Anda di halaman 1dari 9

2.

1 Pengertian Inner City – Outer City

1. Inner City (Pusat Kota)

Inner City merupakan sebuah ruang lingkup atau wilayah yang berada di pusat
kota yang menjadi sentral aktivitas masyarakat. Pada umumnya Inner city mempunyai
tingkat kepadatan penduduk yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan area-area
diluarnya (sub-urban, rural-urban, rural), pada dasanya masyarakat yang tinggal di
daerah inner city ini menempati apartemen, rusun, atau townhouse-townhouse elit.
Inner city juga disebut sebagai pusat kota yang merupakan pusat dari segala aktivitas
kota antara lain politik, sosial budaya, ekonomi, dan teknologi (Ii & Pustaka, n.d.).
Apabila ditinjau dari fungsinya, pusat kota tersebut adalah tempat sentral yang
bertindak sebagai pusat pelayanan bagi daerahdaerah di belakangnya, mensuplainya
dengan barang-barang dan jasa-jasa pelayanan, jasa-jasa ini dapat disusun menurut
urutan menaik dan menurun tergantung pada ambang batas barang permintaan. Pusat
kota terbagi dalam dua bagian yaitu sebagai berikut:

➢ Bagian paling inti (The Heart of The Area) disebut RBD (Retail Business District)
aktivitas yang dominan pada bagian ini antara lain department store, smartshop,
office building, clubs, hotel, headquarter of economic, civic, political.
➢ Bagian diluarnya disebut WBD (Whole Business District) yang ditempati oleh
bangunan yang ditujukan untuk aktivitas ekonomi dengan jumlah yang besar
antara lain pasar dan pergudangan.
Pusat kota adalah juga merupakan pusat keruangan dan administrasi dari
wilayahnya yang mempunyai beberapa ciri, yakni sebagai berikut:

➢ Pusat kota adalah tempat dari generasi ke generasi menyaksikan perubahan-


perubahan waktu.
➢ Pusat kota adalah tempat vitalitas kota dalam memperoleh makanan dan energi,
dengan tersebarnya pusat-pusat aktivitas seperti pemerintahan, lokasi untuk
balai kota, toko-toko besar, dan bioskop.
➢ Pusat kota adalah tempat tujuan orang pergi bekerja, tempat ke mana mereka
”pergi ke luar”.
➢ Pusat kota adalah terminal dari pusat jaringan, jalan kereta api, dan kendaraan
umum.
➢ Pusat kota adalah wilayah di mana manusia menemukan aktivitas usaha, kantor
pemerintahan, pelayanan, gudang dan industri pengolahan, pusat lapangan
kerja, wilayah ekonomis metropolitan.

1
➢ Pusat kota adalah kawasan yang merupakan tempat penghasilan pajak yang
utama, meskipun kecil namun nilai bangunan yang ada di pusat kota
merupakan proporsi yang besar dari segala keseluruhan kota, karena pusat kota
mempunyai prasarana yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi.
➢ Pusat kota adalah pusat-pusat fungsi administratif dan perdagangan besar,
mengandung rangkaian toko-toko eceran, kantor-kantor profesional, perusahaan
jasa, gedung bioskop, cabang-cabang bank dan bursa saham. Dalam kota kecil
yang swasembada, kawasan ini juga menyediakan fasilitas perdagangan besar
mencakup pusat-pusat administratif dan transportasi yang dibutuhkan.

b. Outer City

Outer City adalah suatu ruang lingkup atau wilayah yang berada di pinggiran
kota, serta masyarakat lebih sedikit dibandingkan dengan populasi yang berada pada
inner city (Hendrawan, 2015). Yunus, 2008:11 mengemukakan bahwa wilayah
pinggiran kota memiliki makna arti suatu wilayah yang berada di sekitar kota. Jika
ditinjau dari suatu lingkungan daerah, maka wilayah pinggiran kota adalah daerah
yang berada di antara daerah rural dan urban. Wilayah pinggiran kota berdasarkan
karakteristiknya sebenarnya merupakan pencampuran antara desa dengan kota.
Beberapa daerah akan menunjukkan bentuk kota dan yang lain akan lebih dekat
dengan ciri-ciri pedesaan. Wilayah pinggiran kota sering disebut juga dengan wilayah
peri-urban, suburb, rurban, dan rural-urban fringe. Wilayah pinggiran kotal dapat
diartikan sebagai wilayah yang berada di sekitar kota yang secara ekologi dan sosial
ekonomi terintegritas dengan kota intinya. Wilayah ini adalah suatu wilayah irisan
antara kota, desa, dan area netral dengan pertumbuhan yang relatif cepat, dinamis.

