Desa atau wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan dari antara wilayah darat dan laut
yang bagian lautnya masih dipengaruhi oleh aktivitas dari daratan, misalnya sedimentasi serta
aliran air tawar, dan bagian daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitas lautan contohnya pasang
surut, angin laut, dan perembesan air asin (Ketchum, 1972). GESAMP1 (2001) mengemukakan
bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah daratan serta perairan yang dipengaruhi oleh proses
biologis dan fisik dari perairan laut ataupun dari daratan, dan diartikan secara luas demi
kepentingan pengelolaan sumber daya alam (Yonvitner et al., 2016). Sehingga deliniasi wilayah
pesisir ini mampu berbeda tergantung dari aspek administratif, ekologis, dan perencanaan.
Maka wilayah pesisir diartikan sebagai ekosistem pesisir yang memiliki ekosistem yang
dinamis serta memiliki kekayaan habitat yang tinggi dan beragam, dan saling berinteraksi antara
habitat tersebut. Selain itu, wilayah pesisir juga memiliki potensi yang besar, wilayah pesisir juga
adalah ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Pada umumnya aktivitas
pembangunan, secara langsung maupun tidak langsung, dapat berdampak buruk terhadap
ekosistem pesisir.
Terdapat definisi wilayah pesisir dalam dua pendekatan, yaitu definisi scientific dan definisi
yang berorientasi pada kebijakan.
a. Defenisi wilayah pesisir menurut scientific, wilayah pesisir yang diumpamakan sebagai
pita yang terbentuk dari daratan yang kering serta ruang yang berbatasan dengan laut
(air dan tanah di bawah permukaan laut) dimana proses-proses dan pemanfaatan lahan
1
yang terjadi di daratan secara langsung mempengaruhi proses-proses dan pemanfaatan
di laut dan sebaliknya.
b. Terdapat dua definisi yang berorientasi pada kebijakan yaitu:
1. Definisi wilayah pesisir mencakup daerah sempit sebagai pertemuan antara
darat dan laut yang berkisar antara ratusan dan beberapa kilometer, meluas dari
darat mencapai batas perairan menuju batas jurisdiksi nasional di perairan lepas
pantai. Definisi tersebut tergantung pada seperangkat issue dan faktor-faktor
geografi yang relevan pada setiap bentangan pesisir yang ada.
2. Manajemen wilayah pesisir mengikutsertakan manajemen yang terus berlanjut
dari pemanfaatan lahan di pesisir dan perairan beserta sumber daya yang ada
dalam areal yang sudah ditetapkan, dimana batas-batasnya ditetapkan secara
politik melalui perundang-undangan atau aturan yang ditetapkan oleh eksekutif.
Berdasarkan kedua definisi yang berorientasi politik tersebut pada tingkat kebijakan, maka
batas-batas wilayah pesisir diartikan dalam empat cara, yakni (a) berdasarkan jarak yang tetap, (b)
berdasarkan jarak yang beragam, (c) berdasarkan pemanfaatan, dan (d) merupakan perpaduan dari
ketiga hal tersebut.
Adapun karakteristik utama desa pesisir atau coastal zone (wilayah pesisir) adalah sebagai
berikut:
1. Desa/Wilayah pesisir merupakan bagian dunia yang mempunyai ekosistem yang paling
produktif (estuaria, daerah genangan, terumbu karang);
2. Desa/Wilayah pesisir kaya akan sumber daya hayati (mangrove, terumbu karang, ikan dan
bahan tambang/mineral);
3. Desa/wilayah pesisir dipengaruhi kekuatan gaya dinamis (erosi, akresi, badai gelombang,
bertambahnya permukaan perairan laut);
4. Kepadatannya ¾ dari kepadatan penduduk dunia;
5. Desa/wilayah pesisir juga diharapkan menyerap sebagian besar pertambahan penduduk
global di masa depan;
2
6. Desa/wilayah pesisir adalah tempat yang cocok untuk pelabuhan, fasilitas industri,
pengembangan kota, turisme, penelitian, pertanian, dan pembuangan limbah.
