desa Pantai Bahagia adalah
pendekatan partisipatif. Pendekatan ini memungkinkan untuk dilaksanakan berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan bahwa masyarakat Kampung Beting memiliki potensi untuk
mengembangkan diri mereka sendiri. Yang dibutuhkan untuk pemberdayaan ini adalah
petugas pemberdayaan masyarakat yang bersifat membimbing mereka dalam merumuskan
pemikiran mereka. Pemberdayaan masyarakat dalam pariwisata antara lain dalam
penyediaan jasa tour guide bagi para wisatawan. Para tour guide ini minimal harus dibekali
pengetahuan yang baik tentang lokasi wisata dan juga pengetahuan tentang lingkungan.
Kemampuan lain yang perlu dimiliki oelh seorang tour guide adalah penguasaan bahasa
asing. Hal ini untuk mengantisipasi apabila ada kunjungan dari wisatawan mancanegara.
Objek wisata yang dapat menjadi daya tarik di Kampung Beting adalah adanya area
hutan bakau/mangrove yang menjadi lokasi penanaman mangrove bagi pengunjung. Pantai
Beting yang terletak di dekat area hutan bakau di RT.005 merupakan salah satu potensi yang
dapat dikembangkan. Kondisi yang masih alami serta adanya habitat lutung jawa di
sekitarnya menjadi salah satu potensi yang dapat menarik minat wisatawan untuk
berkunjung ke lokasi wisata.
Selain itu adanya sungai besar dengan transportasi perahu menjadi daya tarik
tersendiri bagi pengunjung. Dari segi accessibility, selain menggunakan perahu Kampung
Beting dapat dituju dengan menggunakan sepeda motor. Namun kondisi jalan yang sempit
dan terputus di jalan menuju Pantai Beting menjadi salah satu kendala yang ada. Kendala ini
perlu diperbaiki untuk meningkatkan akses pengunjung ke lokasi wisata. Pembuatan jalan
yang terputus akibat adanya tambak menjadi salah satu solusi untuk transportasi darat
menuju ke Pantai Beting. Lebar jalan yang kurang memadai juga harus diperlebar setidaknya
untuk dapat dilalui 2 sepeda motor secara lengang dan permukaan jalan yang diperhalus.
1. Industri kecil-mikro yang mempunyai kaitan erat dengan industri menengah dan
industri besar:
2. Industri yang berdiri sendiri, yaitu industri yang langsung menghasilkan barang-
barang untuk konsumen. Industri ini tidak mempunyai kaitan dengan industri lain.
Menurut Biro Pusat Statistik, besar kecilnya industri dapat ditentukan atas dasar
kriteria jumlah tenaga kerja. Kriteria usaha/industri berdasarkan pemakaian jumlah tenaga
kerja adalah sebagai berikut:
1. Usaha/Industri besar adalah industri yang mempergunakan tenaga kerja 100 orang
atau lebih.
2. Usaha/Industri sedang adalah industri yang mempekerjakan tenaga kerja antara 20-99
orang.
3. Usaha/Industri kecil adalah industri yang mempergunakan tenaga kerja 5-19 orang.
Hutan Manggrove selain berfungsi sebagai pencegah abrasi di kawasan pesisir, namun
juga bernilai ekonomi. Karakteristik hutan mangrove yang dapat dilestarikan melalui
penanaman kembali sangat memungkinkan bagi masyarakat untuk memanfaatkan hutan
mangrove untuk dikembangkan menjadi barang yang lebih bernilai sehingga dapat
membantu perekonomian bagi keluarga yang tinggal di kawasan pesisir. Hal tersebut seperti
yang sedang diusahakan oleh masyarakat di Kampung Benting, Desa Pantai Bahagia –
Kecamatan Muara Gembong.
Ide untuk memanfaatkan bagian dari pohon Manggrove seperti buah dan daunnya,
didapatkan oleh Ibu Siti (35 Tahun) dari pelatihan yang diadakan oleh GNI (Gerakan Nasional
Indonesia) pada tahun awal tahun 2014 di Kantor Kepala Desa. Menurut hasil wawancara
dengan Ibu Siti (35 Tahun), pelatihan yang didapatkan dari kelompok GNI yaitu pembuatan
dodol dari buah mangrove dan keripik dari daun mangrove yang masih muda. Hasil pelatihan
pemanfaatan mangrove menjadi makanan kecil tersebut kemudian disebarkan oleh Ibu Siti
(40 Tahun) kepada ibu-ibu yang tinggal di sekitar rumahnya. Usaha pembuatan makanan
Bahan baku berupa buah dan daun mangrove yang tersedia gratis di Kampung Benting
membuat biaya operasional dari pembuatan dodol dan keripik mangrove menjadi tidak
begitu besar. Dodol buah mangrove hanya membutuhkan gula merah, gula pasir dan sari dari
buah mangrove yang diolah menjadi tepung mangrove terlebih dahulu. Namun perlu
ketelitian khusus dalam mengolah buah mangrove menjadi tepung mangrove dikarenakan
buah mangrove memiliki tannin yaitu racun yang dapat menjadikan makanan menjadi pahit.