Wilayah pinggiran kota dapat didelimitasi berdasarkan tiga pendekatan yaitu:

a. Pendekatan administratif merupakan suatu cara delitasi sobzona spasial wilayah


pinggiran kota berdasarkan pada eksistensi unit administrasi sebagai unit
analisis dan data mengenai bentuk peminatan lahan.
b. Pendekatan fisikal adalah suatu cara delitasi subzona Wilayah pinggiran kota
berdasarkan unit fiskal (jaringan jalan, saluran air, dll) sebagai unit analisis
sehingga tergambar blok-blok unit analisis yang akan menampilkan proporsi
bentuk pemanfaatan lahan kedesaan maupun kekotaan yang dapat digambarkan
pada peta.
c. Pendekatan Sel/ Sistem Cirid yang menekankan pada eksistensi unit analisis
dalam bentuk garis-garis konseptual yang dibuat secara horizontal dan vertikal
pada peta dasar yang menggambarkan bentuk pemanfaatan lahan.
Adapun karakteristik wilayah pinggiran kota (outher city) adalah sebagai berikut:

a. Suatu wilayah di mana tata guna lahan desa dan kota saling bertemu dan
mendesak di perbatasan kota.
b. Wilayah pinggiran kota meliputi semua suburbia, kota satelit dan teritorium lain
yang berlokasi langsung di luar kota di mana tenaga kerja terlibat di bidang non-
agraris.
c. Wilayah yang letaknya di luar perbatasan kota yang resmi, tetapi masih berada
dalam jarak melaju.
d. Wilayah pedesaan yang terbuka dan dihuni oleh orang-orang yang bekerja di
kota.
e. Suatu wilayah dimana bidang pekerjaan dan orientasi kota dan desa terjadi
kontak.

2.2 Urban Oriented Paradigma (UOP)

Paradigma merupakan konsep/cara berpikir oleh kelompok pakar diakui


kebenarannya sebagai hal yang dapat diaplikasikan untuk memecahkan permasalahan
(Yunus, 2005:241). Sampai kini paradigma pembangunan kota dalam perspektif spasial.
Urban Oriented Paradigm (UOP) adalah suatu paradigma pembangunan kota dengan
kerangka berfikir bahwa ”city is just urban residents” atau “city is just for the city
itself”. Kerangka berfikir tersebut dilandasi oleh banyaknya keberadaan lahan kosong,
baik dibagian dalam kota maupun terlebih di luar kota yang dapat dimanfaatkan untuk
mengakomodasikan struktur fisikal baru (Perencanaan et al., 2023). Landasan berpikir
tersebut dilandasi oleh banyaknya lahan kosong baik itu di dalam wilayah kota terlebih
di area pinggiran kota. Sehingga area tersebut dapat dimanfaatkan untuk membangun
fungsi-fungsi kota yang baru untuk pengembangan perkotaan.

2.3 Klasifikasi Rurban Oriented Paradigma (ROP)

Rurban Oriented Paradigma (ROP) adalah salah satu paradigma pembangunan


kota dengan menggunakan kerangka berfikir bahwa “the development of a city is not
just for the itself but also for the rural areas”. Pada dasarnya pada hal tersebut terdapat
suatu kenyataan bahwa kota yang bersangkutan dikelilingi oleh lahan pertanian yang
produktif serta sektor pertanian masing memegang peranan penting dalam
perekonomian nasional. Rurban Oriented Paradigm (ROP) dilandasi oleh suatu konsep
filsafati yang khusus yaitu sebagai berikut:

✓ Perkembangan kota tidak boleh hanya untuk kepentingan kota itu sendiri;
✓ Kehidupan kota tidak dapat dipisahkan dari kehidupan desa, sehingga
program pengembangan kota juga harus memperhatikan kepentingan desa;
✓ Bentuk kota ideal tidak harus bulat atau mendekati bualat atau bujur
sangkar;
✓ Bentuk kota ideal tidak harus kompak memadat;
✓ Pengertian ideal selalu konform dengan kondisi lingkuan biotik, abiotik, dan
sosio-kultural;
✓ Pembangunan kota harus memperhatikan intra dimension dan inter
dimension, baik terikat dengan keberadaan generasi maupun wilayah.