Beberapa ekosistem utama yang terdapat di wilayah pesisir mempunyai karakteristik sebagai
berikut (Bengen, 2000):
1. Terdapat habitat dan ekosistem misalnya estuaria, terumbu karang, padang lamun yang
menyediakan barang (seperti ikan, mineral, minyak bumi) dan jasa (seperti pelindung alami
dari badai dan gelombang pasang, tempat rekreasi) untuk masyarakat pesisir;
2. Dicirikan oleh persaingan dalam pemanfaatan sumber daya dan ruang oleh berbagai
stakeholder, yang sering mengakibatkan konflik dan kerusakan terhadap integritas
fungsional dari sistem sumber daya;
3. Sebagai tulang punggung ekonomi dari negara pesisir dimana sebagian besar dari Gross
National Product (GNP) tergantung pada aktivitas misalnya pengapalan, penambangan
minyak dan gas, wisata pantai dan sejenisnya;
4. Pada umumnya mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi dan merupakan bagian yang
disukai untuk ber-urbanisasi.
Wilayah pesisir beserta sumber daya alamnya mempunyai arti strategis bagi
pengembangan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi
nasional. Adapun potensi sumber daya desa pesisir atau wilayah pesisir adalah sebagai berikut:
1. Estuaria
Gambar Estuaria
3
Estuaria merupakan perairan semi tertutup yang memiliki hubungan bebas dengan laut
terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Contoh dari estuaria ialah muara sungai,
teluk, dan rawa pasang surut. Peran ekologis dari estuaria ialah sebagai berikut:
• Sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut;
• Penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria
sebagai tempat berlindung dan mencari makanan; dan
• Tempat bereproduksi dan suatu tempat tumbuh besar bagi sejumlah spesies ikan
dan udang.
Sedangkan secara umum, estuaria dimanfaatkan manusia sebagai: (1) tempat pemukiman,
(2) tempat penangkapan dan budidaya sumber daya ikan, (3) jalur transportasi, dan (4) lokasi
pelabuhan dan industri.
2. Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah suatu komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh
spesies pohon bakau yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai
berlumpur. Pada umumnya, komunitas vegetasi ini tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal
yang cukup mendapat aliran air dan terlindung dari gelombang dan arus pasang surut yang kuat.
Oleh sebab itu, hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria,
delta dan daerah pantai yang terlindung. Hutan mangrove dimanfaatkan terutama sebagai
penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan untuk membuat arang dan juga untuk
pulp. Disamping itu ekosistem mangrove dimanfaatkan sebagai pemasok larva ikan dan udang
4
alam. Sebagai suatu ekosistem wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis
penting, yaitu:
• Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan
lumpur dan penangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan;
• Sebagai penghasil sejumlah detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan pohon
bakau yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan
bagi para pemakan detritus dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-
mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan;
• Sebagai daerah asuhan, daerah mencari makanan dan daerah pemijahan berbagai biota
perairan baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.
3. Padang Lamun
Lamun (sea grass) adalah satu-satunya tumbuhan berbunga yang hidup terendam di dalam
laut, yang masih dapat dijangkau cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun
hidup di perairan yang dangkal dan jernih dengan sirkulasi yang baik. Air yang bersirkulasi
diperlukan untuk menghantarkan zat-zat hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme
lamun keluar daerah padang lamun.
Padang lamun dapat difungsikan sebagai: (1) tempat kegiatan marikultur berbagai jenis
ikan, kerang-kerangan, dan tiram, (2) tempat rekreasi atau pariwisata, (3) sumber pupuk hijau.
Secara ekologis padang lamun memiliki beberapa fungsi penting bagi perairan pesisir yaitu:
5
• Pengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak dengan sistem perakaran yang
padat dan menyilang;
• Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa
jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini; dan
• Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan
matahari.