Dodol mangrove yang dihasilkan oleh Ibu Siti (35 Tahun) dan Ibu-Ibu di Kampung
Benting dikemas dengan menggunakan kemasan plastik yang diisi masing-masing 5
potongan panjang dodol berukuran sekitar 8 cm dan dijual seharga Rp. 5000,- untuk setiap
kemasannya. Sebelum mengembangkan usaha makanan dari mangrove, Ibu Siti (35 Tahun)
dan Ibu-Ibu di Kampung Benting pernah bekerja sebagai buruh tambak pada saat usaha
tambak belum terkena abrasi, namun pada saat sebagian besar tambak terkena abrasi,
kegiatan dari ibu-ibu di Kampung Benting hanya sebagai ibu rumah tangga atau membuka
warung untuk menambah penghasilan rumah tangga. Pendapatan dari hasil penjualan dodol
dan kripik dari mangrove menurut Ibu Siti (35 Tahun) lumayan besar hanya pada saat ada
kunjungan ke Kampung Benting. Banyak pengunjung yang memesan dodol dan kripik
mangrove dalam jumlah banyak sebagai oleh-oleh ke tempat asalnya.
GAMBAR 7.
HASIL PRODUKSI DODOL MANGROVE KAMPUNG BETING
Ditinjau dari jumlah tenaga kerjanya yang kurang dari 5 orang, usaha pembuatan
makanan berbahan baku mangrove yang mulai dikembangkan oleh Ibu Siti (35 Tahun) masih
termasuk usaha mikro.
4.3.3 Analisa Pengembangan Usaha Mikro Makanan Berbahan Baku Mangrove Oleh
Masyarakat Kampung Beting
Hutan mangrove merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang banyak
ditemukan di kawasan pesisir yang memiliki fungsi menahan abrasi air laut. Gunarto dalam
Sumarno (2014) menyebutkan bahwa “ekosistem hutan mangrove merupakan
sumberdaya yang dapat dipulihkan yang mempunyai manfaat ganda, yaitu manfaat bio-
ekologis dan sosio-ekonomis. Manfaat bio-ekologis dari ekosistem hutan mangrove
merupakan output yang berkaitan dengan fungsi lingkungan dan habitat berbagai jenis
fauna. Sedangkan manfaat sosio-ekonomis ekosistem hutan mangrove merupakan output yang
berkaitan langsung terhadap aktivitas ekonomi masyarakat dalam pemanfaatannya”
Pada awalnya hutan mangrove hanya dibiarkan hidup karena dianggap tidak memiliki
manfaat, sehingga keberadaannya terabaikan. Penduduk sekitar kawasan tersebut hanya
memanfaatkan hutan mangrove untuk diambil kayunya sebagai bahan bakar, serta menjaring
beberapa fauna seperti ikan dan udang yang ada di sekitar kawasan mangrove. Bahkan hutan
mangrove seringkali ditebang untuk kepentingan pembukaan lahan seperti pembangunan
pelabuhan, usaha tambak dan tujuan pengembangan kegiatan pariwisata. Semakin banyak
pembangunan yang terjadi dan tidak diimbangi dengan penanaman kembali menyebabkan
timbulnya masalah lingkungan di kawasan pesisir seperti abrasi dan banjir ROB.
Hutan mangrove ternyata tidak hanya berfungsi biologis, namun memiliki nilai
ekonomi yang lebih tinggi jika dapat diolah dengan bijaksana. Bagian dari pohon mangrove
seperti buah dan daunnya dapat diolah menjadi makanan kecil. Ide kreatif pengolahan
makanan kecil berbahan baku buah mangrove dan daunnya telah banyak dikembangkan oleh
masyarakat di kawasan pesisir, salah satu contohnya di Jepara. Berdasarkan tulisan di salah
satu blog online menyebutkan bahwa masyarakat pesisir di daerah Teluk Awur Jepara telah
berhasil memproduksi makanan kecil berupa dodol, jenang, syrup dan krupuk yang berbahan
baku dari mangrove. Kisah sukses dari beberapa masyarakat pesisir didaerah lainnya yang
berhasil mengolah mangrove menjadi makanan kecil tersebut juga menginspirasi satu
kelompok sosial yaitu GNI untuk mengembangkan di masyarakat pesisir kampung Benting.
