Anda di halaman 1dari 32

1.

1 Latar Belakang
Negara Republik Indonesia sebagai Negara kepulauan yang 70% wilayahnya
merupakan lautan menunjukan bahwa Negara Indonesia memiliki sumber daya laut dan
pesisir dan kekayaan alam potensial, khususnya sumber daya alam hayati; seperti perikanan,
terumbu karang, dan hutan mangrove, bahkan terdapat pula sumber daya mineral berupa
barang tambang seperti minyak, gas dan lain-lain. Keberadaan masyarakat pesisir yang
berprofesi sebagian besar sebagai nelayan dengan kearifan lokalnya juga termasuk potensi
yang dimiliki oleh beberapa wilayah pesisir di Indonesia.

Kecamatan Muara Gembong merupakan salah satu bagian dari wilayah pesisir
Kabupaten Bekasi yang terletak di antara Jakarta Utara dan Kabupaten Karawang. Daerah
pesisir Kecamatan Muara Gembong yang sebagian besar diperuntukan sebagai daerah
konservasi alam, saat ini mendapatkan ancaman rencana reklamasi yang dilakukan oleh
pemerintah. Agenda reklamasi laut dibagian barat dan pembangunan apartemen di kawasan
Ancol Jakarta Utara serta rencana Kota Jakarta Utara mereklamasi pantai utara mengancam
terjadinya abrasi yang dapat mencapai lebih dari 20 Ha.

Pengembangan kawasan industri daerah Bekasi selatan yang menghasilkan limbah


yang mengalir ke Utara Bekasi mengancam kelestarian lingkungan di Kecamatan Muara
Gembong yang berpotensi menghancurkan infrastruktur tanah dan air, selain semakin
banyaknya kerusakan tambak-tambak udang. Hal tersebut merupakan gambaran umum
mengenai kondisi Kecamatan Muara Gembong yang mendapatkan dampak buruk dari
pengembangan wilayah disekitarnya. Oleh karena itu, untuk menghindari dampak buruk
yang lebih besar selayaknya Kecamatan Muara Gembong mendapatkan penanganan khusus
agar dapat berkembang seperti wilayah sekitarnya.

Menurut informasi Bapak H Engkar, sekretaris camat Kecamatan Muara Gembong,


mata pencaharian penduduk di Wilayah Pesisir Kecamatan Muara Gembong mayoritas
sebagai petani tambak dan nelayan (49,85% dari jumlah penduduk). Mata pencaharian lain
yang diusahakan oleh penduduk untuk memenuhi kehidupan sebagai petani, pedagang,
buruh industri, jasa angkutan, karyawan/pensiunan, serta wiraswasta. Produksi kegiatan
perikanan yang diusahakan oleh masyarakat berupa ikan belanak, bandeng, udang, kerang
hijau dan jenis komoditi perikanan budidaya yang lainnya.

Disamping kegiatan perikanan, kegiatan ekonomi yang dikembangkan oleh masyarakat


Wilayah Pesisisr Muara Gembong sebagai penyedia jasa transportasi. Transportasi yang ada
di Kecamatan Muara Gembong lebih terfokus kepada transportasi laut dan sungai karena
transportasi darat tidak mendukung kegiatan penduduk yang ada di Kecamatan Muara
Gembong. Kondisi jaringan jalan yang terbatas menjadi kendala transportasi darat sehingga
banyak masyarakat sekitar yang lebih memilih transportasi laut atau sungai untuk mencapai

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 1


tempat lainnya di pusat ibukota kecamatan. Kondisi sungai yang cukup lebar, dengan lebar
rata-rata antara 30-80 meter dan arus yang lemah serta kedalaman rata-rata sungai 3 meter
menyebabkan sungai - sungai di Kecamtan Muara Gembong menjadi prasarana transportasi
utama bagi penduduknya. Selain eretan juga terdapat perahu yang melayani masyarakat
sekitar sebagai transportasi umum dari Muara Tawar Cilincing ke Muaragembong.

Pengembangan wilayah dan masyarakat di Kecamatan Muara Gembong sangat penting


dilakukan melalui peningkatan dan pengembangan kegiatan sosial ekonomi yang
berkembang di masyarakat yang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas
hidup masyarakat di Kecamatan Muara Gembong.

1.2 Permasalahan
Permasalahan umum di Kecamatan Muara Gembong terutama berkaitan dengan
masalah fisik akibat abrasi, kemiskinan, keterbatasan akses dan fasilitas serta adaptasi
masyarakat pesisir. Penelitian ini lebih membahas permasalahan terkait dengan
pengembangan sosial ekonomi di Kecamatan Muara Gembong, diantaranya:

1. Bagaimana pola perencanaan yang tepat untuk wilayah pesisir Kec. Muara Gembong?
2. Bagaimana potensi dan pengembangan sosial masyarakatnya?
3. Bagaimana peluang pengembangan Kecaatan Muara Gembong sebagai salah satu kawasan
wisata alam?
4. Bagaimana peluang pengembangan kegiatan ekonomi melalui pengembangan UMKM
(Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dengan memanfaatkan potensi alam yang ada di
Kecamatan Muara Gembong?

1.3 Metode Penelitian


Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik
pengumpulan data dan informasi primer melalui wawancara kepada beberapa narasumber
seperti Bapak Sekretaris Camat, Bapak H Engkar, beberapa orang penduduk dan pengurus RT
4 dan RT 5 Kampung Beting Kelurahan Pantai Bahagia. Sedangkan data sekunder diperoleh
melalui kajian literatur terkait seperti data BPS dan penelitian terdahulu. Teknik analisis
yang digunakan menggunakan alat analisi SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity,
Threatment) dan analisis deskriptif kualitatif untuk mendapatkan gambaran potensi, kendala
dan pemecahannya.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini terbatas pada pembahasan mengenai konstelasi wilayah Kecamatan
Muara Gembong terhadap daerah sekitarnya dan pembahasan mengenai potensi, kendala
dan solusi pengembangan sosial ekonomi masyarakat di Kampung Benting, Desa Pantai
Bahagia Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 2


2.1 Pengertian Masyarakat Pesisir
Pesisir menurut (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001) dapat diartikan sebagai daerah
pertemuan antara darat dan laut. ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun
terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang terletak antara wilayah
daratan dan wilayah lautan, yang menyediakan sumberdaya alam untuk memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat. Wilayah pesisir mempunyai fungsi sebagai penyedia
sumberdaya alam, penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, penyedia jasa kenyamanan dan
sebagai penerima limbah dari aktivitas pembangunan yang terdapat di lahan atas (lahan
daratan) seperti kegiatan permukiman aktivitas perdagangan, perikanan dan kegiatan
industri. Sumberdaya alam yang terdapat di wilayah pesisir adalah ekosistem estuaria,
ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun dan ekosistem
pulau-pulau kecil; yang mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis untuk keberlanjutan dari
wilayah pesisir di masa yang akan datang

Pengertian masyarakat secara umum menurut HAROLD J. LASKI merupakan suatu


kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai keinginan-keinginan
mereka bersama. Berdasarkan hal tersebut, masyarakat pesisir bisa diartikan sebagai
sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk
dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada
pemanfaatan sumber daya pesisir (Satria, 2004).

2.2 Kecamatan Muara Gembong


Muara Gembong adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Bekasi yang letaknya
berada di pesisir utara Pulau Jawa. Dengan luas mencapai 14.009 ha (data Kecamatan tahun
2014) Muara Gembong menjadi kecamatan dengan luas wilayah terbesar di Kabupaten
Bekasi. Secara administrasi, Kecamatan Muara Gembong terdiri dari enam desa yaitu : Desa
Pantai Sederhana, Desa Pantai Bahagia, Desa Pantai Mekar, Desa Pantai Bakti, Desa Pantai
Harapan Jaya dan Desa Jayasakti. Dua desa yaitu Desa Pantai Sederhana dan Desa Pantai
Bahagia terletak di muara Sungai Citarum yang juga merupakan sisi timur dari Teluk Jakarta

Jumlah penduduk kecamatan Muara gembong adalah 47.014 jiwa yang terdiri atas
23.916 laki laki dan 23,098 perempuan. Lima dari 6 desa di wilayah kecamatan ini memiliki
pantai, semuanya merupakan pantai alami yang mengalami masalah iklim pantai yaitu abrasi
dan sedimentasi. namun pantai terpanjang dimiliki Pantai Bahagia.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 3


GAMBAR 1
PETA WILAYAH KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI

Kecamatan Muara Gembong merupakan salah satu wilayah pesisir yang mempunyai
ekosistem estuaria dan ekosistem mangrove untuk mendukung kehidupan masyarakat.
Kedua ekosistem ini mempunyai peran yang sangat penting dalam mendukung kehidupan

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 4


masyarakat di Wilayah Pesisir Muaragembong, disamping itu juga kedua ekosistem
mempunyai fungsi ekologis dalam menjaga keseimbangan lingkungan wilayah pesisir.

Ekosistem estuari merupakan perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas
dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar
(Pickard, 1967). Ekosistem mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang
waktu air laut pasang dan bebas dari genangan pada saat air laut surut, yang komunitas
tumbuhannya toleran terhadap garam (Kusmana et . all., 2005)

Ekosistem estuaria memiliki manfaat ekonomi sebagai tempat permukiman, sebagai


tempat pengembangan kegiatan perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Manfaat
ekologis ekosistem estuaria adalah sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut
lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan
yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan
(feeding ground) dan sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar
(nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang. sebagai sumner zat hara.

Ekosistem mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut
(terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang waktu air laut
pasang dan bebas dari genangan pada saat air laut surut, yang komunitas tumbuhannya
toleran terhadap garam (Kusmana et. all., 2005). Dengan demikian ekosistem mangrove
mempunyai fungsi ekologis dan ekonomi. Fungsi ekologis dari ekosistem mangrove sebagai
pelindung pantai dari abrasi, pengendali banjir, tempat hidup biota laut untuk berlindung,
mencari makan, pemijahan maupun pengasuhan , sebagai sumber makanan bagi spesies yang
ada, penambat zat beracun, penyerap karbon, Disamping itu fungsi ekonomi dari ekosistem
mangrove adalah ekosistem mangrove dapat dimanfaaatkan untuk penghasil bahan obat-
obatan, sebagai penghasil bahan pangan seperti ikan, udang, kerang kepiting, serta sebagai
tempat rekreasi dan wisata. (Sumber : Yulia Asyiawati1, IDENTIFIKASI DAMPAK
PERUBAHAN FUNGSI EKOSISTEM PESISIR TERHADAP LINGKUNGAN DI WILAYAH PESISIR
KECAMATAN MUARAGEMBONG, Jurnal FT Universitas Islam Bandung)

Pola penggunaan lahan di Wiayah pesisir Muaragembong pada umumnya didominasi


oleh hutan lindung, disamping ada juga untuk penggunaan yang lain seperti permukiman,
industri, pariwisata dan pertanian.