4. Terumbu Karang
Terumbu karang adalah suatu ekosistem khas yang terdapat di perairan pesisir daerah
tropis. Pada umumnya, terumbu karang terdiri dari tiga tipe: (1) terumbu karang tepi; (2) terumbu
karang penghalang; (3) terumbu karang cincin atau atol. Terumbu karang memiliki peran secara
khususnya terumbu karang tepi ialah sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat
yang berasal dari laut. Selain itu, terumbu karang terumbu karang mempunyai peran utama sebagai
habitat, tempat mencari makanan, tempat asuhan dan pembesaran, tempat pemijahan bagi berbagai
biota misalnya beraneka ragam avertebrata, beraneka ragam ikan, reptil, dan juga habitat bagi
ganggang dan rumput laut. Terumbu karang juga dapat dimanfaatkan baik secara langsung ataupun
tidak langsung sebagai:
• Tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias;
• Bahan konstruksi bangunan dan pembuatan bahan kapur;
• Bahan perhiasan;
• Bahan baku farmasi;
• Sebagai objek wisata bahari.
6
Secara prinsip ekosistem pesisir memiliki empat fungsi pokok untuk kehidupan manusia
(Bengen, 2000) yakni sebagai berikut:
Daerah pesisir dan laut merupakan salah satu dari lingkungan perairan yang mudah
terpengaruh dengan adanya buangan limbah dari darat. Wilayah pesisir yang meliputi daratan dan
perairan pesisir sangat penting artinya bagi bangsa dan ekonomi Indonesia. Wilayah ini bukan
hanya merupakan sumber pangan yang diusahakan melalui kegiatan perikanan dan pertanian,
tetapi merupakan pula lokasi bermacam sumber daya alam, seperti mineral, gas dan minyak bumi
serta pemandangan alam yang indah, yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia,
perairan pesisir juga penting artinya sebagai alur pelayaran.
7
di wilayah pesisir, pengelolaan, pemanfaatan dan pengembangan wilayah perlu berlandaskan
perencanaan menyeluruh dan terpadu yang didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi dan ekologi.
Secara garis besar gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumberdaya
pesisir dan lautan di Indonesia yaitu : pencemaran, degradasi fisik habitat, over eksploitasi sumber
daya alam, abrasi pantai, konservasi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya
dan bencana alam.Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut,
khususnya di Indonesia yaitu pemanfaatan ganda, pemanfaatan tak seimbang, pengaruh kegiatan
manusia, dan pencemaran wilayah pesisir.
1. Pemanfaatan Ganda
8
Pemukiman di sekitar pesisir menghasilkan pola-pola penggunaan lahan dan air yang khas,
yang berkembang sejalan dengan tekanan dan tingkat pemanfaatan, sesuai dengan keadaan
lingkungan wilayah pesisir tertentu. Usaha-usaha budidaya ikan, penangkapan ikan, pembuatan
garam, eksploitasi hutan rawa, pembuatan perahu, perdagangan dan industri, merupakan dasar bagi
tata ekonomi masyarakat pedesaan wilayah pesisir.
Selain beberapa hal tersebut yang dapat memicu terjadinya kerusakan lingkungan pesisir
dan laut, juga terdapat faktor lain. Kegagalan pengelolaan SDA dan lingkungan hidup ditengarai
akibat adanya tiga kegagalan dasar dari komponen perangkat dan pelaku pengelolaan. Pertama
akibat adanya kegagalan kebijakan (lag of policy) yang menjadikan aspek lingkungan hanya
menjadi variabel minor. Padahal, dunia internasional saat ini selalu mengaitkan segenap aktivitas
ekonomi dengan isu lingkungan hidup, seperti green product, sanitary safety, dan sebagainya.
Salah satu contoh dari kegagalan kebijakan tersebut adalah berkenaan dengan kebijakan
penambangan pasir laut. Di satu sisi, kebijakan tersebut dibuat untuk membantu menciptakan
peluang investasi terlebih pasarnya sudah jelas. Namun di sisi lain telah menimbulkan dampak
yang cukup signifikan dan sangat dirasakan langsung oleh nelayan dan pembudidaya ikan di
sekitar kegiatan. Bahkan secara tidak langsung dapatdirasakan oleh masyarakat di daerah lain.