Rurban Oriented Paradigma” menunjukkan konsep perencanaan dan


pembangunan tata ruang yang memadukan unsur perkotaan dan pedesaan dalam
suatu wilayah. Istilah "rurban" sendiri berasal dari gabungan kata "rural" (pedesaan)
dan "urban" (perkotaan), dan menunjukkan wilayah-wilayah yang berada di antara
keduanya.

Paradigma " Rurban Oriented " berfokus pada pembangunan daerah yang
seimbang, berkelanjutan dan inklusif melalui kombinasi kebijakan dan praktik
perkotaan dan pedesaan. Konsep ini mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan inklusif di daerah-daerah yang sebelumnya dianggap pedesaan atau
terisolasi, dengan memperhatikan kesejahteraan sosial dan lingkungan.

Tujuan dari Rurban Orianted Paradigma ini menciptakan area yang lebih
beragam, lebih berkelanjutan, dan lebih menguntungkan bagi masyarakat. Konsep ini
dapat diterapkan pada skala yang berbeda, dari daerah pedesaan yang dekat dengan
kota hingga daerah metropolitan dengan daerah pedesaan di sekitarnya.

Dalam menetapkan kebijakan daerah untuk pembangunan perkotaan,


pemerintah kota harus memberikan perhatian khusus dan mempertimbangkan konsep
pembangunan berkelanjutan. dengan empat dimensinya. Pembangunan perkotaan
merupakan bagian integral dari sistem pembangunan nasional yang tidak dapat
dipisahkan dari pembangunan sektor lain, khususnya sektor perdesaan. Dalam sistem
pembangunan nasional, pembangunan perkotaan bergantung pada pembangunan
desa, sehingga kekeliruan dalam menentukan kebijakan pembangunan untuk industri
akan berdampak buruk bagi industri.

2.4 Peri Urban


Wilayah peri urban merupakan wilayah yang kondisi lingkungannya, yaitu
antara wilayah yang mempunyai kenampakan kekotaan di satu sisi dan wilayah yang
mempunyai kenampakan kedesaan di sisi yang lain ( Sari & Santoso, 2017) Peri urban
ini mempunyai sifat kekotaan secara fisik, sosial dan ekonomi, sehingga kawasan
tersebut terintegrasi dengan kota inti.

Adapun faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan wilayah peri urban


adalah interaksi maupun keterkaitan yang terjadi pada wilayah peri urban dengan
wilayah desa-kota. Hubungan keterkaitan yang terbentuk tersebut dapat berdampak
positif maupun negative. Besarnya keterkaitan antar wilayah akan terlihat dari wilayah
mana yang memberikan pengaruh besar terhadap wilayah peri urban, semakin besar
keterkaitan yang terjadi maka semakin besar pula perkembangan yang terjadi di
wilayah peri urban. Interaksi ataupun keterkaitan wilayah ini dapat juga dikatakan
sebagai hubungan timbal balik antar wilayah yang dapat terbentuk karena adanya
hubungan yang saling mengisi (complementarity), perpindahan manusia atau barang
(transferability), serta akibat dari faktor penghambat (intervening opportunity).

Wilayah peri-urban biasanya berkembang sebagai akibat dari pertumbuhan kota


yang pesat, di mana banyak masyarakat yang memilih tinggal di wilayah yang berada
di antara perkotaan dan pedesaan untuk menghindari biaya hidup yang lebih tinggi di
kota dan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia di wilayah tersebut.
Akibatnya, wilayah peri-urban sering kali mengalami pertumbuhan penduduk yang
cepat, urbanisasi yang tinggi, dan perubahan sosial dan ekonomi yang signifikan.

Adapun faktor keterkaitan paling berpengaruh pada wilayah rural peri urban adalah
sebagai berikut :