2.3 Desa Pantai Bahagia


Desa Pantai Bahagia merupakan desa yang memilik pantai terpanjang di wilayah
Kecamatan Muara Gembong. Desa ini berada pada ketinggian 2 MDPL, memiliki kemiringan
landai dengan karakteristik pantai miring. Desa Pantai Bahagia memiliki luas wilayah 30,1 Ha
dengan batas wilayah sebagai berikut:

- Batas Utara : Laut Jawa


- Batas Timur : Desa Pantai Bakti

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 5


- Batas Selatan : Desa Pantai Sederhana
- Batas Barat : Laut Jawa

GAMBAR 2.
LOKASI PANTAI BAHAGIA DALAM PETA ADMISTRASI KECAMATAN MUARA GEMBONG

PANTAI
BAHAGIA

Berdasarkan data tahun 2013 jumlah penduduk Kelurahan Pantai Bahagia adalah 7.123
jiwa yang terdiri atas 3.674 laki laki dan 3.445 perempuan. Sebagian besar mata pencaharian
penduduk pada sektor pertanian, yaitu sebesar 1.261 keluarga dari 1.802 keluarga di Desa
Pantai Bahagia. Wilayah Pesisir Kecamatan Muara Gembong dimanfaatkan sebagai
penggunaan campuran, mengakibatkan ketidakteraturan dalam pemanfaatan kawasan
sehingga menimbulkan perubahan fungsi dari ekosistem pesisir yang mengakibatkan
penurunan terhadap kualitas ekosistem dan lingkungan.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 6


3.1 Kondisi Fisik Kecamatan Muara Gembong
Kondisi geologi di wilayah sebagian besar Kecamatan Muara Gembong merupakan
endapan rawa, yang terbentuk dari endapan laut dangkal. Selain itu secara umum merupakan
akibat proses sedimentasi dari Sungai Citarum. Kondisi hilir Sungai Citarum cukup lebar
(antara 30-80 meter), dengan arus yang relatif lemah, mempunyai kedalaman rata-rata 3
meter. Sungai Citarum dan anak sungainya menjadi prasarana transportasi utama penduduk
di Muara Gembong. Alternatif lain bagi warga untuk menuju permukimannya dari lokasi jalan
kabupaten adalah dengan menggunakan sepeda motor. Adapun kendaraan roda empat tidak
bisa masuk ke wilayah pesisir Muara Gembong.

Jarak Kecamatan Muara Gembong dari pusat kabupaten Bekasi sekitar 80 kilometer.
Uniknya, jarak ke Jakarta (kawasan Marunda) justru lebih dekat 10 kilometer. Namun, karena
akses jalan yang kurang baik maka rute yang biasa dipilih dari Jakarta menuju ke sana adalah
melalui kota Bekasi via jalan tol Jakarta-Cikampek. Waktu tempuh ke Muara Gembong lewat
perjalanan darat sekitar empat jam, sedangkan apabila menggunakan kapal dari Cilincing
hanya butuh waktu 45 menit sampai 1 jam.

Sebagaimana wilayah pesisir lainnya, Muara Gembong sangat rentan terhadap


ancaman perubahan iklim. Tak perlu menunggu sampai 2030, masyarakat Muara Gembong
saat ini sudah dipusingkan dengan abrasi yang terus terjadi. Ditengarai fenomena ini
merupakan akibat dari semakin berkurangnya luas area tanaman mangrove sebagai
pelindung kawasan. Padahal, apabila kita merujuk pada semua dokumen perencanaan tata
ruang di setiap level, jelas bahwa wilayah ini merupakan area hutan lindung.

Faktor ekonomi masyarakat menjadi penyebab terjadinya peralihan fungsi mangrove


menjadi tambak. Potensi budi daya tambak yang cukup besar di sana membuat peralihan
fungsi lahan terus terjadi. Hal yang menarik adalah sebagian besar tambak tersebut tidak
dimiliki oleh masyarakat lokal, melainkan oleh para pengusaha di luar Muara Gembong.
Ketika terjadi kerusakan lingkungan –yang otomatis turut merusak tambak-tambak di sana—
justru masyarakat lokal yang paling terdampak. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan,
tepatnya di Kampung Muara Beting, ada sebuah RW yang wilayahnya terisolir karena abrasi.

Melihat situasi tersebut, kami memandang perlu untuk meneliti lebih jauh pengaruh
faktor sosial ekonomi masyarakat dengan kerusakan lingkungan di Muara Gembong. Tidak
sekadar merekam jejak kerusakan yang sudah terjadi, penelitian ini juga diharapkan bisa
menghasilkan rekomendasi perencanaan seperti apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi
persoalan di Muara Gembong.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 7


3.2 Perencanaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan yang melibatkan
dua atau lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara
terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan.
Dalam konteks ini, keterpaduan mengandung tiga dimensi: sektoral, bidang ilmu dan
keterkaitan ekologis.1

Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan
tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah, baik berdasarkan urusan maupun
berdasarkan jenjang kewilayahan. Keterpaduan dalam sudut pandang keilmuan
mensyaratkan diterapkannya pendekatan interdisiplin ilmu seperti : ekonomi, sosiologi,
teknik, hukum, dan lainnya yang relevan. Sedangkan keterpaduan ekologis dimaknai sebagai
bentuk perhatian terhadap berbagai ekosistem yang tidak bisa dilihat secara parsial di
kawasan pesisir. Jadi, meskipun lokus penelitian kami sebetulnya sangat mikro yakni area
Kampung Beting, Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, dalam analisisnya tetap
akan melihat kerangka yang lebih makro dengan memperhatikan konteks lokal dan region
kawasan. Seperti disampaikan oleh salah satu informan kami, Bapak Misar (34 tahun) bahwa
dampak kerusakan lingkungan semakin terasa sejak kawasan Ancol di pesisir utara Jakarta
terus dilakukan reklamasi.2

Sebelum masuk ke dalam analisis, berikut bebberapa masalah yang terdapat di


Kampung Beting, Kecamatan Muara Gembong berdasarkan hasil identifikasi yang telah
dilakukan, yaitu :

 Minimnya infrastruktur, khususnya jalan dan jembatan sebagai akses untuk


transportasi darat. Saat pengumpulan data dilakukan di Kampung Beting, suasana
yang kami temui seperti berada di wilayah kepulauan karena aksesnya hanya bisa
dengan perahu.

 Ketersediaan air bersih untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Selama ini warga
mengandalkan tadahan air hujan untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan jika
musim kemarau mereka terpaksa harus membeli air bersih dengan harga Rp.2.000
per jerigen.

 Infrastruktur pendidikan sangat terbatas. Hanya ada SD dan MI (Madrasah


Ibtidaiyah) di Kampung Beting. Sedangkan SMP dan SMA letaknya jauh dan harus
menggunakan perahu.

 Keterbatasan alternatif mata pencaharian bagi warga, terutama setelah rusaknya


tambak karena abrasi.

 Terjadinya banjir di saat musim penghujan.

1
RokhminDakhuri, dkk., 1996, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu, Jakarta
: PT Pradnya Paramita
2
Wawancara Bapak Misar, 17 Desember 2014

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 8


Untuk mengatasi sejumlah masalah tersebut tentu tidak bisa dilakukan oleh Desa
Pantai Bahagia, atau bahkan Kecamatan Muara Gembong sendiri. Harus ada intervensi dari
level pemerintahan yang lebih tinggi yaitu Kabupaten Bekasi dan jika diperlukan dari
Provinsi Jawa Barat. Pengembangan potensi wisata bahari dan pelestarian lingkungan
seharusnya membuat Pemkab Bekasi danPemprov Jabar tergerak untuk segera
merevitalisasi kawasan Muara Gembong secara umum.

Selain Pemkab Bekasi dan Pemprov Jawa Barat, sebetulnya Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta dan Pemerintah Pusat juga harus ikut memberi perhatian pada kawasan Muara
Gembong. Proyek National Capital IntegratedCoastal Development (NCICD) yang
direncanakan akan dibangun untuk ‘melindungi’ pesisir Jakarta harus ditinjau dampaknya
terhadap wilayah Muara Gembong yang persis akan berada di sebelah timurnya. Jangan
sampai NCICD sukses membendung kenaikan muka air laut di Jakarta tapi justru
menghancurkan kawasan hutan lindung di Muara Gembong. Harus disadari bahwa bencana
tidak bisa dibatasi oleh wilayah administratif. Apabila Muara Gembong sampai rusak akibat
kenaikan muka air laut, dampaknya akan ikut dirasakan Jakarta dan daerah lain secara
langsung dan tidak langsung.

Oleh karena itu perencanaan wilayah Muara Gembong harus dilakukan secara terpadu
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Kerja Sama Sektoral


Kerja sama pada hakekatnya mengindikasikan adanya dua pihak atau lebih
berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dalam pengertian itu
terkandung tiga unsur pokok yang melekat pada suatu kerangka kerja sama, yaitu unsur dua
pihak atau lebih, unsur interaksi, dan unsur tujuan bersama. Pelaksanaan kerja sama hanya
dapat tercapai apabila diperoleh manfaat bersama bagi semua pihak yang terlibat di
dalamnya.

Dalam konteks permasalahan abrasi di Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara


Gembong, kerja sama mutlak harus dilakukan antar semua instansi di level pemerintahan
lokal (desa, kecamatan, kabupaten), pemerintahan daerah sekitar di satu provinsi (kota
Bekasi, kabupaten Karawang), pemerintahan daerah lintas provinsi (DKI Jakarta). Mengenai
pola dan bentuk kerjasamanya bisa didiskusikan bersama. Pemerintah pusat juga bisa
melakukan intervensi melalui kementerian-kementerian sesuai tugas dan kewenangannya
untuk turut membantu daerah.