Misalnya terjadi gerusan/abrasi pantai, karena karakteristik wilayah pesisir bersifat dinamis.
Kedua, adanya kegagalan masyarakat (lag of community) sebagai bagian dari kegagalan
pelaku pengelolaan lokal akibat adanya beberapa persoalan mendasar yang menjadi keterbatasan
masyarakat. Kegagalan masyarakat terjadi akibat kurangnya kemampuan masyarakat untuk dapat
menyelesaikan persoalan lingkungan secara sepihak, disamping kurangnya kapasitas dan
kapabilitas masyarakat untuk memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
berkewajiban mengelola dan melindungi lingkungan. Ketidakberdayaan masyarakat tersebut
semakin memperburuk posisi tawar (bargaining position) masyarakat sebagai pengelola lokal dan
9
pemanfaat SDA dan lingkungan. Misalnya saja, kegagalan masyarakat melakukan
penanggulangan masalah pencemaran yang diakibatkan oleh kurang perdulinya publik swasta
untuk melakukan internalisasi eksternalitas dari kegiatan usahanya. Contoh kongkrit adalah
banyaknya pabrik-pabrik yang membuang limbah yang tidak diinternalisasi ke DAS yang pasti
akan terbuang ke laut atau kebocoran pipa pembuangan residu dari proses ekstrasi minyak yang
tersembunyi, dan sebagainya. Ketiga, penanggulangan permasalahan lingkungan yang ada masih
bersifat parsial dan kurang terkoordinasi. Dampaknya, proses penciptaan co-existence antar
variabel lingkungan yang menuju keharmonisan dan keberlanjutan antar variabel menjadi
terabaikan. Misalnya, solusi pembuatan tanggul-tanggul penahan abrasi yang dilakukan di
beberapa daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa, secara jangka pendek mungkin dapat menanggulangi
permasalahan yang ada, namun secara jangka panjang persoalan lain yang mungkin sama atau juga
mungkin lebih besar akan terjadi di daerah lain karena karakteristik wilayah pesisir dan laut yang
bersifat dinamis.
Penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut perlu dilakukan secara hati-hati
agar tujuan dari upaya dapat dicapai. Mengingat bahwa subjek dan objek penanggulangan ini
terkait erat dengan keberadaan masyarakatnya, dimana mereka juga mempunyai ketergantungan
cukup tinggi terhadap ketersediaan sumber daya di sekitar, seperti ikan, udang, kepiting, kayu
mangrove, dll., maka penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut yang berbasis
masyarakat menjadi pilihan yang bijaksana untuk diimplementasikan.Penanggulangan kerusakan
lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat diharapkan mampu menjawab persoalan yang
terjadi di suatu wilayah berdasarkan karakteristik sumber daya alam dan sumber daya manusia di
wilayah tersebut. Dalam hal ini, suatu komunitas mempunyai hak untuk dilibatkan atau bahkan
mempunyai kewenangan secara langsung untuk membuat sebuah perencanaan pengelolaan
wilayahnya disesuaikan dengan kapasitas dan daya dukung wilayah terhadap ragam aktivitas
masyarakat di sekitarnya.
Pola perencanaan pengelolaan meliputi pola pendekatan perencanaan dari bawah yang
disinkronkan dengan pola pendekatan perencanaan dari atas menjadi sinergidiimplementasikan.
Dalam hal ini prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat menjadi hal krusial yang harus dijadikan
dasar implementasi sebuah pengelolaan berbasis masyarakat.
10
Tujuan khusus penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat dalam
hal ini dilakukan untuk (i) meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya
menanggulangi kerusakan lingkungan; (ii) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan
serta dalam pengembangan rencana penanggulangan kerusakan lingkungan secara terpadu yang
sudah disetujui bersama; (iii) membantu masyarakat setempat memilih dan mengembangkan
aktivitas ekonomi yang lebih ramah lingkungan; dan (iv) memberikan pelatihan mengenai sistem
pelaksanaan dan pengawasan upaya penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut
berbasis masyarakat.
11