➢ Pada faktor aliran barang, sub faktor yang paling berpengaruh adalah lokasi
distribusi dikarenakan keterkaitan yang terbentuk akibat dari pendistribusian
hasil pertanian ke wilayah lain di sekitar wilayah rural peri urban.
➢ Pada wilayah rural peri urban terkait dengan fasilitas umum, sub faktor yang
memberikan pengaruh paling besar adalah fasilitas pendidikan, dikarenakan
umumnya pada wilayah rural peri urban hanya terdapat pendidikan hingga
tingkat SD sehingga untuk mengakses pendidikan jenjang lebih tinggi harus ke
wilayah lainnya.
➢ Dari kedua sub faktor aliran pergerakan orang, yang memberikan pengaruh
paling besar adalah penduduk yang bekerja keluar wilayah peri urban. Hal ini
dikarenakan jumlah penduduk yang bekerja keluar wilayah rural peri urban
cukup banyak sehingga mempengaruhi hubungan keterkaitan wilayah tersebut
dengan wilayah lainnya.
➢ Sub faktor yang memberikan pengaruh paling besar pada sektor ekonomi adalah
sektor primer yaitu pertanian. Hal ini dikarenakan pada wilayah rural peri urban
mayoritas masih terdapat lahan pertanian baik sawah yaitu pertanian tanaman
pangan maupun perikanan budidaya tambak. Adanya sektor primer ini
nantinya yang berpengaruh tehadap keterkaitan dengan wilayah lainnya.
➢ Pada faktor aksesibilitas menjadi faktor keterkaitan yang paling rendah
pengaruhnya, karena kondisinya mayoritas masih minim baik dari dari segi
jalan maupun angkutan umum. Oleh karena itu, hubungan yang terjadi
cenderung dengan wilayah disekitarnya baik wilayah dalam peri urban maupun
rural dibandingkan wilayah urban.

Karakteristik dari Peri Urban

➢ Campuran karakteristik perkotaan dan pedesaan: Kawasan peri-urban


perkotaan menunjukkan karakteristik yang merupakan gabungan dari kedua
kawasan tersebut, yaitu adanya lahan pertanian dan perkebunan, hutan dan
pemukiman padat, serta berbagai kegiatan ekonomi.
➢ Pertumbuhan penduduk yang cepat: Orang sering tinggal di pinggiran kota
karena biaya hidup yang lebih murah dan kesempatan untuk menggunakan
sumber daya alam yang tersedia. Hal ini menyebabkan pertumbuhan populasi
yang cepat dan tekanan yang meningkat pada penggunaan lahan dan
sumber daya alam.
➢ Perubahan tata guna lahan: Perubahan penggunaan lahan yang signifikan terjadi
di dekat kota, di mana lahan pertanian dan perkebunan dikonversi menjadi
kawasan pemukiman, industri, atau komersial.
➢ Masalah lingkungan: Pertumbuhan populasi dan aktivitas manusia di dekat kota
dapat menyebabkan masalah lingkungan seperti degradasi lahan, polusi air dan
udara, serta hilangnya habitat alami.
➢ Keterbatasan infrastruktur dan layanan publik: Wilayah peri urban seringkali
memiliki infrastruktur dan layanan publik yang terbatas seperti transportasi,
sanitasi, dan air bersih karena perubahan penggunaan lahan yang cepat dan
tidak terencana serta pertumbuhan penduduk

2.5 Paradigma Pembangunan Kota di Indonesia


Paradigma pembangunan kota di Indonesia merupakan suaru konsep atau
pandangan umum tentang pembangunan perkotaan secara keseluruhan dan
berkelanjutan. Paradigma ini mencakup banyak aspek termasuk kebijakan ekonomi,
sosial, lingkungan dan publik yang mempengaruhi pembangunan perkotaan ( Lestari &
Firdausi, 2017).

Paradigma pembangunan di Indonesia :

➢ Paradigma berkelanjutan : Paradigma ini mengedepankan pembangunan


perkotaan yang berkelanjutan, yaitu pembangunan yang menyeimbangkan
aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pembangunan perkotaan berkelanjutan
bertujuan untuk mencapai keberlanjutan jangka panjang, mengurangi dampak
negatif lingkungan, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dan
meningkatkan penggunaan sumber daya
➢ Paradigma partisipatif : Paradigma ini menekankan pentingnya partisipasi
masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kota.
Pembangunan perkotaan partisipatif melibatkan keterlibatan masyarakat dalam
pengambilan keputusan dan prioritas pembangunan perkotaan agar
pembangunan perkotaan diterima dan didukung oleh masyarakat.
➢ Paradigma penguatan ekonomi : Paradigma ini menekankan pada
pengembangan ekonomi kreatif, inovatif dan berdaya saing dalam
pembangunan perkotaan. Pembangunan perkotaan dengan paradigma ini
menitikberatkan pada pembangunan sektor ekonomi dan pemanfaatan teknologi
untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan publik serta
memaksimalkan potensi kota dalam pembangunan ekonomi dan sosial.
➢ Paradigma kota cerdas : Paradigma ini mengutamakan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat, pelayanan publik dan daya saing kota. Pengembangan kota cerdas (
smart city ) dilaksanakan dengan menggunakan teknologi dan data untuk
meningkatkan akses informasi dan layanan publik serta meningkatkan kualitas
hidup masyarakat.
Membahas paradigma pembangunan kota di Indonesia masa kini sangat
menarik, karena banyak fenomena penting yang dapat diungkap, khususnya terkait
dengan aplikasi paradigma pembangunan kotanya. Hampir semua kota di Indonesia,
kalau bukan semuanya, menunjukkan perkembangan spasial yang tidak terkendali dan
sangat bertentangan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang selalu dijadikan
sebagai acuan bagi setiap program pembangunan. Kenyataan di lapangan yang sangat
berbeda atau bertentangan sama sekali dengan ide sustainable development seperti
dirumuskan oleh World Comission on Environment and Development menimbulkan
tanda tanya besar bagi masyarakat: (1) Apakah para penentu kebijakan pembangunan
kota benar benar paham akan makna sustainable development? (2) Apabila mereka
paham akan arti pembangunan berkelanjutan, mengapa gejala yang sangat
bertentangan dengan ide sustainable development di biarkan terus berlanjut sampai
sekarang?