2. Pendekatan Multidisiplin Ilmu

Meski menghadapi sejumlah masalah, kawasan Kampung Beting dan umumnya Muara
Gembong memiliki potensi yang bisa dikembangkan. Hasil temuan di lapangan menunjukkan
warga mulai mengerti cara mengolah mangrove menjadi komoditas makanan (dodol dan

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 9


keripik) serta minuman (jus). Selain mangrove, produk olahan dari rumput laut juga
berpotensi dikembangkan.3 Namun hal ini belum bisa berkembang lebih lanjut.

Diperlukan pemikiran dari berbagai bidang ilmu untuk membantu pengembangan


Muara Gembong. Bukan hanya ilmu lingkungan, perencanaan wilayah dan teknik sipil, tetapi
juga ekonomi dan manajemen untuk merumuskan strategi pariwisata. Sosiologi dan
antropologi diharapkan bisa berkontribusi dalam upaya pemberdayaan masyarakat lokal.
Ahli hukum, pemerintahan dan administrasi negara diperlukan agar solusi yang dihasilkan
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya soal fungsi
lahan.

3. Keterkaitan Ekologis

Berbicara kawasan Muara Gembong kita tidak boleh mengesampingkan ekosistem lain,
khususnya makhluk hidup selain manusia. Di sana juga merupakan habitat alami satwa
langka seperti lutung dan burung-burung tertentu. Alangkah lebih baik apabila
pengembangan kawasan ini sekaligus merevitalisasi hutan mangrove yang jumlahnya sudah
semakin berkurang. Pengalaman di masa lalu yaitu beralih fungsinya lahan mangrove
menjadi tambak secara besar-besaran harus dijadikan pelajaran.

3
Informasi dari Bapak Uci, 17 Desember 2014

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 10


4.1 Analisis Analisis Pengembangan Potensi Sosial Masyarakat Kampung
Beting
4.1.1 Gambaran Umum Kampung Beting

Seperti kondisi pesisir pada umumnya di Kampung Beting mengalami banjir rob dua
kali dalam sebulan. Kondisi ini terjadi akibat adanya abrasi yang cukup parah di sekitar
pantai Kampung Beting. Abrasi ini terjadi karena semakin berkurangnya area hutan
bakau/mangrove yang telah berubah fungsi menjadi tambak. Menurut hasil penelitian
terdahulu oleh Sodikin (2012), dosen UIN Jakarta, kerusakan mangrove di Desa Pantai
Bahagia yang terjadi pada rentang tahun 2000-2012 berdasarkan hasil overlay citra satelit
landsat 7 ETM+ adalah 55,5%. Serta berdasarkan pedoman penentuan perusakan mangrove
Kepmeneg LH No. 201 tergolong kriteria rusak. Sedangkan kerusakan yang terjadi disetiap
stasiun antara lain, pada stasiun I 30,2%, stasiun II adalah 5,6%, stasiun III adalah 45,7%,
dan stasiun IV adalah 7,3%.

Berdasarkan penuturan warga, usaha tambak yang merubah area mangrove sudah
terjadi sejak puluhan tahun lalu. Dari segi ekonomi, pada awalnya tambak-tambak ini
menghasilkan hasil yang menjanjikan dengan komoditi utama bandeng dan udang. Namun
konversi lahan mangrove menjadi tambak yang terjadi terus menerus mengakibatkan
terjadinya abrasi. Akibatnya lahan tambak yang merupakan usaha perikanan air payau mulai
terendam oleh air laut begitu banjir tiba. Tambak-tambak yang ada pun tidak dapat
dimanfaatkan kembali. Hal ini berpengaruh terhadap sektor perekonomian masyarakat
sekitar.

Pengamatan di dua lokasi Kampung Beting yaitu RT 4 dan RT 5 yang secara fisik
memiliki sedikit perbedaan. Wilayah RT 4 masih terlihat sebagai ekosistem darat,
permukiman berada di tepi muara sungai Citarum memiliki akses jalan lingkungan,
sedangkan RT 5 sudah terlihat ekosistem pantai, tidak memiliki akses jalan darat tetapi harus
melalui sungai.
GAMBAR 3.
KONDISI LINGKUNGAN DI RT 04 DAN JALAN MENUJU PERBATASAN DENGAN RT 05

Sumber : Survey, 2014

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 11


Pengembangan sosial masyarakat mengutamakan pemberdayan masyarakat.
Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi masyarakat pesisir
untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan melaksanakan kegiatannya, yang
akhirnya menciptakan kemandirian permanen dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan wawancara dengan bapak Wawan (44th, ketua RT5), Fatimah (45th, warga RT 5)
dan bapak Ketua RT 4 diperoleh beberapa masalah terkait sosial ekonomi masyarakat yaitu:

- Pengembangan mata pencaharian penduduk sebagai nelayan


- Pemenuhan Kebutuhan Pokok: didasarkan pada kebutuhan air bersih untuk konsumsi dan
bahan sembako untuk kebutuhan pangan
- Pemenuhan kebutuhan pendidikan dan kesehatan
- Pengembangan Interaksi Sosial

Masyarakat Kampung Beting sudah menempati wilayah tersebut lebih dari 20 tahun.
Seperti Bapak Wawan (44 th, Ketua RT 5) masuk ke Kampung Beting pada tahun 1992,
keluarga Ibu Fatimah (45th, warga RT 5) masuk pada tahun 1984, bahkan ibu Siti (35 th, istri
ketua RT4) tinggal di Kampung Beting sejak kecil. Sebelum tinggal di Kampung Beting
mereka tinggal di wilayah Kecamatan Muara Gembong, kemudian menempati kawasan pantai
untuk mempermudah mencari ikan dan mendapatkan lahan untuk permukiman.

GAMBAR 4.
ALAT PENANGKAPAN IKAN BERUPA JARING

Sumber : Survey, 2014

4.1.2 Kondisi Eksisting: Mata Pencaharian, Pemenuhan Kebutuhan Pokok, Pendidikan


dan Kesehatan, Interaksi Sosial

A. Mata Pencaharian

Berdasarkan hasil pengamatan kami di di Kampung Beting Kelurahan Pantai Bahagia


Kecamatan Muara Gembong, masyarakat memiliki mata pencaharian sebagai nelayan.
Menurut warga masyarakat di RT 5 yang berada di pantai dan RT 4 di tepi muara sungai,
hampir semua warga mengandalkan sumber daya laut sebagai mata pencahariannya,
terutama udang dan ikan. Menurut informasi Bp Wawan (44th) masyarakat RT 5 dengan

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 12


jumlah penduduk 44 KK mayoritas berprofesi sebagai nelayan tangkap, dengan
menggunakan perlatan tradisonal seperti jarring dan bubu. Mereka pergi melaut tidak kenal
musim kemarau dan musim hujan, kegiatan melaut hanya berhenti pada saat rob. Hasil
tangkapan mereka bervariasi, jika sedang beruntung bisa mendapatkan 8-10 kg udang/hari
namun kadang dalam sehari tidak mendapatkan hasil. Jika sedang kesulitan melaut pada saat
air pasang mereka berburu kepiting di hutan. Alat penangkap ikan yang sering merke
gunakan adalah jarring untuk menangkap ikan/udang di laut dan bubu untuk menangkap
kepiting. Berdasarkan informasi warga, penghasilan mereka tiap bulan diperkirakan sekitar
Rp 800.000-Rp 1.000.000, meskipun ini bukan jumlah yang pasti.

B. Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih dan Bahan Pokok

Kebutuhan air bersih dibedakan menjadi dua diantaranya : (1) Kebutuhan air bersih
untuk MCK (dalam hal ini hanya mandi-cuci karena untuk kakus mereka langsung melakukan
di sungai) dan (2) Kebutuhan air bersih untuk konsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan air
bersih MC masyarakat tepi muara sungai menggunakan air sungai Citarum pada saat air
tawar. Mereka bisa membedakan air dalam keadaan tawar atau asin berdasarkan ciri
fisiknya. Air tawar berwarna kecoklatan sedangkan air asin berwarna kehijauan. Pada saat
air sungai tawar mereka menampung di dalam bak kemudian diendapkan selama 1 hari,
kemudian bisa digunakan untuk mandi dan cuci. Untuk warga yang memiliki sumur pompa
seperti keluarga Bapak Sanin air bersih untuk mandi-cuci langsung dari sumur, tidak
diendapkan atau diproses. Kondisi lebih sulit dialami sebagian besar warga RT 5 yang berada
di tepi pantai. Sedangkan dalam mendapatkan air bersih untuk dikonsumsi masyarakat
kampong Beting menggunakan 2 cara yaitu menampung air hujan membeli air bersih.

Pada musim hujan masyarakat menampung air hujan dengan bak tandon atau untuk
masyarakat yang lebih mampu membuat kolam penampungan, sehingga air bersih tadah
hujan bisa dikonsumsi selama 1 bulan. Untuk membeli air bersih mereka mengandalkan
pedagang air bersih, membeli 2 jerigen tiap 3 hari dengan harga rata rata Rp 3000/jerigen.

Untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari hari masyarakat RT 4 mengandalkan


pedagang eceran yang berkeliling setiap hari menggunakan sepeda motor atau membeli di
warung yang terdapat di RT 4. Keadaan sulit jika sedang banjir rob (biasanya 12 jam) tidak
ada pedagang eceran yang lewat sehingga mereka harus menunggu atau meminjam
persediaan tetangga. Keadaan ini sudah mereka jalani bertahun tahun sehingga mereka
sudah beradaptasi dengan kesulitan bahan makanan.

Selain mengandalkan pedagang keliling dan warung kelontong, warga Kampung Beting
bisa pergi ke pasar yang terdapat di dekat Kelurahan Pantai Bahagia. Keunikan pasar ini
hanya buka setiap hari selasa sehingga mereka menyebutnya Pasar Selasa.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 13


GAMBAR 5. GAMBAR 6.
SALAH SATU WARUNG KELONTONG DI RT 4 PEDAGANG AIR BERSIH

Sumber : Survey, 2014

C. Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat Pesisir

Berdasarkan hasil wawancara kami di RT 4 dan RT 5 sebagian besar penduduk


generasi pertama berpendidikan SD. Anak anak setingkat SD Kampung Beting bersekolah di
MI yang terdapat di RT 4 atau SD Pantai Bahagia. Untuk menuju sekolah mereka
menggunakan jasa perahu langganan dengan tarip Rp 2000/pp/hari. Menurut Ibu Fatimah
(44TH) anaknya bersekolah di MI di wilayah RT4 untuk memperdekat jarak tempuh.