Usaha mikro pengolahan mangrove di Kampung Benting yang dilakukan oleh ibu-ibu
yang dipimpin oleh Ibu Siti (35 Tahun) berupa dodol dan krupuk mangrove perlu mendapat
perhatian khusus dari pemerintah atau lembaga yang berwenang mengingat bahan baku
UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dapat dikembangkan melalui strategi 5P
yaitu, yaitu Product, Price, Place, Promotion, dan People. Berikut analisis 5P yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan usaha mikro makanan kecil dari Mangrove di Kampung
Benting, yaitu:
1. Product (Produk)
Secara teori, produk harus dibuat secara inovatif, kreatif dan menarik. Jenis produk
yang dihasilkan dari pengolahan mangrove oleh masyarakat Kampung Benting yaitu dodol
dan krupuk mangrove termasuk produk inovatif dan kreatif. Pemanfaatan buah mangrove
dan daun mangrove menjadi makanan jadi merupakan bentuk kreatifitas yang unik yang
memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia oleh alam. Selain itu, makanan yang dihasilkan
tidak mengandung zat kimia seperti halnya makanan yang di produksi massal dari
perusahaan besar. Oleh karena itu, ditinjau dari sisi produk, peluang usaha mikro pengolahan
mangrove menjadi dodol dan krupuk yang dikembangkan oleh masyarakat Kampung Benting
cukup besar.
2. Price (Harga)
Penentuan harga jual suatu produk sangat bergantung pada biaya produksi yang
dikeluarkan, biasanya biaya yang paling utama dalam UMKM ialah biaya modal dan biaya
operasional. Biaya permodalan meliputi lembaga atau pihak keuangan yang memberi fasilitas
kredit bagi usaha. Sedangkan biaya operasional mencakup gaji karyawan, biaya bahan baku,
dan biaya produksi. Harga jual akan semakin tinggi apabila kedua biaya tersebut mencapai
nominal yang tinggi.
Usaha makanan kecil dari mangrove yang dikembangkan oleh Masyarakat Kampung
Benting masih tergolong mikro yang memanfaatkan bahan baku secara gratis didapatkan
dari lingkungan permukiman. Kapasitas produksi yang dihasilkan masih sedikit dikarenakan
pembelinya tidak begitu banyak. Belum adanya fasilitas kredit dengan bunga murah yang
ditawarkan lembaga keuangan atau lembaga sosial lainnya. Modal yang dimiliki dari usaha
makanan kecil dari mangrove yang dikembangkan oleh masyarakat Kampung Benting sangat
terbatas sehingga produksi sedikit dan area pemasaran terbatas.
3. Place (Lokasi)
Secara teori, lokasi UMKM sangat menentukan minat pasar. Pemilihan lokasi yang
strategis dan ideal, UMKM akan lebih cepat dikenal publik dan akses pasar lebih mudah.
Ditinjau dari sisi lokasi, letak Kampung Benting yang cukup jauh dari pasar dan ibukota
kecamatan merupakan masalah yang penting dialami masyarakat untuk mengembangkan
UMKM. Permasalahan tersebut ditambah dengan akses menuju Kampung Benting yang hanya
bisa dilalui oleh kendaraan bermotor dan perahu dengan menggunakan jalur sungai sangat
4. Promotion (Promosi)
Usaha promosi hasil produk UMKM saat ini dapat dilakukan melalui media online dan
situs jejaring sosial. Sampai dengan saat ini, usaha promosi yang dilakukan oleh masyarakat
Kampung Benting untuk memasarkan produknya belum dilakukan, bahkan label nama belum
dibuat dan ditempelkan di produk yang dijual. Label nama produk cukup penting untuk
memberikan keterangan mengenai kondisi produk, tanggal kadaluarsa, pembuat produk dan
sebagai sarana promosi yang efektif. Pembinaan dalam pembuatan label produk dan promosi
masih sangat diperlukan untuk meningkatkan pemasaran dari produk yang dihasilkan oleh
masyarakat Kampung Benting. Gambar berikut merupakan salah satu contoh bentuk label
produk yang dapat digunakan untuk produk dodol mangrove masyarakat pesisir Kampung
Benting.
GAMBAR 8.