Dalam kaitannya dengan upaya manajemen spasial kota, dua permasalahan


penting perlu ditegaskan lagi yaitu pertama adalah hilangnya lahan pertanian subur,
produktif dan beririgasi teknis yang terlalu dini di daerah pinggiran kota dan
permasalahan ke dua adalah terjadinya densifikasi yang tidak terkendali di daerah
permukiman bagian dalam kota.

Gejala hilangnya lahan pertanian subur, produktif dan beririgasi teknis di


daerah pinggiran kota, khususnya di Pulau Jawa merupakan gejala yang perlu
dihentikan atau paling tidak diperlambat prosesnya sambil menunggu kemampuan
untuk mencari substitusinya. Hal ini berkaitan dengan gejala makin melebarnya
kesenjangan antara produksi bahan pangan dan konsumsinya. Makin meningkatnya
jumlah penduduk akan selalu diikuti dengan makin meningkatnya tuntutan
tersedianya bahan pangan yang makin meningkat pula.

Hal ini jelas menunjukkan bahwa upaya pembangunan kota dan wilayah hanya
mementingkan pencapaian kepentingan jangka pendek, bersifat sectoral dan tidak
mementingkan kepentingan sektor lain yang juga berpengaruh terhadap pembangunan
kota itu sendiri dan bersifat tidak komprehensif. Dengan kata lain sangat bertentangan
dengan konsep sustainable development. Di sinilah tercermin adanya paradigma
pembangunan kota yang bersifat urban oriented. Untuk kota-kota tertentu di luar
Pulau Jawa, di mana daerah pinggiran kotanya merupakan lahan tidak produktif, tidak
subur paradigma pembangunan yang bersifat urban oriented dapat direkomendasikan,
namun untuk kota-kota lain, khususnya di Pulau Jawa, Sumatra dan Bali aplikasi
paradigma tersebut sangatlah tidak tepat.

Pengaplikasian ROP ( Rurban Oriented Paradigma ) merupakan pilihan yang


tepat untuk kota-kota yang daerah pinggiran kotanya merupakan lahan pertanian
subur, produktif dan beririgasi teknis. Kebijakan ini sama sekali tidak bertentangan
dengan anti growth concept atau tidak sama dengan upaya menghentikan
perkembangan kota, karena hal ini bertentangan dengan menghentikan peradaban itu
sendiri. Paradigma ini diaplikasikan dengan sangat arif dalam menyikapi kondisi
lingkungan abiotik, biotik dan sosio-kultural yang ada. Selama masih ada ke-
mungkinan memanfaatkan lahan-lahan tidak produktif, mengapa harus diijinkan
mengorbankan lahan-lahan produktif ?

Paradigma pembangunan kota di Indonesia mengalami perubahan dari waktu


ke waktu, mulai dari paradigma pembangunan perkotaan era kemerdekaan hingga
paradigma pembangunan perkotaan saat ini. Paradigma pembangunan perkotaan di
Indonesia pada awalnya lebih bertumpu pada aspek teknis dan administratif, dengan
fokus pada pembangunan infrastruktur fisik dan pelayanan dasar publik seperti air,
listrik, dan sanitasi.

Paradigma ini menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam


perencanaan dan pelaksanaan pembangunan perkotaan, menjaga keseimbangan antara
aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, serta mengoptimalkan pemanfaatan teknologi
untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai