Inner City merupakan sebuah ruang lingkup atau wilayah yang berada di pusat
kota yang menjadi sentral aktivitas masyarakat. Pada umumnya Inner city mempunyai
tingkat kepadatan penduduk yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan area-area
diluarnya (sub-urban, rural-urban, rural), pada dasanya masyarakat yang tinggal di
daerah inner city ini menempati apartemen, rusun, atau townhouse-townhouse elit.
Inner city juga disebut sebagai pusat kota yang merupakan pusat dari segala aktivitas
kota antara lain politik, sosial budaya, ekonomi, dan teknologi (Ii & Pustaka, n.d.).
Apabila ditinjau dari fungsinya, pusat kota tersebut adalah tempat sentral yang
bertindak sebagai pusat pelayanan bagi daerahdaerah di belakangnya, mensuplainya
dengan barang-barang dan jasa-jasa pelayanan, jasa-jasa ini dapat disusun menurut
urutan menaik dan menurun tergantung pada ambang batas barang permintaan. Pusat
kota terbagi dalam dua bagian yaitu sebagai berikut:
➢ Bagian paling inti (The Heart of The Area) disebut RBD (Retail Business District)
aktivitas yang dominan pada bagian ini antara lain department store, smartshop,
office building, clubs, hotel, headquarter of economic, civic, political.
➢ Bagian diluarnya disebut WBD (Whole Business District) yang ditempati oleh
bangunan yang ditujukan untuk aktivitas ekonomi dengan jumlah yang besar
antara lain pasar dan pergudangan.
Pusat kota adalah juga merupakan pusat keruangan dan administrasi dari
wilayahnya yang mempunyai beberapa ciri, yakni sebagai berikut:
1
➢ Pusat kota adalah kawasan yang merupakan tempat penghasilan pajak yang
utama, meskipun kecil namun nilai bangunan yang ada di pusat kota
merupakan proporsi yang besar dari segala keseluruhan kota, karena pusat kota
mempunyai prasarana yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi.
➢ Pusat kota adalah pusat-pusat fungsi administratif dan perdagangan besar,
mengandung rangkaian toko-toko eceran, kantor-kantor profesional, perusahaan
jasa, gedung bioskop, cabang-cabang bank dan bursa saham. Dalam kota kecil
yang swasembada, kawasan ini juga menyediakan fasilitas perdagangan besar
mencakup pusat-pusat administratif dan transportasi yang dibutuhkan.
b. Outer City
Outer City adalah suatu ruang lingkup atau wilayah yang berada di pinggiran
kota, serta masyarakat lebih sedikit dibandingkan dengan populasi yang berada pada
inner city (Hendrawan, 2015). Yunus, 2008:11 mengemukakan bahwa wilayah
pinggiran kota memiliki makna arti suatu wilayah yang berada di sekitar kota. Jika
ditinjau dari suatu lingkungan daerah, maka wilayah pinggiran kota adalah daerah
yang berada di antara daerah rural dan urban. Wilayah pinggiran kota berdasarkan
karakteristiknya sebenarnya merupakan pencampuran antara desa dengan kota.
Beberapa daerah akan menunjukkan bentuk kota dan yang lain akan lebih dekat
dengan ciri-ciri pedesaan. Wilayah pinggiran kota sering disebut juga dengan wilayah
peri-urban, suburb, rurban, dan rural-urban fringe. Wilayah pinggiran kotal dapat
diartikan sebagai wilayah yang berada di sekitar kota yang secara ekologi dan sosial
ekonomi terintegritas dengan kota intinya. Wilayah ini adalah suatu wilayah irisan
antara kota, desa, dan area netral dengan pertumbuhan yang relatif cepat, dinamis.
a. Suatu wilayah di mana tata guna lahan desa dan kota saling bertemu dan
mendesak di perbatasan kota.
b. Wilayah pinggiran kota meliputi semua suburbia, kota satelit dan teritorium lain
yang berlokasi langsung di luar kota di mana tenaga kerja terlibat di bidang non-
agraris.
c. Wilayah yang letaknya di luar perbatasan kota yang resmi, tetapi masih berada
dalam jarak melaju.
d. Wilayah pedesaan yang terbuka dan dihuni oleh orang-orang yang bekerja di
kota.
e. Suatu wilayah dimana bidang pekerjaan dan orientasi kota dan desa terjadi
kontak.