Berdasarkan wawancara dengan penduduk RT 4 dan RT 5 penyakit yang sering


diderita penduduk terutama terjadi pada anak anak adalah demam dan gatal gatal. Hal ini
kemungkinan besar disebabkan kondisi air yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan mereka harus menempuh perjalanan dengan perahu
menuju puskesmas. Berdasarkan data tahun 2013 di Kelurahan Pantai Bahagia masih
terdapat kasus gizi buruk, dan jumlah kartu miskin adalah 107 dari peserta jamkesda 4021
jiwa.

D. Interaksi Sosial

Masyarakat kampung Beting sudah menempati wilayah tersebut lebih dari 20 tahun.
Hasil wawancara kami pada Bapak Wawan (44th, ketua RT 5/RW2) hubungan sosial antar
warga di dalam wilayah RTnya berlangsung sangat baik karena merasa senasib. Wilayah RT 5
yang berlokasi di tepi pantai ini sangat unik, karena tidak ada jalur darat yang
menghubungkan dengan RT lainnya sehingga akses warga ke lokasi lain harus menggunakan
perahu. Kondisi ini membuat RT 5 terisolir terhadap lingkungan kelurahan Pantai Bahagia
maupun Kecamatan Muara Gembong secara umum.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 14


4.1.3 Analisis Sosial Masyarakat Terhadap Bencana

Bencana yang rutin dialami masyarakat kampung Beting adalah banjir rob yang datang
dua kali dalam satu bulan. Kehadiran banjir rob ini berkaitan dengan saat bulan purnama,
dan masyarakat bisa menandai dengan bertiupnya angin kencang. Banjir rob biasanya
merendam kawasan permukiman di RT 5 dan RT 4 setinggi 30-50cm dan akan surut dalam
12 jam. Selama banjir masyarakat tidak mengungsi, mereka tetap tinggal di rumahnya di atas
bale bale yang dibuat di depan rumah. Kegiatan sosial seperti sekolah dan mencari
ikan/kepiting tetap dilakukan. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan penduduk
bisa diidentifikasi penyebab masalah utama berkaitan dengan sosial ekonomi masyarakat
adalah:
- Ketergantungan terhadap alam dalam memenuhi kebutuhan
- Keterbatasan sarana transportasi
- Keterbatasan pengetahuan untuk pengembangan

Analisis terhadap masalah berdasarkan kondisi eksisting yang ada, potensi dan kendala
dalam pengembangan sektor sosial ekonomi Kampung Beting Desa Pantai Bahagia
Kecamatan Muara Gembong dapat dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT (Strength,
Weakness, Opportunity, Thread). Dengan menggunakan metode analisis SWOT akan
didapatkan potensi yang dapat dikembangkan serta kendala yang harus di hadapi dalam
pengembangan wilayah ini.

A. Strength

Kondisi sosial ekonomi memiliki kekuatan pada kekerabatan yang kuat, dan adaptasi
mereka yang kuat terhadap alam karena sudah tinggal lebih dari 20 tahun. Selain itu
memiliki potensi alam yang bisa dikembangkan seperti pohon mangrove yang buahnya
mulai dibudidayakan untuk membuat dodol dan juice.

B. Weaknesses

Ketergantungan terhadap perubahan iklim dalam mata pencaharian. Keterbatasan


sarana air bersih dan transportasi darat sehingga sulit bagi masyarakat di luar wilayah
untuk memberikan pelayanan kesehatan maupun pendidikan. Kelemahan lain adalah
belum efektifnya kelembagaan sosial ekonomi.

C. Opportunity

Kesempatan berkembang dalam aspek sosial masyarakat, terkait potensi alam pantai
seperti kekuatan angin dan kekayaaan hayati.

D. Thread

Ancaman yang ada di lokasi ini adalah munculnya banjir rob yang tidak dapat
diprediksi. Berdasarkan penuturan warga, banjir muncul secara perlahan dan dapat
bertahan hingga 12 jam. Ancaman lain adalah penangkapan ikan yang merusak
lingkungan sehingga mengurangi wilayah dan jumlah tangkapan nelayan tradisional.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 15


4.1.4 Perencanaan Pengembangan Sosial Masyarakat dan Pemberdayaan Masyarakat

Rencana pengembangan sosial masyarakat harus mengacu pada konsep pengelolaan


pesisir terpadu. Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu memiliki pengertian bahwa
pengelolaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dilakukan melalui penilaian
secara menyeluruh, merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian merencanakan serta
mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal
dan berkelanjutan.

Pengembangan sosial-ekonomi-budaya dalam konsep pembangunan berkelanjutan


mensyaratkan, bahwa manfaat (keuntungan) yang diperoleh dari kegiatan penggunaan suatu
wilayah pesisir serta sumberdaya alamnya harus diprioritaskan untuk meningkatkan
kesejahteraan penduduk sekitar.

Perencanaan pesisir terpadu telah dibahas dalam bab terdahulu, di dalam bab ini
perencanaan lebih menekankan pengembangan sosial masyarakat yang mungkin dilakukan
di Kampung Beting Kelurahan Pantai Bahagia secara khusus dan Kecamatan Muara Gembong
secara umum. Dalam perencanaan pengembangan sosial ekonomi kampung Beting
memerlukan berbagai disiplin ilmu, seperti disiplin teknik, sosial dan pemerintahan untuk
mengkaji pengembangan potensi alam menjadi energi, perbaikan infrastruktur,
pengembangan organisasi kemasyarakatan, dan kesehatan masyarakat. Hal ini perlu
dilakukan agar pembangunan bisa bermanfaat untuk seluruh lapisan masyarakat.

A. Pengembangan Mata Pencaharian:


Melakukan pendampingan dan pengembangan potensi nelayan tangkap,
mengembangkan sarana penangkapan dan kepastian wilayah tangkap.
Mempertimbangkan keamanan: didasarkan pada tingkat bahaya dari lokasi bagi
manusia karena adanya arus kuat, ombak besar dan hambatan lainnya

B. Pengadaan air bersih dan kebutuhan pokok


Mempermudah distribusi air dan bahan pokok dengan cara menambahkan jalur
transportasi darat sampai ke RT5 dan mengembangkan transportasi air dengan
perbaikan kapal, penyediaan distribusi BBM sampai tingkat kelurahan. Mengembangkan
potensi alam dengan memberdayakan masyarakat dalam pemanfaatan air hujan.

Pengembangan pengadaan air bersih bisa dengan pembuatan pengolahan air sederhana
dengan tangki pengendapan dan tawas agar kualitas air lebih baik, kemungkinan akan
mengurangi penyakit gatal gatal akibat kualitas air kurang memenuhi syarat.

C. Pendidikan dan kesehatan Masyarakat:


Menetapkan kawasan konservasi dapat membantu mengurangi pencemaran atau
penyakit yang berpengaruh pada kesehatan masyarakat, meningkatkan pelayanan
kesehatan masyarakat sampai menjangkau wilayah yang terisolasi, memberikan
penyuluhan kesehatan di sekolah.

Meningkatkan fasilitas pendidikan dengan mendidik masyarakat agar mampu menjadi


tutor di lingkungannya sendiri melalui program PKK atau organisasi lainnya.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 16


D. Pengembangan Interaksi Sosial dan Pengembangan Masyarakat:
Pengembangan masyarakat didasarkan pada kemungkinan kontribusi penelitian,
pendidikan dan pelatihan bisa diterapkan di lokasi untuk pengembangan potensi
masyarakat dan alam.

Menciptakan peluang bagi masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya,


merencanakan dan melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian
permanen dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.

Memberdayakan masyarakat pesisir tidak seperti memberdayakan kelompok-kelompok


masyarakat lainnya, dan harus mempertimbangkan kebutuhan kelompok masyarakat yang
berbeda seperti:
a) Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata
pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini dibagi lagi dalam
dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional.
Mereka membutukan sarana penangkapan dan kepastian wilayah tangkap.

b) Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir yang bekerja


disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan mengumpulkan ikan-
ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang
yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal.
Mereka membutuhkan modal kerja dan modal investasi

c) Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak
dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari
kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal
atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai
buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang
minim. Mereka membutuhkan modal kerja dan modal investasi

d) Masyarakat nelayan tambak dan masyarakat nelayan pengolah, mereka membutuhkan


modal kerja, modal investasi dan pengembangan teknologi pengolahan.

Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Muara Gembong bisa dilakukan dengan dua pendekatan,
yaitu:

(a) Kelembagaan.
Untuk memperkuat posisi tawar masyarakat, mereka haruslah terhimpun dalam suatu
kelembagaan yang kokoh, sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat
disalurkan secara baik. Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung
(intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain itu kelembagaan ini juga dapat
menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran dana produktif diantara
kelompok lainnya.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 17


(b) Pendampingan.
Keberadaan pendamping memang dirasakan sangat dibutuhkan dalam setiap program
pemberdayaan. Masyarakat belum dapat berjalan sendiri mungkin karena
kekurangtauan, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan yang rendah, atau mungkin
masih kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena belum pulihnya rasa percaya
diri mereka akibat paradigma-paradigma pembangunan masa lalu. Terlepas dari itu
semua, peran pendamping sangatlah vital terutama mendapingi masyarakat
menjalankan aktivitas usahanya.

4.2 Analisis Pengembangan Potensi Pariwisata di Kelurahan Pantai Bahagia


Kecamatan Muara Gembong
4.2.1 Gambaran Umum Potensi Wisata di Kelurahan Pantai Bahagia Kecamatan
Muara Gembong

Di Kelurahan Pantai Bahagia terdapat 2 pantai yaitu Pantai Muara Beting dan Pantai
Muara Bendera. Pantai Muara Beting. Pantai yang terletak di Desa Pantai Bahagia ini
merupakan destinasi rekreasi keluarga favorit di Bekasi. Objek wisata tersebut sudah
dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas untuk memudahkan pengunjung misalnya
kamar ganti, tempat parkir, hingga rumah makan. Di sini pengunjung juga dapat menemukan
hutan bakau yang luas. Tanaman yang juga disebut mangrove itu tumbuh di lahan seluas 70
hektar.

Di Desa Pantai Bahagia juga terdapat Pantai Muara Bendera. Salah satu tempat tujuan
wisata di Kecamatan Muara Gembong ini menawarkan pemandangan laut lengkap dengan
satwa-satwanya. Pantai itu merupakan tempat singgah burung-burung laut yang bermigrasi
dari Laut Cina Selatan dan Samudra Pasifik. Pemandangan tersebut dapat disaksikan antara
bulan September hingga Februari. Di tempat ini bisa dijumpai lutung hitam yang langka serta
buaya rawa.