CONTOH PELABELAN
5. People (Orang)
Secara teori, pelibatan orang-orang yang tepat dalam pengembangan UMKM menjadi
sangat penting. Usaha mikro pembuatan dodol dan krupuk mangrove yang dikembangkan
oleh masyarakat Kampung Benting masih tergolong usaha rumah tangga yang melibatkan
ibu-ibu dari keluarga di permukiman pesisir. Ditinjau dari tingkat pendidikan termasuk
rendah, namun bukan berarti tidak dapat dibina untuk mengembangkan usaha makanan
kecil dari mangrove yaitu dodol dan krupuk mangrove. Tenaga kerja yang banyak tersedia di
Kampung Benting yaitu ibu-ibu rumah tangga merupakan potensi untuk mengembangkan
usaha mikro makanan kecil dari mangrove dikarenakan tidak membutuhkan biaya
operasional yang mahal untuk membayar gaji karyawan.
Sebagaimana wilayah pesisir lainnya, Kecamatan Muara Gembong memiliki potensi dan
masalah yang mempengaruhi perkembangan wilayah dan masyarakatnya. Selain sangat
rentan terhadap ancaman perubahan iklim, masalah abrasi yang bahkan telah menjadi
masalah rutin yang dialami oleh masyarakat akibat semakin menipisnya ketersediaan
mangrove akibat peralihan menjadi tambak ikan yang telah berlangsung sejak sekitar tahun
2007-an. Namun meskipun bencana banjir ROB melanda secara rutin di beberapa wilayah
Kecamatan Muara Gembong seperti salah satu kampung yang bernama Kampung Beting di
Kelurahan Pantai Bahagia, tidak membuat masyarakat meninggalkan daerah tersebut.
Masyarakat di Kampung Beting tetap bertahan untuk menempati daerah rawan banjir ROB
dengan alasan tidak memiliki alternatif daerah lainnya untuk ditempati dan dikarenakan
Kampung Beting telah mereka tempati sejak turun temurun. Berdasarkan hal tersebut, dapat
disimpulkan bahwa ditinjau dari kehidupan sosial masyarakatnya menurut persepsi
masyarakat disana bahwa tidak ada masalah, namun berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan tentang “Analisis Pengembangan Potensi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Pesisir”
yang ada di Kampung Beting, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk
meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat Kampung Beting, diantaranya :
1. Ditinjau dari kondisi umum wilayah Kampung Beting, diketahui bahwa masalah
lingkungan yang terdapat di Kampung Beting, diantaranya (a) Minimnya infrastruktur,
khususnya jalan dan jembatan sebagai akses untuk transportasi darat; (b) Ketersediaan
air bersih untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Selama ini warga mengandalkan
tadahan air hujan untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan jika musim kemarau
mereka terpaksa harus membeli air bersih dengan harga Rp.2.000 per jerigen; (c)
Infrastruktur pendidikan sangat terbatas. Hanya ada SD dan MI (Madrasah Ibtidaiyah) di
Kampung Beting. Sedangkan SMP dan SMA letaknya jauh dan harus menggunakan
perahu; (d) Keterbatasan alternatif mata pencaharian bagi warga, terutama setelah
rusaknya tambak karena abrasi dan (e) Terjadinya banjir di saat musim penghujan.
(i) Kerja Sama Sektoral, dalam konteks permasalahan abrasi di Desa Pantai Bahagia,
Kecamatan Muara Gemn bong, kerja sama mutlak harus dilakukan antar semua
instansi di level pemerintahan lokal (desa, kecamatan, kabupaten), pemerintahan
daerah sekitar di satu provinsi (kota Bekasi, kabupaten Karawang), pemerintahan
daerah lintas provinsi (DKI Jakarta). Mengenai pola dan bentuk kerjasamanya bisa
didiskusikan bersama. Pemerintah pusat juga bisa melakukan intervensi melalui
kementerian-kementerian sesuai tugas dan kewenangannya untuk turut membantu
daerah;
4
Informasi dari Bapak Uci, 17 Desember 2014
(iii) Keterkaitan Ekologis, Jika membahas kawasan Muara Gembong kita tidak boleh
mengesampingkan ekosistem lain, khususnya makhluk hidup selain manusia. Di
sana juga merupakan habitat alami satwa langka seperti lutung dan burung-burung
tertentu. Alangkah lebih baik apabila pengembangan kawasan ini sekaligus
merevitalisasi hutan mangrove yang jumlahnya sudah semakin berkurang.
Pengalaman di masa lalu yaitu beralih fungsinya lahan mangrove menjadi tambak
secara besar-besaran harus dijadikan pelajaran.