✓ Perkembangan kota tidak boleh hanya untuk kepentingan kota itu sendiri;
✓ Kehidupan kota tidak dapat dipisahkan dari kehidupan desa, sehingga
program pengembangan kota juga harus memperhatikan kepentingan desa;
✓ Bentuk kota ideal tidak harus bulat atau mendekati bualat atau bujur
sangkar;
✓ Bentuk kota ideal tidak harus kompak memadat;
✓ Pengertian ideal selalu konform dengan kondisi lingkuan biotik, abiotik, dan
sosio-kultural;
✓ Pembangunan kota harus memperhatikan intra dimension dan inter
dimension, baik terikat dengan keberadaan generasi maupun wilayah.
Paradigma " Rurban Oriented " berfokus pada pembangunan daerah yang
seimbang, berkelanjutan dan inklusif melalui kombinasi kebijakan dan praktik
perkotaan dan pedesaan. Konsep ini mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan inklusif di daerah-daerah yang sebelumnya dianggap pedesaan atau
terisolasi, dengan memperhatikan kesejahteraan sosial dan lingkungan.
Tujuan dari Rurban Orianted Paradigma ini menciptakan area yang lebih
beragam, lebih berkelanjutan, dan lebih menguntungkan bagi masyarakat. Konsep ini
dapat diterapkan pada skala yang berbeda, dari daerah pedesaan yang dekat dengan
kota hingga daerah metropolitan dengan daerah pedesaan di sekitarnya.
Adapun faktor keterkaitan paling berpengaruh pada wilayah rural peri urban adalah
sebagai berikut :
➢ Pada faktor aliran barang, sub faktor yang paling berpengaruh adalah lokasi
distribusi dikarenakan keterkaitan yang terbentuk akibat dari pendistribusian
hasil pertanian ke wilayah lain di sekitar wilayah rural peri urban.
➢ Pada wilayah rural peri urban terkait dengan fasilitas umum, sub faktor yang
memberikan pengaruh paling besar adalah fasilitas pendidikan, dikarenakan
umumnya pada wilayah rural peri urban hanya terdapat pendidikan hingga
tingkat SD sehingga untuk mengakses pendidikan jenjang lebih tinggi harus ke
wilayah lainnya.
➢ Dari kedua sub faktor aliran pergerakan orang, yang memberikan pengaruh
paling besar adalah penduduk yang bekerja keluar wilayah peri urban. Hal ini
dikarenakan jumlah penduduk yang bekerja keluar wilayah rural peri urban
cukup banyak sehingga mempengaruhi hubungan keterkaitan wilayah tersebut
dengan wilayah lainnya.
➢ Sub faktor yang memberikan pengaruh paling besar pada sektor ekonomi adalah
sektor primer yaitu pertanian. Hal ini dikarenakan pada wilayah rural peri urban
mayoritas masih terdapat lahan pertanian baik sawah yaitu pertanian tanaman
pangan maupun perikanan budidaya tambak. Adanya sektor primer ini
nantinya yang berpengaruh tehadap keterkaitan dengan wilayah lainnya.
➢ Pada faktor aksesibilitas menjadi faktor keterkaitan yang paling rendah
pengaruhnya, karena kondisinya mayoritas masih minim baik dari dari segi
jalan maupun angkutan umum. Oleh karena itu, hubungan yang terjadi
cenderung dengan wilayah disekitarnya baik wilayah dalam peri urban maupun
rural dibandingkan wilayah urban.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa upaya pembangunan kota dan wilayah hanya
mementingkan pencapaian kepentingan jangka pendek, bersifat sectoral dan tidak
mementingkan kepentingan sektor lain yang juga berpengaruh terhadap pembangunan
kota itu sendiri dan bersifat tidak komprehensif. Dengan kata lain sangat bertentangan
dengan konsep sustainable development. Di sinilah tercermin adanya paradigma
pembangunan kota yang bersifat urban oriented. Untuk kota-kota tertentu di luar
Pulau Jawa, di mana daerah pinggiran kotanya merupakan lahan tidak produktif, tidak
subur paradigma pembangunan yang bersifat urban oriented dapat direkomendasikan,
namun untuk kota-kota lain, khususnya di Pulau Jawa, Sumatra dan Bali aplikasi
paradigma tersebut sangatlah tidak tepat.