Wilayah Kampung Beting memiliki daerah pantai yang terletak di RT.05 RW 02.
Kondisi Pantai Beting ini masih alami karena masih jarang pengunjung yang datang untuk
berwisata. Aktivitas manusia yang cukup sering di lokasi ini hanya aktivitas penduduk sekitar
yang tinggal di dekat pantai. Selain penduduk sekitar, kunjungan yang sering dilakukan ke
pantai ini dilakukan oleh komunitas-komunitas pecinta lingkungan yang memiliki misi untuk
menyelamatkan Kecamatan Muara Gembong secara umum dari bahaya abrasi yang terjadi
dengan melakukan penanaman mangrove. Di sekitar pantai terdapat pula habitat lutung jawa
yang hampir punah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua RT.005, Bp Wawan selain
lutung jawa di Kampung Beting juga terdapat kera yang habitatnya berada di dekat
permukiman penduduk. Namun sampai sejauh ini belum ada laporan dari warga yang
mengalami kerugian akibat adanya habitat binatang-binatang ini.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 18


Akses ke pantai Muara Beting hanya dapat dilakukan dengan menggunakan perahu.
Jalan darat yang ada terputus di area RT.005 Desa Pantai Bahagia karena kondisinya tertutup
lahan tambak yang sudah tidak produktif. Akses dari Kantor Kecamatan Muara Gembong
dengan menggunakan sepeda motor hanya dapat sampai ke Desa Pantai Bahagia RT.004 dan
sebagian RT.005. Perjalanan menuju Pantai Muara Beting harus dilanjutkan dengan
menggunakan perahu. Jalan darat yang tersedia pun hanya bisa dilalui dua sepeda motor
secara bergantian. Alternatif lain adalah dengan menggunakan perahu sepanjang perjalanan
dari Kantor Kecamatan Muara Gembong menuju Pantai Muara Beting.

Berdasarkan data BPS dalam laporan Muara Gembong dalam Angka 2014, sektor
Pariwisata bukan merupakan salah satu komponen utama dalam PDRB Kecamatan Muara
Gembong. Selain itu, laporan tersebut juga menuliskan bahwa di Desa Pantai Bahagia tidak
terdapat fasilitas penunjang pariwisata seperti rumah makan dan penginapan. Data-data ini
menunjukkan sektor pariwisata di Kampung Beting, Desa Bahagia- Kecamatan Muara
Gembong belum dikembangkan sebagai salah satu sektor yang dapat meningkatkan tingkat
perekonomian masyarakat.

4.2.2 Analisis Potensi dan Masalah Pengembangan Wisata Mengunakan Analisis


SWOT

Berdasarkan kondisi eksisting yang ada, potensi dan kendala dalam pengembangan
sektor sosial ekonomi Kampung Beting Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muara Gembong
dapat dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity,
Thread). Dengan menggunakan metode analisis SWOT akan didapatkan potensi yang dapat
dikembangkan serta kendala yang harus di hadapi dalam pengembangan wilayah ini.

A. Strength

Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muara Gembong merupakan salah satu desa di
Kabupaten Bekasi yang memiliki area hutan bakau. Kondisi ini membuat lingkungan di
sekitarnya masih alami. Selain itu, di lokasi ini terdapat sarana transportasi sungai dengan
menggunakan perahu yang disediakan warga setempat. Transportasi sungai ini sebagai
alternatif transportasi darat. Untuk berkunjung ke Pantai Beting hanya dapat menggunakan
transportasi sungai karena terputusnya jalan darat.

B. Weaknesses

Kampung Beting Desa Pantai Bahagia sering mengalami banjir akibat abrasi yang
terjadi. Abrasi ini diakibatkan oleh adanya konversi lahan bakau (mangrove) menjadi area
tambak. Area tambak yang ada sekarang pun menjadi tidak produktif karena air payau dari
tambak tercampur air laut yang datang pada saat banjir rob. Akibatnya konversi lahan bakau
menjadi tambak pun tidak memberikan dampak yang menguntungkan bagi masyarakat
sekitar. Kekurangan lain yang ada antara lain akses yang kurang memadai ke lokasi ini.
Lokasi kampung beting Desa Pantai Bahagia hanya dapat dikunjungi dengan menggunakan
perahu dan jalan darat menggunakan sepeda motor. Jalan darat yang ada pun terputus di

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 19


perbatasan RT.005/RW02 yang mengarah ke Pantai Beting. Kondisi jalan ini hanya dapat
dilalui oleh sepeda motor. Kondisi bantaran sungai yang belum tertata serta banyaknya
fasilitas MCK yang tidak tertata di pinggir sungai menjadikan perjalanan kurang
menyenangkan secara visual.

C. Opportunity

Kampung Beting memiliki kelebihan yang dapat dijadikan potensi wisata yaitu pantai
beting yang terletak di RT.005 RW02 Pantai ini dapat menjadi salah satu kawasan wisata
pantai yang menarik wisatawan, karena lokasinya masih asri dan dekat dengan habitat
lutung jawa yang menambah kesan alami dari lokasi ini.

D. Thread

Ancaman yang ada di lokasi ini adalah munculnya banjir rob yang tidak dapat
diprediksi. Berdasarkan penuturan warga, banjir muncul secara perlahan dan dapat bertahan
hingga 12 jam.

Secara umum, berdasarkan hasil analisis SWOT diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa banjir yang sering terjadi di Kampung Beting Desa Bahagia Kecamatan Muara
Gembong diakibatkan oleh abrasi akibat penebangan hutan bakau. Siklus rob yang sering
terjadi di lokasi ini membuat aktivitas warga terhenti akibat banjir yang menggenangi rumah
mereka. Melihat kondisi ini, perlu dilakukan konservasi hutan bakau dengan melakukan
penanaman kembali bibit bakau. Hal ini untuk merehabilitasi lingkungan ini pada masa yang
akan datang. Konservasi hutan bakau sudah di prakarsai oleh sejumlah komunitas pecinta
lingkungan yang sering mengadakan kegiatan penanaman bakau. Hal ini dapat menjadi suatu
potensi wisata yang menarik para pecinta lingkungan untuk ikut serta dalam pelestarian
hutan bakau di Kampung Beting Kecamatan Muara Gembong.

4.2.3 Perencanaan Pengembangan Wisata di Kelurahan Pantai Bahagia Kecamatan


Muara Gembong

Berdasarkan hasil analisa di atas, dapat dilakukan sebuah strategi pengembangan


wilayah dengan memanfaatkan potensi yang ada. Kampung Beting Desa Pantai Bahagia
memiliki potensi untuk pengembangan wilayah di sektor pariwisata. Sektor pariwisata
merupakan salah satu sektor yang dapat meningkatkan kondisi perekonomian masyarakat
dimana objek wisata itu berada. Potensi pariwisata yang ada di Kampung Muara Beting perlu
dikembangkan menjadi suatu hal yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Melihat kondisi
yang ada, potensi wisata yang dapat dikembangkan adalah wisata berbasis lingkungan atau
ekowisata.

Ekowisata adalah salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan
mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi
masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan. (sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekowisata). Dengan mengembangkan konsep ekowisata,

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 20


pengunjung dapat berperan aktif dalam perbaikan lingkungan yang ada di Kampung Beting
dengan ikut dalam kegiatan penanaman mangrove. Penanaman mangrove dapat mengurangi
efek abrasi yang terjadi di masa depan, sehingga dampak banjir yang sering terjadi dapat
diminimalisir. Low Choy dan Heillbron (1997) merumuskan lima faktor batasan yang
mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata, yaitu:

1. Lingkungan; ekowisata bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang belum tercemar.

2. Masyarakat; ekowisata bermanfaat ekologi, sosial dan ekonomi pada masyarakat.

3. Pendidikan dan pengalaman; ecotourism harus dapat meningkatkan pemahaman akan


lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki.

4. Berkelanjutan; ecotourism dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan


ekologi baik jangka pendek maupun jangka panjang.

5. Manajemen; ecotourism harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability


lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang
maupun generasi mendatang.

Berdasarkan prinsip utama ekowisata di atas, ekowisata tidak hanya memberikan


manfaat positif dari segi ekologi, tetapi juga memberikan manfaat positif dari segi edukasi
karena dapat memberikan pemahaman tentang pelestarian lingkungan. Pengembangan
wilayah dengan konsep ekowisata yang bertemakan pelestarian hutan bakau/mangrove telah
dikembangkan di Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk, Jakarta Utara. Kawasan ini
dahulunya adalah tambak dan telah di rehabilitasi tanaman mangrove seluas 40% (sumber:
http://matriphe.com/2014/09/15/hutan-mangrove-di-taman-wisata-alam-angke-
kapuk.html. Yang membedakan TWA Angke Kapuk dengan Kampung Beting adalah di
Kampung Beting terdapat permukiman penduduk. Dengan kondisi ini, penduduk setempat
juga menjadi suatu aspek yang harus dikembangkan sebagai satu kesatuan dari perencanaan
pengembangan kawasan wisata. Prinsip-prinsip dasar perencanaan pariwisata menurut
A.Yoeti (2008) yaitu:

1. Perencanaan pembangunan kepariwisataan suatu daerah haruslah dibawah


koordinasi perencanaan fisik daerah tersebut secara keseluruhan.

2. Seperti halnya perencanaan sektor perekonomian lainnya, perencanaan


pengembangan kepariwisataan menghendaki pendekatan terpadu dengan sektor-
sektor lainnya yang banyak berkaitan dengan bidang kepariwisataan.

3. Perencanaan fisik suatu daerah untuk tujuan pariwisata haruslah didasarkan atas
penelitian yang sesuai dengan lingkungan alam sekitar dengan memperhatikan
faktor geografi yang lebih luas dan tidak meninjau dari segi administrasi saja.

4. Rencana dan penelitian yang berhubungan dengan pengembangan kepariwisataan


pada suatu daerah harus memperhatikan faktor ekologi daerah yang bersangkutan.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 21


5. Perencanaan pengembangan kepariwisataan tidak hanya memperhatikan masalah
dari segi ekonomi saja, tetapi tidak kalah pentingnya memperhatikan masalah
sosial yang mungkin ditimbulkannya.

Mengacu kepada prinsip dasar perencanaan di atas, perencanaan kawasan ekowisata


Kampung Beting harus menjadi suatu kesatuan dalam rencana induk wilayah yang biasanya
berada di level daerah tingkat II atau Kabupaten/Kota. Perencanaan ini juga harus
memperhatikan penduduk setempat sebagai aspek sosial yang dapat berperan dalam
pengembangan daerah wisata. Peran serta penduduk sekitar dalam pariwisata juga untuk
menghindari terjadinya masalah sosial yang ditimbulkan salah satunya adalah potensi
terjadinya konflik yang mungkin muncul antara pengunjung dengan penduduk sekitar.
Menurut Batten dalam Adi (2003), pada dasarnya ada dua pendekatan dalam pengembangan
masyarakat, yaitu:

1. Pendekatan direktif atau instruktif

Pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa petugas pemberdayaan masyarakat tahu apa
yang dibutuhkan dan apa yang baik bagi masyarakat. Dalam pendekatan ini peran
masyarakat tidak dominan. Pendekatan ini diterapkan pada masyarakat yang relatif belum
berkembang.

2. Pendekatan non-direktif atau partisipatif

Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat telah mengetahui apa yang
mereka butuhkan dan apa yang baik untuk mereka. Tujuannya adalah agar masyarakat
memperoleh pengalaman belajar untuk mengembangkan dirinya melalui pemikiran dan
tindakan yang dirumuskan oleh mereka sendiri.

Pendekatan yang dapat dilakukan di Kampung Beting Desa Pantai Bahagia adalah
pendekatan partisipatif. Pendekatan ini memungkinkan untuk dilaksanakan berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan bahwa masyarakat Kampung Beting memiliki potensi untuk
mengembangkan diri mereka sendiri. Yang dibutuhkan untuk pemberdayaan ini adalah
petugas pemberdayaan masyarakat yang bersifat membimbing mereka dalam merumuskan
pemikiran mereka. Pemberdayaan masyarakat dalam pariwisata antara lain dalam
penyediaan jasa tour guide bagi para wisatawan. Para tour guide ini minimal harus dibekali
pengetahuan yang baik tentang lokasi wisata dan juga pengetahuan tentang lingkungan.
Kemampuan lain yang perlu dimiliki oelh seorang tour guide adalah penguasaan bahasa
asing. Hal ini untuk mengantisipasi apabila ada kunjungan dari wisatawan mancanegara.

Contoh pemberdayaan masyarakat dalam kaitannya dengan pariwisata sangatlah


beragam, antara lain penyediaan rumah penduduk sebagai penginapan, penyediaan souvenir
atau promosi lokasi wisata melalui media internet. Melihat kondisi yang ada di lapangan,
penyediaan rumah penduduk sebagai penginapan merupakan hal yang tidak dapat dilakukan
secara umum untuk seluruh wisatawan. Hal ini dikarenakan kondisi banjir yang dapat datang
secara tiba-tiba dan masuk ke dalam rumah penduduk. Selain itu, fasilitas dari rumah
penduduk di Kampung Beting masih terbatas. Sebagian penduduk tidak memiliki sumur

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 22


pompa dan hanya mengandalkan penampungan air hujan. Fasilitas sanitasi seperti kamar
mandi/MCK pun berada di luar rumah dan kondisinya tidak tertata dengan baik. Dengan
kondisi seperti ini, tidak setiap wisatawan akan tertarik untuk menginap di rumah penduduk.
Selain faktor pemberdayaan masyarakat, keberhasilan pengembangan pariwisata juga
ditentukan oleh 3 faktor, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yoeti (1996), sebagai berikut :

a. Tersedianya objek dan daya tarik wisata.


b. Adanya fasilitas accessibility; yaitu sarana dan prasarana, sehingga memungkinkan
wisatawan mengunjungi suatu daerah atau kawasan wisata.
c. Adanya fasilitas amenities; yaitu sasaran kepariwisataan yang dapat memberikan
kenyamanan kepada masyarakat.

Objek wisata yang dapat menjadi daya tarik di Kampung Beting adalah adanya area
hutan bakau/mangrove yang menjadi lokasi penanaman mangrove bagi pengunjung. Pantai
Beting yang terletak di dekat area hutan bakau di RT.005 merupakan salah satu potensi yang
dapat dikembangkan. Kondisi yang masih alami serta adanya habitat lutung jawa di
sekitarnya menjadi salah satu potensi yang dapat menarik minat wisatawan untuk
berkunjung ke lokasi wisata.

Selain itu adanya sungai besar dengan transportasi perahu menjadi daya tarik
tersendiri bagi pengunjung. Dari segi accessibility, selain menggunakan perahu Kampung
Beting dapat dituju dengan menggunakan sepeda motor. Namun kondisi jalan yang sempit
dan terputus di jalan menuju Pantai Beting menjadi salah satu kendala yang ada. Kendala ini
perlu diperbaiki untuk meningkatkan akses pengunjung ke lokasi wisata. Pembuatan jalan
yang terputus akibat adanya tambak menjadi salah satu solusi untuk transportasi darat
menuju ke Pantai Beting. Lebar jalan yang kurang memadai juga harus diperlebar setidaknya
untuk dapat dilalui 2 sepeda motor secara lengang dan permukaan jalan yang diperhalus.

Kenyamanan masyarakat dapat diwujudkan dengan menata lingkungan sekitar di


sepanjang perjalanan menuju Kampung Beting. Kondisi bantaran sungai yang tidak tertata
dengan banyaknya sampah dan fasilitas MCK yang semrawut menjadi suatu pemandangan
yang secara visual kurang baik. Penataan bantaran sungai dengan membersihkan sampah
dan ranting tanaman yang menghalangi badan sungai, melakukan penataan terhadap fasilitas
sanitasi masyarakat seperti MCK agar lebih rapi dan manusiawi di tempat yang sesuai,
mengecek kondisi dan memperkuat jembatan penyeberangan orang dan kendaraan yang ada
di sejumlah titik di sepanjang perjalanan menuju Kampung Beting.

Peran yang dapat dilakukan oleh pemerintah di dalam pengembangan kawasan


ekowisata ini adalah dengan pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana yang
memadai seperti pembangunan jalan, pembersihan sampah dan ranting tanaman dari
bantaran sungai, pembangunan fasilitas sanitasi MCK masyarakat dengan lokasi yang sesuai,
dan mengembalikan area tambak yang tidak produktif menjadi hutan mangrove. Kemudahan
akses menjadi salah satu faktor keberhasilan suatu kawasan wisata. Oleh karena itu,
perbaikan akses jalan menuju Kecamatan Muara Gembong menjadi salah satu hal penting
yang harus direncanakan oleh Pemerintah sebagai pengembang kawasan wisata.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 23


Dari aspek sosial, pemerintah menjadi fasilitator dalam usaha pemberdayaan
masyarakat. Pelatihan dan pembekalan wawasan masyarakat tentang wisata dan tentang
lingkungan menjadi salah satuh tugas pemerintah dalam pengembangan kawasan ekowisata
ini. Pemerintah sebagai pengembang potensi wilayah, juga berperan dalam melakukan
promosi kawasan wisata yang dimilikinya. Promosi ini dapat dilakukan dengan melakukan
kerjasama dengan komunitas pecinta lingkungan yang memiliki perhatian besar terhadap
keberadaan hutan bakau. Berbagai kegiatan/event komunitas pecinta lingkungan yang di
publikasi akan menarik banyak pengunjung ikut berperan serta dalam pelestarian
lingkungan. Penggunaan media internet juga menjadi salah satu cara promosi yang dapat
dilakukan karena dapat memasuki seluruh golongan pengguna internet. Secara konsep,
pengunjung ekowisata di Kampung Beting diajak untuk berpartisipasi dalam pelestarian
lingkungan dengan melakukan penanaman mangrove. Hal ini juga menjadi proses
pembelajaran bagi pengunjung untuk menambah wawasan tentang lingkungan. Pengunjung
dapat datang melalui transportasi sungai dengan menggunakan perahu atau dengan
transportasi darat dengan menggunakan sepeda motor. Pengunjung yang ingin tinggal di
rumah penduduk untuk merasakan kondisi alami permukiman yang terendam banjir harus
menyesuaikan dengan keterbatasan fasilitas dan ancaman banjir yang dapat datang sewaktu-
waktu. Selain kelestarian alam yang dijaga dengan adanya kegiatan konservasi melalui
konsep ekowisata, para pengunjung juga dapat merasakan alam Pantai Beting. Manfaat dari
adanya pariwisata di lokasi ini pun akan berdampak pada masyarakat. Tersedianya fasilitas
oleh pemerintah sebagai pengembang lokasi wisata, lestarinya alam sekitar penduduk serta
keuntungan dari aspek ekonomi merupakan manfaat dari pengembangan Kampung Beting
Desa Pantai Bahagia-Kecamatan Muara Gembong sebagai kawasan ekowisata.

4.3 Analisis Pengembangan Potensi Usaha Masyarakat Pembuatan Makanan


Berbahan Baku Mangrove Di Kampung Beting
4.3.1 Tinjauan Umum Tentang UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)

Pengertian usaha/industri kecil-mikro sampai saat ini belum terdapat kesepakatan di


kalangan para ahli maupun lembaga-lembaga yang terkait. Namun ada beberapa kriteria
yang bisa digunakan sebagai acuan untuk mendapatkan gambaran mengenai industri kecil-
mikro. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor: 133/M/SK/8?1979,
industri kecil-mikro dibagi dalam 4 (empat) golongan, yaitu:

1. Industri kecil-mikro yang mempunyai kaitan erat dengan industri menengah dan
industri besar:

o Industri yang menghasilkan barang-barang yang diperlukan oleh industri


menengah dan besar.

o Industri yang membutuhkan produk-produk dari industri menengah dan besar.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 24


o Industri yang memerlukan bahan-bahan limbah dari industri menengah dan
besar.

2. Industri yang berdiri sendiri, yaitu industri yang langsung menghasilkan barang-
barang untuk konsumen. Industri ini tidak mempunyai kaitan dengan industri lain.

3. Industri yang menghasilkan barang-barang seni.

4. Industri yang mepunyai pasaran lokal dan bersifat pedesaan.

Menurut Biro Pusat Statistik, besar kecilnya industri dapat ditentukan atas dasar
kriteria jumlah tenaga kerja. Kriteria usaha/industri berdasarkan pemakaian jumlah tenaga
kerja adalah sebagai berikut:

1. Usaha/Industri besar adalah industri yang mempergunakan tenaga kerja 100 orang
atau lebih.

2. Usaha/Industri sedang adalah industri yang mempekerjakan tenaga kerja antara 20-99
orang.

3. Usaha/Industri kecil adalah industri yang mempergunakan tenaga kerja 5-19 orang.

4. Usaha/Industri mikro (rumah tangga) adalah industri yang mempergunakan tenaga


kurang dari 5 orang.

Jenis industri kecil-mikro jumlahnya cukup banyak, untuk menyederhanakan sebagai


upaya pembinaan dikolompokkan ke dalam sentra-sentra industri kecil yaitu sentra industri
pangan, sentra industri sedang dan kulit, sentra kimia dan bahan bangunan, sentra industri
kerajinan dan umum, serta sentra industri logam.

4.3.2 Gambaran Umum Usaha Mikro Pembuatan Makanan Berbahan Mangrove di


Kampung Beting

Hutan Manggrove selain berfungsi sebagai pencegah abrasi di kawasan pesisir, namun
juga bernilai ekonomi. Karakteristik hutan mangrove yang dapat dilestarikan melalui
penanaman kembali sangat memungkinkan bagi masyarakat untuk memanfaatkan hutan
mangrove untuk dikembangkan menjadi barang yang lebih bernilai sehingga dapat
membantu perekonomian bagi keluarga yang tinggal di kawasan pesisir. Hal tersebut seperti
yang sedang diusahakan oleh masyarakat di Kampung Benting, Desa Pantai Bahagia –
Kecamatan Muara Gembong.

Ide untuk memanfaatkan bagian dari pohon Manggrove seperti buah dan daunnya,
didapatkan oleh Ibu Siti (35 Tahun) dari pelatihan yang diadakan oleh GNI (Gerakan Nasional
Indonesia) pada tahun awal tahun 2014 di Kantor Kepala Desa. Menurut hasil wawancara
dengan Ibu Siti (35 Tahun), pelatihan yang didapatkan dari kelompok GNI yaitu pembuatan
dodol dari buah mangrove dan keripik dari daun mangrove yang masih muda. Hasil pelatihan
pemanfaatan mangrove menjadi makanan kecil tersebut kemudian disebarkan oleh Ibu Siti
(40 Tahun) kepada ibu-ibu yang tinggal di sekitar rumahnya. Usaha pembuatan makanan

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 25


kecil dari tumbuhan mangrove yang pada awalnya berupa dodol dan keripik daun mangrove
kemudian ditambah variasinya yaitu jus buah mangrove.

Usaha pemanfaatan tumbuhan mangrove menjadi makanan kecil yang dikembangkan


oleh Ibu Siti (35 Tahun) dan ibu-ibu di Kampung Benting masih tergolong usaha mikro. Area
penjualannya tetap hanya sekolah-sekolah yang ada di Kampung Benting dan kampung
sekitarnya, sedangkan penjualan tidak tetap biasanya kepada orang-orang yang sedang
berkunjung di Kampung Benting untuk tujuan penelitian seperti kelompok sukarela dan
mahasiswa.

Bahan baku berupa buah dan daun mangrove yang tersedia gratis di Kampung Benting
membuat biaya operasional dari pembuatan dodol dan keripik mangrove menjadi tidak
begitu besar. Dodol buah mangrove hanya membutuhkan gula merah, gula pasir dan sari dari
buah mangrove yang diolah menjadi tepung mangrove terlebih dahulu. Namun perlu
ketelitian khusus dalam mengolah buah mangrove menjadi tepung mangrove dikarenakan
buah mangrove memiliki tannin yaitu racun yang dapat menjadikan makanan menjadi pahit.

Dodol mangrove yang dihasilkan oleh Ibu Siti (35 Tahun) dan Ibu-Ibu di Kampung
Benting dikemas dengan menggunakan kemasan plastik yang diisi masing-masing 5
potongan panjang dodol berukuran sekitar 8 cm dan dijual seharga Rp. 5000,- untuk setiap
kemasannya. Sebelum mengembangkan usaha makanan dari mangrove, Ibu Siti (35 Tahun)
dan Ibu-Ibu di Kampung Benting pernah bekerja sebagai buruh tambak pada saat usaha
tambak belum terkena abrasi, namun pada saat sebagian besar tambak terkena abrasi,
kegiatan dari ibu-ibu di Kampung Benting hanya sebagai ibu rumah tangga atau membuka
warung untuk menambah penghasilan rumah tangga. Pendapatan dari hasil penjualan dodol
dan kripik dari mangrove menurut Ibu Siti (35 Tahun) lumayan besar hanya pada saat ada
kunjungan ke Kampung Benting. Banyak pengunjung yang memesan dodol dan kripik
mangrove dalam jumlah banyak sebagai oleh-oleh ke tempat asalnya.

GAMBAR 7.
HASIL PRODUKSI DODOL MANGROVE KAMPUNG BETING

Sumber : Survey, 2014

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 26


Usaha pemanfaatan buah mangrove bahan makanan kecil seperti dodol dan keripik
yang diupayakan oleh Ibu Siti (35 Tahun) dan ibu-ibu di Kampung Benting masih sangat
perlu mendapatkan perhatian khusus. Bentuk kemasan tanpa label menunjukan belum
adanya upaya khusus dari pihak luar untuk membina usaha mikro yang saat ini mulai
dikembangkan oleh ibu-ibu di Kampung Benting.

Ditinjau dari jumlah tenaga kerjanya yang kurang dari 5 orang, usaha pembuatan
makanan berbahan baku mangrove yang mulai dikembangkan oleh Ibu Siti (35 Tahun) masih
termasuk usaha mikro.

4.3.3 Analisa Pengembangan Usaha Mikro Makanan Berbahan Baku Mangrove Oleh
Masyarakat Kampung Beting

Hutan mangrove merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang banyak
ditemukan di kawasan pesisir yang memiliki fungsi menahan abrasi air laut. Gunarto dalam
Sumarno (2014) menyebutkan bahwa “ekosistem hutan mangrove merupakan
sumberdaya yang dapat dipulihkan yang mempunyai manfaat ganda, yaitu manfaat bio-
ekologis dan sosio-ekonomis. Manfaat bio-ekologis dari ekosistem hutan mangrove
merupakan output yang berkaitan dengan fungsi lingkungan dan habitat berbagai jenis
fauna. Sedangkan manfaat sosio-ekonomis ekosistem hutan mangrove merupakan output yang
berkaitan langsung terhadap aktivitas ekonomi masyarakat dalam pemanfaatannya”

Pada awalnya hutan mangrove hanya dibiarkan hidup karena dianggap tidak memiliki
manfaat, sehingga keberadaannya terabaikan. Penduduk sekitar kawasan tersebut hanya
memanfaatkan hutan mangrove untuk diambil kayunya sebagai bahan bakar, serta menjaring
beberapa fauna seperti ikan dan udang yang ada di sekitar kawasan mangrove. Bahkan hutan
mangrove seringkali ditebang untuk kepentingan pembukaan lahan seperti pembangunan
pelabuhan, usaha tambak dan tujuan pengembangan kegiatan pariwisata. Semakin banyak
pembangunan yang terjadi dan tidak diimbangi dengan penanaman kembali menyebabkan
timbulnya masalah lingkungan di kawasan pesisir seperti abrasi dan banjir ROB.

Hutan mangrove ternyata tidak hanya berfungsi biologis, namun memiliki nilai
ekonomi yang lebih tinggi jika dapat diolah dengan bijaksana. Bagian dari pohon mangrove
seperti buah dan daunnya dapat diolah menjadi makanan kecil. Ide kreatif pengolahan
makanan kecil berbahan baku buah mangrove dan daunnya telah banyak dikembangkan oleh
masyarakat di kawasan pesisir, salah satu contohnya di Jepara. Berdasarkan tulisan di salah
satu blog online menyebutkan bahwa masyarakat pesisir di daerah Teluk Awur Jepara telah
berhasil memproduksi makanan kecil berupa dodol, jenang, syrup dan krupuk yang berbahan
baku dari mangrove. Kisah sukses dari beberapa masyarakat pesisir didaerah lainnya yang
berhasil mengolah mangrove menjadi makanan kecil tersebut juga menginspirasi satu
kelompok sosial yaitu GNI untuk mengembangkan di masyarakat pesisir kampung Benting.

Usaha mikro pengolahan mangrove di Kampung Benting yang dilakukan oleh ibu-ibu
yang dipimpin oleh Ibu Siti (35 Tahun) berupa dodol dan krupuk mangrove perlu mendapat
perhatian khusus dari pemerintah atau lembaga yang berwenang mengingat bahan baku

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 27


yang cukup banyak tersedia di Kampung Benting dan dapat didapatkan secara gratis. Usaha
mikro makanan kecil dari mangrove oleh masyarakat Kampung Benting sangat berpotensi
dikembangkan menjadi usaha yang lebih maju sehingga dapat meningkatkan penghasilan
dari rumah tangga masyarakat pesisir.

UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dapat dikembangkan melalui strategi 5P
yaitu, yaitu Product, Price, Place, Promotion, dan People. Berikut analisis 5P yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan usaha mikro makanan kecil dari Mangrove di Kampung
Benting, yaitu:

1. Product (Produk)
Secara teori, produk harus dibuat secara inovatif, kreatif dan menarik. Jenis produk
yang dihasilkan dari pengolahan mangrove oleh masyarakat Kampung Benting yaitu dodol
dan krupuk mangrove termasuk produk inovatif dan kreatif. Pemanfaatan buah mangrove
dan daun mangrove menjadi makanan jadi merupakan bentuk kreatifitas yang unik yang
memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia oleh alam. Selain itu, makanan yang dihasilkan
tidak mengandung zat kimia seperti halnya makanan yang di produksi massal dari
perusahaan besar. Oleh karena itu, ditinjau dari sisi produk, peluang usaha mikro pengolahan
mangrove menjadi dodol dan krupuk yang dikembangkan oleh masyarakat Kampung Benting
cukup besar.

2. Price (Harga)
Penentuan harga jual suatu produk sangat bergantung pada biaya produksi yang
dikeluarkan, biasanya biaya yang paling utama dalam UMKM ialah biaya modal dan biaya
operasional. Biaya permodalan meliputi lembaga atau pihak keuangan yang memberi fasilitas
kredit bagi usaha. Sedangkan biaya operasional mencakup gaji karyawan, biaya bahan baku,
dan biaya produksi. Harga jual akan semakin tinggi apabila kedua biaya tersebut mencapai
nominal yang tinggi.

Usaha makanan kecil dari mangrove yang dikembangkan oleh Masyarakat Kampung
Benting masih tergolong mikro yang memanfaatkan bahan baku secara gratis didapatkan
dari lingkungan permukiman. Kapasitas produksi yang dihasilkan masih sedikit dikarenakan
pembelinya tidak begitu banyak. Belum adanya fasilitas kredit dengan bunga murah yang
ditawarkan lembaga keuangan atau lembaga sosial lainnya. Modal yang dimiliki dari usaha
makanan kecil dari mangrove yang dikembangkan oleh masyarakat Kampung Benting sangat
terbatas sehingga produksi sedikit dan area pemasaran terbatas.

3. Place (Lokasi)
Secara teori, lokasi UMKM sangat menentukan minat pasar. Pemilihan lokasi yang
strategis dan ideal, UMKM akan lebih cepat dikenal publik dan akses pasar lebih mudah.
Ditinjau dari sisi lokasi, letak Kampung Benting yang cukup jauh dari pasar dan ibukota
kecamatan merupakan masalah yang penting dialami masyarakat untuk mengembangkan
UMKM. Permasalahan tersebut ditambah dengan akses menuju Kampung Benting yang hanya
bisa dilalui oleh kendaraan bermotor dan perahu dengan menggunakan jalur sungai sangat

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 28


menyulitkan dari masyarakat Kampung Benting untuk mendapatkan pelanggan maupun
memasarkan hasil produknya. Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan membuka kios di
pasar atau jalan besar yang sering dilewati oleh orang dalam memasarkan produk.

4. Promotion (Promosi)
Usaha promosi hasil produk UMKM saat ini dapat dilakukan melalui media online dan
situs jejaring sosial. Sampai dengan saat ini, usaha promosi yang dilakukan oleh masyarakat
Kampung Benting untuk memasarkan produknya belum dilakukan, bahkan label nama belum
dibuat dan ditempelkan di produk yang dijual. Label nama produk cukup penting untuk
memberikan keterangan mengenai kondisi produk, tanggal kadaluarsa, pembuat produk dan
sebagai sarana promosi yang efektif. Pembinaan dalam pembuatan label produk dan promosi
masih sangat diperlukan untuk meningkatkan pemasaran dari produk yang dihasilkan oleh
masyarakat Kampung Benting. Gambar berikut merupakan salah satu contoh bentuk label
produk yang dapat digunakan untuk produk dodol mangrove masyarakat pesisir Kampung
Benting.

GAMBAR 8.
CONTOH PELABELAN

5. People (Orang)
Secara teori, pelibatan orang-orang yang tepat dalam pengembangan UMKM menjadi
sangat penting. Usaha mikro pembuatan dodol dan krupuk mangrove yang dikembangkan
oleh masyarakat Kampung Benting masih tergolong usaha rumah tangga yang melibatkan
ibu-ibu dari keluarga di permukiman pesisir. Ditinjau dari tingkat pendidikan termasuk
rendah, namun bukan berarti tidak dapat dibina untuk mengembangkan usaha makanan
kecil dari mangrove yaitu dodol dan krupuk mangrove. Tenaga kerja yang banyak tersedia di
Kampung Benting yaitu ibu-ibu rumah tangga merupakan potensi untuk mengembangkan
usaha mikro makanan kecil dari mangrove dikarenakan tidak membutuhkan biaya
operasional yang mahal untuk membayar gaji karyawan.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 29


Kecamatan Muara Gembong yang terletak di pesisir utara Kabupaten Bekasi memiliki
wilayah pesisir paling luas dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten
Bekasi. Letaknya yang berada diujung timur wilayah Kabupaten Bekasi menyebabkan
perkembangannya wilayah pesisir di Kecamatan Muara Gembong agak terlambat
dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Bekasi yang posisinya lebih dekat
terhadap Jakarta seperti Kecamatan Babelan dan Tarumajaya.

Sebagaimana wilayah pesisir lainnya, Kecamatan Muara Gembong memiliki potensi dan
masalah yang mempengaruhi perkembangan wilayah dan masyarakatnya. Selain sangat
rentan terhadap ancaman perubahan iklim, masalah abrasi yang bahkan telah menjadi
masalah rutin yang dialami oleh masyarakat akibat semakin menipisnya ketersediaan
mangrove akibat peralihan menjadi tambak ikan yang telah berlangsung sejak sekitar tahun
2007-an. Namun meskipun bencana banjir ROB melanda secara rutin di beberapa wilayah
Kecamatan Muara Gembong seperti salah satu kampung yang bernama Kampung Beting di
Kelurahan Pantai Bahagia, tidak membuat masyarakat meninggalkan daerah tersebut.
Masyarakat di Kampung Beting tetap bertahan untuk menempati daerah rawan banjir ROB
dengan alasan tidak memiliki alternatif daerah lainnya untuk ditempati dan dikarenakan
Kampung Beting telah mereka tempati sejak turun temurun. Berdasarkan hal tersebut, dapat
disimpulkan bahwa ditinjau dari kehidupan sosial masyarakatnya menurut persepsi
masyarakat disana bahwa tidak ada masalah, namun berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan tentang “Analisis Pengembangan Potensi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Pesisir”
yang ada di Kampung Beting, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk
meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat Kampung Beting, diantaranya :

1. Ditinjau dari kondisi umum wilayah Kampung Beting, diketahui bahwa masalah
lingkungan yang terdapat di Kampung Beting, diantaranya (a) Minimnya infrastruktur,
khususnya jalan dan jembatan sebagai akses untuk transportasi darat; (b) Ketersediaan
air bersih untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Selama ini warga mengandalkan
tadahan air hujan untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan jika musim kemarau
mereka terpaksa harus membeli air bersih dengan harga Rp.2.000 per jerigen; (c)
Infrastruktur pendidikan sangat terbatas. Hanya ada SD dan MI (Madrasah Ibtidaiyah) di
Kampung Beting. Sedangkan SMP dan SMA letaknya jauh dan harus menggunakan
perahu; (d) Keterbatasan alternatif mata pencaharian bagi warga, terutama setelah
rusaknya tambak karena abrasi dan (e) Terjadinya banjir di saat musim penghujan.

2. Potensi alam yang berpeluang dikembangkan yang bernilai ekonomi untuk


meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir di Kampung Benting Kelurahan Pantai
Bahagia yaitu potensi alam untuk pariwisata dan sumberdaya alam berupa mangrove

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 30


yang dapat diolah menjadi makanan dan dikembangkan melalui usaha mikro oleh
masyarakat.

3. Pengembangan Kampung Beting sebagai kawasan ekowisata dapat dilakukan melalui


pendekatan partisipatif selain dengan pembenahan infrastruktur pendukung
pengembangan suatu daerah untuk menjadi daerah tujuan wisata. Bentuk
pemberdayaan masyarakat untuk pengembangan wisata di Kampung Benting lainnya
dapat berupa penyediaan jasa tour guide bagi para wisatawan dengan tenaga kerja lokal,
penyediaan rumah penduduk sebagai penginapan, penyediaan souvenir atau promosi
lokasi wisata melalui media internet.

4. Pengembangan usaha pengolahan makanan berbahan baku mangrove yang mulai


dikembangkan sekelompok masyarakat yaitu ibu-ibu di Kampung Beting masih
tergolong usaha mikro. Pembinaan yang lebih intensif dari pemerintah dalam
pengembangan usaha mikro pembuatan makanan dari mangrove masih sangat
dibutuhkan oleh masyarakat. Keterbatasan dalam kegiatan promosi dan area pemasaran
menjadi kendala yang dialami oleh masyarakat, padahal ditinjau dari potensi
pengembangannya sangat berpeluang besar untuk menambah penghasilan masyarakat
mengingat sumber utama bahan baku yaitu buah mangrove tersedia secara gratis dan
tenaga kerja yang sebagian Ibu-Ibu adalah ibu rumah tangga yang tidak bekerja.

5. Perencanaan dan pengembangan wilayah Kecamatan Muara Gembong khusunya


Kampung Beting harus dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan hal-hal:

(i) Kerja Sama Sektoral, dalam konteks permasalahan abrasi di Desa Pantai Bahagia,
Kecamatan Muara Gemn bong, kerja sama mutlak harus dilakukan antar semua
instansi di level pemerintahan lokal (desa, kecamatan, kabupaten), pemerintahan
daerah sekitar di satu provinsi (kota Bekasi, kabupaten Karawang), pemerintahan
daerah lintas provinsi (DKI Jakarta). Mengenai pola dan bentuk kerjasamanya bisa
didiskusikan bersama. Pemerintah pusat juga bisa melakukan intervensi melalui
kementerian-kementerian sesuai tugas dan kewenangannya untuk turut membantu
daerah;

(ii) Pendekatan Multidisiplin Ilmu, Meski menghadapi sejumlah masalah, kawasan


Kampung Beting dan umumnya Muara Gembong memiliki potensi yang bisa
dikembangkan. Hasil temuan di lapangan menunjukkan warga mulai mengerti cara
mengolah mangrove menjadi komoditas makanan (dodol dan keripik) serta
minuman (jus). Selain mangrove, produk olahan dari rumput laut juga berpotensi
dikembangkan.4 Namun hal ini belum bisa berkembang lebih lanjut. Sehingga masih
diperlukan pemikiran dari berbagai bidang ilmu untuk membantu pengembangan
Muara Gembong. Bukan hanya ilmu lingkungan, perencanaan wilayah dan teknik
sipil, tetapi juga ekonomi dan manajemen untuk merumuskan strategi pariwisata.
Sosiologi dan antropologi diharapkan bisa berkontribusi dalam upaya

4
Informasi dari Bapak Uci, 17 Desember 2014

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 31


pemberdayaan masyarakat lokal. Ahli hukum, pemerintahan dan administrasi
negara diperlukan agar solusi yang dihasilkan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang ada, khususnya soal fungsi lahan.

(iii) Keterkaitan Ekologis, Jika membahas kawasan Muara Gembong kita tidak boleh
mengesampingkan ekosistem lain, khususnya makhluk hidup selain manusia. Di
sana juga merupakan habitat alami satwa langka seperti lutung dan burung-burung
tertentu. Alangkah lebih baik apabila pengembangan kawasan ini sekaligus
merevitalisasi hutan mangrove yang jumlahnya sudah semakin berkurang.
Pengalaman di masa lalu yaitu beralih fungsinya lahan mangrove menjadi tambak
secara besar-besaran harus dijadikan pelajaran.

TUGAS PESISIR – KELOMPOK I Page 32

Anda mungkin juga menyukai